Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013

dokumen-dokumen yang mirip
TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL MEROPLANKTON PADA MALAM HARI DAN HASIL TANGKAPANNYA DI TELUK CEMPI, NUSA TENGGARA BARAT

Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013

STRUKTUR KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI PERAIRAN MOROSARI, KECAMATAN SAYUNG, KABUPATEN DEMAK

HUBUNGAN ANTARA KELIMPAHAN FITOPLANKTON DENGAN ZOOPLANKTON DI PERAIRAN SEKITAR JEMBATAN SURAMADU KECAMATAN LABANG KABUPATEN BANGKALAN

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

URGENSI PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR TELUK AMBON DITINJAU DARI ASPEK SUMBERDAYA MEROPLANKTON

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

KEANEKARAGAMAN DAN DOMINANSI PLANKTON DI ESTUARI KUALA RIGAIH KECAMATAN SETIA BAKTI KABUPATEN ACEH JAYA

BAB III BAHAN DAN METODE

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TEKNIK PENGAMBILAN, IDENTIFIKASI, DAN PENGHITUNGAN KELIMPAHAN PLANKTON DI PERAIRAN TELUK JAKARTA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan

2.2. Struktur Komunitas

STUDI KELIMPAHAN MEROPLANKTON KEPITING Scylla sp. PADA KONDISI LINGKUNGAN PERAIRAN YANG BERBEDA DI WILAYAH BARAT PESISIR KOTA TARAKAN

Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013

3. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

3. METODE PENELITIAN

KOMPOSISI LARVA UDANG DI PERAIRAN PESISIR KABUPATEN KUBU RAYA, KALIMANTAN BARAT

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

KONDISI KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI PERAIRAN TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA PROVINSI PAPUA. Triana Mansye Kubelaborbir 1 dan Joselina Akerina 1

Struktur Komunitas Zooplankton di Muara Sungai Serang, Jogjakarta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Udang adalah hewan kecil tak bertulang belakang (invertebrata) yang

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG

Struktur Komunitas Zooplankton di Ekosistem Lamun Alami dan Berbagai Lamun Buatan Perairan Teluk Awur, Jepara

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

DI DWERAN INTERTlDAk PBNTAI KAMAL

TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING BAKAU Scylla paramamosain Estampador DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG.

Struktur Komunitas Zooplankton Secara Horisontal Di Desa Mangunharjo, Kec. Tugu, Semarang

BAB III METODE PENELITIAN

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH

Metodologi Penelitian Biologi Laut

Prosiding Semnas FMIPA UNPATTI, 2014

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kurang dari pulau dengan luasan km 2 yang terletak antara daratan Asia

BAB I PENDAHULUAN. terluas di dunia sekitar ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove

Oleh. Firmansyah Gusasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dan lautan. Hutan tersebut mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan

BAB III METODE PENELITIAN

KELIMPAHAN LARVA UDANG Penaeid PADA SAAT PASANG DI SALURAN TAMBAK DESA GEMPOLSEWU, KAB. KENDAL

4. KONDISI HABITAT SIMPING

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. PT. Bintuni Utama Murni Wood Industries 1

BAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia

TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup yang panjang. Oleh karena itu peran bentos dalam

Stasiun 1 ke stasiun 2 yaitu + 11,8 km. Stasiun '4.03"LU '6.72" BT. Stasiun 2 ke stasiun 3 yaitu + 2 km.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengelompokkan zooplankton berdasarkan ukurannya dapat dibagi menjadi beberapa kelompok menurut Arinardi et al. (1997), yaitu :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Struktur Komunitas Zooplankton di Perairan Desa Mangunharjo Kecamatan Tugu Semarang

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV KEMANFAATAN PEMETAAN ENTITAS ENTITAS EKOSISTEM DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR

BAB III METODELOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting

HUBUNGAN PARAMETER KUALITAS AIR DENGAN KELIMPAHAN ZOOPLANKTON DI PERAIRAN PESISIR DESA SEBONG PEREH KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur

