PENGENDALI TEMPERATUR FLUIDA PADA HEAT EXCHANGER DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN PREDIKTIF Rr.rahmawati Putri Ekasari, Rusdhianto Effendi AK., Eka Iskandar Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 6111 Surabaya E-mail: puputrahmarr@yahoo.com,ditto@ee.its.ac.id,iskandar@elect-eng.its.ac.id Abstrak - Permasalahan yang terjadi dalam pengendalian temperatur sistem kerja Heat exchanger adalah terjadinya perubahan laju fluida yang akan menyebabkan terjadinya perubahan parameter-parameter pada plant heat exchanger yang dapat mempengaruhi output temperatur pada heat exchanger. Respon output pada plant heat exchanger selalu mengalami keterlambatan, karena proses perpindahan panas sehingga menimbulkan time delay pada respon ouput. Adanya time delay pada respon output yang mendasari untuk menggunakan kontrol prediktif pada sistem. pada penelitian ini digunakan metode kontrol jaringan saraf tiruan prediktif. Hasil dari pengujian dapat dilihat bahwa kontroler telah mampu beradaptasi terhadap perubahan dari temperatur, dimana error yang terjadi pada penelitian ini mencapi 2% dan tidak terjadi osilasi pada respon sinyal output pada plant. Kata kunci : Jaringan saraf tiruan, prediktif, heat exchanger I. PENDAHULUAN Heat exchanger (HE) merupakan peralatan yang banyak digunakan dalam industri proses (process industry) yang berfungsi untuk menukarkan atau mengalirkan panas dari suatu fluida ke fluida lainnya. Biasanya, medium pemanas dipakai adalah air yang dipanaskan sebagai fluida panas dan air biasa sebagai air pendingin (cooling water). Penukar panas dirancang sebisa mungkin agar perpindahan panas antar fluida dapat berlangsung secara efisien. Pertukaran panas terjadi karena adanya kontak, baik antara fluida terdapat dinding yang memisahkannya maupun keduanya bercampur langsung (direct contact). Proses perpindahan panas ini perlu untuk dikontrol agar diperoleh temperatur fluida sesuai dengan kriteria yang diinginkan, dan pemanfaatan sumber energi yang tersedia dapat digunakan lebih optimal.untuk mencapai kriteria yang telah dijabarkan diatas, terdapat beberapa permasalahan yang muncul. Masalah ini terjadi akibat dari terbatasnya area kerja sensor dan adanya buffle pada plant heat exchanger, sehingga terjadi keterlambatan respon pada plant heat exchanger. Keterlambatan respon plant heat exchanger jika kontroler dengan menggunakan sistem kontrol PID biasa, tidak mampu mengatasi masalah tersebut. Maka digunakan sistem kontrol jaringan saraf tiruan prediktif. Model kesalahan prediksi dirancang berdasarkan model suatu plant. Model plant tersebut digunakan untuk memprediksi keluaran dari plant, sehingga mengurangi terjadi error dan sesuai dengan kriteria yang diinginkan. II. PERANCANGAN SISTEM A. Model Dinamik Heat Exchanger Pada penelitian ini digunakan heat exchanger tipe shell and tube. Shell and tube adalah alat penukar panas yang sering digunakan pada dunia industri. Sejumlah metode termal simulasi dan desain telah dikembangkan untuk heat exchanger shell and tube dapat beroperasi dengan baik. Alat penukar panas jenis shell and tube dialiri oleh dua fluida dengan temperatur yang berbeda-beda, hal ini dimaksudkan untuk memfungsikan heat exchanger sebagai pemanas dan pendingin. Heat exchanger tipe shell and tube dibagi menjadi 5 bagian, tiap bagian dari heat exchanger terjadi pertukaran panas, sehingga pertukaran panas yang terjadi pada heat exchanger terjadi secara maksimal. Dapat dilihat pada Gambar 1 pembagian zona pada heat exhanger yang menunjukkan bahwa input fluida pada shell dan tube mengalir secara berlawanan, hal ini dilakukan agar temperatur output pada shell menerima panas dai tube secara maksimal. 1
