METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN PEMANFAATAN RUANG PESISIR DAN LAUT KEPULAUAN ANAMBAS KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU

KAJIAN PEMANFAATAN RUANG PESISIR DAN LAUT KEPULAUAN ANAMBAS KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa

III. METODE PENELITIAN

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan dan Manfaat Batasan Penelitian...

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

III. METODOLOGI LAUT JAWA KEC.CILAMAYA KULON KAB.SUBANG TANPA SKALA TANPA SKALA DESA PASIRJAYA PETA JAWA BARAT LOKASI STUDI

BAB III METODA PENELITIAN

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

OLEH : TOMI DWICAHYO NRP :

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN. B. Metode Penelitian dan Analisis Data. kuisioner, pengambilan gambar dan pengumpulan data sekunder. Menurut

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

BAB 1 PENDAHULUAN LAPORAN KEMAJUAN 1-1

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

Gambar 2 Peta lokasi studi

ABSTRAK. Kata kunci : Keramba jaring tancap, Rumput laut, Overlay, SIG.

METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian

3 METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Kerangka Pendekatan Studi

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB IV METODE PENELITIAN

Lokasi penelitian di UPPPP Muncar dan PPN Pengambengan Selat Bali (Bakosurtanal, 2010)

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

KRITERIA LAHAN UNTUK BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii) DI PULAU GILI GENTING, MADURA

BAB II METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

KESESUAIAN EKOWISATA SNORKLING DI PERAIRAN PULAU PANJANG JEPARA JAWA TENGAH. Agus Indarjo

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL

BAB III METODE PENELITIAN

Oleh: Irwandy Syofyan, Rommie Jhonerie, Yusni Ikhwan Siregar ABSTRAK

III. BAHAN DAN METODE

STUDI KESESUAIAN PANTAI LAGUNA DESA MERPAS KECAMATAN NASAL KABUPATEN KAUR SEBAGAI DAERAH PENGEMBANGAN PARIWISATA DAN KONSERVASI

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Program pembangunan di Indonesia telah berlangsung kurang lebih

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

BAB III BAHAN DAN METODE

Gambar 2. Lokasi Studi

III. METODE PENELITIAN

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

5.1. Area Beresiko Sanitasi

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

DAFTAR PUSTAKA. 1. BAKOSURTANAL, Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut Buku Tahunan. Bogor.

3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta)

Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang


1. PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MENGAPA ASPEK RUANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA? 1. PERENCANAAN EKONOMI SERINGKALI BERSIFAT TAK TERBATAS 2. SETIAP AKTIVITAS SELAL

RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU- PULAU KECIL WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TANJUNG JABUNG TIMUR

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

ANALISIS SUMBERDAYA PESISIR YANG BERPOTENSI SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BENGKULU

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu Magang

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN. tersebar di muka bumi, serta menggambarkan fenomena geografikal dalam wujud

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan Pemerintah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 26

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Lokasi Penelitian di Perairan TWAL Gili Indah.

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Provinsi Lampung memiliki kegiatan pembangunan yang berorientasikan pada potensi sumberdaya alam

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI

METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Bahan dan Alat Teknik Pengumpulan Data Metode Analisis Analisis Spasial

V. KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

Transkripsi:

15 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki kompleksitas yang sangat tinggi, baik karakteristik, dinamika dan potensi. Pembangunan yang semakin meningkat di wilayah ini, semakin menambah permasalahan dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut, untuk mengatasi permasalahan tersebut kerjasama antar sektor sangat diperlukan dalam setiap tahap pembangunan wilayah pesisir mulai dari proses perencanaan, implementasi dan evaluasi. Sejalan dengan desentralisasi, daerah mempunyai peranan yang penting dalam pembangunan dan pengembangan wilayahnya guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengunaan lahan yang tidak optimal serta pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan yang tidak efisien merupakan permasalahan utama yang sering ditemukan dalam pembangunan wilayah pesisir. Pemerintah daerah dalam hal ini adalah institusi yang sangat berperan dalam membidangi masalah ini, telah mengeluarkan kebijakan-kebijakan untuk menanggulangi permasalahan tersebut seperti penataan ruang wilayah pesisir. Namun seringkali kebijakan tersebut menjadi tidak berarti, karena ketidak terlibatan masyarakat, dimana masyarakat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan wilayah pesisir. Permasalahan yang sering muncul dalam perencanaan pembangunan wilayah pesisir adalah terabaikannya peran masyarakat lokal dalam setiap tahapan pembangunan sehingga kepentingan mereka terhadap sumberdaya pesisir dan laut tidak terakomodir dalam suatu perencanaan pembangunan yang terpadu dengan stakeholder yang lain. Kepulauan Anambas yang merupakan daerah hasil pemekaran, dimana pemanfaatan ruang pesisir dan laut harus ditata secara baik dan benar sesuai dengan daya dukung lingkungan, karakteristik wilayah dan keinginan stakeholder dalam hal ini pelaku di dalam masyarakat, sehingga nantinya tidak menimbulkan permasalah kedepan dalam pemanfaatan ruang. Analisis diawali dengan mengidentifikasi potensi dan permasalahan pengelolaan pesisir dan lautan yang mencakup aspek biofisik, sosial ekonomi dan budaya. Analisis biofisik dan lingkungan diawali dengan menumpangsusunkan

16 peta-peta tematik seperti penggunaan lahan, peta kontur dan lain sebagainya. Pada penelitian ini, penggunaan analisis karakteristik dan tipologi desa adalah untuk mengambarkan karakteristik wilayah dan tipologi desa pesisir di kawasan Kepulauan Anambas. Hasil dari kedua analisis tersebut akan dipadukan dengan persepsi stakeholder yang mengunakan Proses Hirarki Analisis (AHP). AHP dapat mengambarkan keinginan dan persepsi stakeholder terhadap prioritas keinginan stakeholder (masyarakat, pemerintah dan swasta) dalam pengembangan pemanfaatan ruang wilayah pesisir Kepulauan Anambas dimasa mendatang. Pemilihan responden untuk analisis ini harus memperhitungkan pengetahuan yang luas dan keterkaitan dengan pembangunan di Kepulauan Anambas. Keluaran dari studi ini akan menjadikan masukan bagi kebijakan daerah dalam pemanfaatan ruang pesisir Kepulauan Anambas dengan tetap mempertimbangkan rencana induk pembangunan di Kabupaten Natuna. Skema pendekatan kajian pemanfaatan ruang dan alur metode penelitian dapat dilihat pada Gambar 2 dan Tabel 2. masuk Kebijakan Pemanfaatan Ruang Kepulauan Anambas Potensi dan Permasalahan Biofisik dan Lingkungan Sosial Ekonomi dan Budaya Persepsi Stakeholder Overlay Karakteristik Biofisik Kriteria Kesesuaian Peruntukan Lahan Analisis Kesesuaian Lahan Analisis Karakteristik & Tipologi Desa Pesisir Proses Hirarki Analisis Analisis Pemanfaatan Lahan Arahan Pengembangan Pemanfaatan Ruang Gambar 2 Skema pendekatan kajian pemanfaatan ruang Kepulauan Anambas.

Tabel 2. Tabel alur metode penelitian 17

18 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Siantan dan Kecamatan Palmatak yang merupakan gugusan Kepulauan Anambas, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Selama 6 bulan penelitian ini mulai dari bulan Januari 2006 Juni 2006 yang meliputi pengumpulan data primer dan sekunder serta studi pustaka. Letak wilayah Kepulauan Anambas dapat dilihat pada Gambar 3. Sumber : Microsoft corporation all rights reserved, 2003 diacu dalam Darwin (2005) Gambar 3 Peta Kepulauan Anambas pada posisi di Laut Cina Selatan Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Kebutuhan data primer biofisik dilakukan dengan cara metode survei dengan pengambilan contoh di lapangan secara acak. Kegiatan di lapangan meliputi survei tentang data sekunder dan kegiatan wawancara dengan menggunakan kuisioner. Responden yang terdiri atas: Aparat pemerintah, tokoh masyarakat, dan pihak swasta dikedua kecamatan di Kepulauan Anambas yang merupakan stakeholder. Jenis data primer yang dikumpulkan disajikan pada Tabel 3.

