BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bandara atau bandar udara yang juga populer disebut dengan istilah airport

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. terhadap tingkat pelayanan (level of service) terminal dan apron Bandara. Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang.

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP 93 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. memperlancar perekonomian sebagai pendorong, penggerak kemajuan suatu wilayah.

TUGAS AKHIR PEMETAAN NILAI KEKESATAN PADA PERMUKAAN PERKERASAN EKSISTING LANDAS PACU UTARA DI BANDARA SOEKARNO-HATTA

PENDAHULUAN BAB I. berpopulasi tinggi. Melihat kondisi geografisnya, transportasi menjadi salah satu

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2012 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PERKERASAN LANDAS PACU BANDARA SOEKARNO-HATTA MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK FAARFIELD

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bandar Udara dan Sistem Lapangan Terbang. Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation Organization):

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

Keselamatan Pekerjaan Bandar Udara

BAB I PENDAHULUAN. Bandara Internasional Minangkabau yang terletak 23 km dari pusat Kota

Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan - Universitas Gadjah Mada. Pertemuan Kesembilan TRANSPORTASI UDARA

PERENCANAAN BANDAR UDARA. Page 1

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Singkatan dari Advisory Circular, merupakan suatu standar dari federasi penerbangan Amerika (FAA) yang mengatur mengenai penerbangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (Airport) berfungsi sebagai simpul pergerakan penumpang atau barang dari

ANALISIS SFC PADA BANDAR UDARA SUPADIO PONTIANAK

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 04 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan transportasi udara adalah tersedianya Bandar Udara (Airport)

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

Standar dan Regulasi terkait Perencanaan, Perancangan, Pembangunan, dan Pengoperasian Bandar Udara Juli 28, 2011

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. laut, maupun udara perlu ditingkatkan. Hal ini bertujuan untuk menjangkau, menggali,

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1. 1 Bandara tersibuk di dunia tahun 2014 versi ACI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP.289 TAHUN 2012 TENTANG

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. terbang. Panjang runway utama ditentukan oleh pesawat yang memiliki maximum

BAB I PENDAHULUAN. strategis sehingga memiliki pengaruh positif dalam berbagai bidang. Moda

STUDI PENGEMBANGAN BANDAR UDARA HANG NADIM BATAM

PERTEMUAN KE - 1 PENGENALAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ini telah menjadikan peranan transportasi menjadi sangat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAPASITAS LANDAS PACU BANDAR UDARA SAM RATULANGI MANADO

BAB I PENDAHULUAN. Tahun Berangkat Transit Total % Pertumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Spesifikasi Bandara Radin Inten II

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sekaligus sebagai pendorong pertumbuhan pariwisata. Untuk

SKEP /40/ III / 2010

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP. 271 TAHUN 2012

ANALISA PERENCANAAN PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) APRON BANDAR UDARA SULTAN THAHA SYAIFUDDIN JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Desain Bandara Binaka Nias Untuk Pesawat Airbus 300A ABSTRAK

6.4. Runway End Safety Area (RESA)

2016, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI. A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 2 C. Ruang Lingkup permasalah... 3 D. Metode Penyusunan Laporan... 3 E. Sistematika Penulisan...

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

( LAPANGAN TERBANG ) : Perencanaan Lapangan Terbang

OPTIMASI KAPASITAS LANDAS PACU BANDAR UDARA SAM RATULANGI MANADO

BAB III METODOLOGI. (Runway) utara dapat dilihat pada bagan alir dibawah ini.

DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

PA U PESAW PESA AT A T TER

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4956);

Bandar Udara. Eddi Wahyudi, ST,MM

BAB I PENDAHULUAN. Bandar udara merupakan salah satu infrastruktur penting yang diharapkan

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG DAN MANAJEMEN KONSTRUKSI TAXIWAY DI BANDARA ADI SUTJIPTO YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. yang terjangkau, hal yang terpenting adalah keselamatan, keamanan dan

2017, No Safety Regulations Part 65) Sertifikasi Ahli Perawatan Pesawat Udara (Licensing of Aircraft Maintenance Engineer) Edisi 1 Amandemen

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan data yang ada yaitu pada tahun 2028 perkiraan jumlah penumpang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak penemuan roda sampai dengan penerbangan pesawat ulang-alik, daya tarikdan

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP. 271 TAHUN 2012

ICAO (International Civil Aviation Organization)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagian untuk kedatangan, keberangkatan dan pergerakan pesawat.

