BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan seseorang mulai dari keluhan sangat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang secara sistematis memanfaatkan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pekerja merupakan salah satu komponen yang perlu mendapatkan

MUSCULOSKELETAL DISORDERS. dr.fauziah Elytha,MSc

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sales promotion Girl (SPG) merupakan suatu profesi yang bergerak dalam

Journal of Industrial and Manufacture Engineering

Metode dan Pengukuran Kerja

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Analisis Postur Kerja dengan Rapid Entire Body Assesment (REBA) di Industri Pengolahan Tempe

BAB I PENDAHULUAN. Pekerja yang melakukan kegiatan berulang-ulang dalam satu siklus sangat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Postur Kerja dengan Metode REBA untuk Mengurangi Resiko Cedera pada Operator Mesin Binding di PT. Solo Murni Boyolali

METODE PENGUKURAN DATA ANTROPOMETRI

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Bahan baku batu bata adalah tanah liat atau tanah lempung yang telah

perusahaan lupa untuk memperhatikan akibat dari pengangkutan material secara manual tersebut bagi kenyamanan dan kesehatan pekerja atau operator. Pabr

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam beraktifitas membutuhkan suatu alat yang dirancang atau

BAB I PENDAHULUAN. Unit kerja menengah CV. Raya Sport merupakan usaha yang. memproduksi pakaian (konveksi). Pada kegiatan proses produksi ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. proses produksi. Jika manusia bekerja dalam kondisi yang nyaman baik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Stasiun Kerja Bawahan. Stasiun Kerja Finishing. Gambar 1.1 Stasiun Kerja Pembuatan Sepatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi tradisional yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : diusahakan atas dasar hitungan harian

PERANCANGAN STASIUN KERJA PEMBUATAN KULIT MOCHI DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI

BAB I PENDAHULUAN. Postur kerja kurang ergonomis saat bekerja bersumber pada posisi kerja operator

BAB I PENDAHULUAN. dalam kawasan Pusat Industri Kecil (PIK) yang bergerak dalam bidang

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

ASPEK ERGONOMI DALAM PERBAIKAN RANCANGAN FASILITAS PEMBUAT CETAKAN PASIR DI PT X.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

HUBUNGAN SIKAP KERJA DENGAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA UNIT WEAVING DI PT DELTA MERLIN DUNIA TEXTILE IV BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih dominan dialami oleh para pekerja. secara fisik yang berat. Salah satu akibat dari kerja secara manual, seperti

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Hasil Perhitungan Seluruh Tahapan Menggunakan Metode REBA, REBA, OWAS & QEC

BAB I PENDAHULUAN. produksi, terutama perusahaan yang bersifat padat karya. Produktivitas tenaga kerja

Lampiran 1. Format Standard Nordic Quetionnaire

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Metode REBA Untuk Pencegahan Musculoskeletal Disorder Tenaga Kerja

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pekerjaannya adalah keluhan musculoskeletal disorders(msds).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Arbeitswissenschaft di Jerman, Human Factors Engineering atau Personal

ANALISIS POSTUR KERJA DAN KELUHAN PEKERJA PADA AKTIVITAS PEMOTONGAN BAHAN BAKU PEMBUATAN KERIPIK

BAB 2 LANDASAN TEORI. tersebut digunakan sebagai dasar dan penunjang pemecahan masalah.

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan. hidupnya, dan hampir sebagian besar dari waktunya dihabiskan di tempat

PERANCANGAN ULANG STASIUN KERJA UNTUK MENGURANGI KELUHAN BIOMEKANIK PADA AKTIFITAS LOUNDRY DI PT X

IDENTIFIKASI MUSCULOSKLETAL DISORDERS (MSDs) PADA AKTIVITAS PENGEMASAN IKAN LOMEK (HARPODON NEHEROUS) DI KAWASAN MINAPOLITAN KUALA ENOK

BAB I PENDAHULUAN. akibat nyeri punggung. Nyeri punggung bagian bawah merupakan penyebab

