BAB III LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

BAB III LANDASAN TEORI

Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (Revisi 3)

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1

BAB III LANDASAN TEORI. keras lentur bergradasi timpang yang pertama kali dikembangkan di Inggris. Hot

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. penetrasi, uji titik nyala, berat jenis, daktilitas dan titik lembek. Tabel 4.1 Hasil uji berat jenis Aspal pen 60/70

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal)

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel 4.1

PEMANFAATAN LIMBAH ABU SERBUK KAYU SEBAGAI MATERIAL PENGISI CAMPURAN LATASTON TIPE B

BAB III LANDASAN TEORI. dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded)

METODOLOGI PENELITIAN. untuk campuran lapis aspal beton Asphalt Concrete Binder Course (AC-

BAB III DESAIN DAN METODE PENELITIAN

PERBANDINGAN PENGARUH PENGGANTIAN AGREGAT KASAR No. 1/2 dan No. 3/8 TERHADAP PARAMETER MARSHALL PADA CAMPURAN HRS-WC 1 Farid Yusuf Setyawan 2

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1.a. Bagan Alir Penelitian

3. pasir pantai (Pantai Teluk Penyu Cilacap Jawa Tengah), di Laboratorium Jalan Raya Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam

BAB III LANDASAN TEORI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PENGGUNAAN STEEL SLAG

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG

HASIL DAN PEMBAHASAN

NASKAH SEMINAR INTISARI

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL

METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik

BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA Uji Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. Pada pembuatan aspal campuran panas asbuton dengan metode hot mix (AC

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat

Gambar 4.1. Bagan Alir Penelitian

KAJIAN LABORATORIUM SIFAT FISIK AGREGAT YANG MEMPENGARUHI NILAI VMA PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS HRS-WC

BAB III LANDASAN TEORI. perkerasan konstruksi perkerasan lentur. Jenis perkersana ini merupakan campuran

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan. Pengujian Bahan

KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC

METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.12 Desember 2015 ( ) ISSN:

BATU KAPUR BATURAJA SEBAGAI FILLER PADA LAPIS ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) CAMPURAN PANAS. Hamdi Arfan Hasan Sudarmadji

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

PEMANFAATAN ABU VULKANIK GUNUNG KELUD PADA CAMPURAN ASPAL BETON

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian

BAB III Landasan Teori LANDASAN TEORI. A. Bahan Penyusun Campuran Perkerasan Lapis Aus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODOLOGI PENELITIAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Yogyakarta dapat disimpulkan sebagai berikut : meningkat dan menurun terlihat jelas.

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR

PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU ( BAGASSE ASH OF SUGAR CANE ) SEBAGAI BAHAN PENGISI ( FILLER ) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS LASTON

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV Metode Penelitian METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian

PENGARUH SUHU DAN DURASI TERENDAMNYA PERKERASAN BERASPAL PANAS TERHADAP STABILITAS DAN KELELEHAN (FLOW)

DAFTAR PUSTAKA. 1. Bina Marga Petunjuk Pelaksanaan Lapis Tipis Aspal Beton. Saringan Agregat Halus Dan Kasar, SNI ;SK SNI M-08-

III. METODOLOGI PENELITIAN

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN:

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP KEDALAMAN ALUR RODA PADA CAMPURAN BETON ASPAL PANAS

ANALISIS KARAKTERISTIK LAPISAN TIPIS ASPAL PASIR (LATASIR) KELAS A YANG SELURUHNYA MEMPERGUNAKAN AGREGAT BEKAS

PENGARUH KEPIPIHAN DAN KELONJONGAN AGREGAT TERHADAP PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA ABSTRAK

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia Fakultas

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB III METODE PENELITIAN

Zeon PDF Driver Trial

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013)

Akhmad Bestari, Studi Penggunaan Pasir Pantai Bakau Sebagai Campuran Aspal Beton Jenis HOT

DAFTAR PUSTAKA. Abdullah.(1998):Pemanfaatan Asbuton untuk Lasbutag dan Latasbusir, Direktorat

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMA KASIH... ii ABSTRAK... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... ix

Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.2, Januari 2013 ( )