KOMPOSISI DAN KELIMPAHAN LARVA DAN JUVENIL IKAN DI SEKITAR MUARA SUNGAI TULUNG DEMAK. Revika, Pujiono Wahyu Purnomo*), Siti Rudiyanti

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Cetakan I, Agustus 2014 Diterbitkan oleh: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pattimura

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

STUDI KELIMPAHAN DAN SEBARAN PHYTOPLANKTON SECARA HORIZONTAL (KASUS SUNGAI KURI LOMPO KABUPATEN MAROS) Abdul Malik dan Saiful ABSTRAK

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (GASTROPODA DAN BIVALVIA) SERTA ASOSIASINYA PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI ULEE - LHEUE, BANDA ACEH, NAD

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

I. PENDAHULUAN. maka lautan merupakan satu-satunya tempat kumpulan organisme yang sangat. besar di planet bumi (Resosoedarmo, dkk, 1990).

3. METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

KEANEKARAGAMAN PLANKTON PADA HUTAN MANGROVE DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH. Halidah

Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s

PENGARUH AKTIVITAS MASYARAKAT TERHADAP KUALITAS AIR DAN KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI SUNGAI BELAWAN MEDAN

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. berbeda antara dua atau lebih komunitas (Odum, 1993).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

TEKNIK SAMPLING DAN MEMPERKIRAKAN KELIMPAHAN FITOPLANKTON PADA EKOSITEM MANGROVE DI SEKITAR P. PARANG, KEP. KARIMUNJAWA

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu komoditas perikanan

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan

Transkripsi:

KOMPOSISI DAN KELIMPAHAN MEROPLANKTON DI PERAIRAN PESISIR KABUPATEN PEMALANG, PROVINSI JAWA TENGAH pms-25 Hanung Agus Mulyadi 1, Muhammad Zainuri 2, Ita Widowati 2 dan Jusup Suprijanto 2 1 Mahasiswa double degree Pascasarjana MSDP, Universitas Diponegoro 2 Staf pengajar MSDP, Universitas Diponegoro E-mail:hans83_lipi@yahoo.com Abstrak Observasi hasil penelitian pemetaan sumberdaya hasil laut dan pengelolaan sumberdaya hasil tangkapan di Perairan Pemalang menuju zero waste management telah dilakukan Suprijanto dkk (2013). Berbagai penelitian telah dilakukan diantaranya keberadaan meroplankton untuk mendukung upaya manajemen sumberdaya perikanan. Keberadaan meroplankton di lokasi tersebut dapat mengindikasikan daerah asuhan (spawning ground) dan daerah asuhan (nursery ground) dari biota laut tertentu. Penelitian ini dilakukan selama empat bulan (Oktober-November 2012 dan Januari-Februari 2013) di perairan pesisir Kabupaten Pemalang. Tujuan penelitian adalah mengkaji komposisi dan kelimpahan meroplankton. Sampel meroplankton dikumpulkan dengan jaring planktonet (conical plankton net; ukuran mata jaring 100 µm, diameter mulut jaring 0,45 m) secara horizontal sebanyak 20 stasiun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi meroplankton di perairan pesisir Kabupaten Pemalang sebanyak 12 jenis. Komposisi meroplankton meliputi larva bivalvia, larva (zoea) brachyura, larva (megalopa) brachyura, larva echinodermata, larva penaidae, larva gastropoda, larva ikan, telur ikan, larva cirripedia, dan larva chyponautes. Kelimpahan meroplankton berkisar antara 5-444 ind/m 3 dengan rata-rata 88±102,63 ind/m 3. Kelimpahan rata-rata meroplankton tertinggi pada bulan Oktober 2012 mencapai 140±172,68 ind/m 3, dan terendah pada bulan November 2012 sebesar 14±11,78 ind/m 3. Kelimpahan larva (zoea) brachyura mencapai 175 ind/m 3 dan menjadi yang tertinggi dibandingkan dengan kelimpahan larva planktonis yang lain. Kata Kunci: Komposisi Meroplankton, Kelimpahan Meroplankton, Larva Brachyura, Pemalang Pengantar Meroplankton merupakan plankton yang hanya sebagian dari daur hidupnya dijalani sebagai plankton (terutama pada stadia larva). Nontji (2008) menyatakan bahwa plankton dari kelompok ini hanya menjalani kehidupan sebagai plankton pada tahap awal dari daur hidupnya yaitu tahap telur dan larva saja. Lebih lanjut dijelaskan bahwa ketika beranjak dewasa akan berubah menjadi nekton yang aktif berenang maupun menjalani kehidupannya sebagai bentos yang hidup menetap di dasar laut. Hampir semua atau sebagian besar biota laut (ikan, udang, kepiting, kerang, rajungan) memulai tahap awal dari daur hidupnya sebagai plankton. Sehingga kompoisi meroplankton sangat beragam, dan pada umumnya memiliki bentuk yang berbeda dari bentuk dewasanya. Keberadaan meroplankton banyak dijumpai di perairan pesisir (Romimohtarto & Juwana, 2004; Nontji, 2008). Asriyana & Yuliana (2012) menjelaskan bahwa larva-larva ikan laut pada fase awal akan bergerak masuk ke estuari untuk mencari tempat berlindung dan ketersediaan makanan yang lebih banyak. Terkait keberadaan meroplankton di kawasan pesisir, perlu dilakukan upaya pengelolaan sumberdaya perikanan di daerah pesisir. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji komposisi dan kelimpahan meroplankton di perairan pesisir. Sehingga diharapkan dapat memberi kontribusi terhadap pihak-pihak terkait dalam upaya pengelolaan manajemen sumberdaya perikanan pesisir di Kabupaten Pemalang. Bahan dan Metode Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Pemalang, Jawa Tengah selama 4 bulan (Oktober-November 2012, Januari-Februari 2013). Pengambilan sampel meroplankton dilakukan secara horizontal menggunakan conical planktonnet (mesh size 100 µm, diameter mulut jaring 0,45 m dan panjang 180 Semnaskan_UGM/Poster MSP (pms-25) 1

