BAB I PENDAHULUAN. menjadi masalah kesehatan global. Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan secara global

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II PENDAHULUANN. Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di

BAB I PENDAHULUAN. menjadi masalah kesehatan global. Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan secara global

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berdasarkan data yang diterbitkan oleh Joint United National Program on

BAB II KAJIAN PUSTAKA. macam kebijakan dan program komprehensif. Empat pilar penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DETERMINAN LOSS TO FOLLOW UP

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

BAB I. PENDAHULUAN. infeksi Human Immunodificiency Virus (HIV). HIV adalah suatu retrovirus yang

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di Asia. (2) Meskipun ilmu. namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.

BAB I PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome) merupakan salah satu penyakit infeksi yang

BAB I PENDAHULUAN. hangat dibahas dalam masa sekarang ini adalah penyakit HIV/AIDS (Human

BAB I PENDAHULUAN. masalah HIV/AIDS. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang

1 Universitas Kristen Maranatha

Silabus Mata Kuliah Kesehatan Seksual dan HIV/AIDS Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana

BAB 1 PENDAHULUAN. merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya

RETROSPEKTIF LONGITUDINAL ANALISIS: ODHA LOSS TO FOLLOW UP (LTFU) SAAT MENJALANI TERAPI DI YAYASAN KERTI PRAJA BALI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Untuk komunitas dari komunitas: Jangan hanya di puskesmas dan rumah sakit!

BAB I PENDAHULUAN. juga berpengaruh terhadap keadaan sosioekonomi meskipun berbagai upaya. penyakit ini (Price & Wilson, 2006; Depkes RI 2006).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Program Peningkatan Cakupan Tes HIV, Inisiasi Dini ART dan Kelangsungan ODHA Minum ARV pada Populasi Berisiko Tinggi di Kota Denpasar,

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit epidemik di

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. dan faktor ekologi (Supariasa,2001 dalam Jauhari, 2012). untuk melawan segala penyakit yang datang. Pada saat kekebalan tubuh kita

BAB I PENDAHULUAN. Sumber: Kemenkes, 2014

BAB I PENDAHULUAN. menginfeksi sel-sel sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak

BAB I PENDAHULUAN.

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiensy Vyrus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Imunnodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Imunne Deficiency

sebuah tinjauan strategi dr. Abednego Dani N Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul PROGRAM PENGENDALIAN HIV&AIDS KABUPATEN BANTUL

57 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bahkan negara lain. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KERANGKA ACUAN KEGIATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. tertinggi dia Asia sejumlah kasus. Laporan UNAIDS, memperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) didefinisikan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia

KERANGKA ACUAN KLINIK MS DAN VCT PENDAHULUAN

Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), yaitu sekumpulan gejala. oleh adanya infeksi oleh virus yang disebut Human Immuno-deficiency Virus

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai masalah di masyarakat. Angka kematian HIV/AIDS di

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired UKDW

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LOSS TO FOLLOW UP PADA ODHA YANG MENERIMA TERAPI ARV DI KLINIK AMERTHA YAYASAN KERTI PRAJA BALI TAHUN

Integrasi Program PPIA (PMTCT ) di Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak

BAB II PENDAHULUANN. Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 kedokteran umum

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. tahunnya. Jumlah penderita HIV/AIDS menurut WHO 2014 di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan AIDS (Acquired Immuno-Deficiency Syndrome). Virus. ibu kepada janin yang dikandungnya. HIV bersifat carrier dalam

BAB I PENDAHULUAN. penyakit, diantaranya Acquired Immuno Defeciency Syndrome. (AIDS) adalah kumpulan penyakit yang disebabkan oleh Virus

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. (AIDS) pada tahun 1981 telah berkembang menjadi masalah kesehatan. (UNAIDS) dalam laporannya pada hari AIDS sedunia tahun 2014,

BAB VI PEMBAHASAN. dikaitkan dengan tujuan penelitian maupun penelitian terdahulu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

OUT-OF-POCKET PASIEN HIV/AIDS RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT JAKARTA TAHUN 2012

I. PENDAHULUAN. Penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah gejala atau

PREDIKTOR KEMATIAN PASIEN HIV/AIDS DENGAN TERAPI ANTIRETROVIRAL (ARV) DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BADUNG BALI PERIODE TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune. rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV 1.

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PASIEN DENGAN TINGKAT KEPATUHAN TERAPI ARV DI RAWAT JALAN UPIPI RUMAH SAKIT DR. SOETOMO

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

SUFA (Strategic Use of ARV) di Kabupaten Jember ; Capaian dan Kendala

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tersebut disebut AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome). UNAIDS

BAB I PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh dan biasanya menyerang sel CD4 ( Cluster of

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau AIDS. tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV (Kemenkes RI, 2014).

