BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website :

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta

BAB I PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, (Jakarta:Rajawali, 1982), hlm. 23.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB I PENDAHULUAN. CST. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989, hlm

BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Semua akta adalah otentik karena ditetapkan oleh undang-undang dan juga

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih.

NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT)

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dapat menghasilkan suatu peristiwa-peristiwa tersebut dapat

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Subekti dan Tjitrosudibio, Cet. 34, Edisi Revisi (Jakarta: Pradnya Paramita,1995), pasal 1233.

Lex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengawasan majelis..., Yanti Jacline Jennifer Tobing, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia peraturan mengenai notaris dicantumkan dalam Reglement op het

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

PERANAN DAN FUNGSI MAJELIS PENGAWAS WILAYAH TERHADAP PELAKSANAAN TUGAS JABATAN NOTARIS RUSLAN / D

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

IMPLIKASI YURIDIS LEGALITAS KEWENANGAN (RECHTMATIGHEID) MAJELIS KEHORMATAN DALAM PEMBINAAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. 2 Hukum sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ada tata hukum yaitu tata tertib dalam pergaulan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. Upaya notaris..., Tammy Angelina Wenas-Kumontoy, FH UI, Baru van Hoeve,2007),hal.449. Universitas Indonesia

KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA. Menurut S. J. Fockema Andreae, dalam bukunya Rechts geleerd

QUA VADIS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 49/PPU-X/2013 TERTANGGAL 28 MEI 2013

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan strategi pembangunan hukum nasional. Profesionalitas dan

BAB 1 PENDAHULUAN. serorang professional bekerja karena integritas moral, intelektual, dan profesional

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang

BAB I PENDAHULUAN. hukum adalah kehendak untuk bersikap adil (recht ist wille zur gerechttigkeit).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. membuat keseimbangan dari kepentingan-kepentingan tersebut dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. bersamaan dengan berkembangnya perekonomian di Indonesia. Hal ini tentu saja

BAB II. AKTA NOTARIS SEBAGAI AKTA OTENTIK YANG MEMILIKI KESALAHAN MATERIL A. Tinjauan Yuridis Tentang Akta dan Macam-Macam Akta

Lex et Societatis, Vol. III/No. 4/Mei/2015. AKIBAT HUKUM BAGI NOTARIS DALAM PELANGGARAN PENGGANDAAN AKTA 1 Oleh: Reinaldo Michael Halim 2

BAB 1 PENDAHULUAN. Liberty, 1981), hal ), hal. 185.

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30

D A F T A R R E F E R E N S I

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

B A B I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. Komanditer atau sering disebut dengan CV (Commanditaire. pelepas uang (Geldschieter), dan diatur dalam Kitab Undang-Undang

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. dan ahli dalam menyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan hukum.

KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. menemukan hukum yang akan diterapkan (rechtoepasing) maupun ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

BAB I PENDAHULUAN. 2009, hlm Penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kegiatannya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari tidak

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 2

BAB I PENDAHULUAN. kebenaran yang harus ditegakkan oleh setiap warga Negara.

BAB 1 PENDAHULUAN. Tinjauan meengenai..., Dini Dwiyana, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Paramita, Jakarta, 1978, Hlm Rudhi Prasetya, Maatschap Firna dan Persekutuan Komanditer, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pilar-pilar utama dalam penegakan supremasi hukum dan atau. memberikan pelayanan bagi masyarakat dalam bidang hukum untuk