PENGARUH ENERGI PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI SENJANG

PENGARUH POROSITAS AGREGAT TERHADAP BERAT JENIS MAKSIMUM CAMPURAN

NASKAH SEMINAR. PENGARUH LIMBAH PADAT STYROFOAM DENGAN VARIASI 0%, 2%, 4% dan 6% PADA CAMPURAN AC-WC DI TINJAUH DARI KARAKTERISTIK MARSHALL 1 ABSTRACT

KAJIAN EKSPERIMENTAL CAMPURAN HRS-WC DENGAN ASPAL MINYAK DAN PENAMBAHAN ADITIF LATEKS SEBAGAI BAHAN PENGIKAT

Jurnal Sipil Statik Vol.5 No.1 Februari 2017 (1-10) ISSN:

VARIASI AGREGAT LONJONG PADA AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) I Made Agus Ariawan 1 1

Gambar 4.1 Bagan alir penentuan Kadar Aspal Optimum (KAO)

Spesifikasi lapis tipis aspal pasir (Latasir)

STUDI PENGGUNAAN PASIR SERUYAN KABUPATEN SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI CAMPURAN ASPAL BETON AC WC

ANALISIS STABILITAS CAMPURAN BERASPAL PANAS MENGGUNAKAN SPESIFIKASI AC-WC

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. dengan variasi sekam padi dan semen sebagai filler, dapat disimpulkan sebagai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN. (AASHTO,1998) dan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan tahun 2010.

konstruksi lapisan perkerasan dimaksudkan agar tegangan yang terjadi sebagai

TINGKAT KEMUDAHAN MEMENUHI SPESIFIKASI PADA BERBAGAI JENIS CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT.

KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

BAB III METODE PENELITIAN. aspal dan bahan tambah sebagai filler berupa abu vulkanik.

ANALISIS ITS (INDIRECT TENSILE STRENGTH) CAMPURAN AC (ASPHALT CONCRETE) YANG DIPADATKAN DENGAN APRS (ALAT PEMADAT ROLLER SLAB) Naskah Publikasi

PENGARUH UKURAN BUTIRAN MAKSIMUM 12,5 MM DAN 19 MM TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN AC-WC

PENGARUH JUMLAH TUMBUKAN PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI MENERUS JENIS ASPHALT CONCRETE (AC)

PENGGUNAAN SPEN KATALIS PADA CAMPURAN LAPISAN TIPIS ASPAL BETON (HOT ROLLED SHEET-WEARING COURSE)

BAB IV. HASIL dan ANALISA Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

Transkripsi:

BAB III LANDASAN TEORI A. Hot Rolled Sheet (HRS) Menurut Kementerian Pekerjaan Umum (Bina Marga revisi 2010), lapis tipis aspal beton (lataston) adalah lapisan penutup yang terdiri dari dari campuran agregat bergradasi senjang, filler dan aspal keras dengan perbandingan tertentu; yang dicampur dan dipadatkan secara panas (dalam suhu tertentu, minimum 124ºC), dengan ketebalan padat 2,5 cm atau 3 cm. konstruksi perkerasan HRS dalam penggunaannya dibagi menjadi dua kelas yaitu kelas A dan kelas B. Perbedaan kedua konstruksi perkerasan tersebut terdapat pada gradasi agregat yang digunakan, beban lalu lintas dan segi pemakaian. Jenis agregat yang digunakan terdiri dari agregat kasar, agragat halus dan butiran pengisi (filler), sedangkan aspal yang digunakan biasanya jenis aspal keras AC 60-70 dan AC 80-100. Pembuatan Hot Rolled Sheet (HRS) bertujuan untuk mendapatkan suatu lapisan permukaan atau lapisan antar pada perkerasaan jalan raya yang mampu memberikan sumbangan daya dukung serta berfungsi sebagai lapis kedap air yang dapat melindungi konstruksi bawahnya. Hot Rolled Sheet bersifat lentur dan mempunyai durabilitas yang tinggi, hal ini disebabkan campuran HRS dengan gradasi timpang mempunyai rongga dalam campuran yang cukup besar, sehingga mampu menyerap jumlah aspal dalam jumlah banyak (7-8%) tanpa terjadi bleeding. Selain itu, HRS mudah dipadatkan sehingga lapisan yang dihasilkan mempunyai kekedapan terhadap air dan udara tinggi. Kegagalan dini yang sering terjadi di lapangan adalah pada proses penghamparan dan pemadatan karena HRS tidak sepenuhnya murni gapgraded (Bina Marga, 2010). Menurut Bina Marga (2010), dua hal yang mempengaruhi campuran lataston yaitu : a. Gradasi yang benar-benar senjang. Gradasi senjang dapat diperolah dengan mencampurkan pasir halus dengan agregat pecah mesin. Batas bahan bergradasi senjang pada lataston terletak diantara bahan yang lolos saringan No.8(2,36 mm) tetapi tertahan saringan No.30 (0,600 mm), yang 15

