BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam suatu perusahaan sumber daya manusia yang merupakan salah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN : 107). Mathis dan Jackson (2006 : 98) menyatakan kepuasan kerja adalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam menghadapi persaingan di era globalisasi perusahaan dituntut untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. sebuah evaluasi karakteristiknya. Rivai & Sagala (2009) menjelaskan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi pada perusahaan Keramik Pondowo malang, dengan hasil penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sedangkan konflik yang optimal terjadi pada kondisi B, di mana tingkat. konflik yang terjadi cukup untuk mencegah adanya stagnasi, mendorong adanya

BAB II LANDASAN TEORI. kerja bukanlah hal yang sederhana, baik dalam arti konsep maupun dalam analisis,

BAB II LANDASAN TEORI DEFINISI DAN PENGUKURAN KEPUASAN KERJA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perusahaan dan organisasi merupakan dua hal yang tidak mungkin

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan kerja menurut Martoyo (2004:132) adalah keadaan emosional karyawan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbulnya tuntutan efisiensi dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. yang positif dari individu yang disebabkan dari penghargaan atas sesuatu

BAB II LANDASAN TEORI. A. Motivasi Kerja. dan bantuan yang kuat untuk bertahan hidup. Motivasi adalah memberikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Persaingan dalam dunia kerja semakin ketat. Hal tersebut menuntut perusahaan

BAB II LANDASAN TEORI

KONFLIK DAN NEGOSIASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Wexley dan Yukl mengartikan kepuasan kerja sebagai the way an

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber daya manusia mempunyai peran penting di dalam setiap kegiatan. keberhasilan pelaksanaan kegiatan perusahaan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memberikan pengetahuan kepada anak didik (Maksum, 2016). pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,

II. TINJAUAN PUSTAKA. agara diperoleh tenaga kerja yang puas akan pekerjaannya. Fungsi MSDM. dikelompokkan atas tiga fungsi, yaitu (Husein, 2002) :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STRES. Adalah respon adaptif terhadap situasi eksternal yang menghasilkan penyimpangan fisik, psikologis, dan atau perilaku pada anggota organisasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MANAJEMEN KONFLIK OLEH : PROF. DR. SADU WASISTIONO, MS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kinerja lebih tinggi daripada jumlah masukan individual (Stephen, Timothy

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

Nama: Anton Rahmat Riyadi NIM :

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Wibowo (2011:501) kepuasan adalah sikap umum terhadap pekerjaan

KONFLIK & MENGELOLA KONFLIK DALAM ORGANISASI

BAB II URAIAN TEORITIS. Pembahasan mengenai Organizational Citizenship Behavior (OCB)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumber daya manusia (karyawan) merupakan aset yang paling penting

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi menyebabkan terjadinya perubahan hampir disemua sektor

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam. yang memiliki lebih sedikit jumlah pegawai yang puas.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. diterima.berkaitan dengan masalah kepuasan kerja. Hasibuan (2000)

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam sebuah organisasi, khususnya organisasi perbankan, semestinya

BAB II TELAAH LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Path-goal theory menjelaskan dampak gaya kepemimpinan pada motivasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya manusia (SDM) merupakan faktor penting dalam pencapaian

Modul ke: Pengelolaan Konflik. Fakultas FIKOM. Andi Youna Bachtiar, M.Ikom. Program Studi Public Relations.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan salah satu alat ukur dari keberhasilan sebuah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemasyarakatan. Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. seseorang. Menurut Wexley dan Yukl (2005: 129) kepuasan kerja adalah cara

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. Konsep tentang Locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perubahan lingkungan organisasi yang semakin kompleks dan kompetitif,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efektivitas Kinerja. sesuatu yang tepat ( Stoner, 1996). Menurut Yukl (1994) efektivitas diartikan

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Stres Kerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PERAWAT. keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi merupakan salah satu cara manusia untuk dapat berhubungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB) Schultz (Prihatsanti, 2010) menyatakan bahwa OCB melibatkan