Ts 1 Ts 2 Ts 3 Ts 4 Ts 5 Ts out Tt out Tt 5 Tt 4 Tt 3 Tt 2 Tt 1 Ts input Ts 1 Ts 2 Ts 3 Ts 4 Ts 5 Tt input Gambar 1 Pembagian temperatur pada shell and tube Gambar 1 diatas didapatkan pemodelan matimatika yang digunakan dalam simulasi pada Malab. Pemodelan matimatika menggunakan prinsip perpindahan panas yang dijabarkan dibawah ini: Untuk energy balance pada heat exchanger dapat dilihat pada Persamaan 2.5 [1], tingkat akumalasi energi = energi flow yang masuk energi flow yang keluar + heat transfer. ( ) (1) di mana adalah laju perubahan terhadap waktu dari energi didalam sistem, adalah energi flow yang masuk, adalah energi flow yang keluar pada sistem dan Q(t) adalah heat transfer dari sistem. Dengan asumsi bahwa heat exchanger terisolasi dengan baik plant, panas yang tidak penting hilang di sekitarnya. Dalam sistem ini, istilah akumulasi energi kinetik dan potensial adalah nol. Maka satu-satunya variabel yang dapat diukur adalah energi internal dan entalpi adalah variabel terukur. Dengan menggunakan hubungan termodinamika[1] (2) di mana adalah kepadatan cairan produk, dalam kg/lt, V adalah volume dari penukar panas, adalah kapasitas panas dari cairan produk, dalam kcal/kg dan pada fluida sebagai tambahan: adalah laju perubahan temperatur ( ) (3) ( ( ) ) (4) di mana adalah energi flow yang masuk dalam sistem, adalah energi flow, adalah flow yang masuk ke dalam heat exchanger, adalah temperatur input fluida, ( ) adalah temperatur fluida output, dan adalah temperatur referensi. Dari penurunan rumus diatas, didapatkan rumus perpindahan panas pada tube and shell sebagai berikut: Shell Tube ( ) ( ) (5) ( ) ( ) (6) Dari Persamaan 5 pada sheel dan Persamaan 6 pada tube didapatkan pemodelan matimatika pada heat exchanger yang menggunakan parameter serta model matematika didapatkan dari paper dengan judul Modeling of a Dynamic Countercurrent Tubular Heat exchanger, pada zona 1 sampai zona 5 pada tube dan shell yang dijabarkan dibawah ini[4]: Zona 1= N (shell,tube) = ( ) - ( ) + (7) = β 1 ( ) - ( ) - (8) Zona 2 = N (shell,tube) = ( ) - ( ) + (9) = ( ) - ( ) - () Zona 3 = N (shell,tube) = ( ) - ( )+ (11) = ( ) - ( ) - (12) Zona 4 = N (shell,tube) = ( ) - ( ) + (13) = ( ) - ( ) - (14) Zona 5 = N (shell,tube) Dimana, = ( ) - ( )+ (15) = ( )- ( ) - (16) (17) (18) 2
(19) () Model matimatika yang telah dijabarkan diatas pada zona 1 sampai zona 5 pada tube dan shell. Setelah mendapatkan pemodelan plant, langkah selanjutnya adalah melakukan identifikasi plant agar dapat mengetahui karakteristik plant tersebut. Proses identifikasi ini dengan cara melakukan simulasi plant secara open loop dengan menggunakan Matlab. Setelah mendapatkan hasil respons dari sistem open loop selanjutnya dirancang sistem kontroler dengan menggunakan jaringan saraf tiruan. Tabel.1 Parameter Heat exchanger Jaringan saraf tiruan adalah jenis kontroler yang menggunakan sistem kendali cerdas, sehingga mampu beradaptasi terhadap perubahan nilai parameter pada plant, yang nantinya diharapkan respons plant mampu beradaptasi terhadap nilai dari set point. Pada Gambar 3 adalah struktur jaringan saraf yang digunakan pada penelitian ini. LK LK-1 LK-2 LK-3 ek ek-1 ek-2 ek-3 uk ek-4 uk uk-1 uk-2 uk-3 uk-4 Gambar 3 Struktur jaringan saraf tiruan B. Perancangan Jaringan Saraf Tiruan Setelah mendapatkan pemodelan plant, langkah selanjutnya adalah melakukan identifikasi plant agar dapat mengetahui karakteristik plant tersebut. Proses identifikasi ini dengan cara melakukan simulasi plant secara open loop dengan menggunakan MATLAB. Setelah mendapatkan hasil respons dari sistem open loop selanjutnya dirancang sistem kontroler dengan menggunakan jaringan saraf tiruan. Kontroler dirancang sedemikian rupa hingga memperoleh respons sistem sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Metode kontrol jaringan saraf tiruan dapat beradaptasi dengan baik terhadap plant heat exchanger dengan input dan beban berubahubah, maka dapat memperoleh efek kontrol yang baik, dan meningkatkan quality control pada sistem. Gambar 2 adalah diagram blok kontroler yang digunakan dalam metode jaringan saraf tiruan. Proses feedforward dari Jaringan Syaraf Tiruan adalah dengan menjumlahkan