19 Tabel 3 Jenis dan sumber data primer yang dikumpulkan No Jenis Data Sumber Data 1. Data Sosial dan Kelembagaan (Adat istiadat, perekonomian rakyat, stuktur pemerintahan dan lembaga masyarakat) 2. Data Pemanfaatan Ruang (Pemukiman, Perikanan, Budidaya, Koservasi dan Pariwisata) Bappeda Kabupaten dan Pemerintah Kecamatan Survei dan Bappeda Kabupaten 3. Persepsi Stakeholders Kuisioner dan Wawancara Data sekunder dikumpulkan dari berbagai instansi yang berhubungan dengan penelitian seperti; Bappeda, Kimpraswil Kabupaten, Pemda Kabupaten Natuna, Dinas Perhubungan, Bakosurtanal, dan Dinas Hidro-Oseanografi dan lain sebagainya, serta hasil studi dan penelitian yang sudah ada yang berkaitan dengan kegiatan di kawasan Kepulauan Anambas, maupun hasil studi kepustakaan. Jenis data sekunder dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Jenis dan sumber data sekunder yang dikumpulkan No Jenis Data Sumber Data 1. Demografi Kependudukan Bappeda Kabupaten Natuna dan Pemerintah Kecamatan Siantan dan Palmatak 2. Sarana dan Prasarana Bappeda dan Kimpraswil Kabupaten Natuna 3. Meteorologi dan Geofisika Stasiun Meteorologi Terempa 4. Peta Administrasi Wilayah Pemda Kabupaten Natuna dan Kecamatan Siantan 5. Peta Rupa Bumi Bappeda Natuna dan Bakosurtanal 6. Peta Lingkungan Laut Nasional Dihidros-oseanografi 7. Peta Penggunaan Lahan Bappeda Kabupaten Natuna 8 Data Oseanografi Studi Pustaka dan Dinas Perhubungan 9 Vegetasi Mangrove dan Terumbu Karang Studi Pustaka Analisis Spasial Penggunaan analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan memetakan potensi sumberdaya alam baik di darat maupun lautan, sehingga diperoleh luasan yang sesuai untuk pemanfaatan ruang yang sesuai bagi peruntukan konservasi pantai, pemukiman, budidaya perikanan laut, perikanan tangkap, dan pariwisata

20 pantai. Penggunaan SIG dilakukan dengan metode tumpang susun (overlay) antara seluruh tema-tema peta akan didapatkan seleksi tata ruang yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan, pembobotan (weighting), pengharkatan (scoring), dan kelas (class). Prosedur kerja SIG (Sistem Informasi Geografis) adalah perangkat keras, perangkat lunak dari data geografis untuk mendayagunakan sistem penyimpanan, manipulasi, analisis dan penyajian seluruh bentuk informasi geografis. Data atribut maupun data informasi terkait pada aspek keruangan lokasional disajikan dalam bentuk peta sebagai basis data. Untuk memperoleh hasil analisis spasial dilakukan teknik penampalan (overlaying), dari beberapa peta tematik baik dalam bentuk vektor maupun raster. Pada prinsipnya informasi spasial yang dihasilkan didasarkan pada nilai-nilai digit yang baru sebagai hasil perpaduan antara nilainilai digit yang lama. Software yang digunakan adalah software untuk SIG. Analisis spasial dilakukan pada 5 (lima) analisis kesesuaian lahan, yaitu: masing-masing adalah, (1) kesesuaian lahan untuk kawasan konservasi pantai, (2) kesesuaian lahan untuk kawasan pemukiman (3) kesesuaian lahan untuk zona budidaya perikanan laut, (4) kesesuaian lahan untuk zona perikanan tangkap dan, (5) kesesuaian lahan untuk kawasan pariwisata pantai. Untuk setiap kesesuaian lahan urutan prosesnya berbeda berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditentukan, sebagaimana disajikan pada Gambar 4. 1. Kesesuaian lahan untuk kawasan konservasi pantai Jarak dari pantai Vegetasi Jarak pemukiman Peta kesesuaian lahan untuk Konservasi Ketinggian Gambar 4 Hirarki kesesuaian lahan untuk kawasan konservasi pantai