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. akan disebut dengan UUJNP, sedangkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang baik dengan sengaja maupun tidak, harus dapat dimintakan pertanggungjawaban terlebih lagi yang berkaitan dengan etika profesi dari seorang profesi hukum. 1 Tiap profesi, terikat dengan adanya suatu ketentuan moral (etika), dalam hal ini adalah etika profesi, yang dibuat oleh para anggota dari masyarakat profesi tersebut, dalam bertindak baik sebagai pribadi dan ketika menjalankan profesinya. Hukum dalam hal ini pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) meletakkan suatu landasan pengakuan (eksistensi) suatu jabatan, yakni Notaris. Notaris sejak 1 juli 1860 diakui kelembagaannya dengan penetapan pemerintah (gouverment besluit) sebagai suatu badan hukum (recht person), dengan staatblad nomor 3 Tahun 1860. Tanggung jawab yang diemban notaris sangat besar dalam memberikan kepastian hukum kepada masyarakat. Dalam Negara hukum, kedaulatan berada ditangan rakyat dan pemerintah sebagai penyelenggara bernegara mempunyai kewenangan untuk memberikan kepastian hukum di masyarakat agar dalam hidup bernegara dapat berjalan dengan baik. Notaris sebagai pejabat umum yang diangkat oleh pemerintah secara tak langsung bertanggung jawab terhadap kepastian hukum di masyarakat (penjelasan umum dari UU No. 30 tahun 2004 tentang Undang-Undang Jabatan Notaris). 2 1 Nico, S.H., M.kn., Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum, (Yogyakarta:Center for Documentation and Studies of Business Law (CSDBL), 2003), hal. 83 2 Indonesia, Undang-Undang tentang Jabatan Notaris, UU No. 30 tahun 2004, LN No. 117 tahun 2004, TLN No. 4432.

2 Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang. 3 Disamping itu, kerahasiaan para pihak sangat dihormati oleh profesi notaris seperti yang diamanatkan Pasal 4 ayat (2) alinea 4 tentang tata cara pengucapan sumpah pada saat dilantik sebagai Notaris yang menyebutkan bahwa saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya 4. Salah satu fungsi akta otentik adalah sebagai alat pembuktian. Akta otentik merupakan alat pembuktian yang sempurna bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya serta sekalian orang yang mendapat hak darinya tentang apa yang dimuat dalam akta tersebut. Sebagaimana Pasal-Pasal 1870, 1871 dan 1874 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) membedakan antara suatu akta otentik dengan suatu akta dibawah tangan, yang mana masing-masing pasal tersebut berbunyi : Suatu akta otentik memberikan diantara para pihak beserta ahli waris-ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya. 5 Suatu akta otentik namunlah tidak memberikan bukti yang sempurna tentang apa yang termuat didalamnya sebagai suatu penuturan belaka, selain sekedar apa yang dituturkan itu ada hubungan langsung dengan pokok isi akta. Jika apa yang termuat disitu sebagai suatu penuturan belaka tidak ada hubungan langsung dengan pokok isi akta, maka itu hanyadapat berguna sebagai permulaan pembuktian dengan tulisan. 6 Sebagai tulisan-tulisan dibawah tangan dianggap akta-akta yang ditandatangani dibawah tangan, surat-surat, register-register, surat-surat 3 Ibid, Pasal 1 ayat (1) 4 ibid, pasal 4 ayat 2. 5 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Edisi Revisi, Cet. Ke-27, (Jakarta:Paramita, 1987), Pasal 1870. 6 Ibid, pasal 1871

3 urusan rumah tangga dan lain-lain tulisan yang dibuat tanpa perantara seorang pegawai umum. 7 Akta Otentik merupakan bukti yang mengikat yang berarti kebenaran dari halhal yang tertulis dalam akta tersebut harus diakui oleh hakim, yaitu akta tersebut dianggap sebagai benar selama kebenarannya itu tidak ada pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya. Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) mengajarkan kita bahwa terdapat dua kebatalan (nulitas) dalam suatu perikatan (dalam ilmu hukum perjanjian, Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) ini dikenal sebagai perjanjian timbal balik (bilateral contract)adalah perjanjian yang memberikan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak 8 ), yakni suatu perikatan dianggap selalu mempunyai suatu syarat batal (Pasal 1266 ayat (1)) dan pembatalan haruslah diberikan oleh suatu majelis hakim atau arbiter (forum) (Pasal 1266 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek)). Pasal 1266 ini erat kaitannya dengan Pasal 1320 dan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), yang memperjelas bilamana suatu akta (baik itu otentik atau di bawah tangan) dapat dimintakan dibatalkannya ataupun batal demi hukum, seperti syarat-syarat yang diuraikan oleh masing-masing pasal tersebut, yang dalam doktrin ilmu hukum terdapat ketentuan secara obyektif dan subyektif, atau berkenaan dengan subyek hukum, perbuatan, hubungan, keadaan atau peristiwa hukum dan obyek hukum yang menjadi terjadinya perikatan atau perjanjian. Semenjak tanggal 6 Oktober tahun 2004, dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yang mana telah menggantikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Jabatan Notaris, yaitu : 7 Ibid, pasal 1874 8 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1992), hal.86

