BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
PENGEMBANGAN PRODUK BERBASIS ANTHROPOMETRI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pekerja merupakan salah satu komponen yang perlu mendapatkan

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Hasil Perhitungan Seluruh Tahapan Menggunakan Metode REBA, REBA, OWAS & QEC

Perbaikan Fasilitas Kerja Divisi Decal Preparation pada Perusahaan Sepeda di Sidoarjo

BAB 1 PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. jasa produksi (Eko Nurmianto, 2008). Fasilitas kerja yang dirancang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Postur kerja kurang ergonomis saat bekerja bersumber pada posisi kerja operator

BAB I PENDAHULUAN. kerja, modal, mesin dan peralatan dalam suatu lingkungan untuk menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. baik, salah satunya adalah fasilitas kerja yang baik dan nyaman bagi karyawan,

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

METHOD ENGINEERING & ANTROPOMETRI PERTEMUAN #10 TKT TAUFIQUR RACHMAN ERGONOMI DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

ANALISA POSTUR KERJA TERHADAP AKTIVITAS MANUAL MATERIAL HANDLING MENGGUNAKAN METODE OWAS

IMPLEMENTASI KONSEP ERGONOMI PADA PEMBUATAN ALAT TENUN TRADISIONAL MENGGUNAKAN PRINSIP PERANCANGAN YANG DAPAT DISESUAIKAN

ERGONOMI DESAIN MEJA DAN KURSI SISWA SEKOLAH DASAR

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB I PENDAHULUAN. pada perindustrian kecil masih menggunakan dan mempertahankan mesin

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Khususnya bagi industri pembuatan canopy, tralis, pintu besi lipat,

BAB I PENDAHULUAN. dalam kawasan Pusat Industri Kecil (PIK) yang bergerak dalam bidang

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I.1 Latar Belakang. Gambar I.1 Data Produksi Tahun Sumber : PT.Karya Kita. Gambar I.2 Alur Proses Produksi PT.

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Ergonomi Antropometri

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab 1 Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap produktivitas kerja manusia. Perancangan atau redesain

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB I PENDAHULUAN. terutama kegiatan penanganan material secara manual (Manual Material

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

ANALISIS POSTUR KERJA DAN KELUHAN PEKERJA PADA AKTIVITAS PEMOTONGAN BAHAN BAKU PEMBUATAN KERIPIK

ABSTRAK. v Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi per Kapita Seminggu pada Makanan Tahu dan Tempe Jenin Bahan Makanan

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab 1 Pendahuluan

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. atau man made disease. Penyakit Akibat Kerja menurut OSHA. tahun 1992, dimana sekitar 62% pekerja menderita Musculoskeletal

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Stasiun Kerja Bawahan. Stasiun Kerja Finishing. Gambar 1.1 Stasiun Kerja Pembuatan Sepatu

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kecelakaan, penyakit dan keluhan-keluhan kesehatan yang disebabkan

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

MODUL I DESAIN ERGONOMI

RANCANG ULANG WHEELBARROW YANG ERGONOMIS DAN EKONOMIS

BAB I PENDAHULUAN. Dunia industri di Indonesia masih didominan dengan penggunaan tenaga

Ergonomic and Work System Usulan Fasilitas Kerja yang Ergonomis Pada Stasiun Perebusan Tahu di UD. Geubrina

BAB I PENDAHULUAN. repository.unisba.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. negara. Industri sepenuhnya terintegrasi ke dalam rantai pasokan secara

PERANCANGAN TEMPAT PENCELUP UNTUK PROSES PEWARNAAN BENANG TENUN (STUDI KASUS : Di IKM Tenun Ikat MEDALI MAS )

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

ABSTRAK. Laporan Tugas Akhir

PERANCANGAN ELEMEN-ELEMEN RUMAH TINGGAL DENGAN MEMPERTIMBANGKAN DATA ANTHROPOMETRI

Desain Troli Ergonomis sebagai Alat Angkut Gas LPG

PERBAIKAN POSTUR KERJA PADA PROSES PENGIKIRAN WAJAN DI SP ALUMINIUM YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 2 LANDASAN TEORI. tersebut digunakan sebagai dasar dan penunjang pemecahan masalah.

