BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pesat teknologi informasi di akhir abad ke-20 memberi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Irfan Fahriza, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Teknologi yang berkembang pesat saat ini

15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. data untuk kepentingan tugas, untuk akses jual-beli yang saat ini disebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjajikan di Asia ( Hal ini terkait dengan pertumbuhan

ANALISIS PELUANG BISNIS GAME ON-LINE, PENGEMBANG DAN PENYEDIA JASA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sintia Dewi,2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pesat di seluruh belahan dunia, yakni salah satunya termasuk di Indonesia. Media

BAB I PENDAHULUAN. Internet merupakan salah satu media yang paling diminati banyak orang.

berkembang dan menjadi sebuah kebutuhan bagi kehidupan masyarakat, sehingga pemenuhan akan kebutuhan informasi menjadi sangat penting untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. yang rata-rata masih usia sekolah telah melakukan hubungan seksual tanpa merasa

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Sementara rekomendasi hasil penelitian difokuskan pada upaya sosialisasi hasil

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan dengan orang lain di beda tempat (Dyah, 2009). Remaja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. disetiap kalangan umumnya. Sekarang ini banyak kita jumpai warung internet

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan investasi kemanusiaan yang menjadi tumpuan harapan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vera Ratna Pratiwi,2013

BAB I PENDAHULUAN. dan pergaulan dari teman-temannya. Mereka membuat permainan game online

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kiki Rizqi Nadratushalihah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) bekerja sama

BAB I PENDAHULUAN. melalui berbagai macam metode pengajaran. Dalam Undangundang. Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. kanak-kanak ke masa dewasa, yang berlangsung antara usia tahun

keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik/konseli untuk mencapai kemandirian dalam kehidupannya. Pada Pasal

BAB I PENDAHULUAN. Di era ICT (Information Communication Technology), teknologi internet

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat

BAB I PENDAHULUAN. muncul berbagai tantangan dan persoalan serba kompleksitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pendidikan nasional tidak terlepas dari proses pembelajaran di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hal, dengan perspektif orang akan memandang sesuatu hal berdasarkan cara-cara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. transformasi nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Salah satu produk teknologi

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ela Nurlaela Sari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. semakin berkembang sehingga mendorong diperolehnya temuan-temuan baru

OF MISSING OUT) DENGAN KECANDUAN INTERNET (INTERNET ADDICTION) PADA REMAJA DI SMAN 4 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. terapi lingkungan untuk pasien dengan depresi yaitu Plant therapy di mana tujuan dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

IV. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Secara umum perkembangan smartphone di seluruh dunia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak bisa dihindari lagi pengaruhnya terhadap dunia pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi maka manusia dapat dikatakan tersesat dalam menjalani hidup.

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa informasi seperti sekarang, perkembangan dunia komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan bisnis daring (online) semakin pesat seiring dengan

I. PENDAHULUAN. kepribadian dan dalam konteks sosial (Santrock, 2003). Menurut Mappiare ( Ali, 2012) mengatakan bahwa masa remaja

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. maju apabila rakyatnya memiliki pendidikan yang tinggi dan berkualitas,

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

TINJAUAN PUSTAKA. Pola Penggunaan Jejaring Sosial

BAB I PENDAHULUAN. yang akan dipasarkan. Dalam era teknologi informasi, keberhasilan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan tugas utama seorang siswa. Seorang siswa dalam

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dan menjadi perilaku yang tidak baik dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Keberadaan internet sebagai media komunikasi baru memiliki kelebihan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. kecanduan internet merupakan ketergantungan psikologis pada internet, apapun

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari uraian yang telah disampaikan dari Bab I sampai Bab IV, maka dapat

BAB I PENDAHULUAN. riset Yahoo! yang menyatakan jejaring sosial misalnya, menjadi aktivitas online

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang membedakan dengan makhluk lainnya. Kelebihan yang dimiliki manusia

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan dan pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman remaja dalam berhubungan dengan orang lain. Dasar dari konsep diri