BAB I PENDAHULUAN. dengan program pengembangan dan pendayagunaan SDM tersebut, pemerintah juga memberikan jaminan kesejahteraan, kesehatan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan pada sistem otot rangka/musculoskeletal disorders (MSDs)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

ANALISIS POSTUR KERJA PEKERJA PROSES PENGESAHAN BATU AKIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE REBA

Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya Abstrak

BAB II LANDASAN TEORI

Ergonomic and Work System Usulan Fasilitas Kerja yang Ergonomis Pada Stasiun Perebusan Tahu di UD. Geubrina

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK

B A B III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Analisis Risiko Manual Handling pada Pekerja PT. XYZ

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

Rancangan Fasilitas Kerja Yang Ergonomis Di Stasiun Penguapan Untuk Meningkatkan Produktivitas (Studi Kasus Pada CV. Arba Jaya) Chandra S.

BAB I PENDAHULUAN. Peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja masih dominan dalam

ANALISA ERGONOMI PADA POSTUR KERJA OPERATOR PAKAN AYAM MENGGUNAKAN METODE RAPID UPPER LIMB ASSESMENT (RULA) DI PT. X. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. PT. Sinar Sosro merupakan salah satu perusahaan industri yang

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kecelakaan, penyakit dan keluhan-keluhan kesehatan yang disebabkan

ANALISA POSTUR KERJA TERHADAP AKTIVITAS MANUAL MATERIAL HANDLING MENGGUNAKAN METODE OWAS

Evaluasi Postur Kerja Operator Pengangkatan Pada Distributor Minuman Kemasan ABSTRAK

1 Pedahuluan. Malikussaleh Industrial Engineering Journal Vol.5 No.1 (2016) 4-10 ISSN X

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak lepas dari peran

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Perbaikan Postur Kerja Dengan Menggunakan Metode RULA (Rapid Upper Limb Assesment) Di CV.XYZ

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Manusia dituntut untuk berusaha atau bekerja dalam rangka memenuhi

IMPLEMENTASI KONSEP ERGONOMI PADA PEMBUATAN ALAT TENUN TRADISIONAL MENGGUNAKAN PRINSIP PERANCANGAN YANG DAPAT DISESUAIKAN

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGAJUAN... ii. HALAMAN PENGESAHAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL...

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERANCANGAN FASILITAS KERJA DALAM PEMBUATAN DANDANG DI UD. KARYA DARMA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS POSTUR KERJA PADA TENAGA KERJA DENGAN METODE REBA AREA WORKSHOP PT X JAKARTA TIMUR


BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

RANCANG BANGUN MESIN PENGUPAS KULIT LADA TIPE TIRUS PUTARAN VERTIKAL BERDASARKAN METODE NORDIC BODY MAP (NBM) DAN PENDEKATAN ANTROPOMETRI

ANALISIS PERBAIKAN POSTUR KERJA DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI PADA HOME INDUSTRY JKS SNACK & CATERING DI SERANG-BANTEN

ERGONOMI DESAIN MEJA DAN KURSI SISWA SEKOLAH DASAR

Gambar 3.1 Metodologi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB 1 PENDAHULUAN. menyatakan bahwa setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas

Disusun Oleh: Roni Kurniawan ( ) Pembimbing: Dr. Ina Siti Hasanah, ST., MT.

Transkripsi:

I-20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ergonomi dan Produktivitas 2.1.1 Ergonomi Ergonomi atau ergonomics (bahasa Inggrisnya) sebenarnya berasal dari kata yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum. Dengan demikian ergonomi dimaksudkan sebagai disiplin keilmuan yang mempelajari manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan. Disiplin ergonomi secara khusus akan mempelajari keterbatasan dari kemampuan manusia dalam berinteraksi dengan teknologi dan produk-produk buatannya. Pendekatan ergonomi dalam perancangan stasiun atau fasilitas kerja di industri telah menempatkan rancangan sistem kerja manusia-mesin yang awalnya serba rasional-mekanistik menjadi tampak lebih manusiawi. Disini faktor yang terkait dengan fisik (faal/fisiologi) maupun perilaku (psikologi) manusia baik secara individu pada saat berinteraksi dengan mesin dalam sebuah rancangan sistim manusia-mesin dan lingkungan kerja fisik akan dijadikan pertimbangan utama. Persoalan perancangan tata cara kerja di lantai aktivitas produksi nampaknya juga akan terus terarah pada segala upaya untuk mengimplementasikan konsep human-centered engineered systems dalam perancangan teknologi produk maupun proses dengan mengkaitkan faktor manusia didalamnya. Pendekatan ergonomi yang dilakukan dalam perancangan sistem produksi di lantai produksi akan mampu menghasilkan sebuah rancangan sistem manusiamesin yang sesuai dengan ekspektasi manusia pekerja atau tanpa menyebabkan

I-21 beban kerja yang melebihi ambang batas (fisik maupun psikologis) manusia untuk menahannya. Dalam hal ini akan diaplikasikan segala macam informasi yang berkaitan dengan faktor manusia (kekuatan, kelemahan/keterbatasan) dalam perancangan sistem kerja yang meliputi perancangan produk (man-made objects), mesin & fasilitas kerja dan/atau lingkungan kerja fisik yang lebih efektif, nyaman, aman, sehat dan efisien (ENASE). 2.1.2 Produktivitas Produktivitas menggambarkan perbandingan atau rasio antara keluaran dan masukan : Produktivitas = Keluaran / Masukan Jelas bahwa produktivitas kita katakan meningkat apabila : 1. Volume/kuantitas keluaran bertambah besar, tanpa menambah jumlah masukan. 2. Volume/kuantitas keluaran tidak bertambah, akan tetapi jumlah masukannya berkurang. 3. Volume/kuantitas keluaran bertambah besar sedang masukannya juga ber kurang. 4. Jumlah masukan bertambah, asalkan volume/kuantitas keluaran bertambah berlipat ganda. Banyak hal-hal yang telah dilakukan manusia dalam usahanya untuk meningkatkan produktivitas kerja. Kemajuan teknologi akhirnya banyak mengakibatkan bergesernya tenaga manusia untuk kemudian digantikan dengan mesin atau peralatan produksi lainnya. Berbicara tentang produktivitas, maka hal ini secara sederhana dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara output per inputnya. Dengan diketahui nilai (indeks) produktivitas, maka akan diketahui pula

I-22 seberapa efisien pula sumber-sumber input telah berhasil dihemat. Upaya peningkatan produktivitas secara terus-menerus dan menyeluruh merupakan suatu hal yang penting tidak saja berlaku bagi setiap individu pekerja, melainkan juga bagi perusahaan/industri. 2.2 Anthropometri Istilah antropometri berasal dari kata anthro berarti manusia dan metri berarti ukuran secara definitive antropometri dapat dinyatakan sebagai suatu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Antriopometri secara luas digunakan untuk pertimbangkan ergonomis dalam suatu perancangan atau (design) produk maupun system kerja yang akan memerlukan interaksi manusia. Aspek-aspek ergonomic dalam suatu proses rancangan bangun fasilitas merupakan factor yang penting dalam menunjang peningkatan pelayanan jasa produksi. Antropometri adalah pengukuran dimensi tubuh atau karakteristik fisik tubuh lainny yang relavan dengan disain tentang sesuatu yang dipakai manusia (sanders dan McCormick 1987, Pheasant 1988, dan pulat -1992 ). Tujuan antropometri agar terjadi keserasian antara manusia dengan system kerja (man-manchine system), sehingga menjadikan tenaga kerja dapat bekerja secara nyaman, baik dan efisien. Karena itu perancangan tempat kerja dan peralatan pendukungnya menjadi penting agar sisi buruk yang ada pada setiap produk muncul. Data dimensi manusia ini sangat berguna dalam perancangan produk dengan tujuan mencari keserasian produk dengan manusia yang memakainya. Pemakaian data antropometri mengusahakan semua alat disesuaikan dengan kemampuan