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan setelah perang dunia kedua, tepatnya tanggal 12 Juli 1949 di Inggris

BAB I PENDAHULUAN. Unit kerja menengah CV. Raya Sport merupakan usaha yang. memproduksi pakaian (konveksi). Pada kegiatan proses produksi ditemukan

Bab 1 Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

HALAMAN JUDULN ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN DOSEN PEMULA

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. berdiri yang di lakukan secara terus menerus atau dalam jangka waktu yang lama

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. nilai tambah bagi produk sehingga dapat dijual dengan harga kompetitif di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Analisis Postur Kerja Terkait Musculoskeletal Disorders (MSDS) pada Pengasuh Anak

Seminar Nasional IENACO 2016 ISSN: DESAIN ALAT BANTU PADA AKTIVITAS PENUANGAN MATERIAL KEDALAM MESIN PENCAMPUR DI PT ABC DENGAN METODE REBA

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. disokong oleh beberapa kaki dan ada yang memiliki laci, sedangkan kursi adalah

JURNAL SKRIPSI. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Industri

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Industri garmen merupakan salah satu industri kerajinan. Industri ini,

BAB I PENDAHULUAN. Industri manufaktur di Indonesia, sekarang ini mengalami. pangsa pasar tidak hanya lokal tetapi internasional. Industri seperti ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan fisik yang merupakan hasil budi daya manusia (made-man). Hal ini. menaklukkan alam lingkungannya. Tujuan pokok manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam menghasilkan barang dan jasa yang bermutu tinggi. Namun, menurut Notoadmodjo

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang memberikan sumbangan terbesar dalam industri tekstil pada

Transkripsi:

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1 Review PT. Union Jaya Pratama PT Union Jaya Pratama merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang pembuatan kasur busa. Hasil produksi dikelompokkan menjadi 3 jenis berdasarkan ukuran yaitu: kecil (90x200cm), sedang (120x200cm), besar (180x200cm). Perusahaan ini menggunakan material busa dan kain yang dipasok oleh perusahaan lain. Proses produksi kasur busa pada perusahaan ini didominasi kerja manual yang dilakukan oleh operator. Mesin yang digunakan dalam membantu proses produksi hanya mesin jahit. Proses produksi yang dilakukan dari bahan baku busa hingga kasur busa jadi antara lain, pemotongan kain, proses jahit (mesin jahit), penyarungan, dan pembungkusan. Proses pembungkusan kasur busa di PT Union Jaya Pratama dilakukan oleh 2 orang operator laki-laki dengan beberapa langkah bertahap yaitu: penarikan plastik pembungkus (untuk disarungkan pada kasur busa), pemotongan plastik sesuai ukuran (menggunakan gunting), perekatan plastik pembungkus dengan cara dipanaskan (menggunakan setrika). 4.2 Analisa Rancangan Produk Berdasarkan Ergonomi Menurut teori pengertian ergonomi, analisis dibedakan menjadi empat kelompok yaitu analisis tentang tampilan, analisis tentang kekuatan fisik manusia, anlisis tentang ukuran tempat kerja, dan analisis tentang lingkungan kerja. Semua analisis bertujuan untuk menciptakan sebuah rancangan yang cocok dengan situasi dan kondisi sekitarnya (ergonomis). Dibawah ini akan dibahas analisa rancangan produk berdasarkan 4 analisis ergonomi tersebut. 4.2.1 Analisis Tentang Tampilan Dalam perancangan produk meja pembungkus ini terdapat beberapa tanda-tanda komunikasi yang diberikan dalam penggunaan alat seperti berikut ini: Dalam proses pembungkusan kasur dibutuhkan plastik pembungkus sesuai spesifikasi kasur itu sendiri. Plastik pembungkus itu sendiri berupa lembaran yang digulung. Spesifikasi plastik pembungkus yang digunakan dibedakan dari 1