cm) secara secara horizontal pada 20 stasiun (Gambar 1). Jaring diletakkan di belakang kapal yang melaju dengan kecepatan 1.5 knot (1 knot=0.514m/detik; 1.5 knot: 0.7717 m/detik) selama 5 menit. Sampel yang tersaring dikoleksi dalam botol plastik ukuran 250 ml dan diberi pengawet formalin 4% (Omori & Ikeda, 1984). Pengukuran parameter oseanografis perairan meliputi temperatur, salinitas, oksigen terlarut, dan ph perairan. Pengamatan menggunakan mikroskop binokuler dan kemudian diidentifikasi dengan buku-buku acuan Yamaji (1984), Hutabarat & Evans (1986), Romimohtarto & Juwana (2004). Gambar 1. Lokasi Pengambilan Sampel Meroplankton di Perairan Pesisir Hasil dan Pembahasan Hasil Komposisi Meroplankton Komposisi meroplankton secara total mencapai 12 jenis yang bervariasi setiap bulan dan setiap lokasi, beberapa diantaranya telur ikan, larva (zoea) brachyura, larva ikan, larva bivalvia (Gambar 2). Meroplankton berkontribusi sebesar 10-39% dari total komposisi zooplankton. Komposisi meroplankton secara lebih detail tersaji pada Tabel 1. Gambar 2. Komposisi Meroplankton (dari kiri ke kanan): telur ikan, larva (zoea) brachyura, larva ikan, larva bivalvia di Perairan Pesisir Pemalang (Sumber: Dokumentasi pribadi, 2013). 2 Semnaskan_UGM/Poster MSP (pms-25)

