Dwi Agus Santoso, Nur Husodo Jurusan D3 Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111

dokumen-dokumen yang mirip
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA Oleh : Dwi Agus Santoso

TUGAS AKHIR. Oleh: Muhammad Husen Bahasa Dosen Pembimbing: Ir. Nur Husodo, M. Sc.

PENGARUH DURASI GESEK, TEKANAN GESEK DAN TEKANAN TEMPA TERHADAP IMPACT STRENGTH SAMBUNGAN LASAN GESEK LANGSUNG PADA BAJA KARBON AISI 1045

SNTMUT ISBN:

Studi Eksperimen Pengaruh Durasi Gesek, Tekanan Gesek Dan Tekanan Tempa Pengelasan Gesek (FW) Terhadap Kekuatan Tarik dan Impact Pada Baja Aisi 1045

Jl. Prof. Sudharto, SH., Tembalang-Semarang 50275, Telp * Abstrak

Upaya Alternatif Proses Maufaktur Produk Katup Mesin (Engine Valve) Bahan SS 304 Berbasis Proses Operasional Las Gesek (Friction Welding)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 4.1. Hasil pengelasan gesek.

PENGARUH VARIASI BENTUK PERMUKAAN FORGING SAMBUNGAN LAS GESEK ROTARY TERHADAP KEKUATAN TARIK BAJA MILD STEEL. Abstract

Penerapan Teknologi Las Gesek (Friction Welding) dalam Rangka Penyambungan Dua Buah Logam Baja Karbon St41 pada Produk Back Spring Pin

Peningkatan Peran Teknologi Friction Welding Dalam Memproduksi As Sepeda Motor Produk Industri Kecil

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dengan pesat. Ditemukannya metode-metode baru untuk mengatasi

TUGAS AKHIR RANCANG BAGUN SISTEM HIDROLIK PADA ALAT FRICTION WELDING DENGAN BENDA UJI AISI 1045

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH WAKTU GESEK FRICTION WELDING TERHADAP KARAKTERISASI BAJA AISI 1045 DENGAN SUDUT CHAMFER 15 o ABSTRACT

BAB II DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka

PENGARUH VARIASI SUDUT DIES TERHADAP PENARIKAN KAWAT ALUMINIUM. Asfarizal 1 dan Adri Jamil 2. Abstrak

Kolbi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Program Studi S-1 Teknik Mesin Fakultas Teknik, Yogyakarta 55183, Indonesia

UNIVERSITAS DIPONEGORO

PENGARUH TEBAL PELAT BAJA KARBON RENDAH LAMA PENEKANAN DAN TEGANGAN LISTRIK PADA PENGELASAN TITIK TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING MATERIAL BAJA S45C

Pengaruh Variasi Arus dan Jenis Elektrode pada Pengelasan Smaw Terhadap Sifat Mekanik Baja Karbon

STUDI PENGARUH VARIASI KUAT ARUS PENGELASAN PELAT AISI 444 MENGGUNAKAN ELEKTRODA AWS E316L

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penyambungan Aluminium 6061 T6 dengan Metode CDFW. Gambar 4.1 Hasil Sambungan

TUGAS PENYAMBUNGAN MATERIAL 5 RACHYANDI NURCAHYADI ( )

PENGARUH KECEPATAN PUTAR TOOL TERHADAP SIFAT MEKANIK SAMBUNGAN ALUMINIUM 1XXX DENGAN METODE FRICTION STIR WELDING. Tri Angga Prasetyo ( )

SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO SAMBUNGAN LAS ALUMINIUM 6061 HASIL FRICTION WELDING ABSTRACT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TUGAS AKHIR MANUFAKTUR

Frekuensi yang digunakan berkisar antara 10 hingga 500 khz, dan elektrode dikontakkan dengan benda kerja sehingga dihasilkan sambungan la

PENGARUH VARIASI ARUS PENGELASAN TERHADAP SIFAT MEKANIK PADA PROSES PENGELASAN SMAW

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II DASAR TEORI. 2.1.Kajian Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. penting pada proses penyambungan logam. Pada hakekatnya. diantara material yang disambungkan. Ini biasanya dilakukan

PENGARUH FEED RATE TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KEKUATAN BENDING PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 5052

Dosen Pembimbing: Ir. Subowo, MSc Oleh : M. Fathur Rohman

PERLAKUAN PEMANASAN AWAL ELEKTRODA TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN FISIK PADA DAERAH HAZ HASIL PENGELASAN BAJA KARBON ST 41

I. PENDAHULUAN. rotating bending. Dalam penggunaannya pengaruh suhu terhadap material

Analisa Kekuatan Sambungan Pipa Baja Karbon dan Besi Cor Berbasis Teknologi Las Gesek (Friction Welding)

Desain dan Penentuan Lokasi Pembebanan Pendulum Alat Uji Impak Untuk Pengujian Produk Hasil Las Gesek Rotary Bar-Plate

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Oleh Wahyu Ade Saputra ( ) Dosen Pembimbing 1. Ir. Achmad Zubaydi, M.Eng., Ph.D 2. Ir. Soeweify, M.Eng

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Dimas Hardjo Subowo NRP

ANALISA KEKUATAN BENDING PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 6110

Ir Naryono 1, Farid Rakhman 2

BAB II KERANGKA TEORI

VARIASI KUAT ARUS LAS SMAW TERHADAP NILAI KEKERASAN DAN UJI TARIK PADA BAJA ST 40

PENGARUH WAKTU DAN JARAK TITIK PADA PENGELASAN TITIK TERHADAP KEKUATAN GESER HASIL SAMBUNGAN LAS

PENGARUH VARIASI SUHU PREHEAT TERHADAP SIFAT MEKANIK MATERIAL SA 516 GRADE 70 YANG DISAMBUNG DENGAN METODE PENGELASAN SMAW

PENGARUH BENTUK KAMPUH DAN JENIS ELEKTRODA PADA PENGELASAN SMAW TERHADAP SIFAT MEKANIK MATERIAL BAJA ST 37 SKRIPSI

PENGARUH FILLER DAN ARUS LISTRIK TERHADAP SIFAT FISIK-MEKANIK SAMBUNGAN LAS GMAW LOGAM TAK SEJENIS ANTARA BAJA KARBON DAN J4

Prosiding SNATIF Ke -4 Tahun 2017 ISBN:

PERENCANAAN ELEMEN MESIN RESUME JURNAL BERKAITAN DENGAN POROS

PENGARUH KECEPATAN SPINDLE DAN FEED RATE TERHADAP KEKUATAN SAMBUNGAN LAS TIPE FRICTION STIR WELDING UNTUK ALUMINIUM SERI 1100 DENGAN TEBAL 2 MM

PENGARUH VARIASI SUHU POST WELD HEAT TREATMENT ANNEALING

Gambar 1.1. Rear Axle Shaft pada mobil diesel disambung dengan pengelasan. (

Kekuatan Puntir dan Porositas Hasil Sambungan Las Gesek AlMg-Si dengan Variasi Chamfer dan Gaya Tekan Akhir

STUDI PENGARUH NORMALISING TERHADAP KARAKTERISTIK DAN SIFAT MEKANIK SAMBUNGAN LAS SMAW PADA PLAT JIS SM 41B MENGGUNAKAN ELEKTRODA E 7016 DAN E 6013

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan dibeberapa tempat, sebagai berikut:

Analisa Hasil Lasan Stud Welding Pada Baja AISI 304 dan Baja XW 42 Terhadap Kekuatan Tarik dan Kekerasan

EFFECT OF POST HEAT TEMPERATURE TO HARDNESS AND MACROSTRUCTURE IN WELDED STELL ST 37

BAB IV DATA DAN ANALISA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH FILLER PLAT DAN VARIASI TEBAL PLAT PADA SPOT WELDING ANTARA BAJA-ALLUMUNIUM TERHADAP BEBAN GESER.

Analisa Kekuatan Material Carbon Steel ST41 Pengaruh Preheat dan PWHT Dengan Uji Tarik Dan Micro Etsa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisa Kekuatan Tarik Baja Konstruksi Bj 44 Pada Proses Pengelasan SMAW dengan Variasi Arus Pengelasan

PENGARUH KECEPATAN PUTAR TOOL TERHADAP SIFAT MEKANIK SAMBUNGAN ALLUMUNIUM 1XXX DENGAN METODE FRICTION STIR WELDING

PENGARUH PROFIL PIN DAN TEMPERATUR PREHEATING TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO SAMBUNGAN MATERIAL AA5052-H32 FRICTION STIR WELDING

ANALISIS PENGARUH SISI PENGELASAN TERHADAP SIFAT MEKANIK HASIL PENGELASAN DUA SISI FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 5083 PADA KAPAL KATAMARAN

TUGAS AKHIR. PENGARUH JENIS ELEKTRODA PADA HASIL PENGELASAN PELAT BAJA St 32 DENGAN KAMPUH V TUNGGAL TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKUATAN TARIKNYA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisa Kekuatan Sambungan Pipa Baja Karbon dan Besi Cor Berbasis Teknologi Las Gesek (Friction Welding)

SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Jurnal Rekayasa Mesin Vol.3, No. 1 Tahun 2012 : ISSN X

BAB I PENDAHULUAN. cukup berat. Peningkatan akan kualitas dan kuantitas serta persaingan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH WAKTU TEKAN DAN HASIL GUMPALAN TERHADAP KEKUATAN GESER PADA LAS TITIK. Abstract

Sidang Tugas Akhir (TM091486)

RANCANG BANGUN SPESIMEN UNTUK KEBUTUHAN ULTRASONIC TEST BERUPA SAMBUNGAN LAS BENTUK T JOINT PIPA BAJA. *

KARAKTERISTIK SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO PROSES AUSTEMPER PADA BAJA KARBON S 45 C DAN S 60 C

BAB I PENDAHULUAN. Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

KARAKTERISASI SAMBUNGAN SMAW BAJA KARBON RENDAH MENGGUNAKAN 3 JENIS ELEKTRODA Priyo Tri Iswanto 1,a, Mudjijana 1,b, Rela Adi Himarosa 2,a

PENGARUH MANUAL FLAME HARDENING TERHADAP KEKERASAN HASIL TEMPA BAJA PEGAS

PENGARUH KECEPATAN PUTAR PAHAT PADA PROSES FRICTION DRILLING TERHADAP MIKROSTRUKTUR TEMBAGA

Penerapan Teknologi Las Gesek (Friction Welding) Dalam Proses Penyambungan Dua Buah Pipa Logam Baja Karbon Rendah

Pengaruh Variasi Waktu dan Tebal Plat Pada Las Titik terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Sambungan Las Baja Karbon Rendah

Jl. Prof. Sudharto, SH., Tembalang-Semarang 50275, Telp * Abstrak. Abstract

Jurnal Teknik Mesin UNISKA Vol. 02 No.02 Mei 2017 ISSN

Pengaruh Variasi Arus dan Tebal Plat pada Las Titik terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Sambungan Las Baja Karbon Rendah

BAB I PENDAHULUAN. Banyak cara yang dapat dilakukan dalam teknik penyambungan logam misalnya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KARAKTERISTIK HASIL PENGELASAN PIPA DENGAN BEBERAPA VARIASI ARUS LAS BUSUR LISTRIK

Karakterisasi Baja Karbon Rendah Setelah Perlakuan Bending

Transkripsi:

ANALISA PENGARUH TEKANAN TEMPA TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK BAJA ST 41 (Diameter 14 mm dan Pelat Baja 50 mm ) DENGAN METODE DIRECT-DRIVE FRICTION WELDING SEBAGAI ALTERNATIF PEMBUATAN FRONT SPRING PIN T-120 Dwi Agus Santoso, Nur Husodo Jurusan D3 Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Abstrak Produksi yang berkualitas sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup suatu perusahaan, seperti produk spring pin adalah sebuah komponen pada mobil yang berfungsi pengikat antara pegas daun dengan rangka agar pegas daun dapat bergerak fleksibel dalam melakukan suspensi. Bahannya dari baja karbon bentuk silinder dan plat. Dalam pembuatannya dilakukan dengan proses piercing disambung dengan las (SMAW), sungguh membutuhkan waktu yang lama dalam proses produksinya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh tekanan tempa terhadap struktur mikro dan sifat mekanik dengan mesin friction welding. Pengelasan pada poros ST 41 & Pelat Baja, pada kecepatan putar 4125 rpm, variasi tekanan tempa 829, 892,3, 956,63 dan 1020,4 kgf/cm², tekanan gesek 127,55 kgf/cm 2 dengan waktu gesekan sebesar 35 detik. kemudian dianalisa. Hasilnya, diperoleh tekanan tempa 829, 892,3, 956,63 and 1020,4 kgf/cm² dengan waktu 35 detik nilai kekuatan puntirnya 16 kgf.m, sedangkan produk spring pin di industri kecil nilainya lebih dari 20 kgf.m. Kata kunci : frction welding, spring pin, baja karbon, piercing Abstract The quality of production is very influential on the survival of an enterprise, such as spring pin products is a component on the car that serves a binder between the leaf springswith leaf springs order to able to move fexibly in do the suspension. The material from carbon steel late an cylindrical. In the manufacturing is done by piercing process connected with SMAW welding, it takes a long time in the production process. The study aims to analyze the influence of forging pressure on the mocrostructure and mechanical properties of the friction welding. In steel ST 41 joining with sheet steel. Used rotary speed 4125 rpm, the forging variation of pressure 829, 892,3, 956,63 and 1020,4 kgf/cm², the frictional pressure 127,55 kgf/cm2 with friction time of 35 second. Then analyzed through distibusi violence connection, tensile test and the test puntir. Further results from trial as compared to local products. The results obtained by forging pressure 829, 892,3, 956,63, 1020,4 kgf/cm², friction time of 35 second have fatigue strength value is 16 kgf.m, while the spring pin in the industrial products of little value over 20 kgf.m. Key words: low carbon steel, forging pressure, friction time, Direct friction welding, piercing 1. Pendahuluan Produk yang berkualitas akan sangat berpengaruh terhadap eksistensi dan kelangsungan hidup suatu perusahaan, salah satu contoh adalah produksi komponen yang berupa spring pin adalah sebuah komponen mobil dalam sistem suspensi. Produk ini digunakan untuk menghubungkan pegas daun dengan kerangka kendaraan sehingga pegas daun dapat bergerak fleksibel. Di industri kecil, 1

proses penyambungan produk ini masih menggunakan pengelasan SMAW. Hal ini memerlukan filler metal, dan juga harus melakukan proses piersing guna menyambung dua buah material, menuntut waktu yang lama. Salah satu alternative untuk mengatasi proses penyambungan produk ini yaitu dengan metode friction welding. Dengan metode ini waktu proses produksi cepat, tanpa filler metal, dan juga tanpa harus melakukan pelubangan pada pelat baja. Friction Welding, sebuah metode pengelasan yang simpel dan efisien yang sekarang ini mulai banyak dipakai didalam proses-proses produksi pada perusahaanperusahaan di dunia industri. Metode pengelasan ini sangat sederhana, dimana dua buah permukaan logam digesekkan sehingga menimbulkan panas, kemudian diberikan tekanan agar dapat menyatu [Serope & Steven R. Oswald, Kalpakjian, 2001]. Gesekan yang terjadi pada proses pengelasan maksutnya yaitu proses penggabungan dua benda dengan solid state yang produk lasan dibawah kontak gaya tekan dimana pada bagian salah satu benda atau poros berputar dan satu benda kerja stasioner. Panas yang dihasilkan di las antarmuka karena menggosok terus-menerus permukaan kontak, yang, pada gilirannya, menyebabkan kenaikan suhu dan pelunakan pada sifat material,terjadinya deformasi plastis dan fabrikasi yang lain lalu dilakukan penempaan dan membentuk pemendekan pada proses penyambungan. Parameter penting dari proses gesekan pengelasan (FRW) adalah gesekan tekanan dan waktu, penempaan tekanan dan waktu, dan kecepatan putar. Gesekan waktu, tekanan gesekan, waktu penempaan, waktu marah, penempaantekanan dan kecepatan rotasi operasional yang paling penting parameter dalam proses pengelasan gesek. Sebelumnya telah dilakukan beberapa penelitian yang berkaitan dengan teknologi pengelasan gesek (friction welding) diantaranya adalah Wahyu Nugroho (2010) yang menyimpulkan bahwa pengaruh dari parameter tekanan gesek, tekanan tempa dan durasi gesekan dapat diketahui pada sifat mekanik dan struktur mikro, Alfian Mahdi Firdaus (2010) yang menyimpulkan bahwa efek tekanan tempa pada pengelasan menghasilkan dimensi upset yang bervariasi. Kemudian Donny Audinandra, Haris Kusnaini, Eko Nurcahyo dan Dimas Angga (2011) menyimpulkan bahwa efek waktu gesekan pada pengelasan menghasilkan distribusi kekerasan dan kekuatan tarik yang bervariasi. Lalu diteruskan oleh Rendra Pramana (2011) menyimpulkan Rancang bangun sirkuit hidrolik bekerja dengan baik dan mampu bekerja sesuai dengan apa yang diharapkan, Pemilihan komponen-komponen hidrolik sesuai dengan parameter yang telah ditentukan sehingga dapat menghasilkan hasil lasan yang baik, Tekanan yang diberikan oleh silinder hidrolik memadai untuk memenuhi parameter las gesek Dan juga Anggi Aditya dan Maulana Fajeri (2011) yaitu menyimpulkan bahwa Sambungan produk as sepeda motor menggunakan mesin friction welding lebih kuat dari pada produk industri kecil yang menggunakan tempa manual. Pada penelitian selanjutnya ini akan dibahas Analisa Pengaruh Tekanan Tempa Pada Struktur mikro dan Sifat mekanik Pada Baja ST 41 (Diameter 14 mm dan pelat baja 50 mm) Metode Direct Drive Friction Welding sebagai alternative pembuatan produk front spring pin T-120. Kemudian akan dilakukan suatu perbandingan hasil produk spring pin T 120 antara proses penyambungan dengan pengelasan SMAW dengan hasil percobaan friction welding. Agar penelitian ini dapat mencapai tujuan yang diinginkan, maka batasan masalah yang diberikan adalah sebagai berikut : 1. Material yang digunakan untuk penelitian ini adalah baja ST 41 yang diasumsikan dengan komposisi kimia yang homogen. 2. Material yang kedua menggunakan Pelat baja SPHC yang juga diasumsikan dengan komposisi kimia yang homogen, tanpa proses deep drawing. 3. Kedua permukan material diasumsikan rata pada saat proses pengelasan. 4. Proses pengelasan gesek langsung dilakukan pada temperatur kamar (30º c). 5. Kontak kedua benda kerja pada saat gesekan dan penempaan dianggap simetri. 6. Seluruh pengukuran variable pengelasan dianggap tepat seperti pada alat pengukuran. 2