I-23 manusia, bukan mananusia disesuaikan dengan alat. Kenyamanan menggukan alat bergantung pada kesesuian ukuran alat dengan ukuran manusia. Jika tidak sesuai,maka dalam jangka waktu tertentu akan mengakibatkan stress tubuh antara lain dapat berupa lelah, nyeri dan pusing. Jika disadari bahwa perancangan suatu produk juga dilakukan oleh manusia, maka perancangan sistem manusia-mesin juga tidak lepas dari factor-faktor manusia karena sebagian dari kesalahan-kesalahan kerja yang terjadi disebabkan oleh rancangan produk yang tidak mempunyai kompatibilitas dengan manusia yang menanganinya, peran besar dalam mengurangi resiko bahaya akibat kesalahan kerja. Selanjutnya untuk memperjelas mengenai data antropometri untuk bisa diaplikasikan dalam berbagai rancangan produk ataupun fasilitas kerja maka pada Gambar 3.9. dibawah ini akan memberikan informasi tentang berbagai macam anggota tubuh yang perlu diukur. Gambar II-1. Anthropometri Tubuh Manusia yang Diukur Dimensinya Keterangan : 1. Dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (dari lantai s/d ujung kepala ) 2. Tinggi mata dalam posisi berdiri tegak 3. Tinggi bahu dalam posisi berdiri tegak 4. Tinggi siku dalam posisi berdiri tegak (siku tegak lurus)

I-24 5. Tinggi kepalan tangan yang terjulur lepas dalam posisi berdiri tegak (dalam gambar tidak ditunjukkan). 6. Tinggi tubuh dalam posisi duduk (diukur dari alas tempat duduk/pantat sampai dengan kepala ). 7. Tinggi mata dalam posisi duduk 8. Tinggi bahu dalam posisi duduk 9. Tinggi siku dalam posisi duduk ( siku tegak lurus ) 10. Tebal atau lebar paha 11. Panjang paha yang diukur dari pantat s/d ujung lutut 12. Panjang paha yang diukur dari pantat s/d bagian belakang dari lutut/betis 13. Tinggi lutut yang bisa diukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk 14. Tinggi tubuh dalam posisi duduk yang diukur dari lantai sampai dengan paha 15. Lebar dari bahu (bisa diukur dalam posisi berdiri ataupun duduk ) 16. Lebar pinggul/pantat 17. Lebar dari dada dalam keadaan membusung (tidak tampak ditunjukkan dlm gambar ). 18. Lebar perut 19. Panjang siku yang diukur dari siku sampai dengan ujung jari-jari dalam posisi siku tegak lurus 20. Lebar kepala 21. Panjang tangan diukur dari pergelangan sampai dengan ujung jari 22. Lebar telapak tangan 23. Lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebar-lebar kesamping kiri-kanan (tidak ditunjukkan dalam gambar ) 24. Tinggi jangkauan tangan dalam posisi berdiri tegak, diukur dari lantai sampai dengan telapak tangan yang terjangkau lurus keatas (vertikal) 25. Tinggi jangkauan tangan dalam posisi duduk tegak, diukur seperti halnya no 24 tetapi dalam posisi duduk ( tidak ditunjukkan dalam gambar ) 26. Jarak jangkauan tangan yang terjulur kedepan diukur dari bahu

I-25 sampai ujung jari tangan. 2.3. Keluhan Musculoskeletal dan Standard Nordic Quetionnaire (SNQ) 2.3.1. Keluhan Musculoskeletal Keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada bagian bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilakan dengan Musculoskeletal disorsders (MSDs) atau cedera pada sistem muskuloskeletal. Apabila pekerjaan berulang tersebut dilakukan dengan cara yang nyaman, sehat dan sesuai dengan standar yang ergonomis, maka tidak akan menyebabkan gangguan muskuloskeletal dan semua pekerjaan akan berlangsung dengan efektif dan efisien. Secara garis besar keluhan otot yang terjadi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu: 1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan hilang apabila pembebanan dihentikan. 2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut. Studi tentang MSDs pada berbagai jenis industri telah banyak dilakukan dan hasil studi menunjukkan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot rangka (skeletal) yang meliputi leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung,