4 1. Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesie (Stb 1860:3) sebagaimana telah diubah terakhir dalam Lembaran Negara Tahun 1945 Nomor 101; 2. Ordinantie 16 september 1931 tentang Honorarium Notaris; 3. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1954 tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris Sementara (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Nomor 700); 4. Pasal 54 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4379); dan 5. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1949 tentang Sumpah/Janji Jabatan Notaris. 9 Dengan demikian mempertegas adanya suatu syarat batal di bidang kenotariatan yakni terhadap aktanya, beberapa ketentuan di dalam Undang-Undang Jabatan Notaris ini telah mendefinisikannya baik secara eksplisit maupun implisit. Sanksinya pun diatur oleh Pasal 60 Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesia Stbl. 1860:3 (Peraturan Jabatan Notaris) dan Pasal 84 dan 85 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yang berturut-turut berbunyi: Jika akta yang dibuat dihadapan Notaris tidak memenuhi syarat mengenai bentuk, dan karenanya dibatalkan menurut hukum atau dianggap hanya dapat berlaku sebagai akta dibawah tangan, maka Notaris yang bersangkutan, kecuali dalam hal-hal yang ditentukan secara tegas dalam peraturan ini, dapat dihukum membayar kerugian dan bunga, kepada yang berkepentingan, bila ada untuk itu, tanpa mengurangi penggantian yang sama setiap kali ia melakukan penipuan atau kecurangan. 10 Tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1)huruf I, Pasal 16 ayat 9 Indonesia, Op.cit., Pasal 91 10 Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesia Stbl. 1860:3 (Peraturan Jabatan Notaris)

5 (1)huruf k,pasal 41, Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, atau Pasal 52 yang mengakibatkan suatu akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan atau suatu akta menjadi batal demi hukum dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan Bunga kepada Notaris. 11 Pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 16 ayat (1)huruf a, Pasal 16 ayat (1)huruf b, Pasal 16 ayat (1)huruf c, Pasal 16 ayat (1)huruf d, Pasal 16 ayat (1)huruf e, Pasal 16 ayat (1)huruf f, Pasal 16 ayat (1)huruf g, Pasal 16 ayat (1)huruf h, Pasal 16 ayat (1)huruf I, Pasal 16 ayat (1)huruf j, Pasal 16 ayat (1)huruf k, Pasal 17, Pasal 20, Pasal 27, Pasal 32, Pasal 37, Pasal 54, Pasal 58, Pasal 59, dan/atau Pasal 63, dapat dikenai sanksi berupa: a. Teguran lisan; b. Teguran tertulis; c. Pemberhentian sementara; d. Pemberhentian dengan hormat; atau e. Pemberhentian dengan tidak hormat. 12 Karena akta notaris merupakan suatu alat bukti yang sempurna, maka bilamana terdapat suatu kebatalan (nulitas) dalam akta notaris (otentik), tidak seperti halnya akta dibawah tangan, terdapat perbedaan berdasarkan alasan kebatalannya dalam hal membuktikan bahwa terdapatnya akta batal demi hukum atau dibatalkan oleh pengadilan atau arbitrase sedangkan berdasarkan sifat kebatalannya, nulitas dibedakan dalam kebatalan relatif dan kebatalan mutlak. 13 Karena sebagaimana kita ketahui terdapatnya akta relaas (akta yang disaksikan oleh Notaris, dibuat oleh para pihak) dengan akta partij (akta yang dibuat oleh notaris setelah mendapatkan 11 Ibid., Pasal 84 12 Ibid., Pasal 85 13 Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Memahami Prinsip Keterbukaan (Aanvullend Recht) dalam Hukum Perdata, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006), hal.288