7. Kecepatan putaran chuck dianggap konstan pada saat fase gesekan. 8. Tekanan hidraulik ditentukan pada presuare gauge. 9. Sifat mekanik hasil las ditentukan dengan distribusi kekerasan, kekuatan tarik dan kekuatan puntir. 10. Kondisi peralatan yang digunakan saat pengambilan data diasumsikan terkalibrasi. B Proses Pengelasan Tekanan gesek : 127,55 kgf/cm 2 Waktu gesek : 35 detik Tekanan tempa : 829 ; 892,3 ; 956,63; 1020,4 kgf/cm 2 No = error A Siap Uji? Yes Completed Maksud dan tujuan penelitian dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui kekuatan material dengan pengaruh variasi tekanan tempa pada saat pengelasan Direct Friction Welding terhadap kekuatan tarik dan kekuatan puntir pada material baja ST 41 dan juga guna mengetahui distribusi kekerasan terhadap hasil pengelasan pada daerah weld nugget, HAZ dan Base metal, dan juga struktur mikro akhir yang terbentuk dari material baja ST 41 terhadap pengelasan direct drive friction welding. 2. Untuk mewujudkan suatu alternatif pengganti pada proses penyambungan dua buah material dalam pembuatan front spring pin T-120 dengan metode Direct Friction Welding. 2. Metodologi Penelitian Diagram alir adalah urutan langkahlangkah percobaan dari awal sampai akhir. Dalam melaksanakan penelitian ini membutuhkan waktu selama empat bulan untuk proses pengambilan data dan analisa data. Prosedur pelaksanaan percobaan dapat dilihat pada gambar 2.1. berikut : Mulai Uji Tarik Uji Kekerasan dan pengamatan struktur mikro Analisis Data dan Pembahasan Kesimpulan Selesai Uji Puntir Gambar 3.1 Diagram alir percobaan 3. Baja ST 41 Pada pengujian tugas akhir ini menggunakan baja ST 41 adalah baja struktur standardisasi jerman (DIN=Deutch Industrie Normae) mampu menahan kekuatan taarik sebesar 41 kgf/mm². Sifat sifat yang dimiliki oleh baja ST 41 adalah sebagai berikut: - Mempunyai kekuatan yang cukup tinggi - Mempunyai nilai kekerasan yang cukup - Stabilitas dimensi yang baik Karena memiliki sifat-sifat seperti yang disebutkan diatas, maka baja ST 41 banyak dipakai pada : poros, batang penekanan (plunger) pin, camshaft, spring pin dan lain-lain. Baja ST 41 pada penelitian ini termasuk dalam kategori baja karbon rendah dengan kadar karbon 0,08 %. Dapat dilihat pada sertifikat bahan yang digunakan. B Studi Lapangan Persiapan mesin las gesek langsung Pembuatan spesimen untuk simulasi pada setiap pengujian A Studi Literatur Persiapan material baja ST 41 berbentuk poros (panjang 113 mm dan diameter 14 mm) dan pelat baja (diameter 50 mm dan panjang 0,5 mm) 4. Spring Pin Spring pin merupakan salah satu dari komponen mobil yang fungsinya sebagai pengikat antara pegas daun dengan rangka (chasis) sehingga pegas daun dapat bergerak fleksibel dalam melakukan suspensi. Dari fungsi tersebut spring pin disyaratkan mempunyai kekuatan yang tinggi. Tanpa spring pin pegas daun tidak akan mampu bergerak dan ban akan tertarik di permukaan jalan ketika hambatan ditemui seperti medan jalan bergelombang. 3

Spring pin terpasang di bagian depan dan belakang pada pegas daun melewati mounting bracket. Salah satu ujung pegas dipasang erat pada chassis kendaraan dan tidak bisa bergerak, ujung pegas dikunci dengan pin yang dipasang antara mount chassis. Spring pin ini memudahkan untuk pergerakan suspensi dengan menarik atau mendorong suspensi dalam perjalanan menanjak dan turun. Gambar 4.1 Posisi spring pin tampak dari samping kanan mobil Gambar 4.2 Posisi spring pin tampak dari samping kiri mobil 5. Friction Welding Adalah sebuah proses pengelasan solidstate di mana panas untuk pengelasan dihasilkan oleh gerak relative dari dua permukaan yang akan disambung. Metode ini bergantung pada perubahan energi dari energi mekanik ke energi termal untuk membentuk lasan, tanpa mendapat panas dari sumber yang lain. Dimana penyambungan terjadi oleh panas gesek akibat perputaran logam satu terhadap lainnya di bawah pengaruh tekanan aksial. Kedua permukaan yang bersinggungan menjadi panas mendekati titik cair dan permukaan pada benda kerja yang berdekatan akan terjadi perpindahan panas dan deformasi plastis. Metode ini bergantung pada perubahan langsung dari energi mekanik ke energi termal untuk membentuk lasan, tanpa aplikasi panas dari sumber yang lain. Dibawah Kondisi normal tidak terjadi pencairan pada kedua permukaan karena temperatur untuk mencapai logam yang cair sangat rendah sehingga tidak dikatan mencair namun hanya melumer pada kedua permukaan benda kerja tersebut. Gambar 2.4 menunjukkan tipikal dari las gesekan, di mana dua buah benda kerja yang yang diasumsikan sama dimensi permukaannya dan sebelah kiri menunjukkan benda kerja terjadi perputaran secara terus menerus dan mendapat kontak dengan benda kerja yang stasioner tidak melakukan perputaran melainkan hanya melakukan tekanan aksial saja lalu pada saat diberi tekanan aksial tersebut terjadi panas dan terlihat menyambung dan semakin membentuk cincin di tengah sambungan yang dinamakan flash, dan semakin membesar setelah dilakukan tekanan tempa, setelah itu didapatkan hasil dari proses penyambungan. Dalam proses pengelasan gesek ini kecepatan putaran, tekanan aksial, dan durasi pengelasan merupakan variabel utama yang diperlukan untuk mengendalikan adanya kombinasi dari panas, terjadi deformasi plastis dan perubahan struktur mikro pada logam kemudian dimampatkan tekanan akhir untuk membentuk lasan. Parameter tersebut disesuaikan sehingga interface dipanaskan mencapai kisaran temperatur plastis di mana pengelasan dapat berlangsung dan antara benda satu dengan yang lain harus sesumbu, agar memperoleh hasil yang baik dan simetri dari penyambungan benda kerja yang berputar satu dengan benda kerja yang melakukan tekanan aksial. Dalam gambar 5.1 juga ditunjukkan cara pengelasan dua poros, tahapan prosesnya adalah sebagai berikut : A. Salah satu poros diputar tanpa bersentuhan (Rotating chuck dan poros yang lain dalam keadaan stasioner atau tak bergerak (Unrotating chuck). B. Kemudian kedua poros pun bersentuhan dan diberi tekanan gesek sehingga timbul panas akibat gesekan (fase gesekan). C. Setelah terjadi panas dan poros melumer, lalu Putaran dihentikan menggunakan rem, poros (Unrotating chuck) melakukan gaya tekan 4

