I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan

P E N U T U P P E N U T U P

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan

Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2014

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

2. JUMLAH USAHA PERTANIAN

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. 2.1 Sejarah Singkat PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PROBOLINGGO TAHUN 2016

4. DINAMIKA POLA KONSUMSI DAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

EVALUASI/FEEDBACK KOMDAT PRIORITAS, PROFIL KESEHATAN, & SPM BIDANG KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Program dari kegiatan masing-masing Pemerintah daerah tentunya

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2015

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

Listyanti, A.S Gandeng 74 Universitas, Pemerintah Targetkan Entas 50 Daerah Tertinggal.

BERITA RESMI STATISTIK

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2016

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Jumlah Penduduk Jawa Timur dalam 7 (Tujuh) Tahun Terakhir Berdasarkan Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab./Kota

KAJIAN AWAL KETERKAITAN KINERJA EKONOMI WILAYAH DENGAN KARAKTERISTIK WILAYAH

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 121 TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2017

RILIS HASIL LISTING SENSUS EKONOMI 2016 PROVINSI JAWA TIMUR TEGUH PRAMONO

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2009 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2010

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah Persentase (Juta) ,10 15,97 13,60 6,00 102,10 45,20. Jumlah Persentase (Juta)

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) JAWA TIMUR TAHUN 2015

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR

Segmentasi Pasar Penduduk Jawa Timur

BAB I PENDAHULUAN. mengurus dan mengatur keuangan daerahnya masing-masing. Hal ini sesuai

Tabel 2.19 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Tahun

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 557 /KPTS/013/2016 TENTANG PENETAPAN KABUPATEN / KOTA SEHAT PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013

GUBERNUR JAWA TIMUR TIMUR

PEMBANGUNAN PERPUSTAKAAN DESA/KELURAHAN DI JAWA TIMUR 22 MEI 2012

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Gambaran Umum Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dan potensi daerah. Otonomi daerah memberikan peluang luas bagi

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/43/KPTS/013/2006 TENTANG

LOKASI SEKTOR UNGGULAN di JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ekonomi suatu daerah baik itu Kabupaten maupun kota yang

ANALISIS PERENCANAAN PEMBANGUNAN AGROINDUSTRI PROVINSI JAWA TIMUR: PENDEKATAN SEKTORAL DAN REGIONAL SUKMA DINI MIRADANI

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

Kata Kunci : Analisis Lokasi, Analisis Kontribusi, Tipologi Klassen, koridor Jawa Timur


V. HASIL DAN PEMBAHASAN

TESIS ANALISIS LOCATION QUOTIENT DALAM PENENTUAN KOMODITAS IKAN UNGGULAN PERIKANAN BUDIDAYA DI PROVINSI JAWA TIMUR

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. ditingkatkan saat beberapa perusahaan asal Belanda yang bergerak di bidang pabrik

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1 LAPORAN REALISASI DAU, PAD TAHUN 2010 DAN REALISASI BELANJA DAERAH TAHUN 2010 KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR (dalam Rp 000)

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 125 TAHUN 2008

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG

BERITA RESMI STATISTIK

EVALUASI TEPRA KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR OKTOBER 2016

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi harus di pandang sebagai suatu proses yang saling

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. sebuah provinsi yang dulu dilakukan di Indonesia atau dahulu disebut Hindia

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS PERBANDINGAN PEREKONOMIAN PADA EMPAT KORIDOR DI PROPINSI JAWA TIMUR

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

DATA DINAMIS PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN IV BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN ANGGARAN 2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 41/PHPU.D-VI/2008 Tentang Sengketa perselisihan hasil suara pilkada provinsi Jawa Timur

BAB I PENDAHULUAN. stabilisasi harga masih menjadi hal yang serius hingga saat ini, khususnya

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur

Analisis Biplot pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Variabel-variabel Komponen Penyusun Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

ISU STRATEGIS DAN ARAH KEBIJAKAN

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN REGIONAL ANTAR KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TIMUR SKRIPSI