21 2. Kesesuaian lahan untuk kawasan pemukiman Kriteria yang diperlukan untuk kawasan permukiman dan perkotaan dari aspek alokasi penetapan ruang adalah sebagaimana pada Gambar 5. Jarak dari pantai Jarak sumber Air tawar Aksesibilitas Peta kesesuaian lahan untuk Pemukiman Ketinggian Gambar 5 Hirarki kesesuaian lahan untuk kawasan pemukiman 3. Kesesuaian lahan untuk zona budidaya perikanan dan zona perikanan tangkap Berdasarakan karakteristik pulau-pulau kecil, maka arahan pemanfaatan potensi sumberdaya tersebut diantaranya adalah budidaya perikanan (keramba) dan perikanan tangkap, Kriteria yang diperlukan untuk zonasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 6 dan Tabel 5 Keterlindungan Jenis dasar perairan Kedalaman Suhu perairan Peta kesesuaian lahan untuk Keramba Kecerahan Gambar 6 Hirarki kesesuaian lahan untuk zona budidaya perikanan (keramba)

22 4. Kesesuaian lahan untuk zona perikanan tangkap Kriteria lahan untuk kegiatan perikanan tangkap dilihat dari zona-zona perikanan tangkap yang ada di Kepulauan Anambas, penentuan zonasi juga melihat kondisi kawasan di sekitarnya, sebagaimana dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Kriteria yang diperlukan untuk zona kegiatan perikanan tangkap Kegiatan Perikanan Tangkap Kriteria 1. jauh dari zona budidaya 2. jarak aman dari kawasan-kawasan lain, yang didasarkan atas tipe pasang surut. 3. jauh dari daerah pemijahan (spawning ground) dan daerah pembesaran (nursery ground). Sumber : Bengen (2002), Modifikasi Peneliti (2006) 5. Kesesuaian lahan untuk kawasan pariwisata pantai Kriteria wilayah yang diperlukan untuk menentukan kawasan kegiatan pariwisata, adalah sebagi berikut: 1. mempunyai keindahan yang menarik untuk dilihat dan dinikmati, 2. keaslian panorama alam dan keaslian budaya, 3. keunikan ekosistem, 4. di dalam lokasi wisata tidak ada gangguan binatang buas, arus berbahaya, angin besar dan topografi dasar laut yang curam, 5. tersedia sarana dan prasarana yang menujang pariwisata. Selanjutnya dilakukan penentuan pemanfaatan lahan pulau dan perairan untuk kegiatan wisata yang disusun berdasarkan parameter biofisik dimana dapat dilihat pada Gambar 7. Kedalaman Kecerahan Substrat dasar Perairan Peta kesesuaian lahan untuk Pariwisata Jarak sumber Air tawar Gambar 7 Hirarki kesesuaian lahan untuk kawasan pariwisata pantai

23 Penyususan matrik kesesuaian lahan dengan berbagai peruntukan didasarkan pada matrik kriteria penentuan kesesuaian lahan dari FAO, Bakosurtanal maupun hasil modifikasi kriteria peneliti dari studi pustaka. Struktur kerja analisis kesesuaian dapat dilihat pada Tabel 6,7,8 dan 9 matrik berikut ini: Tabel 6 Matrik kesesuaian lahan untuk kawasan pemukiman No Parameter Bobot (%) Kategori S1 Skor S2 Skor S3 Skor N Skor 1 Jarak dari pantai (m) 3 >200 4 100-200 3 50-100 2 <50 1 2 Jarak dari sumber air tawar (m) 3 <500 4 500-1000 3 1000-2000 2 >2000 1 3 Aksesibilitas (jalan), (m) 2 <500 4 500-1000 3 1000-2000 2 >2000 1 4 Ketinggian (m) 1 6-15 4 16-20 3 >21 2 0-5 1 Sumber : Modifikasi FAO, 2000 diacu dalam Raup SA (2004), Modifikasi Peneliti (2006) Tabel 7 Matrik kesesuaian lahan untuk kawasan konservasi pantai No Parameter Bobot (%) Kategori S1 Skor S2 Skor S3 Skor N Skor 1 Jarak dari pantai (m) 3 <76 4 76-150 3 150-200 2 >200 1 2 Vegetasi 3 Mangrove 4 - - Non Mangrove 2 - - 3 Jarak dari pemukiman (m) 2 >200 4 100-200 3 - - <100 1 4 Ketinggian (m) 1 0-5 4 6-15 3 16-20 2 >21 1 Sumber : Modifikasi FAO, 2000 diacu dalam Raup SA (2004), Modifikasi Peneliti (2006) Tabel 8 Matrik kesesuaian lahan untuk budidaya perikanan laut (Keramba) No Parameter Bobot (%) Kategori S1 Skor S2 Skor N Skor 1 Keterlindungan 3 Sangat terlindung 4 Terlindung 3 Tidak terlindung 1 2 Substrat dasar perairan 3 Karang Berpasir 4 Pasir 3 Berlumpur 1 3 Kedalaman (m) 3 10-15 4 4-10 3 <4 dan >15 4 Suhu perairan ( 0 C) 2 24-29 4 29-30 3 <24 dan >30 1 1 5 Kecerahan 2 Tinggi 4 Sedang 3 Rendah 1 Sumber : Tiensongrusme 1986, diacu dalam DKP (2001a), Modifikasi Peneliti (2006)

