BAB I PEDAULUA A. Latar Belakang Parasetamol (asetaminofen) merupakan analgetika-antipiretika yang masih banyak digunakan, khususnya di Indonesia. Beberapa nama dagang berikut mengandung parasetamol seperti Panadol, Bodrex, eozep, Tempra, dan sebagainya. Parasetamol di dalam tubuh mengalami metabolisme fase 1 menghasilkan metabolit reaktif dan toksik, -asetil-p-benzoquinon-imina (APQI), yang selanjutnya pada metabolisme fase akan berkonjugasi dengan glutation (GS) menjadi turunan asam merkapturat sehingga dapat diekskresikan dari tubuh melalui urin. Pada pemakaian jangka lama (7-10 hari) atau pemakaian berlebih (10-15 g/hari dosis tunggal) atau pada pasien defisiensi GS, parasetamol dapat menyebabkan efek samping kerusakan hati (hepatotoksis) yang irreversibel. leh karena itu label Peringatan Food and Drug Administration (FDA) USA tertulis: Warning: Do not give to children under three years of age or use for more than 10 days unless directed by a physician (Peringatan: jangan diberikan pada anak berumur di bawah 3 tahun atau pemakaian lebih dari sepuluh hari, kecuali diperintahkan dokter!) (Gilman,199). Berbagai penelitian dilakukan untuk meningkatkan efek analgetikaantipiretika parasetamol maupun menghilangkan efek sampingnya melalui modifikasi struktur molekul parasetamol. Senyawa yang pernah disintesis antara lain: anisidin, fenaldin, fenasetin, laktil fenetidil, fenakol, kriolin, p- asetoksiasetanilid, fenetsal, dan pertonal (Doerge, 198; Siswandono dan 1
Soekardjo, 000). Van de straat et al. (198) juga telah mensintesis turunan parasetamol, 3-monoalkil dan 3,5-dialkil parasetamol, tetapi hingga sekarang belum dapat menjadi obat yang siap dipasarkan dan menggantikan parasetamol. Adnan et al., (1993) juga telah mensintesis,-dimetil-4-hidroksi-asetanilid, tetapi hasilnya tidak lebih baik dibanding parasetamol. Efek samping hepatotoksis parasetamol terjadi karena metabolit APQI berikatan secara kovalen dengan makromolekul sel hepar yang bermuatan negatif, dan ikatan kovalen tersebut bersifat irreversible. Reaksi metabolisme fase 1 parasetamol dapat dijelaskan pada Gambar 1.1. Ronald Van de Straat (1987) juga mengemukakan bahwa terjadinya ikatan kovalen antara APQI dengan sel hepar adalah pada posisi meta dari gugus amida parasetamol. Kedua posisi meta pada parasetamol mempunyai kerapatan elektron yang berbeda sebagaimana ditegaskan oleh perhitungan dengan perangkat lunak yperhem. yperhem ialah suatu program simulasi dan pemodelan molekular yang memungkinkan perhitungan kimiawi yang kompleks. yperhem mencakup fungsi-fungsi berikut: membuat sketsa dwimatra (D) molekul dari atom-atom penyusunnya, lalu mengubahnya menjadi model trimatra (3D) dengan yperhem Model Builder, memilih residu-residu standar secara berurutan dari perpustakaan asam amino dan nukleotida yperhem/lite untuk membangun protein dan asam nukleat, membaca tipe atom dan koordinat molekular yang telah disimpan sebagai arsip I (masukan yperhem yang dibuat sebelumnya) atau arsip ET (mengambil dari sumber lain, yaitu Brookhaven Protein Data Bank (PDB), menata kembali molekul, misalnya dengan memutar atau menggesernya,
3 3 3 Sit. P450.E1 - - + 1e APQI (-Acetyl-p-Quinone imine parasetamol + 1e GS 3 GS _ + + 3 3 SG + SG SG Prot.S Prot.S 3 3 Prot.S + Peroksidasi Lipid (Keseimbangan a terganggu) S-Prot S-Prot Kematian Sel Gambar 1.1. Reaksi metabolisme fase 1 parasetamol (Doerge, 198; Silverman, 199) mengubah kondisi tampilan, termasuk penampakan ruang, model molekul, dan label structural, merancang dan melakukan perhitungan kimiawi, termasuk 3