ANALISIS PERBANDINGAN PEREKONOMIAN PADA EMPAT KORIDOR DI PROPINSI JAWA TIMUR

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Pengembangan Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur berdasarkan Potensi Daerahnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pusat dan pemerintah daerah, yang mana otonomi daerah merupakan isu strategis

I. PENDAHULUAN. pembentukan Gross National Product (GNP) maupun Produk Domestik Regional

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, terlebih dahulu kita harus menganalisa potensi pada

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PONOROGO

Tabel 2.26 Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Timur Tahun Keterangan

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

1.1. UMUM. Statistik BPKH Wilayah XI Jawa-Madura Tahun

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Ramalan II 2015)

MATRIKS RENCANA KERJA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Kabupaten yang berada di wilayah Jawa dan Bali. Proses pembentukan klaster dari

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 94 TAHUN 2016

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup tinggi. Selain Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur menempati posisi tertinggi kedua di Indonesia setelah Provinsi DKI Jakarta, PDRB Jawa Timur juga selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2004, total PDRB Jawa Timur atas dasar harga konstan tahun 2004 adalah sebesar 242,23 triliun rupiah. Angka ini kemudian mengalami peningkatan menjadi 256,37 triliun rupiah di tahun 2005 dan 271,24 triliun rupiah di tahun 2006. Pada tahun 2007, angka ini meningkat sebesar 6,1% dari tahun sebelumnya, yaitu menjadi sebesar 287,81 triliun rupiah. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004-2007 (juta rupiah) No Sektor 2004 2005*) 2006**) 2007**) 1 Pertanian 43.331.493,13 44.700.984,17 46.451.473,55 47.942.973,38 2 Pertambangan 4.595.921,87 5.024.241,99 5.455.159,57 6.024.793,19 3 Industri 67.520.434,83 70.635.868,95 72.786.972,17 76.163.917,97 4 Listrik, Gas, Air Bersih 4.171.615,50 4.429.541,76 4.610.041,67 5.154.634,88 5 Konstruksi 8.604.401,30 8.903.497,41 9.030.294,53 9.139.600,65 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 68.295.968,36 74.546.735,68 81.739.125,02 88.570.614,49 7 Pengangkutan dan Komunikasi 13.830.439,67 14.521.814,32 15.504.939,80 16.710.214,85 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 11.783.343,03 12.666.393,27 13.611.228,97 14.763.619,88 9 Jasa - jasa 20.095.274,48 20.945.649,24 22.048.439,03 23.343.814,62 PDRB Jawa Timur 242.228.892,17 256.374.726,78 271.237.674,31 287.814.183,92 Catatan ; *) angka diperbaiki **) angka sementara Sumber : BPS Jawa Timur, 2007 Apabila diamati dari persentase kontribusi masing-masing sektor, dalam Tabel 2, maka dapat diketahui bahwa sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan penyumbang terbesar setiap tahunnya. Pertumbuhan sektor tersebut dari tahun ke tahun selalu meningkat, dari 28,19% di tahun 2004 hingga 30,77% di tahun 2007. Selain itu, sektor yang juga berkontribusi cukup besar bagi PDRB Provinsi Jawa Timur adalah sektor industri dan sektor pertanian. Meskipun pertumbuhannya mengalami penurunan dari tahun ke tahun, namun kedua sektor ini masih tetap merupakan penyumbang yang cukup besar bagi perekonomian