semua masukan yang dikalikan dengan pembobot dari masing-masing masukan. Selanjutnya fungsi aktifasi mengubah hasil penjumlahan tadi menjadi sebuah keluaran. Dalam hal ini fungsi aktifasi digunakan fungsi linier. Hal ini dikarenakan pembobot nantinya digunakan sebagai matriks dari persamaan state. Proses pembelajaran dari Jaringan Syaraf Tiruan dengan lapisan tunggal sering dinamakan Perceptron. Dalam pembelajaran ini dilakukan dengan melihat error antara keluaran estimasi dengan keluaran yang sebenarnya. Ketika error masih besar, maka akan dilakukan koreksi terhadap setiap pembobot hingga error terhadap respons plant semakin kecil. Algoritma pemrograman untuk identifikasi menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan ini adalah sebagai berikut[3]. Rumus Perhitungan Forward (21) Output Neuron (22) Gambar 2. Diagram blok kontroler Error Model Revisi Bobot (23) 3
(24) C. Model Kesalahan Prediksi Model prediksi kesalahan adalah suatu sinyal yang menghasilkan model prediksi kesalahan yang akan datang sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Tujuan dari model prediktif kontrol agar output dapat mengikuti input. Setiap plant yang diberikan input maka outputnya pasti akan terlambat. Jika dapat diprediksi sinyal output maka dapat dibuat mekanisme kontroler agar Untuk mendapatkan model persamaan sistem, dapat dijelaskan berdasarkan diagram kontroler dari model sistem pada Gambar 4 sebagai berikut : ym(k+n) e(k+n) LK LK-1 LK-2 LK-3 ym(k) - ek + PLANT ek-1 uk ek-2 ek-3 ek-4 uk uk-1 uk-2 uk-3 uk-4 z -1 Gambar 5. Struktur jaringan saraf tiruan prediktif + - III. ANALISA DATA Gambar 4. Mekanisme Prediksi Dari Gambar 4 digunakan untuk keperluan simulasi dengan penyederhanaan model mekanisme prediksi sinyal reference. Kontroler didesain sedemikian rupa agar nilai dari e sama dengan nol dan model reference didesain dengan cara mencari nilai yang paling tepat terhadap respons. Agar sesuai dengan tujuan dari model prediktif kontrol yaitu output harus sama dengan input atau, maka dengan input berupa error antara nilai output plant dan set point. Model refernce digunakan untuk menyesuaikan terhadap respons plant. Dari penjelasan yang telah dipaparkan diatas, maka didesain suatu stuktur jaringan saraf tiruan prediktif yang nantinya diharapkan dapat memperbaiki respon plant yang terdapat time delay yang telah dikontrol dengan menggunakan jaringan saraf tiruan, sehingga sesuai dengan kriteria yang dinginkan dan mengurangi terjadinya error yang sangat besar. Struktur jaringan saraf tiruan prediktif dapat dilihat pada Gambar 5. Berdasarkan perancangan sistem yang telah dibahas pada Bab III, langkah berikutnya adalah melakukan simulasi dari perancangan sistem, yang kemudian akan dilakukan analisa terhadap semua hasil simulasi. Uji simulasi dilakukan dengan menggunakan MATLAB. Tujuan dari uji coba dan analisa adalah untuk mengetahui kinerja dari pengendali Jaringan Saraf Tiruan Prediktif tanpa constraints dan dengan constraints dengan parameter yang berbeda-beda. Dikatakan kontrol jaringan saraf tiruan prediktif jika input yang berupa error yang terjadi karena adanya selisih antara input yang diprediksi dengan output plant yang telah dikontrol dengan menggunakan jaringan saraf tiruan. Seperti yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa respons dari heat exchanger terjadi keterlambatan karena adanya sekat (baffle) yang membagi heat exchanger untuk proses perpindahan panas, maka diperlukan kontrol prediktif untuk memprediksi output yang akan datang, sehingga menghindari terjadi lonjakan error yang sangat besar. Pada penelitian kali ini penulis membuat 4 keadaan untuk mengetahui seberapa baik respons plant yang telah didesain. Keadaan pertama nilai dari set point dibuat konstan dan nilai beban juga dibuat konstan dengan kata lain plant tidak terdapat gangguan, keadaan kedua dengan membuat set point konstan dan nilai beban berubah-ubah, keadaan ketiga membuat nilai set point bervariasi dan beban konstan dan keadaaan keempat membuat set point bervariasi dan nilai beban juga bervariasi. Dibawah ini akan dijelaskan hasil dari simulasi dengan 4 keadaan yang berbeda-beda untuk mengetahui seberapa baik kontroler yang telah didesain. Dengan menggunakan metode jaringan saraf tiruan prediktif diberikan beban konstan dan set point juga dibuat konstan, respons plant sangat mudah untuk mengikuti model reference, karena tidak terdapat gangguan pada plant dilihat dari 4