2 ketebalan plastik itu sendiri. Plastik pembungkus tipis digunakan untuk kasur dengan ketebalan <18 cm sedangkan, plastik pembungkus tebal digunakan untuk kasur dengan ketebalan >18 cm. Sehingga dalam perancangan meja pembungkus, gulungan plastik pembungkus dibedakan berdasarkan sisi meja pembungkus itu sendiri. Yang dimaksud adalah plastik pembungkus tipis pada sisi muka, sedangkan yang tebal pada sisi dalam. Selain itu pada setiap penempatan gulungan plastik pembungkus diberikan sebuah pelat tipis yang diberikan tulisan ukuran 0.25 untuk plastik tipis dan 0.40 untuk plastik tebal yang bertujuan agar mengurangi kekeliruan operator dalam proses pembungkusan. 4.2.2 Analisis Tentang Kekuatan Fisik Manusia Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan ditemukan masalah yaitu proses pembungkusan kasur di perusahaan tersebut tidak ergonomis. Pembungkusan kasur saat ini menggunakan cara manual yang dengan 2 operator. Tidak ergonomis karena terlihat pada saat operator menarik gulungan plastik dengan posisi tubuh yang terlalu membebankan pinggang. Jika hal tersebut dilakukan secara terus menerus, maka akan mengakibatkan produktifitas menjadi lambat dan target dari produksi perusahaan menjadi berkurang. Sedangkan untuk fasilitas saat ini dapat dikatakan sangat tidak memadai, karena saat ini untuk pengganti meja digunakan tumpukkan busa yang tingginya tidak sesuai sehingga operator cenderung membungkuk, serta gulungan plastik pembungkus yang diletakkan di lantai yang mengharuskan operator menarik plastik dengan kuat saat ingin melakukan proses pembungkusan. Hal ini dalam jangka waktu dekat seperti bekerja seharian saja sangat terasa efek lelah dan nyeri di beberapa bagian punggung. Keluhan operator yang sudah lama bekerja pada proses pembungkusan yaitu nyeri dan pegal di punggung yang tidak hilang walaupun sudah beristirahat. Diharapkan dengan dilakukan perancangan meja pembungkus dapat meningkatkan ketahanan fisik dari operator, karena operator dapat bekerja dengan posisi yang nyaman. Sehingga apabila operator tidak merasa lelah dan nyaman bekerja akan secara otomatis produktifitas meningkat dan target dapat dengna mudah terlampaui.

4.2.3 Analisis Tentang Ukuran Tempat Kerja Pada kondisi saat ini, operator melakukan proses pembungkusan dengan area kerja berukuran (340x200cm) sehingga tidak memungkinkan untuk merancang dan menaruh rancangan alat apabila tidak dilakukan perluasan area kerja. Rencana awal perluasan area telah disetujui oleh pihak perusahaan tersebut. Dengan ukuran meja pembungkus 240x180cm yang dibutuhkan karena pertimbangan ukuran kasur terbesar yang diproduksi adalah 200x180cm. Maka, perluasan area yang dibutuhkan adalah sekitar 70cm untuk sisi lebar dari area kerja tersebut. 4.2.4 Analisis Tentang Lingkungan Kerja Proses pembungkusan kasur dilakukan di ruangan yang terbuka. Sehingga cahaya dan temperatur sesuai dengan keadaan di luar ruangan. Cahaya yang dibutuhkan untuk operator melakukan proses produksi sangatlah cukup karena mendapat sinar langsung dari matahari walaupun sudah disediakan fasilitas berupa lampu yang memadai untuk kondisi gelap seperti mendung ataupun pada saat lembur. Sedangkan untuk temperatur udara biasanya normal karena disekitar pabrik tidak terdapat mesin yang mengeluarkan udara/hawa panas. Sedangkan untuk kebisingan hanya sedikit karena semua proses produksinya dilakukan secara manual. Suara bising hanya dikeluarkan dari mesin jahit yang berjumlah dua unit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi lingkungan sekitar proses pembungkusan tidak berpengaruh, sehingga tidak perlu dilakukan atau diberikan tindakan yang sifatnya segera dilakukan.