aksial (fase tempa),dan terjadi perubahan panjang pada benda kerja (Upsetting). D. Sambungan las terbentuk. Pengelasan gesekan diakibatkan oleh panas yang dihasilkan melalui gesekan abrasi, pembuangan panas, deformasi plastik, dan interdifusi kimia. Keterkaitan hubungan antara faktor-faktor ini selama proses friction welding dicoba untuk dikembangkan dengan memprediksi model proses pengelasan gesekan. Namun, dari sudut pandang kualitatif proses dipahami dengan baik melalui studi empiris friction welding yang telah dilakukan pada berbagai bahan. Lima faktor Kualitatif yang mempengaruhi mutu pengelasan gesekan adalah : Kecepatan putaran Tekanan aksial (tekanan gesekan dan tekanan tempa) Durasi pengelasan Propertis material Kondisi Permukaan Benda kerja ( Profil ) setelah gesekan adalah parameter penting untuk memastikan hasil yang baik pada pengelasan dan tergantung pada kondisi proses pengelasan dan bahan-bahan yang akan disambung. Untuk dapat menyambung baja karbon dengan komposisi kimia 0.08 % maka dibutuhkan temperatur tempa sekitar 600 o C sampai 800 o C. Meskipun temperatur permukaan tidak diukur atau dikendalikan langsung tapi dampak dari temperatur yang tidak cukup atau suhu yang berlebihan pada umumnya dapat diamati jelas melalui pemeriksaan visual selesai dilas. Sebagian besar sifat-sifat material dan kondisi kedua permukaan yang disambung mempengaruhi gaya gesek dan karakteristik penempaan dari bahan yang disambung. Faktorfaktor ini akan dibahas untuk pengelasan gesekan dari kedua bahan yang sama. 7. Analisa Sifat Mekanik Hasil Pengujian Tarik Dalam sebuah penelitian diperoleh data dibawah ini dari hasil Proses direct drive friction welding: Rotating Part Unrotating Part Gambar 7.1 gambar hasil proses penyambungan untuk material pengujian tarik Gambar 5.1 Prinsip proses pengelasan friction welding ( D. E. SPINDLER,Welding Journal, 1994) Tiga faktor pertama berkaitan dengan proses pengelasan gesek, sedangkan dua yang terakhir terkait dengan properti dari bahanbahan yang akan disambung. Selama pengelasan gesek, kecepatan putaran, tekanan (gesek, tempa) yang diberikan, dan durasi dari pengelasan adalah tiga variabel yang dikendalikan. Efek dari variabel-variabel ini pada kualitas las akan dibahas pada dasar proses pengelasan gesekan yaitu pengelasan directdrive friction welding. Temperatur permukaan Pada Gambar diatas diperlihatkan hasil sambungan lasan yang diperoleh melalui proses friction welding dan didapatkan upset karena terjadi pemendekan panjang serta HAZ dari proses perlakuan panas sehingga timbul flash yang berbentuk seperti cincin ditengah benda kerja. Pada warna yang berkilau kehitaman tersebut terlihat adanya panas yang timbul karena gesekan dan mengalir ke arah samping kanan dan samping kiri. Tabel 7.1 Hasil proses penyambungan untuk material uji tarik Pada tabel diatas diperoleh data hasil penyambungan lasan menggunakan friction welding untuk pengujian tarik dari hasil percobaan yang dilakukan menghasilkan upset dan HAZ, yang sedikit 5

nampak jelas lebarnya, dan bagian yang berputar (rotating part) HAZ lebih sedikit dibandingkan bagian yang diam/stasioner (unrotating part), disebabkan karena pada bagian yang berputar terdapat distribusi udara yang terjadi lebih cepat sehingga perpindahan panasnya cukup baik. Berbeda dengan bagian yang diam/stasioner, dimana panas yang mengalir tidak berpindah dengan cepat karena hanya diam sehingga mendapatkan perlakuan panas yang berlebih dari gesekan yang terjadi. Sehingga pada saat temperatur gesekan yang semakin tinggi maka HAZ pun akan semakin tinggi pula terlihat pada tabel 7.1 diatas. Tabel 7.2 Hasil Pengujian Tarik hingga terjadi welding) tidak akan maksimal. Pada spesimen dengan variabel tekanan tempa yang semakin tinggi maka difusi integrannular akan menjadi maksimal hal itu menyebabkan kekuatan pada sambungan menjadi bertambah kuat dan patahan terjadi pada daerah HAZ. Pada tekanan tempa yang tinggi menyebabkan pengukuran upset yang dihasilkan semakin besar pula dan waktu untuk gesek tidak terlalu lama yaitu 35 detik saat mecapai temperatur yang ideal sehingga porositas pada benda kerja turun, adanya homogenitas butiran dan homogenitas komposisi pada benda kerja sehingga dapat diartikan bahwa kekuatan sambungan pada logam lasan lebih tinggi dibandingkan daerah HAZ. Spesimen 1 Nilai UTS pada grafik yang ditampilkan dibawah ini merupakan nilai dari variable tekanan tempa. Gambar 7.2 gambar spesimen pada tekanan tempa 829 kgf/cm 2 dan waktu gesekan 35 detik, dengan harga UTS sebesar 349.24 (patahan terjadi pada logam las) Spesimen 2 2 Gambar 7.2 Grafik tekanan tempa terhadap kekuatan tarik Diperlihatkan data pada Tabel 7.2 dan Gambar 7.2 diatas menggambarkan pengaruh tekanan tempa terhadap kekuatan sambungan pada lasan terlihat bahwa semakin besarnya tekanan tempa maka akan diperoleh tingkat kekuatan sambungan lasan. Dapat diperhatikan naiknya grafik pada tekanan tempa 829 kgf/cm 2 didapatkan harga UTS 349.24, lalu pada tekanan tempa 892.3 kgf/cm 2 didapatkan harga UTS 407.37, dan tekanan tempa 956.63 kgf/cm 2 didapatkan harga UTS 477.01, kemudian pada tekanan tempa yang tertinggi 1020.4 kgf/cm 2 didapatkan harga UTS 496.09. Hasil tersebut berdasarkan tekanan gesek dan waktu yang sama yaitu tekanan gesek 1725.55 kgf/cm 2 dengan waktu gesek 35 detik. Ketika benda terkena tekanan tempa yang rendah maka difusi integranular (perpindahan antara atom satu ke atom lainnya Gambar 7.3 gambar spesimen pada tekanan tempa 892.3 kgf/cm 2 dan waktu gesekan 35 detik,dengan harga UTS sebesar 407.3 7 (patahan terjadi pada logam las) Spesimen 3 Gambar 7.4 gambar spesimen pada tekanan tempa956.63 kgf/cm 2 dan waktu gesekan 35 detik,dengan harga UTS sebesar 477.01 patah terjadi pada logam las) 6