2 provinsi Jawa Timur. Dari keseluruhan sektor perekonomian yang ada, hanya sektor pertanian, industri, konstruksi, dan jasa-jasa yang mengalami penurunan, sedangkan sektor-sektor yang lainnya mengalami peningkatan. Tabel 2 Persentase Masing-Masing Sektor terhadap Total PDRB Provinsi Jawa Timur No Sektor 2004 2005 2006 2007 1 Pertanian 17,89 17,44 17,13 16,66 2 Pertambangan 1,90 1,96 2,01 2,09 3 Industri 27,87 27,55 26,84 26,46 4 Listrik, Gas, Air Bersih 1,72 1,73 1,70 1,79 5 Konstruksi 3,55 3,47 3,33 3,18 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 28,19 29,08 30,14 30,77 7 Pengangkutan dan Komunikasi 5,71 5,66 5,72 5,81 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 4,86 4,94 5,02 5,13 9 Jasa - jasa 8,30 8,17 8,13 8,11 PDRB Jawa Timur 100 100 100 100 Sumber: BPS Jawa Timur, 2008. Data diolah. Peningkatan secara terus-menerus PDRB tersebut memberikan pengaruh positif pada rerata tingkat kesejahteraan masyarakat Jawa Timur yang diindikasikan melalui pendapatan perkapita. Bila pada tahun 2004 pendapatan rata-rata masyarakat Jawa Timur baru berkisar sebesar 9,3 juta rupiah, pada tahun 2005 meningkat menjadi 10,88 juta rupiah. Pada tahun 2006, pendapatan rata-rata masyarakat kembali meningkat menjadi sebesar 12,56 juta rupiah, dan pada akhir tahun 2007 pendapatan rata-rata penduduk Jawa Timur telah mencapai sekitar 14,07 juta rupiah (Bappeprop, 2008). Secara makro, kesejahteraan masyarakat petani Jawa Timur juga menunjukkan angka positif. Hal ini diindikasikan melalui Nilai Tukar Petani (NTP) yang pada tahun 2004 sebesar 105,02 meningkat menjadi 105,29 di tahun 2005 dan 111,68 di tahun 2006, selanjutnya pada akhir tahun 2007 angka tersebut mencapai 113,12. Perbaikan ini selaras dengan peningkatan produk-produk hasil pertanian Jawa Timur. Seperti yang disampaikan dalam situs Bappeprop (2008), bahwa secara keseluruhan, total surplus komoditi pangan strategis Jawa Timur pada akhir tahun 2007 adalah sebagai berikut:

3 Tabel 3 Data Surplus Komoditi Pangan Strategis Provinsi Jawa Timur pada akhir Tahun 2007 No Jenis Komoditi Surplus Produksi 1. Beras 2,47 juta ton 2. Jagung 3,56 juta ton 3. Ubi Kayu 3,07 juta ton 4. Ubi Jalar 74,63 ribu ton 5. Kacang Tanah 178,78 ribu ton 6. Kacang Hijau 70,54 ribu ton 7. Daging 58,12 ribu ton 8. Telur 12,79 ribu ton 9. Susu 134,37 ribu ton Berdasarkan kondisi Jawa Timur yang memiliki potensi besar di sektor pertanian, dengan semangat otonomi daerah, maka pemerintah provinsi menetapkan visi jangka panjang tahun 2005-2025, yaitu Jawa Timur sebagai "Pusat Agribisnis Terkemuka, Berdaya Saing Global, dan Berkelanjutan". Adapun misi pertama yang ingin dicapai adalah Agroindustri Berbasis Inovasi Teknologi. Seperti yang dikutip dalam situs resmi Bappeprop Jawa Timur (2008), bahwa performa kinerja perekonomian Jawa Timur sampai saat ini sebenarnya telah menunjukkan adanya transformasi struktural dari sektor primer ke sektor sekunder. Oleh karena itu, merupakan langkah yang tepat apabila sektor agroindustri dikembangkan di Jawa Timur. Pengembangan agroindustri diarahkan agar dapat menciptakan keterkaitan antara sektor pertanian dengan sektor industri, sehingga mampu mendorong peningkatan nilai tambah dan menumbuhkan kegiatan ekonomi di daerah-daerah. Lebih jauh lagi, tujuan industrialisasi termasuk di dalamnya agroindustri adalah untuk mengejar pertumbuhan ekonomi. Keberadaan sektor agroindustri diharapkan dapat meningkatkan permintaan komoditi pertanian, karena sektor ini berperan dalam mendiversifikasi produk pertanian menjadi produk olahan yang dapat diterima oleh konsumen. Selain itu, keberadaan sektor agroindustri pada suatu wilayah diharapkan mampu: (1) meningkatkan pendapatan, terutama pendapatan petani, (2) memperluas lapangan kerja baik di perdesaan maupun di perkotaan, (3) meningkatkan nilai tambah produk pertanian, (4) meningkatkan ekspor hasil pertanian, (5) memacu tumbuhnya industri lain yang memerlukan

