YOGYAKARTA, 9 SEPTEMBER 2017 FGD "P3GI" 2017

dokumen-dokumen yang mirip
I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati

KEBIJAKAN GULA UNTUK KETAHANAN PANGAN NASIONAL

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia gula merupakan komoditas terpenting nomor dua setelah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula Subsistem Input Subsistem Usahatani

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Tahun (Lembaran Negara Repub

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL.

V. GAMBARAN UMUM KONDISI PERGULAAN NASIONAL, LAMPUNG DAN LAMPUNG UTARA

LAPORAN AKHIR KAJIAN KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDUSTRI GULA UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA

PROGRAM PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS GULA

ANALISIS PERKEMBANGAN HARGA GULA

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

BAB I PENDAHULUAN. tebu, tembakau, karet, kelapa sawit, perkebunan buah-buahan dan sebagainya. merupakan sumber bahan baku untuk pembuatan gula.

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan

ROADMAP INDUSTRI GULA

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI GULA RAFINASI DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, OKTOBER 2013

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

Upaya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Perspektif Perusahaan Perkebunan Negara

TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS.

STRATEGI BISNIS DALAM MENGHADAPI PELEMAHAN EKONOMI DUNIA 2017 CORPORATE ENTREPRENEURSHIP

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. di Pulau Jawa. Sementara pabrik gula rafinasi 1 yang ada (8 pabrik) belum

ROADMAP INDUSTRI GULA

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA

STABILISASI HARGA GULA MENUJU SWASEMBADA GULA NASIONAL

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional

Permintaan Gula Kristal Mentah Indonesia. The Demand for Raw Sugar in Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. impor gula. Kehadiran gula impor ditengah pangsa pasar domestik mengakibatkan

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

V. GAMBARAN UMUM INDUSTRI GULA DI INDONESIA

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

Gambar 15 Diagram model sistem dinamis pengambilan keputusan kompleks pengembangan agroindustri gula tebu.

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

SISTEM AGRIBISNIS BIBIT TEBU ASAL KULTUR JARINGAN BPTP SULAWESI SELATAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. sumber pendapatan bagi sekitar ribu RTUT (Rumah Tangga Usahatani Tani) (BPS, 2009).

Menuju Kembali Masa Kejayaan Industri Gula Indonesia Oleh : Azmil Chusnaini

KAJIAN KETERKAITAN PELAKU PERGULAAN NASIONAL: SUATU PENGHAMPIRAN MODEL DINAMIKA SISTEM

POSISI PERDAGANGAN DAN DAYA SAING GULA INDONESIA DI PASAR ASEAN. Trade Position and Competitiveness of Indonesia Sugar in ASEAN Market

MIMPI MANIS SWASEMBADA GULA

4. Dari jumlah PG tersebut di atas, 51 (lima puluh satu) PG merupakan milik pemerintah dan 10 (sepuluh) PG milik swasta.

PENDAHULUAN. unik yang berbeda dengan komoditi strategis lain seperti beras. Di satu sisi gula

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. yang putih dan terasa manis. Dalam bahasa Inggris, tebu disebut sugar cane. Tebu

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kebiasaan masyarakat Indonesia mengonsumsi gula akan berimplikasi pada

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PENGAWASAN PEREDARAN GULA KRISTAL RAFINASI DI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan untuk menghasilkan suatu barang. Pentingnya masalah

BAB I PENDAHULUAN. berkembang yaitu untuk memberikan suatu kebutuhan masyarakat sehari-hari. Pabrik

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. zaman penjajahan) yang sebenarnya merupakan sistem perkebunan Eropa.

BAB I PENDAHULUAN. Menuju Swasembada Gula Nasional Tahun 2014, PTPN II Persero PG Kwala. Madu yang turut sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang

9 KESIMPULAN DAN SARAN

USAHA MIKRO GULA MERAH TEBU DI DESA MANGUNREJO KECAMATAN NGADILUWIH DAN DESA CENDONO KECAMATAN KANDAT KABUPATEN KEDIRI

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PENINGKATAN RENDEMEN DAN HABLUR TANAMAN TEBU

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013

KEBIJAKAN PERDAGANGAN GULA INDONESIA DAN KESEJAHTERAAN PETANI TEBU

PENGUATAN KEMITRAAN INDUSTRI PENGGUNA DAN PETANI GARAM. Disampaikan : Ir. M. Zainal Alim, MM

DINAMIKA DAN RISIKO KINERJA TEBU SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI GULA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. bahwa gula dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu gula putih (white plantation), gula