Spesimen 4 pemendekan, karena pada saat gesekan logam sisa atau flash yang nampak hanya pada benda kerja poros saja Dibawah ini adalah gambar hasil penyambungan dari percobaan : Gambar 7.5 gambar spesimen pada tekanan tempa 1020.4 kgf/cm 2 dan waktu gesekan 35 detik,dengan harga UTS sebesar 496.09 ( patahan terjadi pada HAZ) Dapat dijelaskan pada gambar 7.5 terjadi adanya kemuluran saat diuji tarik, dan patahannya pada HAZ, sedangkan patahan yang terjadi pada logam lasan tidak nampak suatu kemuluran yang diperlihatkan pada gambar 7.2, gambar 7.3 dan gambar 7.4. Ini menunjukkan bahwa pada proses penyambungan tersebut sedikit memperoleh tekanan tempa dan juga dimungkinkan tidak pada tempertur tempa yang pas. Hasil Pengujian Puntir Pada Gambar 7.6 diatas diperlihatkan hasil penyambungan lasan yang melalui proses penyambungan friction welding dan juga didapatkan upset beserta HAZ, yang kemudian akan dilakukan uji puntir. Dapat diperhatikan nilai upset dan HAZ dari data pada tabel 7.3 lebih kecil nilainya dibandingkan dengan tabel 7.1. Hal ini dikarenakan proses penyambungannya dengan dimensi yang berbeda, yang nantinya akan dilakukan perbandingan antara hasil percobaan dengan produk asli yang dihasilkan industri kecil. Dalam penyambungan lasan dengan perbedaan dimensi tersebut terdapat pada titik weld dari setiap benda kerja. Pada saat fase gesekan terjadi perbedaan titik weld dimana satu benda kerja telah mencapai titik weld dan siap untuk disambung tetapi benda kerja yang lainnya belum mencapai titik weld, sehingga membuat benda kerja yang telah mencapai titik weld menyesuaikan benda kerja yang satunya untuk mencapai titik weld juga. Hal ini akan membuat hasil penyambungan lasan yang kurang baik ketika benda kerja sudah mulai terbentuk dan tergabung menjadi satu. Benda kerja yang melumer terlebih dahulu, mempunyai HAZ yang lebih besar dibandingkan dengan benda kerja yang melumer terakhir. Dan terjadi pemendekan hanya pada benda kerja poros saja, sedangkan pada pelat baja tidak terjadi Gambar 7.6 Gambar hasil penyambungan dengan dimensi yang berbeda Tabel 7.2 Hasil Pengujian Puntir Gambar 7.7 gambar grafik tekanan tempa terhadap kekuatan puntir dengan torsi yang diperoleh dari tekanan gesek 127.55 kgf/cm 2 dan waktu gesek 35 detik Harga Torsi pada grafik yang ditampilkan diatas merupakan nilai rata-rata dari masing- masing variable tekanan tempa dengan tekanan gesek dan waktu gesekan konstan. Pada Gambar 7.7 dan Tabel 7.2 diperoleh hasil uji puntir dari data diatas bahwa semakin tinggi tekanan tempa maka akan menunjukkan nilai torsi yang semakin tinggi pula. Hal ini dapat terjadi karena jika tekanan tempa semakin tinggi maka difusi integrannular menjadi maksimal sehingga diperoleh kekuatan pada sambungan lasan menjadi bertambah kuat. Dan juga karena adanya perbedaan dimensi pada material yang disambung antara poros dan pelat baja dengan dimensi yang lebih lebar diameternya dibandingkan poros. Dari data hasil diatas kekuatan torsi paling rendah adalah 14 kgf.m yang terjadi pada tekanan tempa 829 kgf/cm 2, sedangkan kekuatan torsi tertinggi adalah 16 kgf.m yang terjadi pada tiga 7

