BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari. 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang. menginfeksi lebih dari 90% populasi di dunia, baik yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan. yang berasal dari lapisan epitel nasofaring. Karsinoma

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyebab yang kompleks. Angka kejadian KNF tidak sering ditemukan di dunia barat

BAB I PENDAHULUAN. keganasan yang berasal dari sel epitel yang melapisi daerah nasofaring (bagian. atas tenggorok di belakang hidung) (KPKN, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. ganas hidung dan sinus paranasal (18 %), laring (16%), dan tumor ganas. rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang. Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan. yang jarang ditemukan di sebagian besar negara, namun

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

Uji serologi IgA karakter KNF EBNA1+VCA p-18 pada penderita keluhan kronis kepala leher

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan

Uji serologi IgA karakter KNF EBNA1+VCA p-18 pada penderita keluhan kronis kepala leher

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum. merupakan penyakit yang mengerikan.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keganasan epitel tersebut berupa Karsinoma Sel Skuamosa Kepala dan Leher (KSSKL)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Limfoma merupakan keganasan yang berasal dari. sistem limfatik (University of Miami Miller School of

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma serviks uteri merupakan masalah penting dalam onkologi ginekologi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma Nasofarings (KNF) merupakan subtipe yang berbeda dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan salah satu. kasus keganasan yang tergolong jarang ditemukan di

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring.

BAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Penelitian. histopatologi. Gastritis yang berlangsung dalam jangka waktu lama akan didapatkan

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dari setengahnya terdapat di negara berkembang, sebagian besar dari

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PROFIL IMUNOPOSITIVITAS PROTEIN EBV PADA PENDERITA KARSINOMA NASOFARING DAN INDIVIDU SEHAT BERISIKO JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

BAB I PENDAHULUAN. tipe Herpes Virus yang telah teridentifikasi. Human Herpes Virus antara lain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dunia. Pada tahun 2012 sekitar 8,2 juta kematian diakibatkan oleh kanker. Kanker

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Di Indonesia, diantara berbagai jenis kanker, karsinoma paru

BAB I PENDAHULUAN. jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK. Etiopatogenesis Karsinoma Nasofaring (KNF) Rabbinu Rangga Pribadi, Pembimbing: dr. Freddy Tumewu A., M.S.

BAB I PENDAHULUAN. meluas ke rongga mulut. Penyakit-penyakit didalam rongga mulut telah menjadi perhatian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma sel skuamosa di laring (KSSL) menempati. urutan kedua dariseluruhkarsinomadi saluran

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma sel skuamosa. yang berasal dari sel epitel nasofaring (Brennan, 2006; Wei, 2006).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Rinosinusitis kronis disertai dengan polip hidung adalah suatu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbeda memiliki jenis histopatologi berbeda dan karsinoma sel skuamosa paling

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker paru merupakan keganasan penyebab kematian. nomer satu di dunia (Cancer Research UK, 2012).

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Regina Lorinda, 2014

" The validity of the CT scan examination on Therapy Response Evaluation of Primary Carcinoma Tumor Nasofarings "

Limfoma. Lymphoma / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili

BAB I PENDAHULUAN. Tumor kolorektal merupakan neoplasma pada usus besar yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma sel basal merupakan keganasan kulit. tersering, menempati kira-kira 70% dari semua keganasan

BAB 1 PENDAHULUAN. jenis yang banyak juga mempunyai sifat-sifat dari berbagai penyakit lainnya yang sudah

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini angka kejadian kanker di. masyarakat semakin meningkat.hal ini menuntut kita agar

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan kanker tersering pada wanita di seluruh

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi dari rata-rata nasional (1,4%), yaitu pada urutan tertinggi ke-6 dari 33 provinsi

I. PENDAHULUAN. terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

BAB I PENDAHULUAN BAB II ISI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB 1 PENDAHULUAN. mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis,

BAB 1 PENDAHULUAN. kardiovaskular dan infeksi (Hauptman, et.al., 2013). Berdasarkan Global Health

Validitas pemeriksaan rapid test immunochromatography berbasis EBV pada penderita karsinoma nasofaring di Makassar

BAB I PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG MASALAH. Infeksi virus hepatitis B (VHB) merupakan salah. satu masalah kesehatan utama dengan tingkat morbiditas

ABSTRAK GAMBARAN KOMPLIKASI PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER PASCA RADIOTERAPI/KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. nasofaring, orofaring dan hipofaring. Nasofaring adalah bagian dari faring yang

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan kanker yang paling. sering pada wanita di negara maju dan berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di

1. Staf Pengajar, Fakultas Kedokteran, Universitas Malahayati, Lampung 2. Mahasiswa Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas Malahayati, Lampung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penelitian yang dilakukan oleh Weir et al. dari Centers for Disease Control and

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai stadium lanjut dan mempunyai prognosis yang jelek. 1,2

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana terkandung dalam Al Baqarah ayat 233: "Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,.