BAB I PENDAHULUAN. ini, oleh karena itu perusahaan membutuhkan manusia-manusia yang berkualitas tinggi, memiliki

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational

BAB 2 KAJIAN TEORETIS

BAB II KERANGKA TEORETIS. Penelitan terdahulu yang dapat mendukung penelitian ini dapat dilihat. Analisis

Bisma, Vol 1, No. 9, Januari 2017 GAYA PENANGANAN KONFLIK PADA CREDIT UNION KELING KUMANG KANTOR SENTRAL DI SINTANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan hasil atau dampak dari kegiatan individu selama periode waktu

BAB I PENDAHULUAN. mendukung demi tercapainya tujuan perusahaan secara efektif dan efisien. Tetapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kompetitif dengan mendorong sebuah lingkungan kerja yang positif (Robbins dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan institusi yang kompleks. Kompleksitas tersebut,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa ini setiap perusahaan harus lebih mampu berkompetisi dan bersaing

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dihasilkan dari analisis data dapat digeneralisasikan pada populasi penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda. Kepuasan itu terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam tantangan era globalisasi ini, persaingan antar lembaga-lembaga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Persaingan dalam dunia usaha di era global saat ini sudah sangat ketat, setiap

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan kerja ( job satisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan

KONFLIK DAN STRES KERJA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II URAIAN TEORITIS. Imatama (2006) yang berjudul Pengaruh Stress Kerja Terhadap kinerja

BAB I PENDAHULUAN. Kompensasi merupakan bagian manajemen sumber daya manusia yang sulit

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. perusahaan yang penting seperti pabrik, atau suatu organisasi secara keseluruhan.

MANAJEMEN KONFLIK DALAM ORGANISASI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Setiap orang yang bekerja mengharapkan untuk memperoleh kepuasan

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Gaya Kepemimpinan Transaksional Definisi Gaya kepemimpinan Transaksional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Globalisasi mengakibatkan adanya perubahan dengan tuntutan tertentu

BAB I PENDAHULUAN. daya yang dimiliki seoptimal mungkin, dalam arti perusahaan harus dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin globalnya perekonomian yang disertai dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN. tujuan-tujuan organisasi melalui pengaturan orang-orang lain untuk melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. mereka yang terlibat dalam kegiatan operasional perusahaan mulai dari tingkat

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. pekerjaan bukanlah dua hal yang saling berlawanan, tetapi dua entitas yang

MANAJEMEN KONFLIK. Disusun: Ida Yustina, Prof. Dr.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) Organizational Citizenship Behavior (OCB) pertama kali dipopulerkan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013)

BAB I PENDAHULUAN. karyawan. Wujud nyata perusahaan yang secara langsung berpengaruh. terhadap keberadaan karyawan yaitu masalah stress karyawan.

Transkripsi:

8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konflik Kerja 1. Pengertian Konflik Kerja Dalam setiap organisasi, agar setiap organisasi berfungsi secara efektif, maka individu dan kelompok yang saling bergantungan harus membentuk hubungan kerja dalam lingkungan batas organisasi. Untuk memperoleh informasi, bantuan, atau tindakan yang terkoordinasi, ketergantungan, semacam dapat membantu perkembangan kerjasama dan konflik. Gibson, dkk (1985) menyatakan bahwa konflik kerja merupakan pertentangan antara individu, antara kelompok dan antara organisasi yang disebabkan oleh perbedaan komunikasi, tujuan dan sikap. Menurut Luthans (1985) konflik kerja adalah kondisi dimana terjadi ketidakcocokan antara nilai dan tujuan yang ingin dicapai, baik nilai dan tujuan yang ada dalam diri sendiri maupun dalam hubungan dengan orang lain. Menurut Stoner (1985) konflik kerja adalah perbedaan pendapat antara dua atau lebih anggota organisasi atau kelompok, karena harus membagi sumber daya yang langka atau aktivitas kerja atau mempunyai status, tujuan, penilaian, atau pandangan yang berbeda. Menurut Robbins (2003) konflik adalah proses yang dimulai ketika satu pihak menganggap pihak lain secara negatif mempengaruhi, atau 8