4 4.3 Antropometri 4.3.1 Pengumpulan Data Antropometri Tabel 4.1 Data Pengukuran Dimensi Tubuh Operator Pada Posisi Berdiri OPERATOR KODE X1 X2 X3 X4 X5 37 Thn 40 Thn 21 Thn 27 Thn 43 Thn B1 199 210 206 197 212 B2 156 166 170 160 168 B3 146 154 157 149 162 B4 73 81 82 73 79 B5 81 82 85 85 92 B6 98 94 94 98 94 B7 158 171 158 160 167 B8 88 88 87 94 92 B9 66 73 76 79 82 B10 134 139 143 135 140 B11 21 40 41 33 37 B12 27 22 25 53 23 B13 98 102 106 103 102 B14 75 77 85 72 77 B15 22 20 27 47 22 4.3.2 Pengolahan Data Antropometri Contoh perhitungan simpangan baku (S) Dik : n = 5 B4 = 73 + 81+... + 79 5 = 77 cm Tabel 4.2 Rekapitulasi Standar Deviasi Kode (cm) B4 77,6 B13 102,2

Tabel 4.3 Persentil P 50 Kode P50 (cm) B4 77,6 B13 102,2 Contoh perhitungan persentil P 50 th B4 = _ x = 77 cm 4.3.3 Analisis Perhitungan Ukuran Meja Pembungkus Dalam perancangan meja pembungkus setiap ukuran tinggi dan lebar sangat diperhitungkan sesuai dengan operator yang bersangkutan. Untuk perancangan produk meja pembungkus ini digunakan prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran rata-rata dengan alasan agar dapat dipakai dengan nyaman oleh kedua operator (tidak terlalu rendah ataupun terlalu tinggi), dan juga apabila terjadi pergantian operator dapat diatasi dengan sistem adjustable yang sudah diaplikasikan pada meja pembungkus tersebut. Gambar 4.1 Meja Pembungkus 3 Dimensi. Untuk rentang panjang ukuran adjustable sebanyak 20 cm, dirancang demikian berdasarkan data rata-rata ukuran dimensi tubuh laki-laki orang Indonesia, karena seluruh operator yang bekerja di PT Union Jaya Pratama

6 laki-laki kecuali operator khusus penjahitan. Ukuran dimensi tubuh rata-rata orang Indonesia adalah 172 cm, dengan ukuran 162 cm untuk ukuran terendah (persentil 5) sedangkan 183 cm untuk ukuran tertinggi (persentil 95) laki-laki orang Indonesia. Dengan demikian rentang antara data orang Indonesia terendah dengan yang tertinggi adalah 21 cm. Sedangkan adjustable pada meja pembungkus ini bisa bertambah rendah sebanyak 10 cm dan bertambah tinggi sebanyak 10 cm. Gambar 4.2 Adjustable System. 4.3.4 Analisis Ukuran Produk Perancangan ukuran meja yang diaplikasikan tersebut mengikuti perhitungan sebagai berikut : 1. Tinggi dari bagian tengah telapak tangan ke lantai (B4) dengan persentil 50 (P50). Data ini memiliki nilai 77 cm. Nilai ini adalah tinggi dari tempat meletakkan setrika ke lantai. Dalam menentukan tinggi tempat setrika ini digunakan dimensi B4 dimana B4 merupakan tinggi pangkal paha ke lantai dan digunakan persentil 50 karena mengacu pada dimensi rata-rata kelima operator yang bekerja di perusahaan ini dan diasumsikan ukuran ini nyaman untuk kelima operator tersebut. tinggi rata-rata dari seluruh operator berada