Tabel 1. Komposisi Meroplankton di Perairan Pesisir Kabupaten Pemalang. Oktober 2012 November 2012 Meroplankton St1 St2 St3 St4 St5 St6 St7 St8 St9 St10 1. L. Penaidae - - - 2. L. Cirripedia - - - - - - - - - 3. L. (zoea) Brachyura - - - - - 4. L. (megalop) Brachyura - - - - - - - - 5. L. Echinodermata 6. L. Gastropoda - - - - - 7. L. Cephalopoda - - - - - - - - - - 8. L. Bivalvia - - - - - - - 9. L. Annelida - - - 10. Telur ikan - - - - - 11. Larva ikan - - - - - - - 12. Larva Cyponautes - - - - - - - - - - Jumlah Total 7 4 6 7 8 2 2 4 3 5 Persentase terhadap zooplankton(%) Meroplankton 30 17 24 22 33 10 10 21 15 24 Januari 2013 Februari 2013 St11 St12 St13 St14 St15 St16 St17 St18 St19 St20 1. L. Penaidae 2. L. Cirripedia - - - - - - - - - 3. L. (zoea) Brachyura - - - 4. L. (megalop) Brachyura - - - - - - - - - 5. L. Echinodermata - 6. L. Gastropoda - - - - 7. L. Cephalopoda - - - - - - - - 8. L. Bivalvia - - 9. L. Annelida - - - - - 10. Telur ikan - - - - 11. Larva ikan - - - - - - - - 12. Larva Cyponautes - - - - - - - - - Jumlah Total 10 2 3 7 6 8 6 6 5 5 Persentase terhadap zooplankton(%) 39 10 15 28 24 30 18 20 15 18 Ket: :Selalu dijumpai; - : absen Berdasarkan Tabel 1. terlihat bahwa pada bulan Oktober 2012, komposisi total meroplankton mencapai 17-33% dari komposisi total zooplankton. Komposisi meroplankton tertinggi sebanyak 8 jenis (Stasiun 5), dan paling rendah sebanyak 4 jenis di Stasiun 2. Larva Penaidae, larva Echinodermata, larva Annelida selalu dijumpai di semua lokasi. Kondisi berbeda ditunjukkan oleh larva Cephalopoda dan larva Cyponautes yang absen di semua lokasi. Pada bulan November 2012, komposisi meroplankton mengalami penurunan dalam hal persentase (10-24% dari total komposisi zooplankton). Komposisi meroplankton tertinggi sebanyak 5 jenis (Stasiun 10), dan paling rendah sebanyak 2 jenis di Stasiun 6 dan 7. Larva Echinodermata selalu hadir di semua lokasi. Sebaliknya larva Cirripedia, larva (megalopa) Brachyura, dan larva Cyponautes absen di semua lokasi (Tabel 1). Pada bulan Januari 2013 persentase komposisi meroplankton berkisar antara 10-39% dari total komposisi zooplankton. Komposisi tertinggi meroplankton mencapai 11 jenis (Stasiun 11), dan paling rendah sebanyak 2 jenis (Stasiun 12). Larva Penaidae dan larva Echinodermata selalu hadir di semua lokasi. Kondisi berbeda untuk larva ikan yang absen di semua lokasi (Tabel 1). Semnaskan_UGM/Poster MSP (pms-25) 3