4 bahan baku dari sektor pertanian, dan (6) dapat menjadi faktor penarik bagi pengembangan diversifikasi pertanian (Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian dalam Soekartawi, 2005). Sektor agroindustri merupakan sektor yang perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. Oleh karena itu diperlukan sebuah analisis yang komprehensif untuk merencanakan pengembangan sektor tersebut di Jawa Timur. Analisis dari sisi sektoral saja tidak cukup untuk menghasilkan kebijakan yang tepat, karena pertumbuhan perekonomian suatu wilayah tidak hanya dipengaruhi oleh hubungan antar sektor saja, melainkan dipengaruhi juga oleh wilayahwilayah yang tercakup di dalamnya. Maka dari itu, karya tulis ini akan menganalisis perencanaan pembangunan agroindustri dari sisi sektoral dan wilayah, sehingga akan dihasilkan kebijakan yang tepat dan akan mempercepat pengembangan sektor agroindustri pada khususnya dan perekonomian Jawa Timur pada umumnya. 1.2 Perumusan Masalah Perencanaan pembangunan wilayah adalah perencanaan penggunaan ruang wilayah dan perencanaan aktivitas pada ruang wilayah tersebut. Aktivitas yang dimaksud terutama adalah aktivitas ekonomi, yang tercakup dalam kegiatan perencanaan pembangunan wilayah, baik jangka panjang, jangka menengah maupun jangka pendek (Tarigan, 2006). Apabila diamati dari struktur PDRB per kapita kabupaten/kota Jawa Timur pada Tabel 4, akan terlihat perbedaan yang cukup signifikan. Wilayah kota di Jawa Timur cenderung memiliki PDRB per kapita yang lebih tinggi dibandingkan wilayah kabupaten. Kabupaten yang memiliki PDRB per kapita tinggi adalah kabupaten yang berada dalam kawasan pengembangan Gerbangkertasusila. Lima wilayah yang memiliki PDRB per kapita paling tinggi adalah Kota Kediri, Kota Surabaya, Kota Malang, Kabupaten Sidoarjo, dan Kabupaten Gresik. Adapun lima wilayah dengan PDRB per kapita paling rendah adalah Kabupaten Pacitan, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Sampang, dan Kabupaten Bondowoso. Apabila diamati lebih lanjut, wilayah-wilayah dengan