pada persentil 50, sehingga diasumsikan, bahwa persentil 50 cocok untuk operator. 2. Jarak siku ke lantai (B13) dengan persentil 50-th (P50). Data ini memiliki nilai 102,2 cm yang digunakan untuk tinggi meja ke lantai. Digunakannya dimensi B13 dimana B13 ini karena dimensi ini menunjukkan tinggi siku ke lantai. Dalam perancangannya, B13 ini dikurangi sebanyak 10 cm. Ukuran angka 10cm merupakan setengah dari tinggi kasur itu sendiri. Sehingga B13 menjadi cm. 4.3.5 Analisis Berdasarkan Faktor Umur Analisis berdasarkan faktor umur menyajikan informasi secara umum dimensi tubuh manusia yang akan tumbuh dan bertambah seiring dengan bertambahnya umur, yaitu sejak awal kelahiran sampai dengan umur 20 tahunan. Namun faktor tersebut tidak terlalu sulit pada saat melakukan analisa karena operator telah melampaui umur 20 tahun, sehingga dimensi tubuh tidak akan mengalami perubahan yang signifikan lagi. Sehingga untuk menentukan tinggi meja pembungkusan yang sesuai dengan operator yang bekerja saat ini tidaklah sulit, hanya perlu mempertimbangkan apabila terjadinya pergantian operator. Sehingga diputuskan untuk merancang meja pembungkus yang adjustable (ketinggian meja pembungkus dapat diatur). 4.3.6 Analisis Berdasarkan Faktor Jenis Kelamin Analisis berdasarkan faktor jenis kelamin dilakukan untuk membedakan antara dimensi ukuran tubuh yang dimiliki oleh laki-laki dengan dimensi ukuran tubuh yang dimiliki oleh wanita. Pada umumnya, dimensi ukuran tubuh laki-laki akan lebih besar jika dibandingkan dengan wanita. Namun proses pembungkusan telah diwajibkan dikerjakan oleh pria karena pekerjaan ini dinilai cukup berat untuk seorang wanita. Selain itu kaum wanita telah ditetapkan untuk bekerja di proses penjahitan, karena proses menjahit lebih membutuhkan ketelitian sedangkan proses pembungkusan lebih membutuhkan tenaga. Dengan adanya data seperti itu maka untuk ukuran meja pembungkus dibuat sesuai dengan ukuran tubuh pria ratra-rata orang Indonesia.

8 4.3.7 Analisis Berdasarkan Faktor Suku/Bangsa Analisis berdasarkan faktor suku/bangsa dilakukan untuk membedakan karakteristik fisik yang dimiliki oleh operator yang akan menggunakan rancangan alat ini. Hal tersebut dikarenakan setiap suku, bangsa ataupun kelompok etnik akan memiliki karakteristik fisik yang berbeda satu dengan yang lainnya. Operator yang menggunakan rancangan alat ini memiliki kesamaan suku/bangsa, sehingga rancangan alat yang akan dibuat menggunakan dimensi ukuran karakteristik fisik yang sama satu dengan yang lainnya. Selain itu untuk pemakaian ukuran tinggi meja serta ukuran lainnya digunakan ukuran rata-rata orang Indonesia, sehingga walaupun operator diganti dengan berbeda suku tidak menjadi kendala besar karena meja pembungkus inipun sudah adjustable. 4.3.8 Analisis Berdasarkan Faktor Posisi Tubuh Analisis berdasarkan faktor posisi tubuh dilakukan karena sikap ataupun posisi tubuh akan berpengaruh terhadap ukuran tubuh. Oleh karena itu, posisi tubuh yang standar harus diterapkan untuk survei pengukuran agar tidak terjadi perbedaan akibat posisi tubuh yang kurang baik. Posisi tubuh operator tidak boleh terlalu sering membungkuk terlebih untuk membungkuk abnormal (berlebihan), hal tersebut akan menyebabkan perubahan postur tubuh apabila dilakukan secara terus menerus. Oleh sebab itu hal tersebut dihindari dengan cara memperhitungkan sudut membungkuk yang normal dengan memakai ukuran antropometri rata-rata orang Indonesia untuk tinggi meja dan peletakkan alat-alat lainnya sehingga operator lebih nyaman dalam bekerja. 4.4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja 4.4.1 Analisis Rancangan Berdasarkan Keselamatan Kerja Keselamatan kerja adalah sebuah proses yang merencanakan dengan tujuan mengendalikan situasi yang mempunyai peluang untuk terjadinya kecelakaan kerja dengan cara membuatkan sistem baru. Proses yang sedang direncanakan yaitu merancang sebuah meja untuk proses pembungkusan yang disebut dengan meja pembungkus, dirancangnya meja pembungkus ini memiliki tujuan untuk menambahkan fasilitas yang sebelumnya tidak ada.

