BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tahun Nilai Ekspor Batik Nasional

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Total Penjualan di Negara Tujuan Ekspor Batik (Liputan 6.com, 2013) Negara

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan bisnis telah berkembang pesat saat ini baik dalam pasar domestik

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SIMBIOSIS MUTUALISME ANTARA PEMERINTAH DAERAH DAN PENGUSAHA BATIK DI KABUPATEN BANTUL

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara agar tetap dapat unggul. Menurut Nurimansyah (2011), daya saing

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia yang perlu digali, dipelihara dilestarikan, dan dilindungi secara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gambar sampul adalah hasil modifikasi gambar yang diambil dari kratonpedia.com

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad XVIII atau awal

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Penelitian otomasi pada industri batik pernah dilakukan oleh Wibisono,et al (2010), berupa perancangan dan pengembangan prototipe mesin cap batik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. UMKM(Usaha Mikro Kecil Menengah) adalah unit usaha produktif yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. bagian akhir ini penulis dapat membuat beberapa kesimpulan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 DATA DAN ANALISA. 2.1 SUMBER DATA Adapun sumber data yang akan digunakan untuk proyek tugas akhir ini berasal dari :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diupayakan langkah-langkah ke arah peningkatan kualitas pendidikan, dari mulai

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

2015 PENGARUH DIVERSIFIKASI PRODUK DAN PERSAINGAN TERHADAP PENDAPATAN PENGUSAHA BATIK DI CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi jalan dan bertahannya perusahaan. Persaingan yang semakin pesat

BAB I PENDAHULUAN. Selain keberagaman kebudayaan Indonesia, juga dikenal sebagai negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kata dasar manfaat yang berarti guna, faedah, sedangkan memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diproduksi di berbagai daerah di Indonesia dengan motif yang berbedabeda.

Peluang Bisnis Batik

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II HASIL SURVEY. 2.1 Gambaran Umum CV. Queena Batik Nusantara. dengan ciri khas batik yang tersebar di seluruh nusantara ini.

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 yang memberikan dampak sangat

sedangkan industry, dapat diartikan sebagai kerajinan, usaha produk barang atau juga perusahaan kecil. Dikatakan sebagai perusahaan kecil karena jenis

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BISNIS BATIK ONLINE STMIK AMIKOM YOGYAKARTA. Mata Kuliah Lingkungan Bisnis : AKHMAD DAHLAN NIM :

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat sekarang ini persaingan di dunia kerajinan batik semakin

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB III GAMBARAN UMUM PENGUSAHA BATIK KAUM SANTRI DI KAMPUNG BATIK KELURAHAN BUARAN KOTA PEKALONGAN

Melestarikan Budaya Dengan Membuka Usaha Galeri Batik

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Seiring dengan perkembangan zaman telah terjadi transformasi struktur

Fashion and Fashion Education Journal

BAB I PENDAHULUAN. Harus diakui saat ini para wisatawan berkunjung ke suatu daerah di

BAB I PENDAHULUAN. batik. Batik Indonesia dibuat di banyak daerah di Indonesia dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA PERINGATAN HARI BATIK NASIONAL DI MUSEUM TEKSTIL JAKARTA, 2 OKTOBER 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 1. Keberadaan industri gula merah di Kecamatan Bojong yang masih bertahan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. industri yang mampu bersaing di dunia internasional. Industri batik juga

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul MONUMEN BATIK SOLO Monumen Batik : Solo :

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri menjadi negara Industrialisasi menuju modernis,

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah

OCCASIONAL PAPER OP/ 1 /2016

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Besar dan Sedang Tahun (Badan Pusat Statistik) Persentase.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG. PENGGUNAAN LABEL "batik Pekalongan"

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA. ARSIP NASIONAL. Pakaian Dinas. Pegawai. Pencabutan.

BAB III PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI (HPP) PADA PERUSAHAAN BATIK UD. AL- MUBAROK TANJUNGBUMI MADURA

BAB II HASIL SURVEY. penjualan busana muslim, yang menawarkan bermacam-macam desain pakaian

Nama jenis produk kerajinan tekstil beserta gambar dan komentarnya

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA PEMBUKAAN GELAR BATIK NUSANTARA 2015 JAKARTA CONVENTION CENTER JUNI 2015

BAB I PENDAHULUAN. pada bab ini adalah latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah, keaslian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mancanegara. Pada tanggal 2 Oktober 2009 batik telah diakui oleh UNESCO sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 KEARIFAN LOKAL PADA JENIS DAN MOTIF BATIK TRUSMI BERDASARKAN NILAI-NILAI FILOSOFIS MASYARAKAT CIREBON

Gambar I-1 Proses Pembuatan Batik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KARYA ILMIAH LINGKUNGAN BISNIS PEMASARAN KAIN LURIK