5 PDRB per kapita rendah terletak di wilayah pulau Madura dan wilayah selatan Jawa Timur. Tabel 4 PDRB per kapita kabupaten/kota di Jawa Timur tahun 2007 (juta rupiah) No Kode Kabupaten/Kota Nilai 01. 71 Kota Kediri 171,62 02. 78 Kota Surabaya 51,61 03. 73 Kota Malang 27,76 04. 15 Kabupaten Sidoarjo 24,23 05. 25 Kabupaten Gresik 23,50 06. 76 Kota Mojokerto 17,64 07. 74 Kota Probolinggo 16,58 08. 4 Kabupaten 12,43 09. 77 Kota Tl Madiun 11,48 10. 79 Kota Batu 11,45 11. 10 Kabupaten Banyuwangi 11,05 12. 13 Kabupaten Probolinggo 10,37 13. 75 Kota Pasuruan 10,34 14. 23 Kabupaten Tuban 10,23 15. 16 Kabupaten Mojokerto 10,19 16. 8 Kabupaten Lumajang 9,97 17. 12 Kabupaten Situbondo 9,86 18. 7 Kabupaten Malang 9,72 19. 72 Kota Blitar 8,95 Sumber: Data Statistik Indonesia, 2009 No Kode Kabupaten/Kota Nilai 20. 22 Kabupaten Bojonegoro 8,84 21. 17 Kabupaten Jombang 8,54 22. 20 Kabupaten Magetan 8,52 23. 5 Kabupaten Blitar 8,47 24. 29 Kabupaten Sumenep 8,18 25. 9 Kabupaten Jember 7,86 26. 14 Kabupaten Pasuruan 7,78 27. 18 Kabupaten Nganjuk 7,31 28. 6 Kabupaten Kediri 7,30 29. 19 Kabupaten Madiun 6,68 30. 21 Kabupaten Ngawi 6,09 31. 2 Kabupaten Ponorogo 5,90 32. 24 Kabupaten Lamongan 5,88 33. 26 Kabupaten Bangkalan 5,83 34. 11 Kabupaten Bondowoso 5,28 35. 27 Kabupaten Sampang 4,79 36. 3 Kabupaten Trenggalek 4,68 37. 28 Kabupaten Pamekasan 4,62 38. 1 Kabupaten Pacitan 4,38 Rata-Rata Jawa Timur 14,50 Perbedaan tingkat pendapatan per kapita ini bisa menjadi salah satu indikasi adanya ketimpangan pembangunan wilayah di Jawa Timur yang diakibatkan oleh tingginya konsentrasi aktivitas ekonomi pada pusat-pusat pertumbuhan di wilayah kota dan wilayah Gerbangkertasusila (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, dan Lamongan). Hal tersebut diperkuat dengan struktur ketenagakerjaan di Provinsi Jawa Timur, di mana pertumbuhan jumlah penduduk yang bekerja di sektor industri pada tahun 2005 lebih besar dibandingkan sektor pertanian. Jumlah pekerja di sektor industri bertambah sebesar 11,9% sedangkan pekerja di sektor pertanian hanya sebesar 3,58% (Pemerintah Provinsi Jawa Timur, 2008). Meski demikian, World Bank Development Report (2009) mengemukakan bahwa konsentrasi aktivitas ekonomi pada wilayah-wilayah tertentu tidak dapat dihindari dan bahkan cenderung dibutuhkan dalam pertumbuhan ekonomi. Hal

6 tersebut merupakan salah satu bagian dari proses pembangunan. Sedangkan ketimpangan wilayah merupakan konsekuensi yang wajar asalkan masih dalam batas yang layak. Pada umumnya, daerah-daerah yang memiliki basis perekonomian di sektor pertanian identik dengan ketertinggalan dalam pembangunan. Akan tetapi, sebenarnya justru hal tersebut dapat menjadi keunikan dan kekuatan tersendiri dalam mencanangkan strategi pembangunan wilayah. Keterkaitan yang kuat antara sektor pertanian (hulu) dan sektor industri (hilir) dalam struktur perekonomian wilayah merupakan pondasi yang kuat dalam perkembangan perekonomian. Hal ini disebabkan karena proses produksi yang terjadi banyak menggunakan bahan-bahan lokal sehingga tingkat ketergantungan dari luar daerah atau luar negeri relatif kecil. Pemanfaatan sumber daya lokal yang besar pada akhirnya akan meningkatkan nilai tambah yang tercipta. Berdasar visi dan misi yang dicanangkan oleh pemerintah Provinsi Jawa Timur, maka beberapa strategi pembangunan yang hendak dicapai terkait dengan pengembangan agroindustri adalah sebagai berikut (Bappeprop, 2008): 1. Penguatan kelembagaan Agribisnis/agroindustri Pertanian melalui perbaikan kinerja masing-masing sektor yang saling terkait. 2. Penetapan Rencana Induk Pengembangan Ekspor Produk Pertanian. 3. Pengembangan industri pengolahan hasil perikanan dan hasil laut. Komoditi yang akan dikembangkan, antara lain : pengolahan rumput laut, pengalengan ikan, cold storage, tepung ikan, dan lain-lain. 4. Pengembangan industri pengolahan hasil peternakan. Beberapa komoditi yang akan dikembangkan, antara lain : susu, kulit dan lain-lain. 5. Pengembangan industri pengolahan hasil perkebunan. 6. Pengembangan industri berbasis hasil pertanian dan holtikultura. 7. Diversifikasi produk industri pengolahan hasil pertanian. Mengingat akan selalu adanya keterbatasan dalam pelakasanaan proses pembangunan, maka Hirschman dalam Todaro (1989), menyatakan bahwa pada negara berkembang pembangunan ekonomi tidak dilakukan secara serentak. Pemerintah perlu menetapkan prioritas dalam pembangunan melalui pemilihan sektor unggulan, dimana sektor unggulan ini akan memberi implikasi ke depan