Pada bulan Februari 2013 persentase komposisi meroplankton berkisar antara 15-30% dari total komposisi zooplankton. Komposisi tertinggi mencapai 8 jenis (Stasiun 16), dan paling rendah sebanyak 5 jenis di Stasiun 19 dan 20. Larva Penaidae dan larva bivalvia hadir di semua lokasi, sedangkan larva Cirripedia, larva (megalopa) Brachyura dan larva Cyponautes absen sepanjang Februari 2013 (Tabel 1). Kelimpahan Meroplankton Kelimpahan total meroplankton berkisar antara 5-444 ind/m 3 dengan rata-rata 89±102,78 ind/m 3. Kelimpahan rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Oktober 2012 yang mencapai 140±172,68 ind/m 3 dan paling rendah pada bulan November 2012 sebesar 14±11,78 ind/m 3. Kelimpahan Meroplankton secara lebih detail tersaji pada Gambar 3. Gambar 3. Kelimpahan Meroplankton di Perairan Pesisir Pemalang. Berdasarkan Gambar 3. terlihat bahwa pada bulan Oktober 2012 kelimpahan total meroplanton tertinggi terjadi di Stasiun 5 yang mencapai 444 ind/m 3 dan paling rendah di Stasiun 2 sebesar 34 ind/m 3. Larva (zoea) brachyura menjadi yang tertinggi dengan kelimpahan mencapai 175 ind/m3 (Stasiun 5) dan paling rendah larva Cirripedia 3 ind/m 3 (Stasiun 5). Pada bulan November 2012 terlihat bahwa kelimpahan total meroplankton tertinggi di Stasiun 10 sebesar 33 ind/m 3 dan paling rendah di Stasiun 6 sebesar 5 ind/m 3. Larva (zoea) Brachyura, larva Echinodermata, telur ikan mencapai nilai tertinggi sebesar 10 ind/m 3 sedangkan kelimpahan paling rendah larva Penaidae sebesar 2 ind/m 3 (Gambar 3). Pada bulan Januari 2013 kelimpahan total meroplankton tertinggi terjadi di Stasiun 11 sebesar 213 ind/m 3 dan paling rendah di Stasiun 12 sebesar 13 ind/m 3. Larva bivalvia menjadi yang tertinggi dengan kelimpahan sebesar 88 ind/m3 dan paling rendah larva Cirripedia dan larva (megalopa) Brachyura sebesar 3 ind/m 3 (Gambar 3). Pada bulan Februari 2013 kelimpahan total meroplankton tertinggi mencapai 112 ind/m3 (Stasiun 16 dan Stasiun 20) sedangkan kelimpahan paling rendah sebesar 44 ind/m 3 (Stasiun 17). Larva (zoea) Bracyhura mencapai nilai tertinggi sebesar 44 ind/m 3 dan paling rendah larva Annelida sebesar 3 ind/m 3 (Gambar 3). 4 Semnaskan_UGM/Poster MSP (pms-25)

Kondisi Oseanografis Kondisi oseanografis di perairan pesisir Kabupaten Pemalang yang meliputi temperatur air, ph air, oksigen terlarut, salinitas berfluktuasi di setiap waktu dan lokasi pengamatan. Kondisi oseanografis perairan pesisir Kabupaten Pemalang secara lebih rinci tersaji pada Tabel 2. Tabel 2. Kondisi Oseanografis Perairan Pesisir Pemalang. Temperatur Stasiun ( 0 ph C) Oktober 2012 November 2012 Januari 2013 Februari 