dinamika molecular. Tersedia berbagai metode mekanika molekular maupun mekanika kuantum (semiempiris atau ab initio). Perhitungan mekanika molekular menggunakan medan gaya MM+, AM-BER, BI+, atau PLS, sedangkan mekanika kuantum semiempiris meliputi extended ückel, D, ID, MID3, MD, AM1, PM3, ZID/I, dan ZID/S (https://www.google.com/search?q=definisi+yperhemandie=utf-8andoe=utf-8 diakses pada tanggal 13 Desember 013). Berdasarkan perhitungan kimia komputasi dengan metode PM3, kerapatan elektron (density) pada posisi meta parasetamol adalah -0,158( ) dan -0,107( ). Kerapatan elektron tersebut merupakan hasil resultante antara induksi dan resonansi. Ikatan dengan sel protein terjadi pada posisi meta dengan kerapatan elektron yang lebih kecil yaitu pada -0,107. Berkurangnya kerapatan elektron posisi meta pada APQI tersebut disebabkan oleh: (1) sifat electron withdrawing groups (EWG) dari -Acetyl dan () elektronegativitas atom dan hidroksi lebih besar dibandingkan atom ( = 3,0; = 3,5; =,5) (Mc Murry, 008). Terjadinya ikatan GST dengan atom parasetamol dapat diillustrasikan seperti Gambar 1.1. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka agar senyawa hasil modifikasi parasetamol tidak mempunyai efek samping hepatotoksis atau efek samping hepatotoksisnya berkurang, kerapatan elektron atom meta pada senyawa hasil modifikasi tersebut harus lebih besar dibandingkan kerapatan elektron meta pada parasetamol. 4
Pada Gambar 1..a. terlihat efek induksi elektronik kearah atom dan. Selain itu efek EWG dari gugus = -asetil, membuat atom bermuatan posi- Gambar 1..a. Efek induksi atom dan, serta efek EWG dari gugus = pada cincin benzen parasetamol. tif ( + ). Kedua faktor tersebut menghasilkan atom cincin benzen menjadi berkurang kerapatan elektronnya. Pada Gambar 1..b. terlihat efek resonansi dari gugus asetamida menghasilkan kerapatan elektron yang tinggi pada posisi ortho dan para atau dengan kata lain posisi meta mempunyai kerapatan elektron yang paling rendah 5
dibanding posisi ortho dan para. Posisi meta inilah yang akan berikatan secara kovalen dengan sel hepar yang bermuatan negatif (kerapatan elektron tinggi). Salah satu cara agar kerapatan elektron meta naik adalah mengganti gugus 3 pada parasetamol dengan gugus isoster ( ) atau turunannya (p-aminofenol) sebagai gugus donating elektron. 3 3 3 3 Gambar 1..b. Efek resonansi atom pada cincin benzen parasetamol. Senyawa P009 didesain dengan mengganti gugus 3 pada parasetamol dengan p- hidroksianilinium menjadi senyawa 1,3-bis-(p-hidroksifenil)urea. Adanya gugus simetris dikanan kiri karbonil (p- hidroksianilinium) akan dapat mengurangi penarikan elektron pada inti benzen karena terjadinya kompetisi
penarikan elektron oleh gugus p- hidroksianilinium. al ini akan menjadikan meta cincin benzen P009, relatif lebih negatif dibanding meta pada parasetamol, sehingga afinitas terhadap GS dan sel hepar menjadi lebih kecil yang akan berakibat pengurangan efek hepatotoksis (Gambar. 1.4). Perhitungan kimia komputasi terhadap P009 menunjukkan bahwa, kerapatan elektron pada posisi meta -0.110 ( ) dan -0,173 ( ). Ikatan dengan sel hepar terjadi pada atom yang mempunyai kerapatan elektron -0,110. Jika dibandingkan dengan parasetamol (Gambar 1..), maka kerapatan elektron pada atom ini lebih tinggi, sehingga diprediksi senyawa P009 afinitasnya terhadap GS maupun protein sel hepar menjadi lebih lebih kecil, sehingga kemungkinan terjadinya hepatotoksis juga berkurang. Gambar 1.4 menunjukkan kompetisi EWG pada molekul P009. Gambar 1.3. Struktur desain P009 Adanya pengulangan gugus p-hidroksianilinium pada P009 diprediksi dapat meningkatkan efek analgetik senyawa P009. Dengan demikian perlu disintesis senyawa P009 agar dapat dibuktikan prediksi tersebut. Senyawa M011 didesain dengan mengganti gugus 3 pada parasetamol dengan 4-hidroksinaftalen-1 aminide menjadi 1-(p-hidroksinaftalen- 1-il)-3-(p-hidroksifenil)urea atau M011 (Gambar1.5). 7
