TAHAPAN PENYELESAIAN SOAL ARITMETIKA SOSIAL DITINJAU DARI TAHAPAN O NEIL BERDASARKAN TINGKAT KEMAMPUAN SISWA SMP

dokumen-dokumen yang mirip
KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS MENYELESAIKAN SOAL OPEN-ENDED MENURUT TINGKAT KEMAMPUAN DASAR MATERI SEGIEMPAT DI SMP

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DALAM MATERI SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL DI KELAS VIII SMP

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH I PATUK PADA POKOK BAHASAN PELUANG JURNAL SKRIPSI

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN SISWA DENGAN WAWANCARA KLINIS PADA PEMECAHAN MASALAH ARITMETIKA SOSIAL KELAS VIII SMP

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA DITINJAU DARI TINGKAT KEMAMPUAN DASAR MATEMATIKA

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK PESERTA DIDIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA. Ardiyanti 1), Haninda Bharata 2), Tina Yunarti 2)

PENGARUH PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA SMP PADA MATERI GARIS DAN SUDUT

DESKRIPSI PEMAHAMAN SISWA PADA PERMASALAHAN PERBANDINGAN DAN STRATEGI SOLUSI DALAM MENYELESAIKANNYA

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS MENURUT TINGKAT KEMAMPUAN SISWA PADA MATERI SEGI EMPAT DI SMP

DESKRIPSI PENGUASAAN KONSEP VEKTOR DAN JENIS KESALAHANNYA DITINJAU DARI TINGKAT PENCAPAIAN KOGNITIF PADA MAHASISWA PENDIDIKAN FISIKA

PEMANFAATAN DIAGRAM DALAM PENYELESAIAN SOAL CERITA MATERI PECAHAN KELAS VII SMP NEGERI 6 PONTIANAK

ANALISIS HASIL KERJA SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH BERBENTUK SOAL CERITA DI KELAS VIII SMP

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Matematika merupakan salah satu ilmu yang memiliki peranan penting

BAB III METODE PENELITIAN

Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL DI SMP

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

Ibnu Hadjar Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Tadulako

2014 PENGARUH CTL DAN DI TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIKA SISWA SD

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATERI PECAHAN DI SMP

PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE TRUE OR FALSE STATEMENT TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMPN 26 PADANG

I. PENDAHULUAN. didiknya. Sekolah sebagai lembaga pendidikan berusaha secara terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. konsep-konsep sehingga siswa terampil untuk berfikir rasional. Hal ini

PEMBELAJARAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL MELAUI MODEL KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY. Oleh Yuhasriati 1 Nanda Diana 2

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

2015 PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS ANTARA SISWA YANG MENDAPATKAN MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS X MA DINIYAH PUTERI PEKANBARU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA BERDASARKAN LANGKAH-LANGKAH POLYA PADA MATERI ARITMATIKA SOSIAL SISWA KELAS VII SMP N 1 BRINGIN

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

ANALISIS KEMAMPUAN GENERALISASI MATEMATIS SISWA DI KELAS VII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PROBLEM POSING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KONEKSI MATEMATIS SISWA

PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Rini Apriliani, 2013

ANALISIS KESALAHAN MENGERJAKAN SOAL SISI TEGAK LIMAS SEGIEMPAT SISWA KELAS IX MTs NU SALAM TAHUN PELAJARAN 2013/2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

48. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E) A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. dari zaman dahulu hingga sekarang, manusia akan selalu berhubungan dengan matematika.

PENGARUH PEMBERIAN UMPAN BALIK TERHADAP KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN OPERASI HITUNG BENTUK ALJABAR

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

Titi Solfitri 1, Yenita Roza 2. Program Studi Pendidikan Matematika ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MODEL LEARNING CYCLE 5E SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA

POLA PENALARAN MATEMATIS SISWA DALAM MATERI BILANGAN BULAT DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan

ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIK MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana.

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

DAYA MATEMATIS MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

PEMAHAMAN KONSEPTUAL SISWA DITINJAU DARI TINGKAT KEMAMPUAN MATEMATIKA MATERI ALJABAR DI SMP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

PERSETUJUAN PEMBIMBING

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

ANALISIS KESALAHAN DALAM MENYELESAIKAN SOAL LUAS PERMUKAAN SERTA VOLUME BANGUN RUANG SISI DATAR DI SMP

PEMAHAMAN TEKS DISKUSI OLEH SISWA SMP NEGERI 2 PONTIANAK TAHUN PELAJARAN 2014/2015

A. LATAR BELAKANG MASALAH

UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA. (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII Semester II SMP Negeri 2

MINAT PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MENGGUNAKAN MODEL KOOPERATIF TEKNIK NUMBERED HEAD TOGETHER ARTIKEL PENELITIAN OLEH

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADA PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DI KELAS VIII SMP

KEMAMPUAN PENYELESAIAN MASALAH MATEMATIS SISWA DALAM MATERI KUBUS DI KELAS IX SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Purnama Adek, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dengan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan merupakan salah satu sasaran

KEMAMPUAN PENALARAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP DALAM MATERI BANGUN RUANG

I. PENDAHULUAN. pembelajaran agar siswa aktif mengembangkan potensi diri dan keterampilan. makhluk beragama dan makhluk sosial dengan baik.

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu yang universal, berada di semua penjuru

a. Kemampuan komunikasi matematika siswa dikatakan meningkat jika >60% siswa mengalami peningkatan dari pertemuan I dan pertemuan II.