I-26 pinggang dan otot-otot bagian bawah. Diantara keluhan otot skeletal tersebut, yang paling banyak dialami oleh pekerja adalah otot bagian pinggang (low back pain = LBP). Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak terjadi apabila kontraksi otot hanya berkisar antara 15-20%. Peredaran darah ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Bila suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot. Peter vi (2000) menjelaskan bahwa, terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadi keluhan musculoskeletal sebagai berikut. 1. Peregangan otot yang berlebihan Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhakan oleh para pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, menarik, mendorong dan menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan otot yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya otot skeletal. 2. Aktivitas berulang Aktivitas berulang merupakan pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkut dan sebagainya.

I-27 Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi. 3. Sikap kerja tidak alamiah Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya. Semakin jauh posisi tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot skeletal. 4. Faktor penyebab sekunder Faktor penyebab sekunder ini adalah berupa tekanan langsung dari jaringan otot yang lunak atau getaran dengan frekwensi tinggi yang menyebabkan kontraksi otot bertambah Ada beberapa cara yang telah diperkenalkan dalam melakukan evaluasi ergonomi untuk mengetahui hubungan antara tekanan fisik dengan resiko keluhan otot skeletal. Pengukuran terhadap tekanan fisik ini cukup sulit karena melibatkan berbagai faktor subjektif seperti kinerja, motivasi, harapan dan toleransi kelelahan. Alat ukur yang digunakan dpat dilakukan dengan berbagai cara mulai metoda yang sederhana sampai menggunakan sistem komputer. 2.3.2 Standard Nordic Quetionnaire (SNQ) Standard Nordic Questionnaire (SNQ) merupakan alat yang dapat mengetahui bagian-bagian otot yang mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mualai dari Tidak Sakit (TS), agak sakit (AS), Sakit (S) dan Sangat Sakit (SS). Dengan melihat dan menganalisis peta tubuh seperti pada Gambar II-1. maka dapat diestimasi jenis dan tingkat keluhan otot skeletal yang dirasakan oleh

I-28 pekerja. Gambar II-2. Standard Nordic Questionnaire(SNQ) 2.4. Postur Kerja Di dunia industri khususnya industri manufaktur yang banyak menggunakan tenaga manusia (manual work), produktivitas kerja sangat dipengaruhi oleh performansi tenaga kerja. Performansi tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah postur dan sikap/gerakan pada saat melakukan aktivitas kerja. Sikap/gerakan yang salah atau kurang ergonomis selanjutnya dapat mempercepat kelelahan yang berujung pada turunnya produktivitas kerja atau perubahan fisik pada operator sebagai akibat jangka panjang.

I-29 REBA (Rapid Entire Body Assessment) merupakan suatu metode penilaian postur untuk menilai faktor resiko gangguan tubuh keseluruhan. Untuk masingmasing tugas,kita menilai faktor postur tubuh dengan penilaian pada masingmasing grup yang terdiri atas 2 grup yaitu: 1. Grup A yang terdiri dari postur tubuh kiri dan kanan dari batang tubuh (trunk) dan leher (neck). Pada masing-masing grup diberikan suatu skala postur tubuh dan suatu pernyataan tambahan. Diberikan juga faktor beban/kekuatan dan coupling. Berikut ini adalah faktor-faktor yang dinilai pada metode REBA. a. Batang tubuh(trunk) Gambar IV-3. Postur Batang Tubuh REBA b. Leher (neck) Gambar IV-4. Postur Leher REBA

I-30 c. Kaki (legs) Gambar IV-5. Postur Kaki REBA d. Beban (load) 1. Lengan atas (upper arm) Gambar IV-6. Postur Lengan Atas REBA 2. Lengan bawah (lower arm) Gambar IV-7. Postur Lengan Bawah REBA