6 keterangan, dilihat dan didengar keinginan para pihak yang menghadap dihadapan notaris) dengan menjamin kepastian hari, tanggal dan waktunya. G.H.S. Lumban Tobing,S.H. berpandangan mengenai kekuatan pembuktian dari suatu akta notaris ini, yakni meliputi kekuatan pembuktian material, pembuktian formil dan pembuktian lahiriah, yakni : Kekuatan pembuktian akta otentik, dengan demikian juga akta notaris, adalah akibat langsung yang merupakan keharusan dari ketentuan perundang-undangan, bahwa harus ada akta-akta otentik sebagai alat pembuktian dan dari tugas yang dibebankan oleh undang-undang kepada pejabat-pejabat atau orang-orang tertentu. 14 Alat-alat bukti yang dikenal dalam hukum formil dan materil Indonesia, sebagaimana Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Pasal 164 HIR (Het Herzeine Indonesisch Reglement), Pasal 284 RBG (Rechtsreglement voor de Buitengewesten), Pasal 100 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), telah menguraikan bahwa posisi alat bukti secara tertulis, dalam hal ini suatu akta sangatlah penting, karena Pasal 1865 KUH Perdata mengatakan : bahwa setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak, atau, guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut. 15 Sesuai dengan asas peraturan perundang-undangan (hukum), maka Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) secara asas hubungannya dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan 14 G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, (Jakarta: Erlangga, 1992), hal.54. 15 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Op.Cit., Pasal 1865

7 Notaris adalah lex specialis derogate legi lex generalis. Bahwa kehendak pembuat undang-undang mengingikan suatu ketentuan yang khusus mengatur tentang Jabatan Umum yang disebutkan oleh Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), yaitu Jabatan Notaris. Dengan kata lain, akta otentik itu merupakan alat pembuktian yang paling sempurna sepanjang akta tersebut dibuat berdasarkan apa yang digariskan oleh undang-undang dan dibuat oleh Pejabat Umum yang diangkat atau ditunjuk oleh Penguasa serta dibuat dimana para pejabat umum tersebut berkedudukan. Bila salah satu syarat yang digariskan oleh Undang-undang tersebut dilanggar oleh pejabat yang ditunjuk atau diangkat berdasarkan undang-undang maka kekuatan pembuktian akta tersebut menjadi akta dibawah tangan. Dalam suatu perjanjian terdapat 2 (dua) syarat atas sahnya suatu perjanjian, yaitu syarat objektif dan syarat subjektif. Apabila salah satu syarat tersebut dilanggar akan menyebabkan suatu perjanjian dapat dibatalkan atau batal demi hukum. Dilanggarnya syarat objektif seperti hal yang tertentu atau suatu sebab yang halal, perjanjian tersebut batal demi hukum, sedangkan apabila melanggar syarat subjektif, yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya atau kecakapan untuk membuat suatu perbuatan, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Dengan batalnya suatu perbuatan hukum, maka perbuatan hukum tersebut tidak mempunyai akibat hukum. Akibat batal dapat berakibat terhadap siapapun, dapat pula hanya berlaku terhadap orang tertentu, serta dapat pula hanya batal sebagian. 16 Peraturan perundang-undangan dan kode etik profesi notaris telah meletakkan suatu pertanggungjawaban dari profesi, karena kedudukannya sebagai pejabat umum, juga konsekuensi yuridis dan moralnya terhadap akta-akta yang dibuatnya. Tanggung jawab tersebut meliputi tanggung jawab secara perdata maupun publik. 16 Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2007), hal.366