STRATEGI SOLUSI DALAM PEMECAHAN MASALAH POLA BILANGAN PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 PONTIANAK. Nurmaningsih. Abstrak. Abstract

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan ide-ide melalui lisan, tulisan,

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DENGAN CONTEXTUAL TEACHING & LEARNING SISWA KELAS VII E SMP N 1 SRANDAKAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nobonnizar, 2013

44. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana terhadap suasana belajar

Kemampuan Komunikasi Dan Pemahaman Konsep Aljabar Linier Mahasiswa Universitas Putra Indonesia YPTK Padang

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

PENINGKATAN AKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA MENGGUNAKAN METODE DEMONSTRASI DI KELAS IV SEKOLAH DASAR

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA PADA MATERI BANGUN DATAR DI SMP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah sarana dan alat yang tepat dalam membentuk

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

MEMPERBAIKI PEMAHAMAN KONSEPTUAL DAN PROSEDURAL PADA SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL MELALUI WAWANCARA KLINIS VIKA PUSPITASARI NIM F

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMP MELALUI PENGAJUAN MASALAH MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan kemampuan keterampilan atau skill seseorang 1. Oleh karena itu, masyarakat terutama siswa sekolah formal.

Transkripsi:

TAHAPAN PENYELESAIAN SOAL ARITMETIKA SOSIAL DITINJAU DARI TAHAPAN O NEIL BERDASARKAN TINGKAT KEMAMPUAN SISWA SMP Siswanto, Bambang Hudiono Dan Dian Ahmad Budi Satria Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan E-mail: siswanto_esc@yahoo.com ABSTRAK: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkap tahapan siswa dalam penyelesaian soal aritmetika sosial ditinjau dari tahapan O Neil berdasarkan tingkat kemampuan siswa. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif berbentuk studi kasus. Subjek penelitiannya adalah siswa kelas VIIA SMP PGRI 4 Pontianak yang berjumlah 29 siswa. Hasil analisis data menunjukkan bahwa 58,33% siswa kemampuan atas sudah sesuai tahapan O Neil, siswa kemampuan menengah 56,94%, dan siswa kemampuan bawah 60%. Dilihat dari presentasenya, siswa kemampuan atas, menengah, dan bawah cenderung lebih banyak menjawab benar dalam tahap memahami konteks soal, namun cenderung melakukan kesalahan dalam tahap memanipulasi dan menyelesaikan model matematika (perhitungan), dan cenderung lebih banyak tidak menjawab pada tahap membuat model matematika yang relevan dan membuat kesimpulan secara kontekstual. Kata kunci: Tahapan Penyelesaian Soal, Tahapan O Neil ABSTRACT: This research s objective is to know students phases in completing social arithmetic test viewed from O Neil phase based on students ability. Method used is descriptive in form of case study. The subject is 29 students from VIIA class of SMP PGRI 4 Pontianak. The result of analysis shows that 58,33% students have high ability, 56,94% have average ability, and 60% goes to poor ability. Based on percentage, students of high and average ability are intended to be right in understanding context of test, but get it wrong in manipulating and accomplishing model of math test phase, and give no answer in the phase of making relevant model of math and having contextual conclusion. Keywords: Test Completion Phase, O Neil Phase

Matematika merupakan salah satu bidang studi yang memiliki peranan penting dalam pendidikan. Matematika diajarkan bukan hanya untuk mengetahui dan memahami apa yang terkandung dalam matematika itu sendiri, tetapi matematika diajarkan pada dasarnya bertujuan untuk membantu melatih pola pikir siswa agar dapat memecahkan masalah dengan kritis, logis, dan tepat. Matematika berfungsi mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari melalui materi pengukuran dalam geometri, aljabar, dan trigonometri. Matematika juga berfungsi mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa melalui model matematika yang dapat berupa kalimat dan persamaan matematika, diagram, grafik atau tabel (Depdiknas, 2003). Tujuan pembelajaran matematika berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) adalah: 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Depdiknas, 2003). Secara umum tujuan diberikannya matematika di sekolah adalah untuk membantu siswa mempersiapkan diri agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, dan kritis serta mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. Tujuan pendidikan matematika di sekolah lebih ditekankan pada penataan nalar, dasar dan pembentukan sikap, serta keterampilan dalam penerapan matematika (Sriyanto, 2007:15). Melalui pembelajaran matematika siswa diharapkan dapat ikut serta secara aktif dalam mengkontruksikan dan mengaplikasikan ide-ide matematika. Gagasan dan pikiran seseorang dalam menyelesaikan permasalahan matematika dapat dinyatakan dalam kata-kata, lambang matematis, bilangan, gambar, maupun tabel. Komunikasi ide-ide, gagasan pada operasi atau pembuktian matematika banyak melibatkan kata-kata, lambang matematis, dan bilangan. Banyak persoalan ataupun informasi disampaikan dengan bahasa matematika, misalnya menyajikan persoalan atau masalah ke dalam model

matematika yang dapat berupa diagram, persamaan matematika, grafik, ataupun tabel. Mengkomunikasikan gagasan dengan matematika lebih praktis, sistematis, dan efisien (Depdiknas, 2003). Dalam kaitan itu pada penjelasan teknis Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November 2004 tentang rapor pernah diuraikan bahwa indikator siswa memiliki kemampuan dalam pemecahan masalah adalah mampu: 1. Menunjukkan pemahaman masalah, 2. Mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah, 3. Menyajikan masalah secara matematik dalam berbagai bentuk, 4. Memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat, 5. Mengembangkan strategi pemecahan masalah, 6. Membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah dan 7. Menyelesaikan masalah yang tidak rutin Dalam pembelajaran matematika khususnya dalam menyelesaikan soalsoal matematika, masih banyak siswa yang hanya mengandalkan cara-cara yang diajarkan oleh gurunya di kelas, sehingga potensi untuk mengembangkan pemikiran mereka masih banyak mengalami kendala. Kendala utama para siswa dalam menyelesaikan soal-soal adalah lemahnya kemampuan mereka dalam memahami maksud soal dan kurangnya keterampilan menyusun rencana penyelesaiannya. Hal ini dapat dimaklumi mengingat bentuk soal yang disajikan selama ini baik pada ulangan akhir semester maupun ujian nasional adalah bentuk pilihan ganda. Bentuk soal pilihan ganda ini kurang efektif mengukur beberapa tipe pemecahan masalah, juga kurang efektif mengukur kemampuan mengorganisir dan mengekspresikan ide (Depdiknas, 2005:21). Kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal bentuk cerita atau uraian masih belum sesuai dengan tahapan penyelesaian yang benar. Russeffendi (Pramono, 2007:5) mengemukakan bahwa jika siswa memahami soal cerita, berarti siswa tersebut mengerti tentang mengubah informasi ke dalam bentuk pernyataan yang lebih bermakna, dapat memberikan interpretasi, mampu mengubah kalimat biasa ke dalam bentuk simbol dan sebaliknya, mampu mengartikan suatu kecenderungan dari suatu diagram. Menurut O Neil (Pramono, 2007:5) mengemukakan terdapat empat tahapan utama dalam menyelesaikan soal bentuk cerita atau uraian, yakni: memahami konteks soal atau masalah verbal, menyusun atau membuat model yang relevan (pemodelan), memanipulasi dan menyelesaikan model (perhitungan), dan menarik kesimpulan secara kontekstual (penyimpulan). Sementara dalam tahapan-tahapan tersebut Arti Sriati (1994:8-9) membagi beberapa jenis kesalahan yang dilakukan siswa dalam tahapan penyelesaian soal bentuk uraian, yaitu: 1. Kesalahan terjemahan, yaitu kesalahan dalam mengubah informasi ke ungkapan matematik atau kesalahan memberi makna suatu ungkapan matematik. 2. Kesalahan konsep, yaitu kesalahan dalam memahami gagasan abstrak dan mengubah ke bentuk simbol-simbol matematika.