7 SIMULASI MODEL DINAMIS

Analisis Perkembangan Produksi, Konsumsi dan Impor Gula di Indonesia. Analysis of Production, Consumption and Sugar Import In Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian yang terjadi di Indonesia sekarang ini

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 45 TAHUN 2006 TENTANG PETUNJUK TEKNIS GERAKAN PENINGKATAN RENDEMEN TEBU DI JAWA TIMUR

Analisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor. Lilis Ernawati

PERAN SEKTOR INDUSTRI DALAM MENDUKUNG KEANEKARAGAMAN PANGAN

Universitas Sumatera Utara

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Pe elitian

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menuju Industri Gula Yang Berdaya Saing

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Gula (PG) dan Pabrik Spirtus (PS) Madukismo. PG dan PS Madukismo

DWIYANlP HENDRAWATL Efisiensi Pengusahaan Gula Tebu di Lahan Sawah Dengan Analisis Biaya Sumberdaya Domestik (Dibawah biiigan RITA NJRMALINA SURYANA)

MANAJEMEN RISIKO KINERJA AGROINDUSTRI GULA DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA X

DISAMPAIKAN PADA : RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2012 TANGGAL, 1-2 FEBRUARI 2012

KODE JUDUL : X.46 AGROEKOLOGI WILAYAH PENGEMBANGAN VARIETAS TEBU DI LAHAN KERING SULAWESI SELATAN MENDUKUNG PERCEPATAN PENCAPAIAN SWASEMBADA GULA

VIII. RENTE EKONOMI DAN SWASEMBADA GULA. Aktivitas lobi dan tekanan politik yang dilakukan kelompok produsen

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latar Belakang Pendirian Pabrik Sejarah Perkembangan Pabrik

BAB I PENDAHULUAN. Gula adalah salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan

ANALISIS STRATEGI BERSAING GULA RAFINASI (Studi pada PT. Jawamanis Rafinasi, Cilegon, Banten) OLEH SITI FAJAR ISNAWATI H

LINGKUNGAN BISNIS DALAM MENINGKATKAN DAYA SAING INDUSTRI GULA BUMN

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM BIDANG PERTANIAN UNTUK MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN PANGAN DAN ENERGI BERBASIS PERTANIAN

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. pemerintah yang konsisten yang mendukung pembangunan pertanian. Sasaran pembangunan di sektor pertanian diarahkan untuk meningkatkan

TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI PETANI DALAM USAHATANI TEBU

I. PENDAHULUAN. Tahun Produksi Impor

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

Transkripsi:

IMPLEMENTASI INSENTIF PERATURAN BAHAN BAKU MENTERI RAW PERINDUSTRIAN SUGAR IMPORNOMOR 10/M-IND/3/2017 UNTUK PABRIK DAN GULA KEBIJAKAN BARU DAN PEMBANGUNAN PABRIK PERLUASAN PG BARU DAN YANG PENGEMBANGAN TERINTEGRASI PG DENGAN EXISTING PERKEBUNAN BERBASIS TEBU TEBU YOGYAKARTA, 9 SEPTEMBER 2017

Setiap tahun produksi gula nasional yang dipenuhi oleh 48 Pabrik Gula (PG) milik BUMN dan 17 PG milik swasta, belum mampu memenuhi kebutuhan gula dalam negeri yang semakin meningkat. Tahun 2016 kebutuhan gula nasional mencapai 6,2 juta ton terdiri dari 3 juta ton gula konsumsi dan gula rafinasi untuk kebutuhan industri makanan dan minuman sebesar 3,2 juta ton, sementara produksi hanya sebesar 2,2 juta ton. Berdasarkan data tren produksi dan konsumsi gula nasional pada tahun 2012-2016 menunjukkan adanya kesenjangan (lag) yang semakin membesar dan hanya dapat dipenuhi melalui impor gula. Impor gula diberikan melalui 2 (dua skema) sesuai Permendag 117 Tahun 2015: 1. Untuk memenuhi kebutuhan industri makanan dan minuman melalui impor Gula kristal Mentah (GKM) yang diolah menjadi Gula Kristal Rafinasi (GKR) di dalam negeri agar dapat memberikan nilai tambah. 2. Untuk memenuhi kekurangan konsumsi rumah tangga melalui Impor Gula Kristal Putih (GKP) langsung atau GKM yang diolah menjadi GKP di dalam negeri. 2