8 Berdasarkan paparan diatas, menimbulkan minat penulis untuk membuat tesis dengan judul Kebatalan Suatu Akta Otentik Dihubungkan Dengan Tanggung Jawab Notaris Sebagai Pejabat Umum (Analisa tentang Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1440 K/Pdt/1996, tanggal 30 Juni 1998). 1.2. Pokok Permasalahan Masalah bagaimana kebatalan suatu akta otentik yang dihubungkan dengan tanggung jawab notaris sebagai pejabat umum merupakan suatu hal yang sangat menarik untuk dibahas lebih dalam, terlebih semakin banyaknya peminat para sarjana hukum untuk melanjutkan perkuliahannya dengan mengambil program Magister Kenotariatan. Berhubung permasalahan ini sangat luas karena itu penulis membatasi ruang lingkup permasalahan tesis ini dengan pembahasan sebagai berikut : 1. Apakah yang menyebabkan batalnya suatu akta otentik dalam perkara Nomor: 1440 K/Pdt/1996, tanggal 30 Juni 1998 dihubungkan dengan tanggung jawab notaris sebagai pejabat umum? 2. Bagaimanakah akibat hukum yang timbul terhadap notaris pembuat Akta dalam perkara Nomor: 1440 K/Pdt/1996, tanggal 30 Juni 1998? 1.3. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan kegiatan guna memperoleh data yang sebenarnya dan dapat dipertanggungjawabkan dengan cara menguraikan kegiatan pengumpulan dan analisa data secara rinci. Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif dengan menganalisa isi dari Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 1440 K/Pdt/1996, tanggal 30 Juni 1998. Adapun alat pengumpulan data yang dipergunakan adalah studi kepustakaan, meliputi:

9 1. Bahan hukum primer yang digunakan yaitu antara lain UU No 30 tahun 2004 tentang jabatan notaris, Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesia Stbl. 1860:3 (Peraturan Jabatan Notaris), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). Bertujuan memperoleh ketentuan yuridis tentang masalah yang akan dibahas. 2. Bahan hukum sekunder antara lain yaitu buku, artikel dan essay dari berbagai majalah dan media berita lainnya tentang kenotariatan. 3. Bahan hukum tersier antara lain yaitu kamus mengenai istilah-istilah hukum sebagai penunjang untuk mendapatkan data mengenai masalah yang akan dibahas. Penulis menggunakan metode analisis data kualitatif yaitu dengan cara meneliti kebatalan suatu akta otentik dihubungkan dengan tanggung jawab notaris sebagai pejabat umum. Dengan demikian, hasil penelitian berbentuk evaluativeanalitis. 1.4. Sistematika Penulisan BAB 1 Pendahuluan Bab ini merupakan pengantar untuk memasuki bab-bab selanjutnya yang menjelaskan hal-hal yang ada kaitannya dengan masalah pokok. Bab ini dibagi menjadi empat sub bab. Pertama latar belakang yang menjadi latar belakang bagi penulis untuk membahasnya. Kedua, pokok permasalahan. Ketiga, metode penelitian. Keempat, sistematika penulisan yang berisi pembabakan tesis secara menyeluruh mengenai isi tesis ini. BAB 2 PEMBAHASAN Bab ini meliputi tiga sub bab yaitu landasan teori, analis hukum dan pembahasan hukum.

10 - Landasan teori Sub bab ini meliputi tinjauan dan pengertian notaris, persyaratan dan prosedur pengangkatan notaris, Wewenang dan Pengawasan notaris, Kode Etik Notaris, arti penting akta otentik dan bentuk akta. - Tinjauan Yuridis Disini membahas mengenai kebatalan suatu akta otentik dihubungkan dengan tanggung jawab notaris dalam perkara No. 1440 K/Pdt/1996, tanggal 30 Juni 1998 sebagai pejabat umum, akibat hukum yang timbul terhadap notaris dalam perkara No. 1440 K/Pdt/1996, tanggal 30 Juni 1998, pembahasan kasus. BAB 3 PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan dan saran.