24 Tabel 9 Matrik kesesuaian lahan untuk kawasan pariwisata pantai No Parameter Bobot (%) Kategori S1 Skor S2 Skor S3 Skor N Skor 1 Kedalaman Perairan (m) 3 0-4 4 4-10 3 - - >10 1 2 Kecerahan 3 Tinggi 4 Sedang 3 - - Rendah 1 3 Subsrat dasar perairan 2 Karang 4 Pasir, terumbu 3 - - Lumpur 1 4 Jarak dari sumber air tawar (m) 2 <500 4 500-1000 3 1000-2000 Sumber : Modifikasi FAO, 2000 diacu dalam Raup SA (2004), Modifikasi Peneliti (2006) 2 >2000 1 Kesesuaian lahan dalam pemanfaatan ruang dianalisis berdasarkan kriteria dan persyaratan masing-masing, dalam penelitian ini kelas kesesuaian dibagi kedalam 3 kelas yang didefinisikan sebagai berikut: Kelas S1 : Sangat sesuai (Higly Suitable): Kawasan/lahan ini mempunyai pembatas yang serius untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari, atau hanya mempunyai pembatas yang kurang berarti dan tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi daerah tersebut, serta tidak akan menambah masukan dari biasa dilakukan dalam pengusahaan lahan tersebut, Kelas S2 : Sesuai (Moderately Suitable) Kawasan/lahan ini mempunyai pembatas-pembatas yang agak serius untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari, atau pembatas tersebut akan mengurangi tingkat produktivitas kawasan/lahan dengan keuntungan yang diperoleh, serta pembatas ini akan meningkatkan masukan untuk mengusahakan daerah/lahan tersebut, Kelas S3 : Tidak sesuai saat ini (Currently Not Suitable) yaitu kawasan/lahan yang mempunyai pembatas dengan tingkat sangat serius akan tetapi masih memungkinkan diatasi atau diperbaiki, artinya masih dapat ditingkatkan menjadi sesuai, jika dilakukan perbaikan dengan tingkat introduksi yang sebih tinggi serta tambahan biaya yang lebih rasional, Kelas N : Tidak sesuai (Not Suitable) Kawasan/lahan mempunyai pembatas sangat berat/permanen, sehingga tidak mungkin untuk dipergunakan terhadap suatu pengguna secara lestari.

25 Pembobotan (Weighting) dan Skoring Analisis overlay yang digunakan adalah indeks overlay model (Benham dan Carter, diacu dalam Candra, 2003). Pembobotan pada setiap faktor pembatas ditentukan berdasarkan dominannya parameter tersebut terhadap suatu peruntukan. Besarnya pembobotan ditujukan pada suatu parameter untuk seluruh analisis lahan misalnya; parameter jarak pantai mempunyai bobot lebih tinggi dibandingkan dengan ketinggian untuk kesesuaian pemukiman. Model matematis disajiakan sebagai berikut: dimana : S x Sij Wi S x = Sij Wi x Wi = Indeks terbobot poligon terpilih = Nilai kelas ke-j dalam peta ke-i = Bobot peta ke-i Besarnya bobot dan skoring tidak memiliki nilai mutlak, karena hanya digunakan untuk memudahkan analisis terhadap evaluasi kesesuaian lahan. Adapun penetuan nilai kelas kesesuaian lahan untuk setiap peruntukkan adalah: 3,26 4 : Sangat Sesuai 2,51 3,25 : Sesuai 1,76 2,50 : Tidak Sesuai Bersyarat 1,00 1,75 : Tidak Sesuai Dari hasil analisis kesesuaian lahan akan diperoleh peta yang mendeskripsikan pola penggunaan lahan yang sesuai bagi peruntukkan kawasan/zona tersebut. Dengan adanya teknik SIG, diharapkan kendala-kendala pengembangan kawasan ini dapat diperkecil, disamping itu perubahan luas jenis penggunaan lahan kegiatan tertentu pada setiap tempat dapat berbeda tergantung lokasi. Dengan demikian diharapkan pemilihan lokasi untuk berbagai kawasan akan memberikan dampak positif bagi masyarakat pengguna ruang maupun pemerintah daerah.