' ' ' ' = = -0,110(yperhem) = = -0,173(yperhem) = arah induksi elektronik G-S kearah ' ' S-G Gambar 1.4. Kompetisi EWG pada molekul P009. Perhitungan kimia komputasi (yperhem 7.5, metode PM3) menunjukkan kerapatan elektron pada posisi meta senyawa M011 adalah - 0.131( ) dan - 0,183 ( ). al ini menunjukkan terjadi pengurangan sifat elektrofil pada atom posisi meta. Pengurangan sifat elektrofil atom meta tersebut diprediksi dapat mengurangi afinitas terhadap molekul GS dan sel hepar yang akan berakibat pengurangan efek hepatotoksis. 8
Gambar 1.5. Struktur desain M011-0,183-0,131 ' -0,05 Gambar 1.. Kerapatan elektron atom ortho pada M011 Selama lebih dari tiga dekade, parasetamol telah diklaim bebas dari penghambatan signifikan prostanoids perifer. Kis et al. (005) dan handrasekaran et al. (00) menyatakan bahwa parasetamol bekerja dengan menginhibisi X-3, suatu varian X-1. Sementara itu, upaya untuk menjelaskan mekanisme pada penghambatan suatu siklooksigenase pusat X-3 telah ditolak. Baru pada tahun 008 inz et al. menemukan bahwa berdasarkan penelitiannya secara in vivo pada manusia terbukti parasetamol bekerja secara selektif melalui inhibisi X- (inz et al., 008). Studi mekanisme aksi melalui pendekatan molecular docking telah dilakukan oleh Qureshi et al. pada tahun 011 yang menjelaskan bahwa interaksi parasetamol dengan X- mempunyai energi terendah (E= -15,9) dibanding interaksinya dengan X-1 dengan E = - 10,9 maupun interaksinya dengan X-3 dengan E = - 149 (Qureshi et al., 011). 9
A.1. Perumusan Masalah 1. Bagaimana cara mendesain P009 dan M011 yang diprediksi mempunyai kasiat analgetika lebih poten namun aman (kurang hepatotoksis)? Apakah hal tersebut dapat didesain melalui pendekatan yperhem?. Bagaimanakah molekul P009 dan M011 disintesis dalam Laboratorium? Dapatkah rendement hasil sintesis P009 dan M011 dioptimalkan dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil sintesis? 3. Dapatkah Uji in silico (Molecular Docking PLATS) menjelaskan tentang perbedaan efek analgetika dan hepatotoksis parasetamol, P009 dan M011? A.. Keaslian Penelitian Sampai saat ini parasetamol masih merupakan obat yang populer. Penelitian pengembangan parasetamol kebanyakan mensubstitusi pada inti benzen dan berdasarkan trial and error. Penelitian ini berfokus pada cara mendesain analog parasetamol yang lebih poten dan lebih aman dibandingkan parasetamol menggunakan kimia komputasi dengan perangkat lunak yperhem menggunakan metode PM3. A.3. Urgensi Penelitian 1) Menemukan cara mendesaian P009 dan M011 menggunakan Kimia Komputasi yperhem. 10
) Mensintesis senyawa baru yang berpotensi sebagai analgetika yang lebih poten dan lebih aman dibandingkan parasetamol. 3) Menganalisis aktivitas analgetika dan hepatotoksis parasetamol, P009 dan 011 (data uji in vivo, data sekunder) menggunakan molecular docking PLATS. 4) Menambah informasi di bidang pengembangan analgetika khususnya modifikasi parasetamol menjadi senyawa yang lebih poten dan lebih aman. B. Tujuan Penelitian B.1. Tujuan Umum Mendapatkan dua molekul (kode P009 dan M011) analog parasetamol dengan kerapatan elektron lebih tinggi pada karbon yg terletak meta terhadap karbon pengikat amida. B.. Tujuan Khusus 1) Mendesain P009 dan M011 sebagai analgetika yang lebih poten dan kurang hepatotoksis dibanding parasetamol. ) Mensintesis P009 dan M011. Mengoptimasi faktor-faktor yang mempengaruhi proses sintesis untuk menghasilkan rendement P009 dan M011 yang terbanyak. 3) Melakukan uji in silico menggunakan Molecular docking PLATS untuk menjelaskan perbedaan efek analgetika dan hepatotoksis senyawa P009 dan M011 dibandingkan dengan parasetamol. 11