9 secara negatif mempengaruhi sesuatu yang menjadi kepedulian pihak pertama. Putman & Pool (dalam Sutarto Wijono), konflik didefinisikan sebagai interaksi antar individu, kelompok atau organisasi yang membuat tujuan atau arti yang berlawanan, dan merasa bahwa orang lain sebagai pengganggu yang potensial terhadap pencapaian tujuan mereka. Mullins 1993 (dalam Sutarto Wijono), konflik merupakan kondisi terjadinya ketidaksesuaian tujuan dan munculnya berbagai pertentangan perilaku, baik yang ada dalam diri individu, kelompok maupun organisasi. Selain itu Greenberg dan Baron (2003) mengutarakan bahwa konflik terjadi sebagai suatu proses bahwa satu pihak atau satu kelompok merasakan ada pihak atau kelompok lain yang telah mengambil atau akan mengambil tindakan negatif yang akan berpengaruh pada tujuan utama kelompoknya. Jika dijabarkan lebih jauh sebenarnya terdapat beberapa hal pokok yang menyebabkan konflik di lingkungan organisasional, yaitu: a. Kompetisi terhadap sumber daya langka b. Penilaian tanggung jawab yang bersifat kelompok Sedangkan konflik antar anggota organisasi dapat terjadi karena: a. Kesalahan dalam menilai sifat b. Komunikasi yang kurang c. Kecenderungan terhadap salah satu pihak yang seringkali berbeda dengan kenyataan yang terjadi

10 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konflik kerja adalah terjadinya suatu pertentangan antara individu dengan individu yang lain atau adanya ketidakcocokan suatu kondisi yang dialami oleh pegawai karena adanya hambatan komunikasi, perbedaan tujuan, kesalahan komunikasi, perbedaan penilaian tentang kerja dan ketergantungan aktivitas kerja 2. Faktor-Faktor Konflik Kerja Menurut Robbins (1996), konflik muncul karena ada kondisi yang melatarbelakanginya (antecedent conditions). Kondisi tersebut, yang disebut juga sebagai sumber terjadinya konflik, terdiri dari tiga kategori, yaitu: komunikasi, struktur, dan variabel pribadi. a. Komunikasi. Komunikasi yang buruk, dalam arti komunikasi yang menimbulkan kesalahpahaman antara pihak-pihak yang terlibat, dapat menjadi sumber konflik. Suatu hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan semantik, pertukaran informasi yang tidak cukup, dan gangguan dalam saluran komunikasi merupakan penghalang terhadap komunikasi dan menjadi kondisi anteseden untuk terciptanya konflik. b. Struktur. Istilah struktur dalam konteks ini digunakan dalam artian yang mencakup: ukuran (kelompok), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan kelompok, gaya

11 kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antara kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran kelompok dan derajat spesialisasi merupakan variabel yang mendorong terjadinya konflik. Makin besar kelompok, dan makin terspesialisasi kegiatannya, maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya konflik, karena apabila individu atau kelompok tidak mempunyai kepentingan terhadap individu lain atau kelompok-kelompok tertentu maka tidak akan pernah terjadi konflik. c. Variabel Pribadi. Sumber konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi, yang meliputi: sistem nilai yang dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik kepribadian yang menyebabkan individu memiliki keunikan (idiosyncrasies) dan berbeda dengan individu yang lain. Kenyataan menunjukkan bahwa tipe kepribadian tertentu, misalnya, individu yang sangat otoriter, dogmatik, dan menghargai rendah orang lain, merupakan sumber konflik yang potensial. Keadaan ini disebut dengan konflik yang dipersepsikan (perceived conflict). Kemudian jika individu terlibat secara emosional, dan mereka merasa cemas, tegang, frustrasi, atau muncul sikap bermusuhan, maka konflik berubah menjadi konflik yang dirasakan (felt conflict). Dari faktor faktor yang menyebabkan konflik diatas dapat disimpulkan bahwa faktor yang menyebabkan konflik ada 3 yaitu : komunikasi, struktur dan variabel pribadi.