16 menggunakan suatu campuran agregat kasar dan agregat halus. b. Rongga udara pada kepadatan membal (refusal density) harus memenuhi ketentuan yang ditunjukan oleh pedoman. B. Spesifikasi Campuran Hot Rolled Sheet (HRS) Campuran pada penelitian ini adalah Hot Rolled Sheet (HRS) yang memiliki gradasi senjang. Ketentuan sifat-sifat campuran Lataston mengacu pada Bina Marga (2010) yang terlihat pada tabel berikut : Tabel 3.1 Persyaratan HRS untuk Kepadatan Lalu Lintas Berat No Spesifikasi Nilai 1 Jumlah tumbukan 75 x 2 2 Densitas 3 VITM 6% 4 VFMA 68% 5 Stabilitas 800 kg 6 Flow 3 mm 7 Marshall Quotient 250 kg / mm Sumber : kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, Spesifikasi Umum 2010 (Revisi 3) C. Bahan Penyusun Perkerasan Bahan penyusun perkerasan jalan adalah aspal, agregat, bahan pengisi (filler) serta karet sebagai additive. Hasil yang baik dan berkualitas dalam menghasilkan perkerasan jalan dapat diperoleh jika menggunakan bahan-bahan dengan kualitas baik. Berikut adalah penjelasan bahan penyusun perkerasan : 1. Aspal Aspal berasal dari miyak mentah (crude oil) dan ada juga yang berasal dari sisa organisme mahkluk hidup dan tumbuhan dari masa lampau yang sudah lama tertimbun oleh batu tanah, sehingga menjadi sendimen dan terakumulasi dalam lapisan-lapisan tanah. Sedimen tersebut lama kelamaan akan terproses menjadi minyak mentah yang menjadi senyawa dasar hydrocarbon. Aspal yang biasa ditemukan berasal dari minyak, tetapi ada juga aspal yang berasal dari bahan alam seperti asbuton atau dikenal dengan istilah mineral.

17 Tabel 3.2 Pengujian dan Persyaratan Aspal Keras Pen 60/70 No Jenis Pengujian Metode Persyaratan 1 Penetrasi, 25 C, 100gr, 5 detik, 0,1 mm SNI 06-2456-1991 60-70 2 Titik Lembek, C SNI 06-6434-1991 48 3 Daktilitas, 25 C SNI 06-2432-1991 100 4 Titik Nyala, C SNI 06-2433-1991 232 5 Berat Jenis SNI 06-2441-1991 1,0 6 Berat yang Hilang, % SNI 06-2441-1991 0,8 7 Penetrasi Setelah Kehilangan Berat SNI 06-2456-1991 0,75 8 Kelarutan Terhadap CCL SNI 06-2443-1991 0,99 Sumber: Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, Spesifikasi Umum 2010 (Revisi 3) 2. Agregat Agregat biasanya berasal dari batu pecah, krikil, pasir ataupun komposisi lainnya, baik hasil alam (natural aggregate), hasil pengolahan (manufactured aggregate) maupun agregat buatan (syntetic aggregate) yang digunakan sebagai bahan utama penyusun perkerasan jalan. Agregat yang biasa dipakai dalam campuran HRS-WC harus bisa memenuhi persyaratan yang telah ditentukan sebagai berikut : Tabel 3.3. Persyaratan Agregat untuk campuran HRS-WC No Jenis Pemeriksaan Syarat Satuan 1 Keausan dengan mesin Los Angeles SNI 2417 : 2008 <30% 2 Kelekatan dengan aspal SNI 2439 :2011 >95% 3 Kekekalan bentuk agregat terhadap natrium SNI 3407 :2008 12% 4 Material lolos ayakan no:200 SNI 03-4142 : 1996 <1% 5 Partikel pipih dan lonjong ASTM D4791 perb Sumber: Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, Spesifikasi Umum 2010 (Revisi 3) 1:5 10%