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Telepon : (Sentral) PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. LU dan antara 133,5-133,5 BT dengan luas wilayah 6,269 km 2 yang terbagi. dalam dua kelurahan 117 Desa dan 7 Kecamatan.

Kajian Pengendalian Mutu Lapis Permukaan Landas Pacu Bandara Kuala Pembuang Palangkaraya, Kalimantan Tengah

TUGAS AKHIR OPTIMALISASI KAPASITAS APRON TERMINAL 2 BANDAR UDARA SOEKARNO-HATTA AKIBAT PERPINDAHAN PESAWAT INTERNASIONAL

PENDAHULUAN. lainnya (Peraturan Menteri Nomor: PM.66 Tahun 2015). (kini bernama Bandara Internasional Jakarta Soekarno Hatta) dan Bandara

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP / 39 / III / 2010 TENTANG

NOTAM Kalimat lengkap untuk semua NOTAM yang direncanakan, terkait dengan pekerjaan aerodrome harus dicantumkan dalam MOWP.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. itu keselamatan menjadi prioritas utama dalam operasi penerbangan.

TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PENGAWASAN KEAMANAN PENERBANGAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA,

TUGAS Topik Khusus Transportasi BANDAR UDARA

BAB III LANDASAN TEORI. A. Petunjuk Pelaksanaan Perencanaan/ Perancangan Landasan pacu pada Bandar Udara

Perhitungan panjang landasan menurut petunjuk dari. persyaratan yang ditetapkan FAA, dengan pesawat rencana:

TUGAS AKKHIR ANALISIS PERANCANGAN TEBAL PERKERASAN APRON BANDARA INTERNASIONAL AHMAD YANI SEMARANG DENGAN METODE FEDERATION AVIATION ADMINISTRATION

BAB I PENDAHULUAN. merupakan alat transportasi yang aman dan nyaman. Salah satu mode transportasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hairul Azhar, 2014 kajian kapasitas terminal penumpang dan apron bandar udara h.as. hanandjoeddintanjungpandan

3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;

KANTOR OTORITAS BANDARA WILAYAH IV BALI, AGUSTUS 2017 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kemampuan untuk mencapai tujuan dalam waktu cepat, berteknologi

BAB V PENUTUP. 1. Implementasi Sistem Manajemen K3 pada PT.Merpati terbagi menjadi tiga

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin maju dari masa ke

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP. 85 Tahun 2016 TENTANG

Menimbang: a. bahwa dalam Subbagian 139H Peraturan Menteri

BAB V ANALISA KEBUTUHAN RUANG BANDARA PADA TAHUN RENCANA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bandar Udara Bandara atau bandar udara yang juga populer disebut dengan istilah airport merupakan sebuah fasilitas di mana pesawat terbang seperti pesawat udara dan helikopter dapat lepas landas dan mendarat. Suatu bandar udara yang paling sederhana minimal memiliki sebuah landasan pacu atau helipad (untuk pendaratan helikopter), sedangkan untuk bandara-bandara besar biasanya dilengkapi berbagai fasilitas lain, baik untuk operator layanan penerbangan maupun bagi penggunanya seperti bangunan terminal dan hanggar. Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation Organization) : Bandar udara adalah area tertentu di daratan atau perairan (termasuk bangunan, instalasi dan peralatan) yang diperuntukkan baik secara keseluruhan atau sebagian untuk kedatangan, keberangkatan dan pergerakan pesawat. 2.2. Landas Pacu Fasilitas landasan pacu merupakan fasilitas utama yang memegang peranan penting dalam pengoperasian suatu bandar udara. Pengertian landasan pacu adalah suatu daerah persegi panjang yang ditentukan pada bandar udara di daratan atau perairan yang dipergunakan untuk pendaratan dan atau lepas landas pesawat udara (KP 39 tahun 2015). II - 7