12 3. Bentuk Dan Jenis-Jenis Konflik Kerja Bentuk-bentuk konflik yang biasa terjadi dalam perusahaan diantaranya yaitu meliputi : a. Konflik hierarki, yaitu konflik yang terjadi pada tingkatan hierarki organisasi. Contohnya, konflik antara komisaris dengan direktur utama, pimpinan dengan karyawan, pengurus dengan anggota koperasi, pengurus dengan karyawan dan lain-lain. b. Konflik fungsional, yaitu konflik yang terjadi dari berbagai macammacam fungsi departemen dalam organisasi. Contohnya, konflik yang terjadi antara bagian produksi dengan bagian pemasaran, bagian administrasi umum dengan personalia. c. Konflik staf dengan kepala unit, yaitu konflik yang terjadi antara pemimpin unit dengan stafnya terutama staf yang berhubungan dengan wewenang/otoritas kerja. Contoh : Karyawan staf secara tidak formal mengambil wewenang berlebihan. d. Konflik formal-inform, yaitu konflik yang terjadi yang berhubungan dengan norma yang berlaku di organisasi informal dengan organisasi formal. Contoh : Pemimpin yang menempatkan norma yang salah pada organisasi.

13 Sedangkan beberapa jenis konflik kerja yang biasa terjadi dalam suatu perusahaan diantaranya yaitu : a. Konflik dalam diri seseorang. Seseorang dapat mengalami konflik internal dalam dirinya karena ia harus memilih tujuan yang saling bertentangan. Ia merasa bimbang mana yang harus dipilih atau dilakukan. Konflik dalam diri seseorang juga dapat terjadi karena tuntutan tugas yang melebihi kemampuannya. b. Konflk antar individu. Konflik antar individu seringkali terjadi karena adanya perbedaan tentang isu tertentu, tindakan dan tujuan di mana hasil bersama sangat menentukan, konflik antar individu ini biasanya akan berkelanjutan apabila tidak ada konsekuensi serta pihak-pihak yang lebih dan berpengaruh di dalam konflik tersebut untuk memadamkannya. c. Konflik antar anggota kelompok. Suatu kelompok dapat mengalami konflik substantif dan afektif. Konflik substantif adalah konflik yang terjadi karena latar belakang keahlian yang berbeda. Jika anggota dari suatu komite menghasilkan kesimpulan yang berbeda atas data yang sama, dikatakan kelompok tersebut tersebut mengalami konflik substantif. Sedangkan konflik afektif adalah konflik yang terjadi didasarkan atas tanggapan emosional terhadap situasi tertentu.

14 d. Konflik antar kelompok. Konflik antar kelompok terjadi karena masing-masing kelompok ingin mengejar keinginan atau tujuan kelompoknya masing-masing. Misalnya konflik yang mungkin terjadi antara bagian produksi dengan bagian pemasaran. e. Konflik intra-perusahaan. Konflik intra-perusahaan meliputi empat sub jenis, yoitu konflik vertikal, horizontal, lini staf dan konflik peran. Konflik vertikal terjadi antara manajer dengan bawahan. Konflik horizontal terjadi antara karyawan atau departemen yang memiliki hierarki yang sama dalam organisasi. Konflik lini-staf terjadi karena adanya perbedaan persepsi tentang keterlibatan staf dalam proses pengambilan keputusan oleh manajer lini. f. Konflik antar perusahaan. Konflik antar perusahaan dapat terjadi karena mereka mempunyai ketergantungan satu sama lain terhadap pemasok, pelanggan maupun distributor. Seberapa jauh konflik terjadi tergantung kepada seberapa besar tindakan suatu organisasi menyebabkan adanya dampak negatif terhadap perusahaan itu, atau mencoba mengendalikan sumber-sumber vital perusahaan. Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa konflik dibagi dari jenis dan bentuknya. Untuk bentuk konflik sendiri terdiri dari : konflik hierarki, konflik fungsional, konflik staf dan kepala staf, serta konflik