Dalam rangka untuk memenuhi kekurangan produksi gula nasional tersebut, maka diperlukan adanya pembangunan PG-PG baru dengan kapasitas produksi yang memenuhi skala ekonominya. Untuk pembangunan PG baru dibutuhkan: a. Investasi yang besar karena PG yang dibangun harus terintegrasi dengan perkebunan tebu. b. waktu yang lama dalam penyediaan lahan dan pembibitan tebu (mulai penyediaan bibit pokok, bibit nenek, bibit induk, bibit datar dan tebu untuk giling), sebelum dapat beroperasi dengan penuh Pada prinsipnya banyak investor yang berminat untuk membangun PG baru, namun terdapat beberapa kendala diantaranya: 1. Kesulitan mendapatkan lahan yang sesuai untuk perkebunan tebu; 2. Insentif fiskal yang ada saat ini yaitu tax allowance dan tax holiday kurang menarik; Untuk itu, perlu diberikan insentif lainnya sesuai amanah PP No.2 Tahun 2017 tentang Pembangunan Sarana dan Prasarana Industri, bahwa Menteri Perindustrian dapat memberikan fasilitas non-fiskal bagi industri antara lain yaitu fasilitas memperoleh bahan baku Gula Kristal Mentah (GKM) Impor. 3

Ton Neraca Gula Nasional Tahun 2017-2030 12,000,000 10,000,000 8,000,000 6,000,000 4,000,000 2,000,000-2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 Jml Gula Eks Tebu 2,682, 2,910, 3,197, 3,540, 3,683, 3,881, 4,136, 4,391, 4,646, 4,901, 5,156, 5,411, 5,666, 5,921, Ttl. Konsumsi 6,262, 6,528, 6,796, 7,077, 7,352, 7,628, 7,905, 8,182, 8,446, 8,718, 8,990, 9,262, 9,535, 9,809, Neraca 3,579, 3,618, 3,598, 3,536, 3,669, 3,746, 3,768, 3,790, 3,799, 3,816, 3,833, 3,850, 3,868, 3,887, 1. Dengan penataan PG eksisting dan pembangunan 2 PG baru pertahun dengan kapasitas masingmasing 12.000 TCD, pada tahun 2030 impor gula masih tetap tinggi yaitu 3,89 juta ton (hampir sama dengan tahun 2017). 2. Untuk mencapai swa sembada gula pada tahun 2030, minimal harus dibangun 4 PG baru setiap tahun dengan kapasitas masing-masing 12.000 TCD 4

1) Potensi rendemen dan produktivitas tebu petani rendah (produktivitas di bawah 75 ton/ha dan rendemen di bawah 8%) serta belum semua PG menetapkan rendemen secara transparan dan melakukan analisis rendemen individu (ARI), sehingga menimbulkan ketidakpercayaan petani tebu. 2) Penataan varietas masih belum sesuai dengan kondisi agroklimat. 3) Kinerja sebagian besar PG masih rendah (efisiensi PG < 75% dari standar minimal 80%) sehingga terjadi inefisiensi proses pengolahan. 4) Mutu gula yang dihasilkan oleh PG BUMN sebagian besar belum sesuai standar (SNI GKP). 6) Industri hilir berbasis tebu (diversifikasi) belum terintegrasi dengan PG. 7) Pembangunan PG baru di luar Jawa terhambat status lahan yang belum clear and clean. 8) Insentif yang diberikan bagi investor yang membangun PG baru belum menarik 9) Kebijakan pemisahan pasar GKP dan GKR mengakibatkan perumusan kebijakan pergulaan nasional menjadi rumit dan memunculkan saling curiga antara pelaku PG GKP dan GKR. 5

A. Peningkatan Produksi 1. PG Existing Dilakukan penataan PG BUMN dengan kapasitas minimal 4.000 TCD agar pabrik lebih efisien (OR/Overall Recovery minimal 80%), menghasilkan mutu gula dengan ICUMSA maksimal 200 IU dan meningkatkan industri hilir yang terintegrasi. Adanya pengaturan perwilayahan kerja PG. Transparansi penetapan rendemen dan sistem beli tebu putus, memudahkan pelaksanaan stabilisasi harga dan meningkatkan pendapatan petani sehingga mendorong minat menanam tebu. 2. PG baru khususnya di luar Pulau Jawa Pembangunan PG Baru yang terintegrasi dengan perkebunan tebu minimum 2 unit per tahun dengan kapasitas masing-masing 10.000 TCD dalam rangka memenuhi kekurangan konsumsi gula nasional. PG Baru harus terintegrasi dengan industri hilirnya. 3. PG Rafinasi PG Rafinasi masih dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan industri makanan dan minuman yang semakin meningkat setiap tahunnya, namun kapasitas produksinya tidak bertambah. Didorong untuk membangun PG baru yang terintegrasi dengan perkebunan tebu dengan mutu SNI1 dan SNI2 (R1 dan R2) 6