26 Analisis Karakteristik Tipologi Desa Penggunakan metode Analisis Komponen Utama (Principal Components Analysis /PCA), dimaksud untuk melihat karakteristik dan tipologi terhadap keseluruhan desa di Kecamatan Siantan dan Palmatak dengan menggunakan data sekunder yaitu data potensi desa (PONDES), yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2003. Analisis komponen utama merupakan teknik analisis multivariabel yang dilakukan untuk tujuan ortogonalisasi dan penyederhanaan variabel. Analisis ini merupakan teknik statistik yang menginformasikan secara linier suatu set variabel kedalam variabel baru dengan ukuran lebih kecil namun representatif dan tidak saling berkorelasi (Bengen, 2001). Adapun variabelvariabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Variabel-variabel analisis komponen utama No Variabel Notasi 1. Jumlah penduduk, Invers Jarak dari Kantor Desa/Kelurahan ke Kantor Kecamatan yang Membawahi (km) JRK-KK 2. Kepadatan penduduk PADAT 3. Rasio Jumlah Keluarga Prasejahtera dan Sejahtera I (keluarga) dengan Jumlah Keluarga (keluarga) PRASEJAH 4. Jumlah SD/100 Penduduk SD 5. Jumlah SLTP/100 Penduduk SLTP 6. Jumlah SLTA/100 Penduduk SLTA 7. Rasio Ladang/Kebun dengan Luas Desa LADANG 8. Rasio Perumahan dan Pemukiman dengan Luas Desa RUMAH 9. Rasio Jumlah Keluarga yang Menangkap Ikan di Laut dengan Jumlah Keluarga KEL-IKAN 10. Rasio Jumlah Keluarga yang Mengusahakan Budidaya Perikanan di Laut dengan Jumlah Keluarga KEL-BUD Pengunaan analisis kelompok (Cluster Analysis) dimana berfungsi untuk melihat pengelompokkan suatu desa terhadap faktor-faktor yang mencirikan karakteristik tipologi wilayah. Analisis faktorial diskriminan (Discriminant Analysis / DFA) diperlukan untuk melihat apakah ketepatan dari masing-masing analisis dan penyusun model tipologi wilayah.

27 Analisis Persepsi Stakeholder Terhadap Prioritas Pengembangan Pemanfaatan Ruang. AHP adalah salah satu metode analisis dalam pengambilan keputusan yang baik dan fleksibel, terutama sekali membantu pengambil keputusan untuk menentukan kebijaksanaan yang akan diambil dengan menetapkan prioritas dan membuat keputusan yang paling baik ketika aspek kualitatif dan kuantitatif dibutuhkan untuk dipertimbangkan. Metode MAHP merupakan metode AHP yang dimodifikasi untuk menjangkau dalam penentuan prioritas salah satu kegiatan dengan banyak alternatif pilihan (> 10 kegiatan pilihan). Adapun permasalahan yang dibahas diantaranya persepsi stakeholder terhadap pengembangan pemanfaatan ruang, sebagai responden yang dianggap berperan aktif dan memiliki pengetahuan yang menyeluruh tentang pengembangan pemanfaatan ruang (Lampiran 1). Responden tersebut terdiri dari 5 orang disetiap kecamatan, kemudian dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok pemerintah (pengambil keputusan), swasta dan tokoh-tokoh masyarakat di Kecamatan Siantan dan Palmatak dengan teknik wawancara yang menggunakan kuisioner, struktur hirarki yang digunakan dalam analisis ini dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Struktur hirarki pengembangan pemanfaatan ruang Kepulauan Anambas 28