spesimen yang lain, dengan tekanan tempa yang semakin tinggi, sedangkan tekanan gesek dan waktu gesek konstan. Hasil Pengujian Puntir Data ini didapatkan dari hasil proses pengujian kekerasan menggunakan metode Rockwell skala A. Tabel 7.3 Hasil pengujian kekerasan Gambar 7.9 grafik hasil uji kekerasan dengan variasi tekanan tempa 829 kgf/cm 2, 892.3 kgf/cm 2, 956.63 kgf/cm 2, 1020.4 kgf/cm 2 Dari tabel hasil pengujian kekerasan dilakukan pada daerah logam induk, HAZ, dan logam lasan. Dapat ditunjukkan bahwa tekanan tempa sangat berpengaruh dengan nilai kekerasan. Hasil dari data tabel 4.5 dperoleh Titik identasi tertinggi tetap pada logam induk dengan harga 48 skala HRA, saat tekanan tempa rendah harga kekerasan HAZ lebih tinggi dari harga kekerasan pada logam las yaitu dengan tekanan tempa 829 kgf/cm 2 harga kekerasannya 40.5 skala HRA dan 892.3 kgf/cm 2 harga kekerasannya 41skala HRA sedangkan harga kekerasan pada logam las 40 skala HRA. Kemudian pada tekanan tempa 956.63 kgf/cm 2 dan 1020.4 kgf/cm 2 diperoleh harga kekerasan pada logam las lebih tinggi dibanding harga kekerasan pada HAZ yaitu dengan hasil 41.5 skala HRA dan 42 skala HRA pada logam las, sedangkan pada HAZ dengan harga yang lebih rendah yaitu 41 skala HRA dan 41.5 skala HRA. Hal ini menunjukkan bahwa, ketika tekanan tempa semakin tinggi, maka kekerasan pada logam las akan naik. Dengan tekanan gesek dan waktu gesek konstan yaitu 127.55 kgf/cm 2 untuk tekanan gesek dan waktu gesek 35 detik. Untuk penjelasan yang lebih detil dapat dilihat melalui grafik distribusi kekerasan dan analisa mikro struktur hasil penyambungan lasan friction welding. Dibawah ini ditunjukkan gambar hasil titik identasi : Gambar 7.8 Gambar titik identasi Logam Induk, HAZ, dan logam las (Titik weld) Dari hasil grafik uji kekerasan diatas dapat dilihat bahwa besarnya tekanan tempa akan mempengaruhi kekuatan sambungan lasan, hal ini dapat dilihat pada tabel uji kekerasan bahwa harga uji kekerasan pada logam las akan cenderung lebih besar dari pada harga uji kekerasan pada HAZ. Jika tempa semakin tinggi maka difusi integrannular menjadi maksimal hal itu menyebabakan tingkat porositas pada benda kerja akan turun, lalu akan terjadi homogenitas butiran dan homogenitas komposisi pada benda kerja harga kekerasan pada sambungan las akan lebih tinggi dibandingkan daerah HAZ, untuk penjelasan lebih mendatail akan dilakukan analisa pada struktur mikro. Hasil Pengamatan Struktur Mikro Pada Hasil pengujian metalografi didapatkan pengamatan yang terlihat diatas nampak perubahan struktur mikro yang terjadi antara logam induk, HAZ dan daerah las. Pada daerah lasan struktur mikronya sangat rapat, kandungan perlitenya sangat sedikitnya perlite yang terlihat menandakan bahwa kekerasan material tersebut rendah, namun keuletannya tinggi. Perlu diketahui bahwa ketiga daerah tersebut tidak didapatkan martensit, karena temperatur yang diberikan tidak sampai mencapai temperatur pada martensit. Pada perubahan dalam sifat mekanik sangat berpengaruh terhadap struktur mikro, dan juga sebaliknya. Didalam perubahan sifat mekanik akan dipengaruhi oleh perubahan komposisi bahan, perlakuan panas yang terjadi, lalu bermacam proses fabrikasi yang terjadi pada material tersebut. Pada material ST 41 terjadi perubahan struktur mikro dan distribusi kekerasan karena saat proses penyambungan menggunakan friction welding mengalami perlakuan panas akibat gesekan kemudian adanya pemberian tekanan tempa. Didalam hasil percobaan eksperimen, peluang terjadinya perubahan struktur mikro dikarenakan 8

oleh perlakuan panas yang terjadi pada benda kerja saat permukaan benda kerja bergesekan dan proses fabrikasi yang terjadi, dalam hal ini pemberian tekanan tempa. Untuk faktor perubahan komposisi bahan, dirasa tidak terjadi disini karena jangka waktu terjadinya perlakuan panas pada benda kerja tidak terlalu lama. 9. Pembahasan Spesimen Hasil Percobaan Pada bagian ini akan dibahas mengenai semua hasil percobaan dengan mengacu pada berbagai data yang sudah didapat selama percobaan ini. Spesimen dengan tekanan tempa 829 kgf/cm² Didapatkan hasil uji tarik dengan nilai UTS paling rendah dari spesimen dengan tekanan tempa lainnya. Hal ini dimungkinkan karena tekanan tempa yang diberikan pada spesimen kurang besar sehingga struktur mikro yang awalnya sudah mengembang pada waktu tekanan gesek, karena tekanan tempanya kurang, maka terjadi difusi integranular yang tidak akan maksimal dan menyebabkan patah pada sambungan dan bentuknya tidak rata. Semua ini juga berdampak pada nilai kekerasan yang dihasilkan. Spesimen dengan tekanan tempa 1020.4 kgf/cm² Dari hasil uji tarik dengan nilai UTS paling tinggi dari spesimen dengan tekanan tempa lainnya. Hal ini dimungkinkan karena tekanan tempa yang diberikan pada spesimen sudah ideal sehingga struktur mikro yang terbentuk pada sambugan las strukturnya akan rapat sehingga kekuatan tariknya akan tinggi dan nilai kekerasannya juga tinggi. Dan pada waktu diuji tarik dari semua spesimen hanya spesimen ini yang patah pada HAZ dan terjadi kemuluran, Hal ini dimungkinkan karena perlit yang terbentuk lebih sedikit pada sambungan ini bersifat keras dan getas Semua itu juga harus diiringi denga waktu gesekan yang ideal yaitu dimana pada waktu gesekan tersebut mencapai temperature menurun. Perubahan variabel apapun dalam metode pengelasan gesek ini sangat mempengaruhi satu sama lain, contohnya tekanan tempa berubah seiring waktu gesekan. Dengan tekanan gesek yang sama, sudah bisa didapatkan hasil produk pengelasan gesek yang berbeda. Upset yang dihasilkan berbeda, begitu juga dengan kekuatan sambungannya setelah diuji tarik juga menunjukkan hasil yang berbeda. Ini dikaitkan juga dengan berbagai variasi waktu yang digunakan, maka pada spesimen temperaturnya cenderung berubah-ubah naik dan turun. Sedangkan dari hasil pengujian distribusi kekerasan dapat dijelaskan bahwa spesimen yang paling ideal dan mempunyai kekerasan paling tinggi adalah spesimen dengan waktu gesek 35 detik dan tekanan tempa 1020.4 kgf/cm 2 yang mempunyai nilai kekerasan 42 skala HRA pada daerah las. Hal ini didapat karena waktu yang sudah cukup ideal untuk baja karbon rendah dengan tekanan tempa yang tinggi. Perbandingan produk antara produk industri kecil dengan spesimen hasil las friction welding. Berdasarkan data penelitian yang diperoleh untuk uji puntir didapatkan hasil pada torsi meter nilai sebesar 16 kgf.m. Untuk kekuatan puntir pada produk lokal didapat lebih dari 20 kgf.m. meskipun dari perbandingan dilihat dari uji puntir produk friction welding masih kalah dibanding produk lokal. Tapi di dalam proses untuk pembuatan produk front spring pin T- 120 lebih efisien, efektif, cepat dan sederhana. Dikarenakan produk spring pin yang semula dibuat dengan cara membuat piercing pada pelat baja yang kemudian disambungkan dengan poros, dilanjutkan dengan mengelas dengan SMAW pada permukaan atas pelat baja. Pada pembuatan produk spring pin dengan friction welding dilakukan penyetingan pada mesin friction welding untuk dapat menentukan parameter yang digunakan dan diteruskan dengan finishing pada mesin bubut untuk menghilangkan flash yang ditimbulkan. Dari keuntungan waktu pembuatan produk spring pin dengan friction welding memang lebih efisien dilihat dari prosesnya. Hal ini sangat tepat apabila digunakan untuk memperoleh produk secara masal di industri kecil. Untuk hasil kekuatan memang produk lokal masih unggul, karena dimungkinkan pada pembuatan produk front spring pin T -120 (Pelat Baja) dengan friction welding terjadi perbedaan dimensi antara penyambungan poros dengan pelat baja cukup banyak. Dilihat dari perbedaan temperatur yang jauh. Dimana pada poros yang terletak pada bagian rotating mengalami titik weld terlebih dahulu sedangkan untuk kepala pelat baja pada bagian unrotating belum mencapai titik weld atau lama untuk mencapai titik weld karena penampang yang melebar dan diam sehingga panas akan 9