Alur Penataan PG BUMN Saat ini terdapat 48 PG BUMN yang perlu dilakukan penataan meliputi: 1. PG yang memenuhi kriteria terdapat 9 PG 2. PG yang tidak memenuhi kriteria: a) PG memiliki lahan HGU yang perlu direvitalisasi, semula 7 PG menjadi 6 PG b) PG tidak memiliki lahan HGU i. PG Baru hasil regrouping PG-PG lama, semula 10 PG menjadi 3 PG. ii. PG yang perlu direvitalisasi dan regrouping, semula 22 PG menjadi 9 PG. 7

B. Pemberian Insentif Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa perolehan lahan untuk perkebunan tebu dan tingginya investasi pembangunan PG baru sehingga return on investment sangat lama, maka diperlukan fasilitas yang akan membuat investor tertarik untuk membangun pabrik gula baru baik di pulau jawa maupun di luar pulau jawa. Peraturan Menteri Perindustrian No 10 Tahun 2017 yang memberikan fasilitas impor Gula Mentah untuk PG baru dan PG lama yang melakukan investasi peningkatan kapasitas atau perluasan produksi diharapkan menjadi salah satu solusi menuju akselerasi peningkatan produksi gula nasional. Impor yang nantinya diberikan juga akan memperhitungkan neraca gula nasional sehingga tidak akan menyebabkan kelebihan stok yang dapat menyebabkan pertentangan dengan petani tebu, Permenperin ini justru akan membantu petani menjadi lebih sejahtera karena terdapat syarat lahan dan kapasitas produksi minimal berbasis tebu yang harus dipenuhi oleh Perusahaan. 8

Skema Insentif Bahan Baku GKM (Berkurang secara bertahap) Tahun ke Di Luar Pulau Jawa, 7 Tahun Bahan Baku dari Kebun (% Kapasitas Giling) Insentif Impor GKM (% Total Kapasitas Produk Gula) 1 20 90 2 30 85 3 40 80 4 55 72,5 5 70 65 6 80 60 7 90 55 8 100 0 Tahun ke Di Pulau Jawa, 5 Tahun Bahan Baku dari Kebun (% Kapasitas Giling) Insentif Impor GKM (% Total Kapasitas Produk Gula) 1 20 90 2 35 82,5 3 50 75 4 75 62,5 5 90 55 6 100 0 Tahun ke Perluasan, 3 Tahun Bahan Baku dari Kebun (% Kapasitas Giling) Insentif Impor GKM (% Total Kapasitas Produk Gula) 1 30 85 2 60 70 3 90 65 4 100 0 Persyaratan: Bahan baku tebu harus dari kebun sendiri atau hasil kemitraan dengan petani PG baru memiliki izin usaha industri (IUI) setelah 25 Mei 2010

Selama ini petani tebu yang selalu mendapatkan beban/kerugian dengan adanya ketidakefisienan Pabrik Gula (PG), akan tetapi dengan adanya penataan PG dan berdirinya PG-PG baru dengan mesin dan peralatan baru serta efisiensi tinggi serta sistem beli putus, maka petani akan diuntungkan dalam hal transparansi rendemen dan peningkatan pendapatan petani tebu. Dengan adanya pemberian fasilitas bahan baku GKM kepada Pabrik Gula baru yang terintegrasi dengan perkebunan tebu sesuai Peraturan Menteri Nomor 10/M- IND/PER/3/2017, maka petani tebu akan medapatkan: - jaminan kepastian penjualan hasil panen tebunya dengan harga yang kompetitif sesuai dengan kualitas tebu yang dihasilkan, sehingga hal ini akan mendorong minat petani untuk menanam dan meningkatkan efisiensi tebunya. - peningkatan kerjasama dengan PG-PG baru melalui bantuan pembibitan, pemupukan, bongkar ratoon, dll karena untuk mendapatkan fasilitas bahan baku GKM impor tersebut, Pabrik Gula (PG) diwajibkan untuk menyampaikan realisasi penggunan bahan baku tebunya setiap tahun. Untuk mengatasi stabilisasi harga, maka perlu untuk lebih meningkatkan peran BULOG, sehingga terdapat kepastian pembelian gula petani yang tidak terserap pasar dengan harga yang wajar. 10

TERIMA KASIH