BAB I PENDAHULUAN. (United Nations Development Programme) sejak tahun 1996 dalam seri laporan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Manusia (IPM), pembangunan manusia didefinisikan sebagai a process

BAB I PENDAHULUAN. bersama yang diterjemahkan sebagai kesejahteraan hidup. Secara ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dibuat dan dipopulerkan oleh United Nations

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

BAB I PENDAHULUAN. internasional dikenal adanya tujuan posisi manusia sebagai central dalam

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. kepentingan manajer (agen) ketika para manajer telah dikontrak oleh pemilik

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan kesehatan. Dari sudut pandang politik, ini terlihat bagaimana. kesehatan yang memadai untuk seluruh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi pemerintahan pada daerah Indonesia di tahun 2001

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. dimana satu orang atau lebih (principal) terlibat dengan orang lain (agent) untuk

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga saat ini menarik untuk dicermati. Era

BAB I PENDAHULUAN. disertai dengan pembiayaan yang besarnya sesuai dengan beban kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB 1 PENDAHULUAN. (a process of enlarging the choice of people). Indeks Pembangunan Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah pusat yang memberikan kewenangan dalam kebebasan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pusat mengalami perubahan, dimana sebelum reformasi, sistem pemerintahan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perencanaan pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sejalan dengan menguatnya

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, desentralisasi fiskal mulai hangat dibicarakan sejak

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam lingkup negara secara spasial tidak selalu

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam publikasi United Nations Development Programme (UNDP) melalui Human

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. era baru dengan dijalankannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi juga merupakan indikator pencapaian pembangunan nasional. akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Agency problem muncul ketika

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan adalah usaha menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai upaya dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah semata-sama

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan manusia diukur melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Competitiveness Report Seperti halnya laporan tahun-tahun sebelumnya,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dibuat dan dipopulerkan oleh UNDP (United Nations Development Programme) sejak tahun 1996 dalam seri laporan tahunan yang diberi judul Human Development Report mendefenisikan pembangunan manusia sebagai a process of enlarging people s choices atau suatu proses yang meningkatkan aspek kehidupan masyarakat. Aspek terpenting kehidupan ini dilihat dari umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan dan standar hidup layak. Pendekatan pembangunan manusia tidak semata-mata menjadi sebuah tujuan, tetapi sebuah proses. Secara spesifik, UNDP menetapkan empat elemen utama dalam pembangunan manusia, yaitu pemerataan (equity), produktivitas (productivity), pemberdayaan (empowerment) dan kesinambungan (sustainability) (Ardiansyah dan Widyaningsih, 2014). Pencapaian tujuan pembangunan manusia bukan hal yang baru bagi Indonesia dan selalu ada penekanan pada pemenuhan tujuan tersebut yaitu pemenuhan pendidikan universal, peningkatan kesehatan dan pemberantasan kemiskinan. Hal ini sejalan strategi kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. Sesungguhnya pembangunan manusia di Indonesia sudah menganut konsep IPM yang dipublikasikan oleh UNDP yakni, konsep pembangunan manusia seutuhnya yang menghendaki kualitas hidup penduduk baik secara fisik, mental maupun spiritual. 1

Untuk meningkatkan IPM tidak hanya bertumpu pada peningkatan ekonomi semata, namun diperlukannya pembangunan dari segala aspek (Ardiansyah dan Widiyaningsih, 2014). Agar pertumbuhan ekonomi sejalan dengan pembangunan manusia, maka perlu disertai dengan pembangunan yang merata. Dengan adanya pemerataan pembangunan maka adanya jaminan bahwa semua penduduk merasakan hasil-hasil pembangunan tersebut. Berdasarkan spending review, Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tidak terlepas dari desentralisasi ekonomi sebagai konsekuensi diadopsinya sistem desentralisasi (otonomi daerah) menggantikan model sentralisasi. Salah satu aspek yang sangat penting dalam desentralisasi ekonomi adalah desentralisasi fiskal. (Lugastro dan Ananda, 2013). Sejak bergulirnya era reformasi tahun 1999, dalam rangka pemerataan pembangunan nasional khususnya untuk meningkatkan kualitas pembangunan manusia, pemerintah telah mengeluarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yang mengatur tentang Pemerintahan Daerah mengindikasikan daerah diberikan kewenangan atau otonomi untuk mengurus rumah tangganya sendiri, dan terakhir diubah menjadi Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, serta Undang-undang Nomor Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Menurut Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara 2

Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam undang- undang tersebut penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari : Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah (BUMD) yang diperoleh dan lain-lain PAD yang sah, Dana Perimbangan yang terdiri dari : Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) serta Penerimaan Daerah dari lain-lain pendapatan yang sah. Upaya untuk meningkatkan IPM tidak terlepas dari kinerja pemerintah daerah. Kinerja tersebut tercermin dari pengalokasian APBD. PAD dan Dana Perimbangan merupakan salah satu instrumen-instrumen pendapatan dalam APBD. PAD merupakan sumber penerimaan pendapatan dari suatu daerah yang digunakan pemerintah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi pada sektor-sektor yang dapat meningkatkan IPM misalnya, pada bidang pendidikan, kesehatan maupun kesejahteraan sosial. Penerimaan daerah selain untuk mendanai belanja rutin, PAD diharapkan dapat meningkatkan investasi belanja modal pemerintah daerah sehingga kualitas pelayanan publik semakin baik. Peningkatan kualitas pelayanan publik tentunya berdampak semakin sejahteranya masyarakat dan akan meningkatkan IPM. Beda halnya dengan PAD, Dana Perimbangan merupakan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan pelaksanaan desentralisasi. Dalam pengalokasiannya Dana perimbangan menekankan aspek pemerataan dan keadilan 3

yang selaras dengan penyelenggaran urusan pemerintah (Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004). Dana Perimbangan mencerminkan tingkat ketergantungan daerah terhadap pusat. Maka dapat dikatakan apabila daerah dalam kondisi keuangan yang baik maka pelaksanaan peningkatan layanan publik dapat terwujud dengan optimal dan efektif sehingga akan meningkatkan IPM daerah. Provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi keempat terbesar jumlah penduduknya di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 jumlah penduduk provinsi Sumatera Utara berjumlah 12.982.204 jiwa. Tahun 2015 jumlah penduduk tersebut meningkat menjadi 13.937.797 jiwa. Ketika jumlah penduduk meningkat maka kebutuhan masyarakat juga akan meningkat. Hal ini berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat dan menyebabkan menurunnya IPM. Oleh sebab itu, pemerintah provinsi Sumatera Utara harus secara giat melakukan berbagai program mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara merata dan adil secara di berbagai daerah di Sumatera Utara. Pencapaian dari berbagai program tersebut akan dapat terlihat melalui meningkatnya IPM Provinsi Sumatera Utara secara konstan dari tahun ke tahun. Pada Gambar 1.1 menunjukkan perbandingan antara IPM provinsi Sumatera Utara dengan IPM Indonesia secara Nasional. 4

Sumber : BPS-Sumatera Utara, 2016 (data diolah) Keterangan : Metode Perhitungan Baru Gambar 1.1 Perbandingan IPM Provinsi Sumatera Utara dengan IPM Indonesia secara Nasional Tahun 2011-2015 Dari gambar diatas terlihat jelas terjadi kecendrungan peningkatan IPM di provinsi Sumatera Utara dan Indonesia dari tahun 2011 sampai tahun 2015. Kecendrungan peningkatan IPM menunjukkan adanya kemajuan pembangunan di Sumatera Utara. Peningkatan IPM tersebut tidak terlepas dari meningkatnya Angka Harapan Hidup (AHH), Angka Harapan Lama Sekolah (HLS), Angka Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Pengeluaran per kapita disesuaikan di provinsi Sumatera Utara. HLS provinsi Sumatera Utara selama tahun 2011-2015 cendrung meningkat. Hal ini menjadi sinyal positif bahwa semakin banyak penduduk yang bersekolah. HLS tahun 2015 mencapai 12,82 tahun atau secara nasional rata-rata memiliki peluang untuk menamatkan pendidikan hingga lulus SMA atau D1. Demikian halnya RLS provinsi Sumatera Utara selama tahun 2011-2015 juga cendrung meningkat. Hal ini menjadi modal penting dalam membangun kualitas 5