7 (forward linkage) dan ke belakang (backward linkage) terhadap sektor-sektor lainnya. Sedangkan menurut Miyarto et al (1993), dalam pembangunan ekonomi sektoral, priortias hendaknya diberikan kepada sektor-sektor yang mempunyai daya penyebaran dan derajat kepekaan yang tinggi. Pembangunan pada sektorsektor tersebut akan memberikan efek multiplier yang relatif besar bagi pertumbuhan ekonomi. Di samping itu, World Bank Development Report (2009) menyebutkan bahwa potensi ekonomi di tingkat kabupaten/kota akan jauh lebih spesifik dibandingkan potensi ekonomi di tingkat provinsi maupun negara. Hal ini memiliki arti bahwa setiap kabupaten/kota bisa memiliki spesifikasi potensi yang lebih beragam. Oleh karena itu, dalam menetapkan prioritas pembangunan bukan saja diperlukan pemilihan sektor unggulan, namun juga diperlukan pemilihan lokasi yang potensial bagi pengembangan sektor unggulan tersebut dengan tetap memperhatikan agar ketimpangan wilayah berada dalam batas yang masih dapat ditoleransi. Sebagai motor penggerak pembangunan pertanian di Jawa Timur, sektor agroindustri diharapkan dapat menjalankan peran penting dalam kegiatan pembangunan daerah, baik dalam sasaran pertumbuhan ekonomi maupun keberlangsungan pembangunan wilayah. Dengan adanya kajian keterkaitan sektoral wilayah antar kota dan kabupaten ini diharapkan akan dapat memicu pembangunan agroindustri di propinsi Jawa Timur serta meminimalisir adanya kesenjangan antar wilayah. Dengan mempertimbangkan hal di atas, maka pokok permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah kondisi ketimpangan pembangunan wilayah di Jawa Timur? 2. Sektor agroindustri apakah yang dapat menjadi unggulan di Jawa Timur? 3. Wilayah kabupaten/kota manakah yang berpotensi menjadi lokasi pengembangan sektor agroindustri unggulan? 4. Bagaimanakah peta spasial dari penyebaran sektor agroindustri unggulan Jawa Timur?

8 5. Strategi kebijakan apakah yang dapat diambil pemerintah untuk mengembangkan perekonomian Jawa Timur, khususnya pada sektor agroindustri, dalam upaya mengurangi ketimpangan wilayah? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas pada penelitian ini secara garis besar bertujuan untuk menyusun sebuah perencanaan pembangunan agroindustri berdasar pendekatan sektoral dan wilayah di Jawa Timur. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui kondisi ketimpangan pembangunan wilayah di Jawa Timur. 2. Mengetahui sektor agroindustri yang dapat menjadi unggulan di Jawa Timur. 3. Mengetahui wilayah kabupaten/kota yang berpotensi menjadi lokasi pengembangan sektor agroindustri unggulan. 4. Membangun peta spasial dari penyebaran sektor agroindustri unggulan Jawa Timur. 5. Menyusun strategi kebijakan pemerintah untuk mengembangkan perekonomian Jawa Timur khususnya pada sektor agroindustri, dalam upaya mengurangi ketimpangan wilayah 1.4 Kegunaan Penelitian Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi berbagai pihak sebagai: 1. Acuan dalam membuat kebijakan baru pengembangan sektor agroindustri guna menunjang pembangunan ekonomi di Propinsi Jawa Timur. 2. Bahan informasi mengenai kondisi perekonomian Jawa Timur khususnya pada sektor agroindustri. 3. Bahan informasi dan masukan sebagai sumbangsih pemikiran yang nantinya dapat dikembangkan oleh peneliti di bidang ekonomi wilayah di kemudian hari.