15 formal dan informal sedangkan jika dilihat dari jenisnya terdiri dari : konflik dalam diri seseorang, konflik antar individu, konflik antar anggota kelompok, konflik antar kelompok, konflik intra perusahaan, konflik antar perusahaan 4. Tahap-Tahap Dalam Konflik Kerja Tahapan-tahapan konflik menurut Jeniri Amir (2005) meliputi: a. Tahap permulaan Konflik mempunyai tahap dan takaran tertentu. Tahap permulaan konflik dikenali sebagai tahap latent. Tahapan ini ada sangkut pautnya dengan unsur negatif, contoh pihak-pihak yang berwenang atas urusan tertentu kurang merasa puas, kecewa dan marah atas kesimpulan dari urusan itu. Konflik tersebut terbentuk apabila pihak yang terlibat mulai menyadari wujud perbedaan tentang minat, nilai dan perbedaan pendapat antara satu sama lain. b. Tahap Kedua Tahap kedua juga dikenal tahap tentang isu-isu permasalahan. Pada tahap ini pihak yang terlibat konflik mulai berani menyebarkan isu-isu yang disebabkan oleh ketidakpuasan mereka. Pihak-pihak yang terlibat di dalamnya mulai memberikan respon yang positif maupun negatif terhadap pihak satu dengan yang lainya. Mereka mulai menganalisis sumber-sumber konflik misalnya, kekuasaan, status, keahlian, kewenangan dan sebagainya.

16 c. Tahap ketiga Tahap ketiga ini merupukan tahap interaksi langung antara pihakpihak yang terlibat. Pada tahap ini telah melibatkan langsung unsurunsur konflik yang membuat pihak-pihak terkait emosional secara langung. d. Tahap keempat Tahapan ini lebih cenderung untuk menghindari konflik. Perasaan kecewa, marah dan ketidakpuasan yang terpendam ataupun di sembunyikan. Dikarenakan tidak berdaya atas wewenang, jabatan, kemampuan, untuk meneruskan konflik demi pembelaan diri, tahapan ini cenderung tindakan mengambil aman dan tidak memperpanjang masalah yang tidak perlu. e. Tahap kelima Tahap ini juga dikenal sebagai tahap berfikir, pada tahap ini pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik akan menggunakan akal dan pikiran untuk menyelesaikan konflik. Berbagai strategi dipakai untuk menyelesaikan konflik misalnya, dimusyawarahkan. f. Tahap keenam Tahap terakhir ini melibatkan terhadap hasil penyelesaian konflik. Konflik itu ada yang bisa diatasi dan tidak bisa diatasi, penyelesaian konflik secara menyeluruh mungkin sulit untuk dilakukan apabila pihak-pihak yang terkait merasa sudut pandang mereka benar, maka

17 pihak yang berwenang atau yang mempunyai kekuasaan harus menetralisir terus keadaan itu. Dari tahapan tahapan konflik kerja diatas pada dasarnya seseorang mempunyai masalah atau berselisih dengan rekan sekerjanya melalui enam tahapan seperti yang telah dijelaskan diatas 5. Kerugian dan Manfaat Konflik Kerja Pada tingkat hubungan antar pribadi, konflik dapat merusak kerjasama kelompok. Ketidakpercayaan dapat tumbuh di antara orangorang yang semestinya mengkoordinasikan tugas-tugas atau kegiatan mereka. Salah satu akibat individual dari konflik adalah timbulnya perasaan kalah dalam diri seseorang. Seorang manajer harus menjaga akibat-akibat tersebut tidak sampai membawa dampak yang tidak produktif bagi organisasi. Sementara itu manfaat yang dapat diperoleh dari konflik kerja yang terjadi dalam perusahaan antara lain: a. Memunculkan masalah-masalah yang tersembunyi kepermukaan, sehingga ada kemungkinan untuk diselesaikan. b. Mendorong orang untuk mencari pendekatan yang lebih tepat untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Situasi konflik mendorong orangorang untuk lebih kreatif dan memunculkan gagasan-gagasan yang baru. c. Menyempurnakan proses pengambilan keputusan. Dalam suatu perusahaan sering terdapat keputusan yang buruk karena orang-orang terlalu cepat setuju pada suatu pemecahan masalah. Dengan adanya