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Koentjaraningrat (2015: 116), sebanyak 250 juta masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. Penelitian yang dilakukan oleh Lumintang (2013) menunjukkan bahwa antara

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya tingkat persaingan dunia industri akhir-akhir ini menuntut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Penyusunan Data Awal Referensi Nilai Budaya Tak Benda Kota Jakarta Barat D.K.I. Jakarta Batik Betawi

BAB I PENDAHULUAN. dan budaya. Salah satu yang populer diantaranya, berasal dari bidang fashion

I. 1. Latar Belakang I Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek

ANALISIS PERKEMBANGAN PRODUKSI INDUSTRI KERAJINAN BATIK KHAS BANYUWANGI DI DESA TAMPO KECAMATAN CLURING KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN

UKDW BAB I PENDAHULUAN

Bab I PENDAHULUAN. segala macam kreasi dan desain yang tradional dan moderen Perusahaan CV.

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mencapai sasaran pembangunan nasional, pembangunan pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. pula pada kemampuan pengusaha untuk mengkombinasikan fungsi-fungsi. tersebut agar usaha perusahaan dapat berjalan lancar.

BAB I PENDAHULUAN. Batik merupakan salah satu jenis kain yang memiliki corak tertentu. Corak

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

MEMUTUSKAN: 1. Ketentuan pasal 1 ditambah satu angka setelah angka 22 yaitu angka 23, sehingga pasal 1 berbunyi sebagai berikut: Pasal 1

BAB II HASIL SURVEY. 2.1 Gambaran Umum Butik Indah Bordir Sidoarjo. Butik Indah Bordir Sidoarjo merupakan perusahaan yang bergerak di

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki banyak warisan budaya, mulai dari tarian, upacara adat, hingga pakaian. Berbagai warisan budaya ini terus berkembang di Indonesia, tidak sedikit juga yang disesuaikan dengan kondisi saat ini. Salah satu yang masih berkembang dengan baik adalah batik. Batik sudah menjadi komoditas yang berkembang di Yogyakarta. Tidak hanya di Yogya ataupun nasional, namun batik juga sudah menjadi komoditas ekspor Indonesia. Jumlah batik ekspor juga tinggi dan terus meningkat tiap tahun. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Ekspor Batik Nasional (Suara Pembaruan, 3 Oktober 2009) Tahun Ekspor Batik Nasional 2004 US$ 34,41 juta 2005 US$ 12,46 juta 2006 US$ 14,27 juta 2007 US$ 20,89 juta 2008 USS 32,28 juta Triwulan I 2009 US$ 10,86 juta Pada tahun 2009 UNESCO menetapkan batik sebagai world heritage. Salah satu pusat batik di Indonesia yang diakui adalah Yogyakarta. Hal tersebut kemudian memicu Yogya untuk semakin mendalami batik, memperkenalkan batik kepada seluruh warga Yogya, dan membudayakan batik kembali. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah munculnya peraturan daerah nomer 41 tahun 2010 pasal 11. Dalam perda tersebut dinyatakan bahwa bagi siswa yang duduk di bangku SMP maupun SMA pada hari Jumat diperintahkan untuk menggunakan batik sebagai seragam sekolah, diutamakan batik khas Jogja. Peraturan selanjutnya adalah peraturan nomer 173 tahun 2014. Pada peraturan kedua disebutkan bahwa seluruh pegawai negeri diwajibkan menggunakan pakaian kejawen. Pakaian kejawen yang direkomendasikan oleh pemerintah adalah baju lurik dan bawahan kain batik. Sedangkan bagi perempuan 1

2 yang menggunakan kebaya, pagar, dan menggunakan konde tekuk bagi yang tidak mengenakan jilbab. Batik yang digunakan sebagai bawahan adalah batik tulis maupun cap dengan motif batik latar hitam atau putih. Hal tersebut tentu menimbulkan efek lain juga pada industri batik. Penetapan batik sebagai world heritage membuat batik semakin dikenal di negara lain. Sedangkan peraturan daerah Yogyakarta juga membuat konsumsi batik meningkat dalam rangka menjalankan peraturan tersebut. Keduanya mengakibatkan meningkatnya jumlah permintaan batik. Peningkatan permintaan lalu mengakibatkan peningkatan jumlah produsen. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah tenaga kerja pada bidang batik meningkat hingga 68-70%. Peningkatan jumlah tenaga kerja tersebut juga dapat mengindikasikan bahwa produsen batik memperbesar skala produksi dan penjualannya dengan adanya kenaikan omset tersebut. Walaupun begitu, masih banyak produsen batik skala kecil atau home industry yang masih bertahan dengan posisinya saat ini. Peningkatan produsen batik dapat dilihat dari segi tenaga kerja, nilai produksi, nilai output, biaya input, dan nilai tambah bruto yang terus meningkat seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 1.2. Tahun Tabel 1.2 Peningkatan Industri Batik di Indonesia (Kemenperin, 2012) Unit Usaha Tenaga Kerja (Orang) Produksi Output Biaya Input Tambah Bruto 2006 298 12.047 394.641.105 444.766.552 331.677.469 113.089.083 2007 308 13.060 509.194.105 569.533.804 398.975.840 170.557.964 2008 235 12.988 699.661.151 831.185.891 623.176.664 208.009.227 2009 339 15.346 572.380.745 684.013.800 422.808.755 261.205.045 2010 326 17.082 838.329.888 935.096.286 565.156.118 369.940.168 Banyaknya produsen batik membuat jenis batik yang berada di pasaran saat ini sangat beragam, mulai dari corak, harga, hingga kualitas. Masing-masing produsen memiliki kualitas yang berbeda pada produk yang dihasilkan. Bahkan jika