3. Kesalahan strategi, yaitu kesalahan yang terjadi jika siswa memilih jalan yang tidak tepat yang mengarahkan ke jalan buntu atau kesalahan dalam menentukan rumus yang sesuai. 4. Kesalahan tanda, yaitu kesalahan dalam memberikan atau menuliskan tanda operasi matematika. 5. Kesalahan hitung, yaitu kesalahan dalam melakukan operasi hitung dalam matematika, seperti menjumlah, mengurangkan, mengalikan, dan membagi. 6. Kesalahan kesimpulan, yaitu kesalahan membuat/menuliskan keputusan hasil perhitungan yang sesuai dengan pentanyaan. 7. Kesalahan sistematik, yaitu kesalahan yang berkenaan dengan urutan pengerjaan atau ketidaksesuaian jawaban dengan penyelesaian. Upaya untuk mengetahui cara siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika perlu dilakukan, agar kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal terutama bentuk cerita dapat diketahui dan dapat ditentukan tindak lanjut terhadap kesalahan-kesalahan tersebut. Berbagai bentuk kesalahan dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal-soal cerita, khususnya soal-soal matematika. Kesalahan merupakan hal yang wajar terjadi, apalagi pada siswa yang sedang belajar, tetapi hendaknya kesalahankesalahan yang muncul dapat diminimalisasikan. Lerner (Mulyono Abdurahman, 2003:262) mengemukakan bahwa ada beberapa kekeliruan umum yang dilakukan anak, yaitu kurang pemahaman tentang simbol, nilai tempat, perhitungan, penggunaan proses yang keliru, dan tulisan yang tidak dapat dibaca. Salah satu pokok bahasan dalam pelajaran matematika di Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah aritmetika sosial. Materi ini sebenarnya bukan merupakan materi baru bagi siswa SMP, karena dasar-dasar materi tersebut di Sekolah Dasar (SD) telah dipelajari oleh mereka. Aritmetika sosial merupakan bagian dari matematika yang membahas tentang perhitungan keuangan dalam perdagangan dan kehidupan sehari-hari beserta aspek-aspeknya. Aritmetika sosial mancakup istilah-istilah perdagangan seperti harga pembelian, harga penjualan, untung dan rugi. Demikian pula, istilah impas, rabat (diskon), bruto, netto, tara, dan bonus (Karso, 2007:01). Materi aritmetika sosial sebenarnya bukan merupakan materi baru bagi siswa SMP, karena dasar-dasar materi tersebut di Sekolah Dasar (SD) telah dipelajari oleh mereka. Materi aritmetika sosial lebih menekankan pada kemampuan siswa dalam memahami konsep matematika kontektual yang menggambarkan kehidupan sehari-hari. Soal-soal yang diberikan menuntut siswa untuk mampu memecahkan masalah yang berbentuk soal cerita Namun demikian kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tidak sedikit siswa SMP yang kurang memiliki pemahaman konsep pada materi tersebut. Untuk mengetahui bagaimana tahapan siswa dalam mengerjakan soal aritmetika sosial akan dilihat bagaimana tahapan penyelesaian soal aritmetika sosial ditinjau dari tahapan O Neil berdasarkan tingkat kemampuan siswa SMP. Hal ini bertujuan untuk melihat kesesuaian antara langkah-langkah siswa dalam menyelesaikan soal cerita khususnya materi aritmetika sosial dengan tahapan yang dianjurkan O Neil, bagaimana keberhasilan dan kesulitan siswa pada tiap-tiap tahapan penyelesaian soalnya, serta melihat kecenderungan yang dilakukan siswa dalam menjawab soal yang diberikan.