18 konflik, masalah dapat ditelaah lebih seksama dari berbagai sudut pandang sehingga cenderung menghasilkan keputusan yang lebih baik. d. Mengurangi kebosanan. Dengan adanya konflik, maka kehidupan berorganisasi akan terasa lebih bervariasi, tidak datar saja. 6. Indikator Konflik kerja Berdasarkan indikatornya, Robbins (1996) membagi konflik menjadi dua macam, yaitu: konflik fungsional (Functional Conflict), yaitu konflik yang mendukung pencapaian tujuan kelompok dan konflik disfungsional (Dysfunctional Conflict), yaitu konflik yang merintangi pencapaian tujuan kelompok, indikator konflik fungsional dan disfungsional sebagai berikut : a. Konflik fungsional : 1) Bersaing untuk meraih prestasi. 2) Pergerakan positif menuju tujuan. 3) Merangsang kreatifitas dan inovasi. 4) Dorongan melakukan perubahan. b. Konflik disfungsional : 1) Mendominasi diskusi. 2) Tidak senang bekerja dalam kelompok. 3) Benturan kepribadian. 4) Perselisihan antar individu. 5) Ketegangan. Dari indikator konflik kerja diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa ada 2 yaitu konflik fungsional dan disfungsional.

19 B. Kepuasan Kerja 1. Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja adalah tingkat rasa puas individu bahwa mereka mendapat imbalan yang setimpal dari bermacam-macam aspek situasi pekerjaan dari organisasi tempat mereka bekerja (Tangkilisan, 2005). Robbins (2003), kepuasan kerja adalah suatu sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Kepuasan terjadi apabila kebutuhan-kebutuhan individu sudah terpenuhi dan terkait dengan derajat kesukaan dan ketidaksukaan dikaitkan dengan karyawan; merupakan sikap umum yang dimiliki oleh karyawan yang erat kaitannya dengan imbalan-imbalan yang mereka yakini akan mereka terima setelah melakukan sebuah pengorbanan. Mangkunegara (2005) mengemukakan bahwa kepuasan kerja berhubungan dengan variabel-variabel seperti turn over, tingkat absensi, umur, tingkat pekerjaan, dan ukuran organisasi perusahaan. Senada dengan pengertian kepuasan kerja yang diajukan oleh Handoko (2001), yaitu keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana seseorang memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini nampak dalam sikap positif terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi dilingkungan kerjanya.

20 Pekerjaan merupakan bagian yang penting dalam kehidupan seseorang, sehingga kepuasan kerja juga mempengaruhi kehidupan seseorang. Oleh karena itu kepuasan kerja adalah bagian kepuasaan hidup Kepuasan kerja menurut Martoyo (1992), pada dasarnya merupakan salah satu aspek psikologis yang mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya, ia akan merasa puas dengan adanya kesesuaian antara kemampuan, keterampilan dan harapannya dengan pekerjaan yang ia hadapi. Hoppecl (dalam Anoraga 2009), kepuasan kerja merupakan penilaian dari pekerjaan yaitu seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan memuaskan kebutuhannya. Tiffin (dalam anoraga 2009), kepuasan kerja berhubungan dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaan itu sendiri, stuasi kerja, kerjasama antar pimpinan dan sesama karyawan. Howell dan Robert (dalam Wijono 2010), Kepuasan kerja sebagai hasil dari keseluruhan dari derajat suka atau tidak sukanya karyawan terhadap berbagai aspek dari pekerjaanya. Locke (dalam Wijono 1976) mendifinisikan bahwa kepuasan kerja sebagai suatu tingkat emosi yang positif dan menyenangkan individu. Dengan kata lain, kepuasan kerja adalah suatu hasil perkiraan individu terhadap pekerjaannya atau pengalaman positif dan menyenangkan dirinya.