2013 O 2 terlarut (mg/l) 1 32,0 7,32 11,6 28 2 32,0 7,48 10,7 30 3 31,5 7,42 9,4 22 4 31,5 7,34 9,6 31 5 31,7 7,43 9,0 26 Salinitas (psu) 6 31,9 7,31 6,47 28 7 31,4 7,42 6,25 32 8 31,4 7,40 6,73 33 9 31,5 7,36 6,52 32 10 31,4 7,41 6,48 35 11 31,6 7,62 6,19 24 12 30,7 7,81 5,38 27 13 30,7 7,70 6,36 30 14 30,7 7,71 6,68 30 15 31,0 7,74 6,50 32 16 27,8 7,81 5,70 30 17 27,8 7,73 6,13 31 18 27,7 7,86 6,28 31 19 27,7 7,74 6,15 32 20 27,7 7,62 6,21 27 Berdasarkan Tabel 2. terlihat bahwa temperatur perairan berkisar antara 27,7-32 0 C dengan rata-rata 30,49±1,67 0 C. Nilai temperatur tertinggi terjadi pada bulan Oktober 2012 mencapai 31,74±0,25 0 C dan paling rendah pada bulan Februari 2013 sebesar 27,74±0,05 0 C. Kondisi ph perairan berkisar antara 7,32-7,81 dengan rata-rata 7,56±0,19. Nilai rata-rata ph perairan tertinggi pada bulan Februari 2013 yang mencapai 7,75±0,09 dan paling rendah pada bulan November 2012 sebesar 7,38±0,07). Oksigen terlarut di perairan berkisar antara 5,7-11,6 mg/l dengan rata-rata 7,22±1,78 mg/l. Nilai oksigen terlarut di perairan tertinggi terjadi pada bulan Oktober 2012 yang mencapai 10,06±1,07 mg/l dan paling rendah pada bulan Februari 2013 sebesar 6,09±0,23 mg/l.kisaran nilai salinitas antara 22-35 psu dengan ratarata 29,55±3,17 psu. Nilai salinitas tertinggi terjadi pada bulan November 2012 sebesar 32,0±2,55 psu dan paling rendah pada bulan Oktober 2012 sebesar 27,4±3,58 psu. Pembahasan Secara total komposisi meroplankton mencapai 12 jenis yang bervariasi setiap bulan dan setiap lokasi antara lain larva echinodermata, larva bivalvia, larva (zoea dan megalopa) brachyura, telur ikan dan larva ikan. Komposisi meroplankton di perairan pesisir Kabupaten Pemalang lebih tinggi dibanding dengan komposisi meroplankton di perairan pesisir Nusalaut yang mencapai 2-25 % dari total komposisi zooplankton (Mulyadi, 2011). keberadaan meroplankton di suatu daerah perairan dapat mengindikasikan lokasi pemijahan (spawning ground) dan daerah asuhan (nursery ground) dari beberapa biota laut (Romimohtarto & Juwana, 2004; Nontji, 2008; Asriyana & Yuliana, 2012). Larva (zoea) brachyura yang ditemukan bervariasi antara stadia zoea I-IV (Gambar 2). Karena masih berada pada stadia zoea I-IV dengan ciri-ciri morfologi yang sangat mirip antara Kepiting Bakau (Schylla serata) dan Rajungan (Portunus pelagicus) maka belum bisa dibedakan untuk perkembangan selanjutnya menjadi individu dewasa. Telur dan larva ikan yang ditemukan juga belum berhasil diidentifikasi sampai tingkat spesies. Berdasarkan Gambar 9, indikasi telur ikan yang berbentuk lonjong Semnaskan_UGM/Poster MSP (pms-25) 5