Bandara Internasional Soekarno-Hatta sebagai bandar udara di ibu kota negara mempunyai posisi yang sangat strategis, karena merupakan sentra pelayanan angkutan udara tingkat nasional dan merupakan pintu gerbang utama angkutan udara internasional di Indonesia. Kualitas perkerasan dan kekesatan permukaan landas pacu bandara akan menentukan keamanan, kenyamanan dan kelancaran operasional suatu bandara. Kekesatan pada permukaan perkerasan landas pacu yang menurun akan sangat berdampak pada keamanan pesawat udara saat melakukan pendaratan di landas pacu. Masalah yang muncul akibat menurunnya nilai kekesatan pada landas pacu akan membuat tingkat keamanan pada saat pendaratan sangat berbahaya apalagi di waktu musim penghujan. Selain itu, keselamatan penerbangan dan kenyamanan penumpang juga akan terganggu. 2.3. Perkerasan Landas Pacu Saat ini Bandara Internasional Soekarno-Hatta memiliki 2 landas pacu dengan posisi sejajar yaitu landas pacu selatan (07R-25L) dengan panjang 3660 meter dan landas pacu utara (07L-25R) panjang 3600 meter (12.008 ft). Kedua landas pacu ini mampu melayani maksimal 72 pergerakan pesawat udara per jam yang naik dan turun di landasan bandara Soekarno-Hatta. Kategori pesawat udara yang dilayani 91% berada dalam kategori medium (7-136 ton) dan sisa 9% termasuk kategori heavy (>136 ton). Nilai PCN struktur perkerasan yang dideklarasikan sebesar 120. Tersedia clearway II - 8

dengan dimensi 600 900 m x 150 m dan visually cleared. Selain itu, tersedia pula landas henti pada level penyediaan minimum dengan dimensi 60 m x 60 m. Landas henti berupa lapisan yang diperkeras (paved). Berikut ini adalah spesifikasi landas pacu utara Bandara Soekarno-Hatta: Tabel 2.1 Spesifikasi Ladas Pacu Utara NO FASILITAS DIMENSI (m) LUAS (m2) JENIS KONST. 1 Runway 07L-25R 3.600 x 60 216.000 Rigid 2 Stop Way 07L 60 x 60 3.600 Rigid 3 Stop Way 25 R 60 x 60 3.600 Rigid 4 Strip 3.170 x 300 951.000 Tanah (Sumber: Teknik Landasan PT. Angkasa Pura II (Persero), 2015) 2.4. Pemeliharaan Tingkat Kekesatan Permukaan Perkerasan Seiring waktu, kekesatan prasarana sisi udara akan memburuk karena sejumlah faktor. Faktor yang utama adalah karena terjadinya gesekan antara ban pesawat dengan permukaan perkerasan baik pada saat pengereman maupun saat pesawat berjalan yang mengakibatkan terjadi akumulasi kontaminasi karet pada permukaan perkerasan. Efek dari faktor diatas tergantung volume dan lalu lintas jenis pesawat yang berada diatasnya. Pengaruh lain pada tingkat kerusakan adalah kondisi cuaca lokal, jenis perkerasan yang digunakan (HMA atau PCC), bahan yang digunakan dalam konstruksi, perawatan dan pemeliharaan prasarana sisi udara. Kegagalan struktur perkerasan seperti rutting, raveling, retak, penurunan setempat dapat menyebabkan berkurangnya tingkat kekesatan. Perbaikan segera dari masalah ini harus dilakukan sebagaimana mestinya. Kontaminasi II - 9

seperti bekas karet, partikel debu, bahan bakar jet, tumpahan minyak, air, dan lumpur, dapat menyebabkan hilangnya kekesatan pada permukaan konstruksi perkerasan. Permasalahan utama yang banyak terjadi adalah bekas karet yang terjadi dari karet roda pesawat yang mendarat. Bekas gesekan karet banyak terdapat pada daerah pendaratan yang berpotensi besar untuk menutup permukaan perkerasan yang menyebebkan hilangnya kemampuan pesawat dalam pengereman dan mengontrol arah terutama saat kondisi basah. 2.5. Jadwal Evaluasi Kekesatan Perkerasan Pelaksana bandar udara dan pengguna lalu-lintas udara harus menjadwalkan periode pemeliharaan kekesatan permukaan perkerasan. Evaluasi dilakukan tergantung dari volume lalu-lintas, jenis dan berat pesawatnya. Jika volume, jenis dan berat pesawat lebih banyak, besar dan berat, maka diperlukan lebih sering untuk dievaluasi dibandingkan dengan bandar udara yang memiliki frekuensi penerbangan sedikit dan jenis pesawat yang lebih kecil dan lebih ringan. Pemeliharaan kekesatan perkerasan ini perlu dilakukan dengan memperhatikan waktu yang tersedia sehingga tidak menggangu jadwal penerbangan. Dalam hal ini diperlukan kerjasama dalam manejemen operasional untuk melaksanakan kontrol rutin atas penggunaan peralatan yang digunakan untuk evaluasi kekesatan prasarana sisi udara ini. Jadwal untuk survey dan evaluasi kekesatan perkerasan prasarana sisi udara sebagaimana tersaji pada tabel 2.1. yang dapat dijadikan pedoman dalam II - 10