input berupa beban yang konstan dan input temperatur juga dibuat konstan. Pada Gambar 5 menunjukan hasil simulink dengan set point konstan dan beban konstan Gambar 5 Hasil simulink dengan metode jaringan saraf tiruan prediktif dengan beban konstan dan set point konstan Dapat dilihat pada Gambar 5 bahwa respons respons plant telah mampu mengikuti respons sinyal yang terprediksi. Mula-mula respons plant melonjak hingga mencapai suhu 84 o C, kemudian turun mendekati sinyal yang terprediksi dan mengalami steady state dengan settling time pada 5 detik. Keadaan untuk mencapai steady state dengan menggunakan jaringan saraf tiruan prediktif lebih cepat, karena learning rate yang digunakan lebih besar. Keadaan kedua dengan menentukan set point konstan dan nilai beban yang dibuat bervariasi. Perubahan beban pada plant heat exchanger digunakan sebagai gangguan dengan memberikan nilai beban yang bervariasi dengan range minimal 6 L/menit dan maksimal L/menit, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan dari kontroler dapat beradaptasi dengan perubahan beban dari plant heat exchanger. Pada Gambar 6 menunjukan hasil simulink dengan beban berubah-ubah dan set point konstan. 9 8 7 6 5 4 3 9 8 7 6 5 4 3 3 4 5 6 7 8 9 3 4 5 6 7 8 9 6 detik. Keadaan untuk mencapai steady state dengan menggunakan jaringan saraf tiruan prediktif lebih cepat, karena learning rate yang digunakan lebih besar. Keadaan ketiga melakukan pengujian kontroler pada plant heat exchanger dengan set point yang bervariasi dan beban konstan yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan kontroler untuk dapat beradaptasi dan mampu mengikuti perubahan nilai set point yang diberikan dengan kesalahan sekecil mungkin. Dibawah ini pada Gambar 7 menunjukan hasil dari simulink dengan set point bervariasi dan beban konstan 9 8 7 6 5 4 3 3 4 5 6 7 8 9 Gambar 7 hasil simulink metode jaringan saraf tiruan dengan set point bervariasi dan beban konstan Dapat dilihat pada Gambar 7 respons plant yang telah dikontrol mampu mengikuti respons respons model reference. Kemampuan dari output plant yang telah mampu beradaptasi dengan perubahan set point dapat dikatakan cepat. Dari hasil respons plant yang ditunjukan bahwa respons plant mula-mula naik mencapai 85 o C kemudian turun dan terjadi osilasi selama 15 detik dan output plant mampu beradaptasi dengan perubahan dari set point. Error yang terjadi bervariasi dengan nilai maksimal error 2%, dengan error maksimal 2% respons sudah cukup dikatakan baik. Pengujian yang empat dengan cara mengubah nilai set point yang bervariasi dan nilai beban juga bervariasi dengan error sekecil mungkin. Dengan harapan agar respons output pada plant dapat mengikuti perubahan set point dan perubahan beban. Pada Gambar 8 menunjukan hasil simulink denga set point yang bervariasi dan beban bervariasi. 9 Gambar 6 hasil simulink dengan metode jaringan saraf tiruan prediktif dengan beban bervariasi dan set point konstan Dapat dilihat pada Gambar 6. Mula-mula respons plant melonjak hingga mencapai suhu 84 o C, lonjakan tersebut hanya berlangsung selama 5 detik, kemudian sinyal turun mendekati nilai set point dengan respons sinyal yang berosilasi. Terjadinya osilasi akibat adanya beban yang bervariasi dengan range minimal 6 L/menit dan maksimal L/menit dan model reference mengalami steady state dengan settling time pada 8 7 6 5 4 3 3 4 5 6 7 8 9 Gambar 8 hasil simulink metode jaringan saraf tiruan dengan set point bervariasi dan beban bervariasi Dengan membuat nilai set point yang bervariasi dengan range 65 o C -75 o C dan beban bervariasi dengan range 6 L/menit- L/menit 5