(panjang ±162µm, lebar ±77µm) dan larva ikan yang masih terdapat kuning telur (panjang ±450µm ) tersebut adalah telur dan larva ikan Engraulis. Larva echinodermata yang ditemukan di perairan pesisir Kabupaten Pemalang ada indikasi bahwa larva tersebut merupakan larva (stadia doliolaria) dari Pare Laut (Echinodermata) yang bentuk dewasanya ditemukan dalam jumlah yang melimpah. Begitu juga dengan larva bivalva yang mengindikasikan bahwa larva tersebut merupakan larva (stadia veliger, pediveliger dan spat) dari kerang Simping (Amusium pleuronectes). Larva udang yang ditemukan masih berada pada stadia nauplius dan protozoea. Romimohtarto & Juwana (2004) melaporkan bahwa pada tingkat nauplius udang belum aktif mencari makan dan melayang-layang di permukaan laut. Lebih lanjut dijelaskan bahwa setelah nauplius berkembang menjadi protozoea, larva udang mulai aktif memakan plankton di permukaan laut dimana secara alami larva udang hidup di daerah sekitar pesisir (estuarin). Kelimpahan meroplankton berkisar antara 1,24-28,87% dari total kelimpahan zooplankton. Kelimpahan meroplankton tertinggi terjadi Pada bulan Oktober 2012 sebesar 140±172,68 ind/m 3, kemudian menurun pada bulan November 2012 menjadi 14±11,78 ind/m3 kemudian mengalami peningkatan pada bulan Januari 2013 menjadi 119±86,97 ind/m3 dan kembali menurun pada bulan Februari 2013 menjadi 81±34,78 ind/m 3 (Gambar 3). Hal ini diduga terkait dengan kegiatan berulang dari biota laut seperti ruaya, pemijahan dan penggerombolan yang terkait dengan fase bulan (Romimohtarto & Juwana, 2004). Lebih lanjut dijelaskan bahwa pada Kerang Hijau Mytilus edulis mengalami matang gonad selama periode pasang tertinggi bulan baru sehingga pemijahannya terjadi secara berturut-turut selama kuartal pertama pasang perbani berikutnya, pasang tinggi bulan penuh, dan kuartal ketiga pasang perbani berikutnya lagi sehingga keberadaan telur dan larvanya terdapat pada periode tersebut. Larva (zoea) bracyura, larva penaidae, larva bivalvia melimpah pada bulan Oktober di Stasiun 5. Stasiun 5 merupakan daerah estuarin yang letaknya di daerah dekat muara sungai yang terdapat zonasi hutan mangrove jenis Rhizopora sp, dan Sonneratia sp. Asriyana & Yuliana (2012) menegaskan bahwa larvalarva biota laut pada fase awal akan bergerak masuk ke estuarin untuk mencari tempat berlindung dan makanan yang lebih banyak. Larva tersebut memasuki daerah estuarin melalui pergerakan aktif atau mengikuti arus pasang surut. Lebour (1922 dalam Arinardi et al., 1997) melaporkan bahwa larva (megalopa) kepiting bakau akan memanfaatkan estuarin sebagai daerah mencari makan, dengan makanan utama adalah copepoda. Peran ekologis dari perairan pesisir bagi biota laut sangat besar, dimana beberapa biota menjadikan daerah pesisir sebagai daerah untuk mencari makan (feeding ground) dari sebagian atau seluruh siklus hidupnya (Nontji, 2008; Asriyana & Yuliana, 2012). Dinamika kelimpahan dan distribusi meroplankton di perairan pesisir Kabupaten Pemalang juga terkait faktor biologi seperti ketersediaan makanan (plankton), penggerombolan, penyebaran dan pemangsaan. Romimohtarto & Juwana (2004) menjelaskan bahwa kelimpahan biota laut, termasuk meroplankton akan melimpah di suatu lingkungan atau habitat yang ketersediaan makanan alaminya melimpah. Dalam perkembangannya, larva-larva (meroplankton) tersebut sejak ditetaskan dengan persediaan makanan telur banyak (lecithotropic) sampai persedian kuning telur yang mulai sedikit (planktotropic) akan berupaya mencari makanan di alam ketika persediaan kuning telur mulai habis. Adanya proses ruaya yang dilakukan oleh plankton termasuk larva (meroplankton) merupakan salah satu upaya untuk menghindari predator. Pada kondisi alam, banyak faktor saling terkait sehingga dalam mengkaji peranan masing-masing faktor dalam mempengaruhi biota laut pada umumnya dan kehidupan larva pada khususnya sangat perlu untuk memperhatikan faktor lain yang terkait seperti kondisi oseanografis perairan. Kisaran nilai temperatur antara 27,7-32 0 C. Nilai kisaran temperatur yang ada masih berada pada kisaran yang baik untuk mendukung kehidupan meroplankton. Kisaran tersebut juga masih berada dalam kisaran yang baik untuk mendukung kehidupan bivalvia yang mempunyai kisaran toleransi temperatur antara -3 sampai 44 0 C (Vernberg &Vernberg, 1972 dalam Suprapto 2011). 6 Semnaskan_UGM/Poster MSP (pms-25)