menyerap pada penampang yang dimensinya lebih besar. Pada saat terjadi proses tekanan tempa yang rendah hasil logam lasan yang nanti terbentuk upset tidak akan menyatu karena perbedaan temperatur. Sedangkan untuk pemberian tekanan tempa yang lebih tinggi dari 1020.4 kgf/cm 2 juga akan bisa merusak pelat baja yang akan disambung, karena dikhawatirkan terjadi adanya deformasi plastis yang berlebih menyebabkan pelat baja akan rusak. Untuk HAZ yang dihasilkan pada poros jelas lebih lebar, sedangkan pada pelat baja cenderung tak nampak secara kasat mata. Dari pengujian sebanyak satu kali pada front spring pin T.120 produk lokal, rata rata harga torsi pada uji puntirnya diatas 20 Kg.m 8. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil data penelitian dan hasil analisa pada pengelasan baja karbon rendah ST 41 dengan diameter 14 mm dan Pelat Baja 50 mm dengan menggunakan Direct-Drive Friction Welding, serta pembahasan yang didapat maka diperoleh kesimpulan : 1. Berdasarkan data dan grafik dari hasil pengujian yang diperoleh yaitu semakin besar tekanan tempa maka semakin tinggi kekuatan sambungan lasan. 2. Pada pengujian tarik dengan tekanan gesek 127,55 kgf/cm 2, waktu gesekan 35 detik dan dengan tekanan tempa tertinggi 1020.4 kgf/cm 2 diperoleh harga pada UTS 469.09. 3. Pada pengujian kekerasan diperoleh dengan Harga tertinggi di logam lasan dengan nilai HRA 4. Pada pengujian puntir dimana parameter tekanan tempa 829, 892.3, 956.363 dan 1020.4 kgf/cm 2 dengan tekanan gesek 127,55 kgf/cm 2 dan waktu gesekan 35 detik, dan akan diperoleh kekuatan sambungan yang tinggi dengan harga torsi 16 kgf.m, sedangkan untuk produk lokal diperoleh harga torsi diatas 20 kgf.m. 5. Dari data dan hasil pengujian sifat mekanik menunjukkan Baja ST 41 memiliki harga kekuatan yang hampir mendekati lasan SMAW sehingga dapat digunakan untuk memproduksi front spring pin T-120. 6. Menggunakan friction welding sebagai alternatife pengganti dalam pembuatan front spring pin T-120 dengan parameter yang telah ditentukan dari hasil eksperimen. Adapun saran dari penelitian ini adalah hendaknya untuk penelitian kedepannya dalam pembuatan produk spring pin T-120 (kepala tumpi) yang baik menggunakan Direct drive friction welding adalah dengan parameter tekanan tempa yaitu 829, 892.3, 956.363 dan 1020.4 kgf/cm 2 dengan tekanan gesek 127,55 kgf/cm 2 dan waktu gesekan 35 detik. Selain itu dalam proses percobaan perlu diperhatikan adanya akselerasi pengereman dan penempaan. Serta lebih baik kalau menggunakan mesin yang baru saja dikarenakan mesin yang lama banyak ditemukan kendalakendala yang dapat menghambat penelitian. 8. Daftar Pustaka [1] Callister, William D, 1994, Materials Science And Engineering, John Willey & Sons,Inc. USA. [2] Deutschman, Aaron D, Machine Design Theory and Practice, Macmullian Publishing Co. [3] D. E. SPINDLER. 1994. Welding Journal [4] JIS Handbook, 1998, Ferrous Material and Metallurgy II, Japanese Standard Association, Tokyo. [5] John E. Bringas. 2004. Handbook of comparative world steel standards. [6] J.R.Davis. 2004. Tensile Testing [7] Kalpakjian,Seropedan Steven R. Oswald.2001. Manufacturing Engineering and Technology.London:Prentice-Hall International. [8] Navar, A., 2002, The Steel Handbook, McGraw Hill, New York. [9] Olson, D.Leroy., Siewert, A.thomas., Liu, Stephen., Edward,G.R., 1993, WELDING, BRAZING, AND SOLDERING vol 6, ASM International, New York. [10] Surdia Tata dan Shiroku Saito, 1980, Pengetahuan Bahan Teknik, Pradnya Paramitha, Jakarta [11] Samuel R. Low. 2001. Rockwell Hardness Measurements of Metalic Materials. [12] Weman, Klas., 2003, Welding Process Handbook, Woodhead, Cambride,. England. 10