METODE Dalam penelitian diperlukan metode yang sesuai dengan masalah yang akan diselesaikan. Menurut Hadari Nawawi (2005:61) ada 4 jenis metode penelitian, diantaranya metode filosofis, metode deskriptif, metode historis, dan metode eksperimen. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan menggunakan wawancara klinis. Menurut Hadari Nawawi (2005:63), Metode deskriptif adalah prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan subjek/objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagai mana adanya. Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Menurut Hadari Nawawi (2005:72) menyatakan penelitian yang memusatkan diri secara intensif terhadap suatu objek tertentu dengan mempelajarinya sebagai studi kasus. Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (1987:115), menyatakan bahwa penelitian studi kasus adalah suatu penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam terhadap suatu organisme, lembaga atau gejala tertentu ditinjau dari wilayahnya, maka penelitian studi kasus hanya meliputi daerah atau subjek yang sangat sempit, tetapi ditinjau dari sifat penelitian, penelitian kasus lebih mendalam. Jadi yang dimaksud dengan studi kasus dalam penelitian ini adalah suatu studi yang berusaha meneliti secara mendalam untuk mengungkap tahapan siswa dalam penyelesaian soal aritmetika sosial yang dibantu dengan wawancara klinis. Siswa yang dipilih sebagai subyek penelitian adalah siswa kelas VIIA yang berjumlah 29 orang. Menurut Faisal (2007:109) subjek penelitian adalah orang atau individu atau kelompok yang dijadikan unit atau satuan (kasus) yang diteliti. Pemilihan siswa untuk dijadikan subjek dalam penelitian dilakukan dengan teknik Purposive Sampling (sampel bertujuan), yaitu berdasarkan pertimbangan guru. Menurut Sugiyono (2012:300) purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pengambilan kelas VIIA sebagai subyek didasarkan atas pertimbangan izin dari pihak sekolah, guru matematika kelas VII, dan siswa telah diajarkan materi aritmetika sosial. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pengukuran dengan menggunakan tes tertulis dan teknik komunikasi langsung (wawancara), sedangkan alat pengumpulan data yaitu menggunakan tes yang berbentuk uraian (essay) dan wawancara klinis. Tes essay adalah tes yang menghendaki testee (peserta tes) memberikan jawaban dalam bentuk uraian atau kalimat-kalimat yang disusun sendiri (Nawawi, 2005:126). Tes yang disusun memenuhi aspek; penulisan butir soal, validitas, reabilitas, tingkat kesukaran, daya pembeda, dan uji coba soal yang dilakukan di SMP Kemala Bhayangkari 1 Kubu Raya. Hasil uji coba disimpulkan bahwa instrumen penelitian yang diujicobakan dapat dan layak digunakan sebagai instrumen penelitian di SMP PGRI 4 Pontianak Prosedur pengolahan datanya yaitu dengan cara menguraikan jawaban siswa berdasarkan skor indikator tahapan penyelesaian siswa serta melihat kesesuaian antara tahapan yang dilakukan siswa dengan tahapan O Neil untuk

tiap-tiap kemampuan siswa, kemudian memberi skor untuk tiap-tiap jawaban siswa berdasarkan tahap-tahap penyelesaian yang kemudian dipresentasekan berdasarkan jawaban benar, jawaban salah, dan tidak menjawab, untuk melihat kecenderungan siswa yaitu dianalisis berdasarkan skor yang diperoleh berdasarkan tiap tahapan penyelesaian pada jawaban siswa kemampuan atas, menengah, dan bawah yang memperoleh presentase tertinggi dan terendah yang dibandingkan menurut tingkat kemampuan siswa dengan pertimbangan hasil wawancara langsung. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini melibatkan kelas VIIA SMP PGRI 4 Pontianak yang berjumlah 29 siswa. Siswa dikelompokkan menjadi tiga tingkatan yaitu siswa kemampuan atas, siswa kemampuan menengah, dan siswa kemampuan bawah, berdasarkan skor hasil ulangan umum. Hal ini bertujuan untuk memudahkan peneliti dalam mendekripsikan dan membandingkan hasil jawaban siswa dalam penelitian ini. Proses pengelompokkan dilakukan berdasarkan skor siswa dengan menggunakan rumus standar deviasi, untuk kelompok kemampuan atas (x x + standar deviasi), untuk kelompok kemampuan menengah (x - standar deviasi < x < x + standar deviasi), dan untuk kelompok kemampuan bawah (x x - standar deviasi). Dari perhitungan diperoleh bahwa rata-rata skor siswa 12,44 dan standar deviasinya 6,8. Jadi siswa yang memperoleh skor 12,44 termasuk dalam kelompok siswa kemampuan atas, siswa yang memperoleh skor antara 6,8 dan 12,44 termasuk dalam kelompok siswa kemampuan menengah, sedangkan siswa yang memperoleh skor 6,8 adalah kelompok siswa kemampuan bawah. Dari kalisifikasi tersebut diperoleh kelompok siswa kemampuan atas 6 siswa, siswa kemampuan menengah 18 siswa, dan siswa kemampuan bawah 5 sisiwa. Selanjutnya siswa diberi tes berbentuk uraian sebanyak 4 soal yang kemudian berikan skor untuk masing-masing jawaban siswa berdasarkan tahapan penyelesaiannya. Dari hasil penskoran tersebut ditetapkan 3 siswa untuk masingmasing tingkat kemampuan untuk dilakukan wawancara klinis guna menggali lebih dalam langkah-langkah siswa dalam menyelesaikan soal tes. Setelah siswa diberi tes dan dianalisis jawabanya maka diperoleh rincian jawaban dari kelompok siswa kemampuan atas, kolompok sisiwa kemampuan menengah, dan kelompok sisiwa kemampuan bawah yang dikaji berdasarkan tahapan O Neil, apakah siswa sudah mengikuti dan sesuai dengan 4 tahapan O Neil atau belum yang diuraikan sebagai berikut: 1. Siswa kemampuan atas Untuk kelompok siswa kemampuan atas diperoleh rincian jawaban sebagai berikut: a. 58,33% siswa sudah sesuai dengan tahapan O Neil yaitu siswa dapat memahami konteks soal, menyusun model matematika yang relavan, memanipulasi dan menyelesaikan model matematika (perhitungan), dan membuat kesimpulan secara kontekstual. b. 41,67% siswa tidak sesuai dengan tahapan O Neil yang memunculkan 4 macam variasi jawaban yang berbeda sebagai berikut:

1) 16,67% siswa tidak sesuai dengan tahapan O Neil yaitu siswa mengerjakan dengan memahami konteks soal, memanipulasi dan menyelesaikan model matematika (perhitungan), dan membuat kesimpulan secara kontekstual tanpa membuat model matematika yang relevan terlebih dahulu. 2) 12,5% siswa tidak sesuai dengan tahapan O Neil yaitu siswa mengerjakan dengan memahami konteks soal, membuat model matematika yang relevan, memanipulasi dan menyelesaikan model matematika (perhitungan) tanpa membuat kesimpulan secara kontekstual. 3) 8,33% siswa juga tidak sesuai dengan tahapan O Neil yaitu siswa mengerjakan dengan memahami konteks soal kemudian langsung melakukan perhitungan tanpa membuat model matematika yang relevan dan membuat kesimpulan secara kontekstual. 4) 4,17% siswa juga tidak sesuai dengan tahapan O Neil yaitu siswa mengerjakan hanya dengan memahami konteks soal saja tanpa membuat model matematika yang relavan, memanipulasi dan menyelesaikan model matematika (perhitungan), dan membuat kesimpulan secara kontekstual. 2. Siswa kemampuan menengah Untuk kelompok siswa kemampuan menengah diperoleh rincian jawaban sebagai berikut: a. 56,94% siswa sudah sesuai dengan tahapan O Neil yaitu siswa dapat memahami konteks soal, menyusun model matematika yang relavan, memanipulasi dan menyelesaikan model matematika (perhitungan), dan membuat kesimpulan secara kontekstual. b. 43,06% siswa tidak sesuai dengan tahapan O Neil yang memunculkan 7 macam variasi jawaban yang berbeda sebagai berikut: 1) 12,5% siswa tidak sesuai dengan tahapan O Neil yaitu siswa mengerjakan dengan memahami konteks soal, memanipulasi dan menyelesaikan model matematika (perhitungan), dan membuat kesimpulan secara kontekstual tanpa membuat model matematika yang relevan terlebih dahulu. 2) 1,39% siswa tidak sesuai dengan tahapan O Neil yaitu siswa mengerjakan dengan memahami konteks soal, membuat model matematika yang relevan, dan lansung membuat kesimpulan secara kontekstual tanpa memanipulasi dan menyelesaikan model matematika (perhitungan) terlebih dahulu. 3) 6,94% siswa tidak sesuai dengan tahapan O Neil yaitu siswa mengerjakan dengan memahami konteks soal, membuat model matematika yang relevan, memanipulasi dan menyelesaikan model matematika (perhitungan) tanpa membuat kesimpulan secara kontekstual. 4) 4,17% siswa juga tidak sesuai dengan tahapan O Neil yaitu siswa mengerjakan dengan memahami konteks soal kemudian langsung

melakukan perhitungan tanpa membuat model matematika yang relevan dan membuat kesimpulan secara kontekstual. 5) 1,39% siswa juga tidak sesuai dengan tahapan O Neil yaitu siswa mengerjakan dengan memahami konteks soal, membuat model matematika yang relevan tanpa memanipulasi dan menyelesaikan model matematika (perhitungan) hingga membuat kesimpulan secara kontekstual. 6) 12,5% siswa juga tidak sesuai dengan tahapan O Neil yaitu siswa mengerjakan hanya dengan memahami konteks soal saja tanpa membuat model matematika yang relavan, memanipulasi dan menyelesaikan model matematika (perhitungan), dan membuat kesimpulan secara kontekstual. 7) 4,17% siswa juga tidak sesuai dengan tahapan O Neil yaitu siswa tidak melakukan tahapan pengerjaan sam sekali yaitu tidak memahami konteks soal, tidak membuat model matematika yang relavan, tidak memanipulasi dan menyelesaikan model matematika (perhitungan), serta tidak membuat kesimpulan secara kontekstual. 3. Siswa kemampuan bawah Variasi jawaban siswa kemampuan bawah dalam mengerjakan soal arietmetika sosial yaitu sebagai berikut: Dari variasi jawaban tiap-tiap soal tersebut, diperoleh 4 variasi jawaban yang berbeda yang dilakukan siswa kemampuan bawah sebagai berikut: a. 60% siswa sudah sesuai dengan tahapan O Neil yaitu siswa dapat memahami konteks soal, menyusun model matematika yang relavan, memanipulasi dan menyelesaikan model matematika (perhitungan), dan membuat kesimpulan secara kontekstual. b. 40% siswa tidak sesuai dengan tahapan O Neil yang memunculkan 3 macam variasi jawaban yanf berbeda sebagai berikut: 1) 15% siswa tidak sesuai dengan tahapan O Neil yaitu siswa mengerjakan dengan memahami konteks soal, memanipulasi dan menyelesaikan model matematika (perhitungan), dan membuat kesimpulan secara kontekstual tanpa membuat model matematika yang relevan terlebih dahulu. 2) 20% siswa tidak sesuai dengan tahapan O Neil yaitu siswa mengerjakan dengan memahami konteks soal saja tanpa membuat model matematika yang relevan, memanipulasi dan menyelesaikan model matematika (perhitungan), dan membuat kesimpulan secara kontekstual. 3) 5% siswa juga tidak sesuai dengan tahapan O Neil yaitu siswa tidak melakukan tahapan pengerjaan sama sekali, mulai dari tahap memahami konteks soal, membuat model matematika yang relevan, memanipulasi dan menyelesaikan model matematika (perhitungan), dan membuat kesimpulan secara kontekstual. Dari rincian jawaban siswa diatas, maka dapat diperjelas presentase tiaptiap tahapan siswa yang sesuai dengan tahapan O Neil yang disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 1. Tahapan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Aritmetika Sosial Yang Sesuai Dengan Tahapan O Neil Berdasarkan Tingkat Kemampuan Siswa Kelas VIIA SMP PGRI 4 Pontianak Tingkat Nomor Soal Atas Kemampuan Siswa Menengah Bawah 1 100% 94,44% 100% 2 66,67% 44,44% 80% 3 33,33% 72,22% 40% 4 33,33% 16,67% 20% Rata-Rata 58,33% 56,94% 60% Dari tabel 1 diketahui bahwa siswa kemampuan bawah ternyata lebih banyak mengikuti tahapan O Neil dibanding dengan siswa kemampuan menengah dan siswa kemampuan bawah meskipun terlepas dari benar atau salah jawaban tesebut, namun tahapan-tahapan yang dibuat sudah sesuai dengan tahapan O Neil. Selain itu, jawaban siswa yang tidak mengikuti tahapan O Neil menimbulkan banyak variasi jawaban, ada yang melewatkan salah satu tahapan atau lebih yang di sajikan dalam rincian berikut ini: Tabel 2. Variasi Jawaban Siswa Dalam Tahapan Penyelesaian Soal Aritmetika Sosial Ditinjau Dari Tahapan O Neil Berdasarkan Tingkat Kemampuan Siswa Kelas VIIA SMP PGRI 4 Pontianak Tingkat Kemampuan Variasi Jawaban Siswa Siswa Atas Menengah Bawah 1.Tanpa membuat model matematika 16,67% 12,5% 15% 2.Tanpa membuat perhitungan - 1,39% - 3.Tanpa membuat kesimpulan 12,5% 6,94% - 4.Tanpa membuat model matematika, 8,33% 4,17% - dan kesimpulan. 5.Tanpa membuat perhitungan dan - 1,39% - kesimpulan. 6.Tanpa membuat model matematika, 4,17% 12,5% 20% perhitungan, dan kesimpulan. 7.Tanpa membuat tahapan sama sekali - 4,17% 5% Jumlah 41,67% 43,06% 40% Dari tabel 2 diketahui bahwa tahapan siswa yang tidak sesuai dengan tahapan O Neil menyebabkan banyak variasi jawaban siswa yang berbeda. Untuk siswa kemampuan atas, terdapat 4 variasi jawaban dan jika dilihat dari presentasenya siswa kemampuan atas lebih banyak mengerjakan tanpa membuat model matematika yang relevan yaitu mencapai 16,67%. Untuk siswa kemampuan menengah, terdapat 7 variasi jawaban yang berbeda dan jika dilihat dari persentasenya siswa kemampuan menengah lebih banyak mengerjakan tanpa membuat model matematika yang relevan dan hanya melakukan tahap memahami