LEMBAR FAKTA HARI AIDS SEDUNIA 2014 KEMENTERIAN KESEHATAN 1 DESEMBER 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah keseluruhan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau orang

4.6 Instrumen Penelitian Cara Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Etika Penelitian BAB V.

BAB I PENDAHULUAN. yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi

Jurnal Farmasi Andalas Vol 1 (1) April 2013 ISSN :

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian

PERAN CERAMAH TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG AIDS PADA SISWA KELAS XI SMK NEGERI 4 SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. tubuh manusia tersebut menjadi melemah. Pertahanan tubuh yang menurun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan IMS yang dilaksanakan di banyak negara, nampaknya belum

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Epidemi HIV/AIDS sejak pertama kali ditemukan hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan global. Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan secara global 34 juta, jumlah kasus baru HIV 2,5 juta, jumlah kematian 1,7 juta, memenuhi syarat pengobatan 14,8 juta orang dan mendapatkan pengobatan ARV 8 juta orang pada tahun 2011. Secara global dengan adanya terapi antiretroviral (ARV), infeksi baru dan kematian sampai tahun 2011 dilaporkan menurun masing-masing sebesar 86% dan 18% namun hanya 50% yang baru mendapatkan terapi serta sebagian besar orang dewasa mengalami putus obat atau loss to follow up (LTFU), hal ini menunjukkan masih adanya kesenjangan dalam akses terapi ARV (UNAIDS 2012; UNAIDS, 2013b, 2013a). Data dari 18 negara menunjukkan bahwa rata-rata retensi untuk orang yang memakai ART menurun dari waktu ke waktu, dari sekitar 86% pada 12 bulan sampai 72% pada 60 bulan (UNAIDS, 2013a). Indonesia termasuk 12 negara di Asia Pasifik dengan peningkatan kasus HIV lebih dari 90% dari tahun 2001 sampai 2012 sebesar 2,6 kali dari sebelumnya (UNAIDS, 2013). Trend kejadian LTFU secara kumulatif di Indonesia mengalami peningkatan yaitu per Juni 2013 sebesar 15,74% menjadi 17,95% per Juni 2014. Provinsi Bali menduduki urutan kelima di Indonesia dari segi jumlah kasus HIV/AIDS (Kemenkes RI, 2014). Laporan perkembangan HIV/AIDS triwulan II tahun 2014 mencatat 5802 odha yang pernah menerima terapi ARV di Provinsi Bali 1

2 dengan 3598 kasus masih terapi ARV, 1063 LTFU, 664 meninggal, 459 rujuk keluar dan 18 diketahui menghentikan terapi ARV dengan persentase kejadian LTFU di Bali per Juni 2014 yaitu 18,32% (1063/5802). Jumlah kumulatif AIDS di Bali sebesar 4261 kasus dengan Kota Denpasar jumlah tertinggi 2.113 (49,59%), kedua Kabupaten Buleleng 593 (13,92%), dan ketiga Kabupaten Badung 550 (12,91%) (Kemenkes RI, 2014). Tingkat konsistensi dan kepatuhan odha masih menjadi masalah di Indonesia termasuk Bali dengan program penanggulangan HIV yang baik tetapi hanya sedikit yang diketahui tentang determinan LTFU pengobatan HIV/AIDS. World Health Organization (WHO) mempunyai ketentuan target LTFU dalam satu tahun pertama pengobatan yaitu < 20% ( Bennett et al, 2006; Bekolo et al, 2013;). Layanan terapi ARV di Bali terdapat di beberapa rumah sakit umum daerah salah satunya RSUD Badung. RSUD Badung memiliki cakupan layanan yang luas untuk wilayah Bali Selatan khususnya Kabupaten Badung dengan Klinik Bali Medika sebagai satelitnya. Klinik Bali Medika merupakan klinik swasta dibawah Yayasan Bali Peduli yang fokus pada layanan untuk kelompok LSL (lelaki seks lelaki) di wilayah Kuta dan menyediakan layanan test HIV, terapi ARV gratis, buddy atau pendampingan untuk odha dan alat pendukung kepatuhan (reminder tool). Jumlah kumulatif pasien yang menerima ARV di RSUD Badung dan satelitnya dalam laporan sampai Juli 2014 sebanyak 671 yang telah menerima terapi ARV, dengan 76 (11,3%) meninggal, 79 (11,8%) LTFU, 42 (6,3%) rujuk keluar yang tercatat dalam rekam medis dan tersimpan di layanan VCT Sekar Jepun.