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi primer terjadi pada awal masa anak-anak dan umumnya asimptomatik. Di negara maju, infeksi primer umumnya tertunda hingga remaja, dan pada 25% kasus hadir sebagai mononukleosis infeksiosa (MI) (Crawford, et al. 2006; Evans, 1972). Selain mononukleosis infeksiosa, EBV juga berhubungan dengan malignansi limfoid dan epitel, termasuk limfoma Burkitt, limfoma nonhodgkin sel B pada pasien imunokompromis, 40-90% kasus penyakit Hodgkin, limfoma sel T/natural killer (NK), 10% adenokarsinoma gaster dan karsinoma nasofaring (KNF) (Rickinson, et al., 2006). Karsinoma nasofaring merupakan tumor yang berasal dari sel epitel yang melapisi permukaan nasofaring. Kanker ini paling sering tumbuh pada resesus nasofaring atau fossa Rosenmüller dan secara konsisten berkaitan dengan EBV khususnya KNF tipe III yang ditunjukkan dengan profil antibodi abnormal, 1

peningkatan level DNA EBV dalam sirkulasi dan ekspresi gen EBV pada sel tumor (Sham, et al. 1990; Brooks, et al., 1992; Brink, et al., 1998; Chan, et al., 2002; Fachiroh, et al., 2004). Tingginya titer antibodi IgG dan IgA terhadap EBV viral capsid antigen (VCA) dan early antigen (EA) pada orang sehat merupakan petanda KNF (Henle, et al., 1976). Di Indonesia, KNF merupakan keganasan kepala dan leher yang paling sering ditemukan dan kanker keempat dan keenam paling umum secara keseluruhan pada pria dan wanita, masing-masing dengan perkiraan insidensi 6,2 pada pria dan 4,6/100.000/tahun pada wanita (Soeripto, 1998; Kurniawan, et al., 2002). Secara histopatologis KNF terbagi menjadi tiga tipe berdasarkan derajat diferensiasi yaitu karsinoma sel skuamosa dengan keratinisasi (WHO tipe I), karsinoma sel skuamosa tanpa keratinisasi (WHO tipe II), dan karsinoma tanpa diferensiasi (WHO tipe III) (Shanmugaratnam & Sobin, 1993). Prognosis tipe II dan III lebih baik dibanding tipe I. Tipe III paling banyak ditemukan di populasi dengan prevalensi KNF tinggi, sementara tipe I umum dijumpai pada wilayah dengan prevalensi KNF rendah (Pearson, et al., 1983; Prathap, 1983; Weiland, 1983). 2

KNF memiliki gejala klinis yang tidak khas, yang menyerupai rinitis atau sinusitis sehingga sering diabaikan. Secara klinis diagnosis KNF sulit dilakukan karena letaknya yang tersembunyi, lesi keganasannya kecil, berwarna serupa dengan mukosa di sekitarnya, tumbuh secara endofitik, dan tidak dapat dilihat sehingga hasil biopsi sering negatif meskipun telah dilakukan berulang kali pada daerah yang dicurigai (Purba, 1997). Prognosis pasien KNF sangat dipengaruhi oleh stadium tumor saat terdiagnosis dengan 80 90% kelangsungan hidup lima tahun pada stadium I-II dan 50-70% pada stadium III-IV (Lee et al., 2005). Sebagian besar pasien datang ke rumah sakit pada stadium III dan IV ketika telah terjadi metastasis pada limfonodi servikal yang memerlukan kombinasi kemoradioterapi, sementara KNF stadium awal dapat mencapai remisi sempurna hanya dengan radioterapi (Lin et al., 2003). Sayangnya pasien KNF sering datang pada stadium yang sudah lanjut. Salah satu penyebab pasien sering datang pada stadium lanjut adalah perjalanan KNF yang sangat cepat. Lesi ganas dapat segera berkembang menjadi stadium lanjut bahkan tanoa disertai gejala yang jelas (Purba, 3