soal saja tanpa membuat model matematika yang relevan, memanipulasi dan menyelesaikan model matematika (perhitungan), dan membuat kesimpulan secara kontekstual dengan presentase 12,5%. Sedangkan untuk siswa kemampuan bawah, terdapat 3 variasi jawaban yang berbeda dan jika dilihat dari presentasenya siswa kemampuan bawah lebih banyak mengerjakan hanya melakukan tahap memahami soal saja tanpa membuat model matematika yang relevan, memanipulasi dan menyelesaikan model matematika (perhitungan), dan membuat kesimpulan secara kontekstual dengan presentase 20%. Setelah di variasi jawaban siswa tersebut, akan dilihat bagaimana keberhasilan siswa dengan menjawab benar untuk tiap-tiap tahapan penyelesaian jika ditinjau dari tahapan O Neil dalam tabel berikut: Tabel 3 Jawaban Benar Siswa Dalam Tahapan Penyelesaian Soal Aritmetika Sosial Ditinjau Dari Tahapan O Neil Di Kelas VIIA SMP PGRI 4 Pontianak Tingkat kemampuan siswa Memahami konteks soal Membuat model matematika yang relevan Memanipulasi dan menyelesaikan model (perhitungan) Membuat kesimpulan secara kontekstual Atas 95,83% 58,33% 58,33% 54,17% Menengah 80% 54,38% 43,13% 41,25% bawah 90% 50% 62,5% 67,25% Rata-rata 88,61% 54,24% 54,67% 54,31% Dari tabel 3 dapat didiketahui bahwa rata-rata siswa kelas VIIA SMP PGRI 4 Pontianak pada tahap memahami soal memperoleh persentase sebesar 88,61%, untuk tahap membuat model matematika yang relevan sebesar 54,24%, untuk tahap memanipulasi dan menyelesaikan model matematika (perhitungan) sebesar 54,67%, sedangkan untuk tahap membuat kesimpulan secara kontekstual sebesar 53,89%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa kelas VIIA sudah baik dalam memahami soal tes yang diberikan. Namun, pada tahap membuat model matematika yang relevan, melakukan perhitungan, dan membuat kesimpulan secara kontekstual terjadi penurunan persentase yang drastis, hal ini mengindikasikan bahwa dari tahap memahami konteks soal menuju tahap membuat model matematika banyak siswa mengalami kesulitan yang berakibat kesalahan pada tahap tersebut hingga tahap berikutnya. Hal ini tampak dari perolehan persentase yang tidak jauh berbeda antara tahap memahami konteks soal dengan tahap membuat model matematika yang relevan, melakukan perhitungan, dan membuat kesimpulannya. Dilihat dari tahapan-tahapannya, untuk tahap memahami konteks soal siswa kemampuan atas memperoleh presentase paling tinggi dibanding dengan siswa kemampuan menengah dan bawah yaitu mencapai 95,83%, sedangkan siswa kemampuan menengah memperoleh presentase terendah yaitu 80%. Hal ini menunjukkan bahwa siswa kemampuan atas paling baik dalam memahami