dapat dilihat pada Gambar 8 menunjukan bahwa respons output plant yang telah dikontrol mulamula melonjak hingga mencapai 84 o C dan sinyal turun mendekati nilai dari model reference. Respons plant yang telah dikontrol tidak dapat mengikuti perubahan beban dengan baik, tetapi mampu beradaptasi, hal ini terjadi karena pada peneletian ini tidak menggunakan metode adaptif. Pada penelitian ini penulis hanya menggunakan metode jaringan saraf tiruan prediktif sehingga output plant hanya mampu beradaptasi dan error yang terjadi mencapai 4%, dengan error yang mencapai 4% sudah cukup dikatakan baik untuk kontroler dapat mengkontrol suatu plant. IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimulan Secara umum dapat dikatakan bahwa sistem kontrol yang didesain untuk mengatur temperatur pada heat exchanger dapat bekerja dengan baik dan sudah sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Dari uraian yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pemodelan kontroler dengan menggunakan metode jaringan saraf tiruan dapat bekerja dengan baik. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil pengujian pada simulink bahwa sinyal output plant dapat beradaptasi terhadap set point yang berubah-ubah. Pada pengujian ini terjadi error sebesar. Dengan error yang mengcapai dapat dikatakan bahwa aksi kontroler terhadap perubahan set point sangat baik. 2. Desain kontroler jaringan saraf tiruan prediktif tidak mampu mengikuti perubahan beban yang cepat, sehingga menimbulkan error yang mencapai. Error yang terjadi lebih besar jika dibandingkan dengan mengubah nilai set point yang bervariasi.perbedaan kontrol jaringan saraf tiruan dan jaringan saraf tiruan prediktif adalah seberapa cepat respon plant dapat beradaptasi terhadap perubahan set point. Pada penelitian ini kontrol jaringan saraf tiruan lebih cepat beradaptasi terhadap perubahan set point dibandingkan dengan menggunakan jaringan saraf tiruan. 3. Lambat atau cepatnya respon output plant dapat beradapatasi terhadap perubahan set point dipengaruhi oleh besar kecilnya learing rate yang digunakan pada struktur jaringan saraf tiruan dan penggunaan bobot-bobot hasil revisi pada proses pemodelan plant. B. Saran Saran penulis untuk penelitian penelitian ini, diharapkan untuk kedepannya nilai dari learning rate pada struktur jaringan saraf tiruan dapat dirumuskan, sehingga untuk penelitian kedepannya tidak harus mencoba-coba nilai yang tepat untuk menentukan nilai dari learning rate pada suatu plant. Agar penelitian ini hasilnya lebih maksimal dapat ditambahkan kontroler adaptif pada struktur jaringan saraf tiruan, sehingga output plant dapat mengikuti perubahan beban dan dapat mengurangi error pada saat tracking. REFERENCE [1] Belinda Chong, Mohd Nor B, Modelling of A Hot Water Drum and Heat exchanger Process Control Training System [2] Kern,D.Q. 1952. Process Heat Transfer. [3] Sri kusumadewi, Membangun Jaringan Saraf Tiruan Menggunakan Matlab&Excel link. Penerbit Graha Ilmu.Jogjakarta.4 [4] Antonio Flores T, Modeling of a Dynamic Countercurrent Tubular Heat exchanger, 2 RIWAYAT HIDUP Rr.Rahmawati Putri Ekasari, lahir di Mataram, pada tanggal 31 Januari 199. Penulis memulai pendidikannya dari TK. Pembina, Mataram, kemudian melanjutkan studinya di SDN 31 Ampenan SMPN 2 Mataram, dan SMAN 1 Mataram. Setelah menamatkan SMA, penulis melanjutkan studinya di Politeknik Negri Malang pada Jurusan D3 Teknik Elektro dan lulus pada tahun 11. Selanjutnya penulis meneruskan studi sarjana di Teknik Elektro ITS, kemudian fokus pada bidang studi Teknik Sistem Pengaturan. Pada bulan Januari 14, penulis mengikuti seminar dan ujian Tugas Akhir sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Elektro dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. 6