Dengan tidak adanya fasilitas untuk proses pembungkusan, para pekerja saat ini terpaksa harus memilih alternatif seperti pada gambar dibawah ini: Gambar 4.3 Area Kerja. Dapat dilihat pada gambar diatas tersebut, area kerja sangat terbatas dan tidak terlihat adanya tempat gunting yang biasa digunakan untuk memotong plastik pembungkus dan juga setrika yang biasa digunakan untuk merekatkan plastik pembungkus tersebut. Sehingga dengan keadaan seperti itu sangat besar kemungkinan terjadi kecelakaan berupa kontak fisik dengan alat setrika. Menurut data yang didapat dari perusahaan, terjadi kecelakaan berupa kaki yang tertimpa oleh alat setrika dan tangan yang tekena alat setrika. Berikut data kecelakaan yang terjadi selama tahun 2013 (Januari-Juni): Tabel 4.4 Kecelakan Kerja Pada Tahun 2013 (Januari-Juni) No Jenis Kecelakaan Frekuensi 1. Tangan terkena setrika 9 2. Kaki tertimpa setrika 11 Total 20 Kecelakaan tersebut terjadi karena tidak adanya fasilitas pendukung untuk meletakkan alat setrika. Operator meletakkan alat setrika di sembarang tempat yang akhirnya menimbulkan kemungkinan terjadinya kecelakaan. Antisipasi untuk menghindari terjadinya kecelakaan seperti disebutkan diatas, dalam perancangan meja pembungkus telah dibuatkan tempat setrika dan

10 gunting. Hal tersebut dibuatkan dengan tujuan setrika mempunyai tempat khusus agar tidak ada kemungkinan terjatuh sehingga adanya kecelakaan. 4.4.2 Analisis Rancangan Berdasarkan Kesehatan Kerja Kesehatan kerja merupakan sebuah kondisi dimana operator merasa sehat dan tidak mengalami gangguan fisik, mental, emosi atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan sekitar. Dalam proses pembungkusan saat ini sangat tidak mendukung kesehatan operator. Hal tersebut terbukti dengan metode REBA, setelah menganalisa postur tubuh berdasarkan hasil rekaman proses kerja telah dinilai dan menunjukkan hasil untuk segera ditindaklanjut secepatnya karena beresiko sangat tinggi. Gambar di bawah ini menunjukkan nilai REBA: Gambar 4.4 Hasil analisis REBA sebelum aplikasi desain Meja Kerja Ergonomis.

Gambar 4.5 Input REBA sebelum aplikasi desain Meja Kerja Ergonomis. Dengan adanya penilaian diatas dapat dijelaskan bahwa postur tubuh operator tidak benar, dan hal itu terjadi karena tidak ada fasilitas yang menunjang seperti: Tinggi meja alternatif (tumpukan busa) terlalu rendah sehingga operator cenderung membungkuk selama bekerja yang akan mengakibatkan nyeri dan pegal-pegal setelah bekerja. Tinggi tumpukan busa adalah 56 cm. Gambar 4.6 Tinggi tumpukan kasur sebagai meja kerja. Gulungan plastik diletakkan diatas lantai, sehingga pada saat operator ingin memulai proses pembungkusan operator harus membungkuk untuk

12 mengambil ujung dari gulungan plastik tersebut. Selain itu beban berat ketika menarik gulungan plastik pembungkus yang diletakkan di lantai sehingga tenaga untuk menarik plastik keluar dari gulungan cukup berat. Beban diperhitungkan lebih dari 10 kg. Hal yang akan ditimbulkan apabila terlalu sering membungkuk dengan sudut berlebihan akan terjadi gangguan system musculoskeletal yang terjadi sebab adanya tekanan pada discus intervertebralis (tulang punggung). Tekanan yang terjadi pada tulang punggung terlalu sering akan mengakibatkan low back pain (nyeri pinggang). Low back pain merupakan gangguan yang seharusnya dapat hilang apabila orang yang mengalaminya telah istirahat, tetapi apabila hal ini dialami terlalu sering maka akan mengakibatkan rasa nyeri tidak hilang walaupun sudah istirahat. Nyeri ini terjadi ketika bergerak secara repetitive, sehingga sulit untuk melakukan pekerjaan, terkadang tidak sesuai dengan kapasitas kerja.