konteks soal yang diberikan sementara siswa kemampuan menengah masih banyak siswa yang mengalami kendala dalam memahami soal yang diberikan. Dalam tahap membuat model matematika yang relevan, siswa kemampuan atas memperoleh presentase paling tinggi dibanding dengan siswa kemampuan menengah dan bawah yaitu mencapai 58,33%, sedangkan siswa kemampuan bawah memperoleh presentase terendah yaitu 50%. Hal ini menunjukkan bahwa siswa kemampuan atas paling baik dalam membuat model matematika yang relevan sementara siswa kemampuan bawah masih banyak siswa yang mengalami kendala dalam membuat model matematikanya. Dalam tahap memanipulasi dan menyelesaikan model matematika atau biasa disebut tahap perhitungan, siswa kemampuan bawah memperoleh presentase paling tinggi dibanding dengan siswa kemampuan atas dan menengah yaitu mencapai 62,5%, sedangkan siswa kemampuan menengah memperoleh presentase terendah yaitu 43,13%. Hal ini menunjukkan bahwa siswa kemampuan bawah cenderung paling baik dalam melakukan perhitungan sementara siswa kemampuan menengah masih banyak siswa yang mengalami kesalahan dalam melakukan perhitungan. Dalam tahap membuat kesimpulan secara kontekstual siswa kemampuan bawah memperoleh presentase paling tinggi dibanding dengan siswa kemampuan atas dan menangah yaitu mencapai 67,25%, sedangkan siswa kemampuan menengah memperoleh presentase terendah yaitu 41,25%. Hal ini menunjukkan bahwa siswa kemampuan bawah cenderung ingat dalam membuat kesimpulannya sementara siswa kemampuan menengah masih banyak siswa yang mengabaikan tahapan ini sehingga banyak yang tidak membuat kesimpulan dari jawaban soal. Dari jawaban benar siswa tersebut, akan diungkap seberapa besar kesalahan yang dilakukan siswa untuk tiap-tiap tahapan yang ditinjau dari tahapan O Neil terdapat dalam tabel berikut: Tabel 4 Persentase Kesalahan Siswa Dalam Tahapan Penyelesaian Soal Aritmetika Sosial Ditinjau Dari Tahapan O Neil Di Kelas VIIA SMP PGRI 4 Pontianak Tingkat kemampuan siswa Memahami konteks soal Membuat model matematika yang relevan Memanipulasi dan menyelesaikan model (perhitungan) Membuat kesimpulan secara kontekstual Atas 4,17% 16,67% 37,5% 20,83% Menengah 6,94% 19,44% 32,64% 25% bawah 5% 12,5% 10% 7,5% Rata-rata 5,37% 16,2% 26,71% 17,78% Dari tabel 4 dapat diketahui bahwa rata-rata siswa kelas VIIA SMP PGRI 4 Pontianak paling banyak mengalami kesalahan pada tahap memanipulasi dan menyelesaikan model matematika (perhitungan) yaitu sebesar 26,71%, sedangkan untuk kesalahan terkecil yaitu pada tahap memahami konteks soal sebesar 5,37%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa kelas VIIA sering tidak teliti

dalam melakukan perhitungan yang menyebabkan salah hitung dibanding tahapan lainnya. Dari hasil wawancara klinis diperoleh informasi bahwa siswa banyak melakukan kecerobohan dan tidak memperhatikan tanda operasi secara benar sehingga siswa banyak menghitung dengan dengan tidak cermat. Sementara untuk tahap-tahap penyelesaian soal berdasarkan tingkat kemampuan siswa, ternyata siswa kemampuan menengah paling banyak melakukan kesalahan paling tinggi hampir semua tahapan penyelesaian yaitu; memahami konteks soal sebesar 6,94%, tahap membuat model matematika yang relevan sebesar 19,44%, dan tahap membuat kesimpulan secara kontekstual sebesar 25%. Sedangkan untuk tahap memanipulasi dan menyelesaikan model matematika (perhitungan), siswa kemampuan atas justru memperoleh presentase tertinggi yaitu sebsar 37,5%. Hal ini menunjukkan bahwa siswa kemampuan menengah lebih dominan dalam mengalami kesalahan dalam menjawab soal dibanding siswa kemampuan atas dan siswa kemampuan bawah. Dari analisis tersebut diperoleh bahwa siswa kelas VIIA SMP PGRI 4 Pontianak lebih banyak melakukan kesalahan pada tahap melakukan perhitungan. Sedangkan berdasarkan tingkat kemampuannya, siswa kemampuan menengah yang paling banyak melakukan kesalahan dalam 3 tahapan yaitu memahami soal, membuat model matematika yang relevan, dan tahap membuat kesimpulan secara kontekstual. Dari presentase kesalahan siswa tersebut, akan diungkap seberapa besar siswa yang tidak menjawab untuk tiap-tiap tahapan penyelesaian yang ditinjau dari tahapan O Neil terdapat dalam tabel berikut: Tabel 5 Persentase Siswa Yang Tidak Menjawab Dalam Tahapan Penyelesaian Soal Aritmetika Sosial Ditinjau Dari Tahapan O Neil Di Kelas VIIA SMP PGRI 4 Pontianak Tingkat kemampuan siswa Memahami konteks soal Membuat model matematika yang relevan Memanipulasi dan menyelesaikan model (perhitungan) Membuat kesimpulan secara kontekstual Atas 0% 25% 4,17% 25% Menengah 4,17% 20,14% 19,44% 29,17% bawah 5% 37,5% 27,5% 25% Rata-rata 3,06% 27,55% 17,04% 26,39% Dari tabel 5 dapat diketahui bahwa rata-rata siswa kelas VIIA SMP PGRI 4 Pontianak paling banyak tidak menjawab yaitu pada tahap membuat model matematika yang relevan yaitu sebesar 27,55%, sedangkan siwa yang tidak menjawab dengan presentase terkecil yaitu pada tahap memahami konteks soal sebesar 3,06%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa kelas VIIA dalam membuat model matematika mengalami masalah yang berdampak pada kesulitan dalam membuat model matematikanya. Dari hasil wawancara klinis diperoleh informasi bahwa siswa banyak yang tidak mengerti konsep dalam membuat model matematika yang relevan, sehingga hal ini menjadi faktor paling