pelaksanaannya. Tabel ini dihitung berdasarkan campuran rata-rata operasional pesawat yang banyak beroperasi di Indonesia seperti DC - 9, BAC - 111,B - 727, B - 737. Untuk bandar udara yang memiliki perhitungan lebih dari 20% (dua puluh persen) pesawat yang lebih besar (L -1011, B - 747, DC- 10, MD - 11, C - 5, dll ) dari total campuran pesawat terbang, disarankan untuk memilih melakukan tingkat yang lebih tinggi dalam melakukan survey kekesatan sebagai patokan minimum. Pelaksana bandar udara harus memiliki data-data yang akurat tentang jenis pesawat yang beroperasi di bandar udara untuk memastikan jadwal yang tepat dalam pelaksanaan survey pengujian kekesatan prasarana sisi udara tersebut. Tabel 2.2 frekuensi survei pengecekan kekesatan FREKUENSI PENDARATAN / HARI PENGECEKAN RUTIN 15 1 Tahun 16 30 6 Bulan 31 90 3 Bulan 91 150 1 Bulan 151 210 2 Minggu 210 1 Minggu (Sumber: Peraturan Dirjen Perhub. Udara No. KP 94 Tahun 2015) Dalam pelaporan hasil pengukuran kekesatan harus berisikan informasi sebagai berikut: a. Lokasi bandar udara; b. Waktu pelaksanaan pengukuran (tanggal dan jam); II - 11

c. Landas pacu yang diukur (disertai sketsa layout landas pacu dan nomor dan arah landas pacu); d. Jarak jalur lintasan pengukuran terhadap as runway; e. Kecepatan pengukuran yang diterapkan; f. Kondisi permukaaan perkerasan landas pacu; g. Rata-rata tingkat kekesatan per jalur untuk masing-masing pengukuran; h. Hasil semua pengukuran kekesatan untuk masing-masing jalur pengukuran. 2.6. Evaluasi Kekesatan perkerasan tanpa bantuan alat Evaluasi secara visual mengenai tingkat kekesatan permukaan perkerasan prasarana sisi udara tidak dapat diandalkan secara penuh untuk menilai tingkat kekesatan permukaan prasarana sisi udara tersebut. Pelaksana bandar udara yang mengoperasikan pesawat jenis jet harus mengatur jadwal pengujian kekesatan dengan menggunakan peralatan. Pada prinsipnya, inspeksi secara visual hanya dilakukan untuk menilai dan mencatat kondisi permukaan seperti terdapatnya genangan air, alur kerusakan serta kondisi struktur perkerasan. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa penilaian kekesatan secara visual semata hanya dilakukan sebagai langkah inspeksi dan bukan merupakan suatu kesimpulan dari kondisi permukaan perkerasan. II - 12

2.7. Panduan evaluasi dan pemeliharaan kekesatan Mengacu pada FAA AC No 150/5320-12C Measurement, Construction, and Maintenance of Skid-Resistant Airport Pavement Surfaces, Kementerian Perhubungan merekomendasikan peralatan-peralatan yang masing-masing dapat digunakan untuk pengujian kekesatan sebagaimana diuraikan secara singkat dalam tabel 2.3 dibawah ini. a. Pengadaan peralatan harus dilakukan pengujian sebelumnya dan terdapat jaminan pemeliharaan peralatanserta pelatihan personil sebagai bagian dari kontrak pengadaaan peralatan dengan pihak lain dengan sepengetahuan dan persetujuan Kementerian Perhubungan; b. Untuk bandar udara yang belum memiliki peralatan atau personil yang mampu untuk melaksanakan pemeliharaan kekesatan ini, pengujian dapat dilakukan oleh bandar udara terdekat yang telah memilikinya atau dapat dilakukan kerjasama dengan pihak ketiga (penyedia jasa) yang telah memiliki peralatan sebagaimana disyaratkan, memiliki personil yang terlatih dan mempunyai kompetensi penggunaan peralatan tersebut dibawah pengawasan Kementerian Perhubungan. c. Personel bandar udara wajib untuk mendapatkan pengetahuan dan penjelasan lebih mengenai prosedur dan data yang dihasilkan untuk tambahan pengetahuan personel tersebut. II - 13