3 Terapi ARV memerlukan kepatuhan berkelanjutan tingkat tinggi dan monitoring untuk menekan replikasi virus, meningkatkan imunologi dan hasil klinis, menurunkan risiko resistansi terhadap obat ARV, serta mengurangi risiko penularan HIV (WHO, 2013). Persentase LTFU pada satu tahun pertama terapi ARV merupakan indikator pendeteksian dini terjadinya resistensi obat dan keberhasilan terapi ARV (Bennett et al, 2006; Kemenkes RI, 2011a). Pencatatan LTFU dilakukan untuk kepentingan analisa kohort sebagai indikator bagi tim klinik, kabupaten dan kota melihat seberapa baik program terapi ARV yang telah berjalan (Kemenkes RI, 2011c). Banyak orang tidak mengakses perawatan setelah diagnosis dan mengalami LTFU selama pengobatan karena tidak adanya intervensi proaktif dan layanan dukungan (UNAIDS, 2012a). Tingginya tingkat LTFU meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan HIV dalam program perawatan dan pengobatan HIV (Mugisha et al, 2014). Kematian adalah alasan paling umum dicatat untuk 233 (47,94%) dari yang mengalami LTFU (Wubshet et al, 2013). LTFU meningkatkan risiko kematian pada odha (Alvarez-Uria et al, 2013; Bekolo et al, 2013; Edwards et al, 2014; Odafe et al, 2012; Onoka et al, 2012; Somi et al, 2012). Insiden terjadinya LTFU pada pasien yang menerima ARV bervariasi, dari beberapa penelitian di negara lain menunjukkan bahwa semakin lama terapi ARV yang diterima maka insiden dan persentase LTFU juga semakin besar (Odafe et al, 2012; Tran et al,2013; Kate et al, 2014; Mugisha et al, 2014).

4 Penelitian tentang LTFU pada odha yang menerima terapi ARV di Indonesia masih sangat terbatas terutama pada fasilitas layanan pemerintah seperti rumah sakit. Penelitian LTFU di Provinsi Bali pernah dilakukan di Yayasan Kerti Praja Bali tahun 2013 pada mayoritas perempuan pekerja seks dan berasal dari penduduk luar Bali yang cenderung mobile, dengan kejadian LTFU sebesar 14,1% dan insiden LTFU sebesar 5,15 per 100 person years. Penelitian yang sama juga pernah dilakukan tahun 2012 menggunakan data TAHOD (Treat Asia HIV Observasional Database) dari 18 site di Asia-Pacific termasuk Bali namun hasil yang ditunjukkan bersifat agregat. Penelitian di berbagai negara menunjukkan beberapa faktor determinan yang berkaitan dengan kejadian LTFU seperti pendidikan ( Krishnan et al, 2011; Hassan et al, 2012), pekerjaan (Alvarez-Uria et al, 2013; Kate et al, 2014), status pernikahan (Alvarez-Uria et al, 2013; Bekolo et al, 2013; Mugisha et al, 2014), risiko penularan HIV (Gerver et al, 2010), jarak dari tempat pelayanan kesehatan (Bekolo et al, 2013; Hassan et al, 2012), kadar CD4 ( Gerver et al, 2010; Schöni-Affolter et al, 2011; Onoka et al, 2012; Alvarez-Uria et al, 2013; Bekolo et al, 2013; Evans et al, 2014; Mugisha et al, 2014;) dan stadium WHO (Odafe et al, 2012; Saka et al, 2013). Namun masih ditemukan hasil yang tidak konsisten, dimana laki-laki (Evans et al, 2013; Mugisha et al, 2014; Odafe et al, 2012; Onoka et al, 2012; Tran et al, 2013; Weigel et al, 2013) dan umur muda (Bekolo et al, 2013; Saka et al, 2013; Tran et al, 2013; Kate et al, 2014) lebih beresiko mengalami LTFU tetapi penelitian lain menyebutkan perempuan (Saka et al., 2013) dan umur lebih tua (Sabapathy et al, 2012) yang lebih beresiko untuk LTFU. Hasil yang tidak konsisten juga ditemukan

5 pada stadium klinis WHO karena sangat dipengaruhi oleh prilaku odha dalam mencari layanan kesehatan (Hsiao et al, 2003; Berheto et al, 2014). Penelitian secara longitudinal penting dilakukan untuk mengetahui keberhasilan program terapi ARV yang telah berlangsung dengan indikator LTFU pada setting fasilitas kesehatan yaitu rumah sakit pemerintah yang umumnya kurang optimal untuk program penjangkauan (outreach) dibandingkan klinik swasta serta sebagian besar populasi merupakan penduduk lokal. Penjangkauan yang baik sangat menentukan kejadian LTFU pada pasien odha (Lamb et al, 2012). Melalui penelitian ini diharapkan dapat teridentifikasi determinan LTFU pasien yang menerima ART pada populasi umum di Bali yang selama ini belum pernah dilakukan. Penelitian ini nantinya dapat memberikan kontribusi kepada praktisi dan pemegang program terhadap monitoring dan evaluasi keberhasilan pengobatan ARV pasien odha khususnya di rumah sakit pemerintah.