3 dilihat produk hasil industri batik yang sudah memiliki skala cukup besar dapat memberikan hasil yang berbeda pada tiap perajinnya. Pada saat ini, produsen belum memiliki standar kualitas yang baku pada produksi batiknya. Produsen batik biasanya melihat kualitas pada raw material yang digunakan, seperti kain yang digunakan, lilin malam, dan sebagainya. Namun sedikit sekali pengrajin yang melihat dari proses dan hasil akhir produknya. Sehingga para produsen hanya akan melakukan pengecekan kualitas pada awal saja, yaitu saat datangnya raw material. Kebanyakan konsumen juga belum mengetahui kualitas batik yang baik seperti apa. Pada saat ini kebanyakan konsumen ketika membeli hanya melihat batik dari tanda/cap batik mark. Batik mark tersebut diberikan oleh balai besar kerajinan dan batik. Tanda tersebut mengindikasikan bahwa batik tersebut benarbenar merupakan hasil batik cap atau tulis asli, bukan merupakan batik printing atau sablon namun diklaim sebagai batik cap atau tulis. Namun tanda tersebut tidak dapat mengindikasikan bahwa kualitas batik tersebut bagus, hanya menandakan bahwa batik tersebut asli. Sebagian besar produk batik di Yogyakarta memiliki lingkup kecil, berupa home industry. Produsen pada skala tersebut tidak memperhatikan sisi kualitas, namun kuantitas dan harga. Kebanyakan produsen hanya mencari bahan mentah, seperti kain, lilin, dengan harga terjangkau atau di bawah rata-rata, namun tidak memperhatikan kualitas produk. Sehingga tidak ada standar kualitas pada produknya. Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk mengidentifikasikan parameter kualitas pada produsen batik tulis, baik dilihat dari sisi konsumen maupun dari sisi produksi. Keberadaan parameter kualitas pada batik tulis diharapkan produsen dapat meningkatkan kualitas produknya. Tidak hanya dari parameter, peningkatan kualitas juga akan dilakukan berdasarkan voice of customer yang kemudian dikaitkan dengan parameter kualitas dari sisi produksi. Diharapkan produsen dapat memahami kualitas yang diinginkan konsumennya sehingga dapat memperbesar pasarnya.

4 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Kriteria apa saja yang menjadi pertimbangan pelanggan batik tulis menilai batik berkualitas? 2. Faktor apa saja yang memengaruhi kualitas batik tulis selama proses produksi? 3. Berdasarkan faktor dan kriteria yang memengaruhi baik dari sisi konsumen maupun sisi produksi, bagaimana peluang usaha peningkatan kualitas pada batik tulis tersebut? 1.3. Asumsi dan Batasan Masalah Agar masalah yang dibahas di penelitian ini lebih terfokus, maka ditetapkan beberapa asumsi dan batasan masalah sebagai berikut: 1. Batik yang akan diteliti merupakan batik tulis asli dari Yogyakarta dengan wilayah penelitian di Bantul, Sleman, dan Yogyakarta 2. Industri batik tulis yang menjadi objek penelitian ini adalah industri batik di Wijirejo Bantul, Mantrijeron Yogyakarta, dan Mlati Sleman. 3. Data kuesioner diambil dan ditujukan kepada konsumen batik tulis, kolektor batik, dan ahli pada bidang batik. 4. Data wawancara dan observasi ditujukan pada pihak industri batik tulis yang dituju. 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi kriteria apa saja yang memengaruhi pelanggan dalam melihat kualitas pada batik tulis. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang memengaruhi kualitas batik selama proses produksi.

5 3. Menentukan peluang usaha peningkatan kualitas pada batik tulis berdasarkan voice of customer dan proses produksi. 1.5. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Memberikan kriteria kualitas batik tulis sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen sehingga produk memiliki standar kualitas yang sama. 2. Memberikan kriteria kualitas batik tulis dari sisi produksi. 3. Menjadi pertimbangan bagi produsen dalam meningkatkan kualitas produknya berdasarkan konsumen, sehingga produsen dapat memenangkan persaingan.