Tabel 2.3 Klasifikasi tingkat kekesatan permukaaan perkerasan landas pacu untuk berbagai alat ukur yang digunakan. 65 km / h (40 mph) JENIS ALAT UJI Minimal Perawatan Konstruksi Baru Mu (myu) - Meter 0,42 0,52 0,72 (Sumber: Peraturan Dirjen Perhub. Udara No. KP 94 Tahun 2015) Berdasarkan klasifikasi tingkat kekesatan yang disampaikan dalam table 2.3 diatas, maka dapat diperhitungkan bahwa kondisi kekesatan yang menurun pada jarak yang pendek di landas pacu (runway) tidak menimbulkan masalah untuk keselamatan operasi penerbangan, namun bila penurunan kekesatan terjadi pada jarak yang panjang, maka diperlukan penanganan yang serius dan memerlukan tindakan perbaikan segera mungkin. d. Bila data pengujian kekesatan pada landas pacu yang basah didapat angka sama atau sedikit diatas nilai minimal sebagaimana disajikan dalam tabel 2.2 dalam jarak 152 m, maka tidak diperlukan tindakan atau koreksi yang dilakukan. Kondisi ini memperlihatkan bahwa tingkat kekesatan dalam kondisi menurun tetapi masih dalam kondisi yang aman. Pelaksana bandar udara harus tetap memantau situasi dan melakukan survey secara periodik untuk menganalisa tingkat kekesatan dan luasan kerusakan yang terjadi; e. Bila data pengujian kekesatan pada landas pacu yang basah didapat angka sama atau kurang dari nilai minimal sebagaimana disajikan II - 14

dalam tabel 2.2 dalam jarak 305 M dari ambang landa pacu, maka diperlukan suatu tindakan koreksi untuk menganalisa penyebab penurunan kekesatan dan evaluasi tingkat kerusakan serta melakukan langkah yang tepat dalam perbaikannya; f. Perencanaan dan pemeliharaan tingkat kekesatan dibawah nilai minimal Bila data pengujian kekesatan pada landas pacu yang basah didapat angka jauh dibawah nilai minimal pada jarak 152 meter, maka harus segera dilakukan tindakan korektif setelah menentukan sebab dari berkurangnya nilai kekesatan yang ada. Sebelum melakukan langkahlangkah perbaikan, pelaksana bandar udara harus melakukan penyelidikan secara keseluruhan mengenai kondisi landas pacu (runway) untuk mengetahui bila terdapat kekurangan sehingga diperlukan koreksi tambahan; g. Tingkat kekesatan untuk landas pacu baru Untuk landas pacu (runway) yang baru dibangun dan melayani pengoperasian pesawat turbo jet, nilai rata-rata tingkat kekesatan dalam kondisi basah dalam jarak 152 meter harus tidak kurang dari tabel 2.3 diatas. 2.8. Penggunaan Peralatan Mu- Meter Pengetahuan tentang kekesatan permukaan perkerasan sebagai suatu tambahan alat berguna dalam membantu menilai karakteristik permukaan. Data kekesatan permukaan mungkin nilainya terbatas untuk menentukan bahan perkerasan yang digunakan atau untuk menentukan teknik penyelesaian akhir pekerjaan perkerasan. Namun bagaimana pun bila II - 15

digabungkan penggunaan dengan pengujian secara fisik dan kimia, nilai kekesatan dapatmemberikan kontribusi dalam menilai sifat-sifat permukaan perkerasan. Nilai kekesatan yang diukur dengan alat ini dan prosedur yang dinyatakan dalam cara uji ini tidak perlu secara langsung cocok atau ada korelasi dengan nilai yang diperoleh dengan metode uji kekesatan permukaan perkerasan lain. Gambar 2.1. Alat Mu- Meter (Sumber: SNI 6748:2008) Gambar 2.2 Tampak atas dan potongan samping peralatan Mu-Meter (Sumber: SNI 6748: 2008) II - 16

Gambar2.3 Detail peralatan Mu-Meter (Sumber: SNI 6748: 2008) 2.9. Studi Literatur Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, penulis menggunakan referensi dari Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor: KP 94 Tahun 2015 tentang Pedoman Teknis Operasional Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 139-23 (Advisory Circular Casr Part 139-23), Pedoman Program Pemeliharaan Konstruksi Perkerasan Bandar Udara (Pavement Management System), Standar Nasional Indonesia (SNI 6748: 2008) tentang Cara Uji Kekesatan Pada Permukaan Perkerasan Menggunakan Alat Mu-Meter, Standar Operasional Prosedur (SOP) di PT. Angkasa Pura II (Persero) mengenai Prosedur Kontrol Ketebalan Rubber Deposite Dengan Menggunakan Alat Mu-Meter, dan literature lain terkait di dalam pembahasan ini. II - 17