18 Tabel 3.4. Persyaratan Agregat untuk campuran HRS-WC No Jenis Pengujian Syarat 1 Sand equivalent (SNI 03-4428 : 1997) Min 60% 2 Berat jenis semu (SNI 3423 : 2008) < 3% 3 Peresapan terhadap air (SNI 03-6877 : 2002) 2,5 gr/cc Sumber : Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, Spesifiksi Umum 2010 (Revisi 3) 3. Bahan Pengisi (Filler ) Dilihat dari pengertiannya, bahan pengisi atau filler merupakan bagian dari agregat, maksudnya filler pada susunan gradasi ini adalah material yang lolos ayakan No.200 (0.075 mm), bahan tersebut tidak kurang dari 75% dari yang lolos saringan No.30 (0,600 mm) serta bersifat non plastis. Filler berfungsi untuk mengisi bagian-bagian yang kosong (rongga-rongga atau celah yang terdapat pada sela-sela agregat). Bahan filler dapat berupa abu batu, abu batu kapur atau semen. D. Karakteristik Marshall Rancangan campuran berdasarkan metode Marshall ditemukan oleh Bruce Marshall, dan telah distandarisasi oleh ASTM ataupun AASHTO melalui beberapa modifikasi, yaitu ASTM D 1559-76, atau AASHTO T-245-90. Prinsip dasar metode Marshall adalah pemeriksaan stabilitas dan kelelehan (flow), serta analisis kepadatan dan pori dari campuran padat yang terbentuk. Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji) berkapasitas 22,2 KN (5000 lbs) dan flowmeter. Proving ring digunakan untuk mengukur nilai stabilitas, dan flowmeter untuk mengukur kelelehan plastis atau flow. Prosedur pengujian Marshall mengikuti SNI 06-2489-1991, atau AASHTO T 245-90, atau ASTM D 1559-76. Secara garis besar pengujian Marshall meliputi: persiapan benda uji, penentuan berat jenis bulk dari benda uji, pemeriksaan nilai stabilitas dan flow, dan perhitungan sifat volumetric benda uji. Pada persiapan benda uji, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain: 1. Jumlah benda uji yang disiapkan. 2. Persiapan agregat yang akan digunakan. 3. Penentuan temperatur pencampuran dan pemadatan. 4. Persiapan campuran aspal beton. 5. Pemadatan benda uji.

19 6. Persiapan untuk pengujian Marshall. Jumlah benda uji yang disiapkan ditentukan dari tujuan dilakukannya uji Marshall tersebut. Agregat yang akan digunakan dalam campuran dikeringkan di dalam oven pada temperatur 105-110ºC. Setelah dikeringkan agregat dipisahpisahkan sesuai fraksi ukurannya dengan mempergunakan saringan. Temperatur pencampuran bahan aspal dengan agregat secara umum berkisar antara 145 ºC- 160 ºC, sedangkan suhu pemadatan antara 110 ºC-140 ºC. E. Formula Perhitungan Marshall Formula untuk menganalisa campuran aspal panas (menurut SNI 06-2489- 1991) adalah sebagai berikut: 1. Berat Jenis Aspal Salah satu jenis pengujian yang terdapat dalam persyaratan mutu aspal adalah berat jenis. Selain untuk memenuhi persyaratan aspal, berat jenis juga diperlukan pada saat pelaksanaan untuk konversi dari berat ke volume atau sebaliknya. Pemeriksaan berat jenis aspal di laboratorium (Specific Gravity Test) adalah perbandingan antara berat aspal dan berat air suling dengan isi yang sama pada suhu tertentu (25 C atau 15,6 C). A : massa piknometer dan penutup; B : massa piknometer dan penutup berisi air; C : massa piknometer, penutup dan benda uji; D : massa piknometer, penutup, benda uji dan air. 2. Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat... (3.1) Agregat total terdiri atas fraksi-fraksi agregat kasar, agregat halus, dan bahan pengisi (filler) yang masing-masing mempunyai berat jenis yang berbeda, baik berat jenis kering dan berat jenis semu. Penyerapan terhadap air juga berbeda antara agregat kasar dan agregat halus. a. Agregat Kasar 1) Berat jenis kering