manusia Sumatera Utara yang lebih baik. RLS tahun 2015 mencapai 9,03 tahun atau secara nasional rata-rata telah mengenyam pendidikan hingga kelas IX (SMP kelas III). Tetapi permasalahan yang dihadapi provinsi Sumatera Utara saat ini adalah pencapaian kesejahteraan masyarakat pada bidang kesehatan dan ekonomi yang telihat secara nasional relatif belum baik. Tahun 2015, AHH provinsi Sumatera utara 68,29, tentunya masih dibawah AHH nasional 70,78. Oleh sebab itu, masih diperlukan peningkatan kualitas pelayanan serta fasilitas publik pada bidang kesehatan. Demikian juga hal PPP Sumatera Utara tahun 2015 sebesar Rp 9.563.000,- pertahun yang masih dibawah PPP nasional sebesar Rp 10.150.000,- pertahun. Tabel 1.1 menunjukkan perbandingan komponen IPM Provinsi Sumatera Utara dan Indonesia dari tahun 2011-2015. Tabel 1.1 Perbandingan Komponen IPM Provinsi Sumatera Utara dengan Komponen IPM Indonesia secara Nasional tahun 2011-2015 KOMPONEN Sumatera Utara Indonesia IPM 2011 2012 2013 2014 2015 2011 2012 2013 2014 2015 AHH (tahun) 67,63 67,81 67,94 68,04 68,29 70,01 70,2 70,4 70,59 70,78 HLS (tahun) 11,83 11,97 12,41 12,61 12,82 11,44 11,68 12,1 12,39 12,55 RLS (tahun) 8,61 8,72 8,79 8,93 9,03 7,52 7,59 7,61 7,73 7,84 PPP (Rp. 000) 9,231 9,266 9.309 9.391 9.563 9.647 9.815 9.858 9.903 10.150 IPM 67,34 67,74 68,36 68,87 69,51 67,09 67,7 68,31 68,9 69,55 Sumber : BPS (data diolah) Berdasarkan uraian latar belakang diatas, peneliti penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan 6

Dana Perimbangan Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Pada Pemerintahan Kabupaten/ Kota di Provinsi Sumatera Utara. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Apakah Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia pada Pemerintahan Kabupaten/ Kota di Provinsi Sumatera Utara? b. Apakah Dana Perimbangan berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia pada Pemerintahan Kabupaten/ Kota di Provinsi Sumatera Utara? c. Apakah Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan berpengaruh secara simultan terhadap Indeks Pembangunan Manusia pada Pemerintahan Kabupaten/ Kota di Provinsi Sumatera Utara? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan pada perumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia pada Pemerintahan Kabupaten/ Kota di Provinsi Sumatera Utara. b. Untuk mengetahui pengaruh Dana Perimbangan terhadap Indeks Pembangunan Manusia pada Pemerintahan Kabupaten/ Kota di Provinsi Sumatera Utara. 7

c. Untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan secara simultan terhadap Indeks Pembangunan Manusia pada Pemerintahan Kabupaten/ Kota di Provinsi Sumatera Utara. 1.4. Manfaat Penelitian Berdasarkan uraian diatas, dapat dikemukakan bahwa manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan peneliti dalam bidang Akuntansi Sektor Publik mengenai Indeks Pembangunan Manusia yang dapat dilihat dari Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan dalam pengambilan kebijakan. b. Bagi Pemerintah Daerah Hasil penelitian ini diharapkan sebagai informasi, bahan petunjuk, acuan dan masukan untuk menentukan kebijakan dalam menjalankan perekonomian yang dapat meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia untuk mengembangkan daerahnya. c. Bagi peneliti selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi kemajuan akademis dan dapat dijadikan sebagai acuan atau referensi untuk peneliti selanjutnya. 8