besar yang menyebabkan siswa memilih untuk tidak menjawab dalam tahap membuat model matematika. Sementara untuk tahap-tahap penyelesaian soal berdasarkan tingkat kemampuan siswa, ternyata siswa kemampuan bawah paling banyak tidak memnjawab hampir pada semua tahapan penyelesaian yaitu untuk tahap memahami konteks soal yaitu 5%, tahap membuat model matematika yang relevan sebesar 37,5%, dan tahap memanipulasi dan menyelesaikan model matematika (perhitunagn) yaitu mencapai 27,5%, sedangkan untuk tahap membuat kesimpulan secara kontekstual, siswa kemampuan menengah yang memperoleh presentase tertinggi yaitu sebesar 29,17%. Hal ini menunjukkan bahwa siswa kemampuan bawah lebih dominan meninggalka tahapan pennyelesaian soal jika dibanding dengan siswa kemampuan atas dan siswa kemampuan menengah. Dari analisis tersebut diperoleh bahwa siswa kelas VIIA SMP PGRI 4 Pontianak lebih banyak tidak mengerjakan pada tahap membuat model matematika yang relevan. Sedangkan berdasarkan tingkat kemampuannya, siswa kemampuan bawah yang paling banyak tidak mengerjakan dalam 3 tahapan yaitu memahami soal, membuat model matematika yang relevan, dan tahap memanipulasi dan menyelesaiakan model matematika (perhitungan). KESIMPULAN Tahapan penyelesaian soal aritmetika sosial ditinjau dari tahapan O Neil berdasarkan tingkat kemampuan siswa kelas VIIA SMP PGRI 4 Pontianak, Siswa kemampuan atas dalam menyelesaikan soal aritmetika 58,33% siswa sudah sesuai dengan tahapan O Neil, untuk siswa kemampuan menengah 56,94% Sedangkan siswa kemampuan bawah mencapai 60%. Dari tahapan tersebut diperoleh presentase jawaban siswa sebagai berikut: 1. Siswa kemampuan atas a. Siswa kemampuan atas dapat memahami soal dengan benar sebesar 95,83%, menyusun model matematika yang relevan sebesar 58,33%, melakukan perhitungan secara tepat 58,33%, dan membuat kesimpulan sebesar 54,17%. b. Siswa kemampuan atas melakukan kesalahan dalam tahap memahami soal sebesar 4,17%, membuat model matematika sebesar 16,67%, melakukan perhitungan sebesar 37,5%, dan membuat kesimpulan sebesar 20,83%. c. Siswa kemampuan atas tidak dapat memahami soal sebesar 0%, membuat model matematika sebesar 25%, melakukan perhitungan sebesar 4,17%, dan membuat kesimpulan sebesar 25%. 2. Siswa kemampuan menengah a. Siswa kemampuan menengah dapat memahami soal dengan benar sebesar 88,89%, menyusun model matematika yang relevan sebesar 60,42%, melakukan perhitungan secara tepat 47,92%, dan membuat kesimpulan sebesar 45,83%. b. Siswa kemampuan menengah melakukan kesalahan dalam tahap memahami soal sebesar 6,94%, membuat model matematika sebesar

19,44%, melakukan perhitungan sebesar 32,64%, dan membuat kesimpulan sebesar 25%. c. Siswa kemampuan menengah tidak dapat memahami soal sebesar 4,17%, membuat model matematika sebesar 20,14%, melakukan perhitungan sebesar 19,44%, dan membuat kesimpulan sebesar 29,17%. 3. Siswa kemampuan bawah a. Siswa kemampuan bawah dapat memahami soal dengan benar sebesar 90%, menyusun model matematika yang relevan sebesar 50%, melakukan perhitungan secara tepat 65,5%, dan membuat kesimpulan sebesar 67,5%. b. Siswa kemampuan bawah melakukan kesalahan dalam tahap memahami soal sebesar 5%, membuat model matematika sebesar 12%, melakukan perhitungan sebesar 10%, dan membuat kesimpulan sebesar 7,5%. c. Siswa kemampuan bawah tidak dapat memahami soal sebesar 5%, membuat model matematika sebesar 37,5%, melakukan perhitungan sebesar 27,5%, dan membuat kesimpulan sebesar 25%. Dari presentase tersebut diperoleh bahwa siswa kelas VIIA SMP PGRI 4 Pontianak lebih banyak melakukan kesalahan pada tahap melakukan perhitungan dan lebih banyak tidak mengerjakan pada tahap membuat model matematika yang relevan. Sedangkan berdasarkan tingkat kemampuannya, siswa kemampuan menengah yang paling banyak melakukan kesalahan dalam 3 tahapan yaitu memahami soal, membuat model matematika yang relevan, dan tahap membuat kesimpulan secara kontekstual dan siswa kemampuan bawah yang paling banyak tidak mengerjakan dalam 3 tahapan yaitu memahami soal, membuat model matematika yang relevan, dan tahap memanipulasi dan menyelesaiakan model matematika (perhitungan).

DAFTAR RUJUKAN Arikunto, Suharsimi. 1987. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta; PT. Bina Aksara Arti Sriati. 1994. Kesulitan Belajar Matematika Pada Siswa SMA: Pengkajian Diagnostik. Jurnal Kependidikan, nomor 2, tahun XXIV. 3-12. Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika Sekolah Menengah Atas Dan Madrasah Aliyah. Jakarta: Depdiknas. --------------. 2004. Kurikulum 2004, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SMP & MTs. Jakarta. Depdiknas. --------------. 2005. Penilaian Pembelajaran Matematika Bentuk Tes. Materi Pelatihan Terintegrasi. Buku 3. Jakarta: Depdiknas. Faisal, Sanapiah. 2007. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Karso, H. 2007. Aritmetika Sosial Dan Perbandingan (Pembelajaran Matematika SMP). Bandung: FMIPA UPI. Mulyono Abdurrahman. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta. Nawawi, Hadari. 2005. Metode Penelitian Bidang Sosial. Jakarta: Gadjah Mada University Press. Pramono. 2007. Optimalisasi analisis soal aplikasi untuk meningkatkan pemahaman analisis dan hasil belajar siswa. (Online) http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/index/assoc/hash01be/c3e 0ed07.dir/do c.pdf, diakses 29 Mei 2012). Sriyanto. 2007. Strategi Sukses Menguasai Matematika. Yogyakarta: Indonesia Cerdas. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.