20... (3.2) 2) Berat jenis semu 3) Penyerapan air 4) Berat jenis efektif... (3.3)...(3.4)...(3.5) Sd : Berat Jenis Kering Sa : Berat Jenis Semu Sw : Penyerapan Air A : berat benda uji kering oven B : berat benda uji jenuh kering permukaan C : berat benda uji dalam air b. Agregat Halus 1) Berat jenis kering...(3.6) 2) Berat jenis semu...(3.7) 3) Penyerapan air...(3.8) 4) Berat jenis efektif...(3.9) Sd : Berat Jenis Kering Sa : Berat Jenis Semu Sw : Penyerapan Air Bk : Berat pasir kering B : Berat piknometer + air

21 Bt : Berat piknometer + pasir + air SSD : Berat pasir kering permukaan 3. Rongga dalam Agregat (VMA) Rongga antar mineral agregat (VMA) adalah ruang rongga diantara partikel agregat pada suatu perkerasan, termasuk rongga udara dan volume aspal efektif (tidak termasuk volume aspal yang diserap agregat). VMA dapat dihitung dengan rumus berikut :...(3.10) VMA : Rongga udara pada mineral agregat (%) %Aspal : Kadar aspal terhadap campuran (%) B.J. Agregat : Berat jenis efektif 4. Rongga dalam Campuran (VIM) Rongga udara dalam campuran (VIM) dalam campuran perkerasan beraspal terdiri atas ruang udara diantara partikel agregat yang terselimuti aspal. Volume rongga udara dalam campuran dapat ditentukan dengan rumus berikut:...(3.11) Berat jenis maksimum teoritis :...(3.12) VIM : Rongga udara pada campuran seteah pemadatan (%) B.J Teoritis : Berat jenis campuran maksimum teoritis setelah pemadatan (gr/cc) 5. Rongga terisi Aspal (VFWA) Rongga terisi aspal (VFWA) adalah persen rongga yang terdapat diantara partikel agregat yang terisi oleh aspal, tidak termasuk aspal yang diserap oleh agregat. Rumus adalah sebagai berikut:...(3.13)

22 VFWA : Rongga udara terisi aspal (%) VMA : Rongga udara pada mineral agregat (%) 6. Stabilitas Nilai stabilitas diperoleh berdasarkan nilai masing masing yang ditunjukkan oleh jarum arloji. Untuk nilai stabilitas, nilai yang ditunjukkan pada arloji perlu dikonversi terhadap alat Marshall. Hasil pembacaan di arloji stabiilitas harus dikalikan dengan nilai kalibrasi proving ring yang digunakan pada alat Marshall. Pada penelitian ini, alat Marshall yang digunakan mempunyai nilai kalibrasi proving ring sebesar 15,9. Selanjutnya, nilai tersebut juga harus disesuaikan dengan angka koreksi terhadap ketebalan benda uji. 7. Kelelehan (Flow) Tabel 3.3 Angka koreksi tebal benda uji Tebal (mm) Angka Koreksi 65 0,935 66 0,90 67 0,885 68 0,865 69 0,855 70 0,845 71 0,835 72 0,825 Sumber: Asphalt Institute MS-2, 1988 Seperti halnya cara memperoleh nilai stabilitas, nilai flow diperoleh dari angka yang ditunjukkan jarum arloji pembacaan flow pada alat Marshall. Hanya saja, untuk arloji pembacaan flow, nilai yang didadpat sudah dalam satuan mm, sehingga tidak perlu dikonversi lebih lanjut. 8. Marshall Quotient (MQ) Marshall Quotient (MQ) merupakan hasil pembagian dari stabilitas dan kelelehan. Sifat Marshall tersebut dapat dihitung dengan rumus berikut: Keerangan :...(3.14) MQ Flow : Marshall Quotient (kg/mm) : Kelelehan (mm)