Kondisi ph perairan berkisar antara 7,32-7,81. Nilai kisaran ini masih baik untuk mendukung kehidupan meroplankton dan biota laut yang ada. Berdasarkan baku mutu perairan untuk biota laut, ph yang optimal untuk mendukung kehidupan biota laut berada pada kisaran 7-8,5 (Meneg LH No 51 Tahun 2004). Oksigen terlarut di perairan berkisar antara 5,7-11,6 mg/l. Nilai kisaran ini masih baik untuk mendukung kehidupan meroplankton dan biota laut yang ada. Nilai DO sesuai dengan kriteria oksigen terlarut dalam baku mutu perairan untuk biota laut yang baik adalah lebih dari 5 mg/l (Meneg LH No 51 Tahun 2004). Kisaran nilai salinitas antara 22-35 psu. Kisaran ini masih baik untuk mendukung kehidupan plankton dan biota laut yang ada. Romimohtarto & Juwana (2004) melaporkan bahwa di perairan estuari dengan kisaran salinitas lebar dapat menjadi faktor pembatas yang mempengaruhi sebaran dari telur dan larva biota laut. Sebagai contoh adalah pada udang penaeid (udang niaga) yang mempunyai daur hidup pada dua lingkungan yang berbeda yaitu di laut lepas dan di estuarin. Sehingga salinitas (beserta temperatur) akan sangat berpengaruh. Larva kerang hijau Mytilus gallaprovincialis dari Laut Mediterania sangat dipengaruhi oleh faktor salinitas dan temperatur, dimana salinitas optimal untuk pertumbuhan antara 30-35 psu. Kesimpulan Komposisi meroplankton di perairan pesisir Kabupaten Pemalang sebanyak 12 jenis yang meliputi larva bivalvia, larva (zoea) brachyura, larva (megalopa) brachyura, larva echinodermata, larva penaidae, larva gastropoda, larva ikan, telur ikan, larva cirripedia, dan larva chyponautes. Kelimpahan meroplankton berkisar antara 5-444 ind/m 3 dengan rata-rata 88±102,63 ind/m 3. Kelimpahan rata-rata meroplankton tertinggi pada bulan Oktober 2012 mencapai 140±172,68 ind/m 3, dan terendah pada bulan November 2012 sebesar 14±11,78 ind/m 3. Kelimpahan larva (zoea) brachyura mencapai 175 ind/m 3 dan menjadi yang tertinggi dibandingkan dengan kelimpahan larva planktonis yang lain. Kondisi oseanografis perairan di pesisir Kabupaten Pemalang yang meliputi faktor temperatur, oksigen terlarut, ph dan salinitas masih berada pada kisaran yang baik untuk mendukung kehidupan meroplankon dan biota laut yang hidup di dalamnya. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada KEMDIKNAS atas Beasiswa Unggulan yang diberikan untuk menempuh S2 Double Degree MSDP UNDIP. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Muhammad Zainuri, DEA dan Dr. Ita Widowati, DEA atas bimbingan dan masukannya serta Dr. Jusup Suprijanto, DEA atas kesempatannya bergabung dalam Penelitian Hibah Pascasarjana Universitas Diponegoro tahun 2012-2013. Daftar Pustaka Arinardi, O. H., A. B. Sutomo, S. A. Yusuf, Trimaningsih, E. Asnaryanti, dan S. H. Riyono., 1997. Kisaran Kelimpahan dan Komposisi Plankton Predominan Di Perairan Kawasan Timur Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi, LIPI. Jakarta. Asriyana & Yuliana. 2012. Produktivitas Perairan. Bumi Aksara. 278hal. Hutabarat, S dan S.M. Evans.1986. Kunci identifikasi zooplankton. UI Press. Jakarta. 98hal. Mulyadi, H.A. 2011. Keterkaitan antara zooplankton predominan dengan kandungan klorofil-a di sekitar perairan pesisir Nusalaut, Maluku. Oseanologi dan limnologi di Indonesia 37(3):415-533. Nontji, A. 2008. Plankton Laut. LIPI Press. Jakarta. 331p. Omori, M. & T, Ikeda. 1984. Methods in marine zooplankton ecology. A wiley Int. Publication, John Wiley & Sons. New York. Semnaskan_UGM/Poster MSP (pms-25) 7

Romimohtarto, K dan S. Juwana. 2004. Meroplankton laut: larva hewan laut yang menjadi plankton. Djambatan. Jakarta. 191hal. Suprapto, D.2011. Ekofisiologi Bivalvia, Ekologi dan Konsumsi Oksigen. Undip Press.84hal. Suprijanto, J., I. Widowati., A. Umami., dan E. Windarto. 2013. Kaji Tindak pemanfaatan Potensi Hasil Laut Menuju Pengelolaan Sumberdaya Berbasis Zero Waste Management. Laporan Penelitian Hibah Pascasarjana Tahun Anggaran 2012/2013 Universitas Diponegoro. Yamaji, I. E. 1984. Illustrations of the marine plankton of Japan. Hoikusha Publishing Co., LTD, Japan, 536pp. 8 Semnaskan_UGM/Poster MSP (pms-25)