21 Jadi dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya dan bagaimana mereka memandang pekerjaannya dan tingkat rasa puas individu bahwa mereka mendapat imbalan yang sesuai dari berbagai macam aspek pekerjaan di dalam organisasinya 2. Faktor faktor Kepuasan Kerja Faktor faktor kepuasan kerja menurut Greenberg & Baron (1995) ada 2 faktor yaitu: a. Faktor-faktor organisasional 1) Sistem penggajian 2) Kualitas dari supervisi 3) Desentralisasi kekuasaan 4) Tingkat kerja dan dorongan sosial 5) Kondisi kerja yang menyenangkan b. Faktor Personal 1) Variabel kepribadian 2) Status dan senioritas 3) Pekerjaan yang sesuai dengan minat 4) Kepuasan hidup Selanjutnya Robbins (1996) menjelaskan lagi beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja diantaranya : a. Tantangan kerja b. Sistem gaji yang adil

22 c. Kondisi kerja yang mendukung d. Rekan kerja yang mendukung Faktor-faktor yang biasanya digunakan untuk mengukur kepuasan kerja seorang pegawai adalah: a. isi pekerjaan, penampilan tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai kontrol terhadap pekerjaan b. supervisi c. organisasi dan manajemen d. kesempatan untuk maju e. gaji dan keuntungan dalam bidang finansial lainnya seperti adanya insentif f. rekan kerja g. kondisi pekerjaan Dari berbagai faktor yang mempengaruhi faktor kepuasan kerja maka dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah terdiri dari faktor organisasional dan personal 3. Aspek-aspek Kepuasan Kerja Menurut Robbins (1996) ada lima aspek kepuasan kerja, yaitu: a. Kerja yang secara mental menantang Karyawan cenderung menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan tugas tersebut.

23 Karakteristik ini membuat kerja secara mental menantang. Pekerjaan yang kurang menantang menciptakan kebosanan, sebaliknya jika terlalu banyak pekerjaan menantang dapat menciptakan frustrasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalami kesenangan dan kepuasan dalam bekerja. b. Ganjaran yang pantas Para karyawan menginginkan pemberian upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan adil dan sesuai dengan harapan mereka. Bila upah dilihat adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar upah karyawan, kemungkinan besar akan menghasilkan kepuasan. Tentu saja, tidak semua orang mengejar uang. Banyak orang bersedia menerima uang yang lebih kecil untuk bekerja dalam lokasi yang lebih diinginkan atau dalam pekerjaan yang kurang menuntut atau mempunyai keleluasaan yang lebih besar dalam kerja yang mereka lakukan dan jam-jam kerja. Intinya bahwa besarnya upah bukanlah jaminan untuk mencapai kepuasan, namun yang lebih penting adalah persepsi keadilan. Sama dengan karyawan yang berusaha mendapatkan kebijakan dan promosi yang lebih banyak, dan status sosial yang ditingkatkan. Oleh karena itu individu-individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat dalam cara yang adil kemungkinan besar akan mendapatkan kepuasan dari pekerjaan mereka.

24 c. Kondisi kerja yang mendukung Karyawan perduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas. Studi-studi memperagakan bahwa karyawan lebih menyukai lingkungan kerja yang tidak berbahaya. Seperti temperatur, cahaya, kebisingan, dan faktor lingkungan lain harus diperhitungkan dalam pencapaian kepuasan kerja. d. Rekan kerja yang mendukung Karyawan akan mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi yang berwujud dari dalam kerja. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu sebaiknya karyawan mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung. Hal ini penting dalam mencapai kepuasan kerja. Perilaku atasan juga merupakan determinan utama dari kepuasan. Umumnya studi mendapatkan bahwa kepuasan karyawan ditingkatkan bila atasan langsung bersifat ramah dan dapat memahami, menawarkan pujian untuk kinerja yang baik, mendengarkan pendapat karyawan, dan menunjukkan suatu minat pribadi pada mereka. e. Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan Pada hakikatnya orang yang tipe kepribadiannya sama dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya mereka mempunyai bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka. Dengan demikian akan lebih besar kemungkinan untuk berhasil