I-31 2.5. Metode Perancangan Produk Metode perancangan dapat diklasifikasikan menjadi metode kreatif. 2.5.1 Metode Kreatif Metode kreatif adalah metode perancangan yang bertujuan untuk membantu merangsang pemikiran kreatif dengan cara meningkatkan produksi gagasan, menyisihkan hambatan mental terhadap kreativitas, atau dengan cara memperluas area pencarian solusi. Ada beberapa metode perancangan yang ditujukan untuk merangsang cara berpikir kreatif. Cara-cara yang terdapat dalam metode ini antara lain: 1. Brainstorming Brainstorming adalah metode kreatif yang paling banyak dipakai. Ini adalah suatu metode untuk menghasilkan ide dalam jumlah banyak, yang sebagian besar kemudian akan dibuang, tapi beberapa ide yang menarik akan ditindak lanjuti. Brainstorming biasanya dilakukan dalam suatu kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 8 orang yang beraneka ragam, tidak hanya para ahli tapi juga mereka yang mengenal masalahnya. Tiap-tiap anggota memberikan idenya, kemudian ketua kelompok mengumpulkan semua ide untuk dievaluasi. 2. Synectics Pemikiran yang kreatif seringkali digambarkan pada pemikiran analogis, pada kemampuan untuk melihat persamaan atau hubungan antara topik-topik yang jelas perbedaannya. Penggunaan pemikiran analogis yang terbentuk pada metode perancangan kreatif disebut sebagai Synetics. Seperti Brainstorming, Synetics adalah suatu kelompok aktivitas dimana sikap kritis sangat berperan, dan anggota kelompok berusaha untuk membangun, mengkombinasikan dan

I-32 mengembangkan ide-ide penyelesaian kreatif dalam menyelesaikan masalah. Synetics berbeda dengan brainstorming, dimana kelompok mencoba untuk bekerja bersama memperoleh solusi permasalahan, dari pada membangkitkan banyak ide. 3. Perluasan Daerah Penelitian Bentuk penghalang berpikir kreatif yang paling umum adalah mengasumsikan batasan yang lebih sempit dimana solusi dilihat. Teknik-teknik kreatif adalah bantuan untuk memperluas daerah penelitian. Beberapa teknik kreatif untuk memperluas area penelitian adalah transformation, random input, Why? dan counter planning. 4. Proses Kreatif Metode-metode di atas dipakai untuk membangkitkan ide-ide kreatif. Selain kreatif, ide orisinil dapat muncul secara spontan tanpa penggunaan bantuan untuk berpikir kreatif. Proses kreatif adalah munculnya suatu ide orisinal secara tibatiba. 2.6. Pembuatan Kuesioner Kuesioner merupakan sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti lapora tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui. Pada penelitian survey, penggunaan kuesioner merupakan hal yang sangat pokok dalam pengumpulan data. Tujuan pokok pembuatan kuesioner adalah untuk memperoleh informasi yang relevan dengan cara mengisi pertanyaan yang diajukan oleh peneliti terhadap responden yang dipilih. Ada empat komponen utama dari suatu kuesioner, yaitu: 1. Adanya subjek, individu yang melaksanakan penelitian

I-33 2. Adanyan ajakan, yaitu permohonan dari peneliti 3. Adanyan petunjuk pengisian kuesioner Adanya pertanyaan maupun pertanyaan beserta tempat mengisi jawaban. Kuesioner dapat dibeda-bedakan berdasarkan berdasarkan beberapa tipe yaitu : 1. Berdasarkan cara menjawab a. Kuesioner Terbuka, yang memberikan kesempatan kepada responden untuk menjawab dengan kalimatnya sendiri. b. Kuesioner Tertutup, yang telah disediakan jawabannya sehingga responden hanya tinggal menjawab memilih sesuai pilihan yang ada. 2. Berdasarkan jawaban yang diberikan a. Kuesioner langsung, yaitu responden menjawab tentang dirinya atau memberikan infomai mengenai perihal pribadi. b. Kuesioner tidak langsung, yaitu jika responden memberikan responden tentang perihal orang lain. 3. Berdasarkan bentuknya a. Kuesioner pilihan ganda b. Kuesioner isian c. Check List