1997). Untuk mengurangi insidensi temuan kasus pada stadium lanjut perlu dilakukan deteksi awal KNF. Upaya deteksi awal sangatlah efektif bila difokuskan pada individu dengan resiko tinggi terhadap perkembangan KNF. Serologi EBV abnormal umumnya digunakan untuk mendukung dan menyediakan pendekatan yang terjangkau untuk deteksi awal pada populasi dalam upaya mengidentifikasi individu dengan resiko tinggi KNF (Ng, et al., 2006). Pasien KNF secara khusus memiliki titer IgA anti EBV-antibodi yang meningkat, menunjukkan asal tumor dalam mukosa nasofaring (Deng, et al., 1995). Antibodi IgA diproduksi secara lokal dan berperan dalam imunologi mukosa. Sel plasma di sekitar jalinan sel epitel diperkirakan berfungsi sebagai sumber antibodi IgA (Purba, 1997). Peningkatan titer tersebut dapat digunakan sebagai penanda spesifik KNF (Henle dan Henle, 1976). Oleh karena itu metode ini sering digunakan untuk deteksi awal KNF. Studi yang dilakukan oleh Zeng, et al. (1985) menunjukkan subyek dengan titer IgA-VCA (viral capsid antigen; komponen litik EBV) tinggi memiliki rerata insidensi KNF 31.7 kali lebih tinggi dibanding subyek dengan titer IgA-VCA rendah. Ji, et al. (2007) dalam 4

studi prospektif selama 15 tahun, mengamati insidensi KNF kumulatif 5.8 kali lebih tinggi pada kelompok yang titer antibodi IgA anti EBVnya tinggi dibanding dengan kelompok yang titer antibodi IgA anti EBVnya rendah. Kedua studi ini juga mengamati adanya gejala-gejala yang tidak khas pada area kepala dan leher sebagai gejala awal klinis KNF. Keluhan di area kepala dan leher dapat berhubungan dengan reaktivasi EBV, yang ditandai dengan tingginya titer IgA-EBV. Reaktivasi tersebut dapat bersifat menetap atau berhubungan dengan menurunnya respon imun (aktivasi hormon stres) (Schuster, et al., 1991). I.2. Perumusan Masalah Tingginya titer IgA terhadap EBV merupakan petanda KNF. Namun demikian pada orang sehat juga sering dijumpai individu dengan titer IgA-EBV yang tinggi. Perlu dilihat faktor-faktor yang berkorelasi dengan tingginya titer tersebut. Maka, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian: apakah keluhan-keluhan tidak khas pada area kepala dan leher berhubungan dengan reaktivasi EBV, yang ditandai dengan tingginya titer IgA-EBV? 5

I.3. Hipotesis Keluhan pada area kepala dan leher berhubungan dengan reaktivasi EBV yang ditandai dengan peningkatan titer IgA-EBV. I.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk: 1. Mengamati sebaran titer IgA-EBV di antara orang sehat yang hidup di Yogyakarta. 2. Mengetahui hubungan antara keluhan tidak khas pada area kepala dan leher dengan titer IgA-EBV pada orang sehat sebagai langkah awal pemanfaatan IgA EBV sebagai metode skrining KNF di Indonesia. I.5. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang pernah dilakukan dan sesuai dengan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Hutajulu et al., (2011) melakukan studi yang bertujuan mengamati pola serologi EBV pada pasien poliklinik telinga, hidung, dan tenggorokan (THT) RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dengan keluhan kronik pada area kepala dan leher yang tidak responsif terhadap terapi standar (antibiotik, anti-alergi) dan sugestif terhadap perkembangan KNF dengan 6

menggunakan ELISA IgA EBV sebagai metode utama kemudian dikonfirmasi dengan imunoblot IgG dan kuantifikasi muatan DNA EBV pada sikatan nasofaring non invasif. Analisa serologi IgA EBV menunjukkan seroprevalensi 34,6%. Namun, tidak ada keluhan khusus yang berhubungan dengan seroreaktivitas IgA EBV (p=0,380). 2. Zou et al., (2000) dalam studi kasus kontrol di Yangjiang, Cina melaporkan bahwa rinitis kronik merupakan faktor risiko independen untuk KNF (OR=3,6 dan 95% CI=1,2-11,8). 3. Ekburanawat et al., (2010) dalam studi kasus kontrol yang melibatkan 327 pasien KNF dan 327 kontrol, melaporkan bahwa pasien KNF menunjukkan kecenderungan memiliki riwayat keluhan kronik pada telinga atau hidung dibandingkan subyek kontrol (OR=2,71 dan 95% CI=1,45-5,06). I.6. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mengetahui hubungan keluhan pada area kepala dan leher dengan titer IgA-EBV pada individu sehat di Yogyakarta sehingga dapat menjadi awalan untuk menggunakan metode 7

deteksi IgA-EBV sebagai alat skrining KNF di masyarakat. 8