25 pada pekerjaan tersebut, dan lebih memungkinkan untuk mencapai kepuasan yang tinggi dari pekerjaan mereka. Dari pemaparan diatas dapat dilihat bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja diantaranya adalah kerja yang secara mental menantang, ganjaran yang pantas, kondisi kerja yang mendukung, rekan kerja yang mendukung dan kesesuaian kepribadian, hal-hal tersebutlah yang mempengaruhi kepuasan kerja. 4. Ciri-ciri karyawan yang memiliki kepuasan kerja tinggi Beberapa ciri-ciri karyawan yang memiliki kepuasan kerja yang tinggi menurut Munandar (2004) antara lain: a. Adanya kepercayaan bahwa organisasi akan memuaskan dalam jangka b. waktu yang lama c. Memperhatikan kualitas kerjanya d. Lebih mempunyai komitmen organisasi e. Lebih produktif Jadi dapat disimpulkan bahwa karyawan yang memiliki kepuasan kerja memiliki ciri-ciri. Adanya kepercayaan bahwa organisasi akan memuaskan dalam jangka waktu yang lama. Memperhatikan kualitas kerjanya, lebih mempunyai komitmen organisasi, lebih produktif

26 C. Kerangka Berfikir Penelitian ini akan mengungkap hubungan antara kepuasan kerja dengan konflik kerja di Depo Pelita Banjarnegara. Diprediksi bahwa kepuasan kerja memiliki kaitan yang erat dengan konflik kerja, seseorang karyawan yang telah mendapatkan kepuasan kerja di tempat pekerjaannya diduga tidak memiliki konflik atau perselisihan dengan atasan atau teman sekerjanya. Berdasarkan hal tersebut maka kerangka berfikir digambarkan sebagai berikut: Bagan Kerangka Berfikir Kepuasan Kerja Indikator : 1. Kerja yang secara mental menantang 2. Ganjaran yang pantas 3. Kondisi kerja yang mendukung 4. Rekan kerja yang mendukung 5. Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan Konflik Kerja Indikator : 1. Konflik fungsional 2. Konflik disfungsional Dari bagan kerangka berfikir diatas dapat dilihat bahwa kepuasan kerja memiliki hubungan dengan konflik kerja sesuai dengan masalah yang terdapat di lapangan bahwa konflik kerja karyawan dipengaruhi oleh

27 karyawan lainya seperti perbedaan pendapat, perbedaan tugas dan sikap acuh tak acuh, hal tersebut sesuai dengan indikator kepuasan kerja yaitu aspek rekan kerja yang mendukung yang artinya karyawan akan merasa puas jika memiliki rekan kerja yang mendukung dan sebaliknya, hal tersebut bertolak belakang dengan masalah yang terjadi di Depo Pelita bahwa karyawan merasa rekan kerjanya yang tidak mendukung dalam artian rekan kerja bukan hanya yang satu level tetapi termasuk juga ada atasan. Jika dilihat dari konflik yang terjadi di lapangan karyawan lebih dominan terhadap konflik disfungsional yaitu mengacu masalah yang sering terjadi diantara karyawan seperti : tidak senang bekerja dalam kelompok, adanya perselisihan atau perbedaan individu, ketegangan dan benturan kepribadian. Dari penjelasan diatas dapat dilihat bahwa ada keterkaitan antara kepuasan kerja dengan konflik kerja mengacu pada indikator maupun faktor faktor yang ada baik faktor kepuasan kerja dan konflik kerja serta indikator kepuasan kerja dengan konflik kerja. D. Hipotesis Hipotesis adalah suatu jawaban yang sifatnya masih lemah, harus dibuktikan kebenarannya. Hipotesis itu sendiri harus konsisten dengan teori yang telah penulis paparkan diatas, maka dalam penelitian ini penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut :

28 Terdapat hubungan antara kepuasan kerja dengan konflik kerja karyawan di Depo Pelita Banjarnegara.