6 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka pertanyaan dalam penelitian ini terkait determinan loss to follow up pasien odha yang menerima terapi ARV di layanan VCT Sekar Jepun RSUD Badung tahun 2006-2014 yang meliputi: 1.2.1 Berapa median time kejadian loss to follow up pasien odha? 1.2.2 Berapa insiden rate kejadian loss to follow up pasien odha? 1.2.3 Berapa median time kejadian loss to follow up pasien odha pada kebijakan terapi ARV? 1.2.4 Berapa insiden rate kejadian loss to follow up pasien odha pada kebijakan terapi ARV? 1.2.5 Bagaimana kondisi klinis odha yang menerima terapi ARV saat akhir pengamatan? 1.2.6 Apakah ada hubungan antara karakteristik sosiodemografi (umur, jenis kelamin, status bekerja, pendidikan, status menikah, pengawas minum obat (PMO), dan risiko penularan HIV) dengan loss to follow up? 1.2.7 Apakah ada hubungan antara karakteristik klinis (berat badan, kadar CD4, kadar haemoglobin, infeksi oportunistik, stadium klinis, status fungsional, status TB, dan jenis ARV (golongan NRTI dan NNRTI) dengan loss to follow up? 1.2.8 Apakah ada hubungan antara karakteristik layanan (jenis tempat layanan dan kebijakan terapi) dengan loss to follow up?

7 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan umum Mengetahui kejadian dan determinan loss to follow up pasien odha yang menerima terapi ARV di layanan VCT Sekar Jepun, RSUD Badung tahun 2006-2014. 1.3.2 Tujuan khusus Penelitian loss to follow up pasien odha yang menerima terapi ARV di layanan VCT Sekar Jepun, RSUD Badung ini bertujuan untuk mengetahui sebagai berikut: 1. Median time kejadian loss to follow up pasien odha. 2. Insiden rate kejadian loss to follow up pasien odha. 3. Median time kejadian loss to follow up pasien odha berdasarkan kebijakan terapi ARV. 4. Insiden rate kejadian loss to follow up pasien odha berdasarkan kebijakan terapi ARV. 5. Kondisi klinis odha yang menerima terapi ARV saat akhir pengamatan 6. Karakteristik sosiodemografi, layanan dan klinis pasien odha yang menerima terapi ARV di layanan VCT Sekar Jepun RSUD Badung tahun 2006-2014 yang meliputi a) umur, b) jenis kelamin, c) pendidikan, d) status bekerja, e) status menikah, f) pengawas minum obat (PMO), g) risiko penularan HIV, h) berat badan, i) kadar CD4, j) kadar haemoglobin, k) infeksi oportunistik, l)

8 stadium klinis WHO, m) status fungsional, n) status TB, o) jenis ARV NRTI, p) jenis ARV NNRTI, q) jenis tempat layanan, r) kebijakan terapi ARV. 7. Hubungan variabel karakteristik sosiodemografi (umur, jenis kelamin, status bekerja, pendidikan, status menikah, pengawas minum obat (PMO), dan risiko penularan HIV), karakteristik klinis (berat badan, kadar CD4, kadar haemoglobin, infeksi oportunistik, stadium WHO, status TB, golongan NRTI, golongan NNRTI dan status fungsional) dan karakteristik layanan (jenis tempat layanan dan kebijakan terapi ARV) dengan loss to follow up pada pasien odha yang menerima terapi ARV di layanan VCT Sekar Jepun RSUD Badung tahun 2006-2014. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Praktis 1. Bahan masukan dan monitoring keberhasilan layanan CST (care support treatment) melalui indikator loss to follow up di layanan publik milik pemerintah sehingga berguna untuk meningkatkan pemantauan dan mengoptimalkan retensi dalam perawatan dan perbaikan program selanjutnya. 2. Penelitian ini juga memberikan manfaat pada odha sebagai subyek dalam terapi ARV untuk memiliki kesadaran dan pemahaman untuk meningkatkan kepatuhan mereka dalam terapi sehingga kualitas hidup odha dapat meningkat.

9 1.4.2 Teoritis Referensi dan acuan bagi penelitian selanjutnya terkait terapi ARV terutama yang berhubungan dengan loss to follow up pada pasien odha.