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. teknologi informasi yang saat ini sering digunakan oleh banyak orang ialah

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan globalisasi serta perubahan-perubahan lain yang terjadi di

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi pada zaman

BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seakan tidak pernah

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Internet singkatan dari Interconected networking yang apabila di artikan

BAB I PENDAHULUAN. Zaman sudah semakin berkembang, ditandai dengan era teknologi saat ini. Dapat

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan teknologi dan komunikasi menyebabkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. sekolah, maupun masyarakat. Menurut Walgito (2001:71) dorongan atau motif

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seakan tidak pernah. berhenti menghasilkan produk produk teknologi yang tidak terhitung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Syabibah Nurul Amalina, 2013

BAB I PENDAHULUAN. digunakan oleh para akademisi untuk memudahkan pertukaran data dan informasi.

BAB I PENDAHULUAN. ke masa dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO (Word Health

efek stupor atau bingung yang lama dalam keadaan yang masih sadar serta menimbulkan adiksi atau kecanduan (Fransiska, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis. Sejalan dengan definisi kesehatan menurut UU Kesehatan. RI Nomor 23 tahun 1992, menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alrefi, 2014 Penerapan Solution-Focused Counseling Untuk Peningkatan Perilaku Asertif

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Saat ini kemajuan teknologi dan informasi terus berkembang. Dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pesat teknologi informasi di akhir abad ke-20 memberi peluang besar bagi perkembangan komunikasi umat manusia. Ruang sekat negara hingga batas waktu seakan-akan tidak memiliki tatanan yang cukup bagi pergerakan mobilisasi antar manusia. Revolusi global ini melahirkan tatanan sosial dan sistem dinamika kelompok yang secara kasat mata lebih maju atau bisa jadi lebih mundur dari umat manusia sebelumnya. Tatanan sosial kemasyarakatan ini berubah hingga melahirkan cyberspace atau ruang maya. Terdapat dua faktor utama yang mendorong transformasi internet ini, yang pertama adalah adanya World Wide Web (dikembangkan pada tahun 1989) dan penciptaan browser Web grafis pertama (di tahun 1994) yang mengubah Internet menjadi sesuatu yang lebih banyak dipakai untuk beragam kegunaan. Faktor kedua adalah penghapusan halangan penggunaan internet untuk kegiatan komersial pada tahun 1995. Internet saat ini telah menjadi alat utama yang membantu manusia untuk melakukan sebagian besar tugas-tugas dasar dan mengubah hampir semua yang manusia lakukan. Perubahan ini termasuk cara berkomunikasi, memperoleh informasi, belajar, mencari pekerjaan, profesi, melakukan bisnis dan lain lain.

2 Muncul dan diterimanya internet sebagai bagian penting dari kehidupan manusia bukan berarti tanpa dampak. Sebuah gangguan baru yang terkait dengan penggunaan internet yang berlebihan telah terjadi dan umumnya disebut sebagai Internet Addiction Disorder (IAD) atau gangguan kecanduan internet. Data yang diterbitkan oleh situs Internet World Stats tahun 2009, 25,60% dari populasi dunia menggunakan internet. Jika jumlah penduduk dunia berjumlah hampir 7 milyar berdasarkan IDB (International Data Base Sebuah lembaga survey di Amerika Serikat), maka jumlah pengguna internet berkisaran 1,8 milyar. Sebuah angka yang fantastis. Di Indonesia sendiri, penggunaan internet sudah mulai merambah ke daerah-daerah dan pertumbuhannya setiap tahun semakin bertambah. Hasil riset yang dilakukan oleh MarkPlus Inc (Waizly, 2011:1), insitusi riset yang paling terkemuka di Indonesia, menunjukkan bahwa pertumbuhan penggunaan internet di Indonesia terus meningkat. Jika di tahun 2010 lalu ratarata penggunaan internet di kota urban Indonesia masih 30-35%, di tahun 2011 ini sudah di kisaran 40-45% dan sekitar 80% dari pengguna internet merupakan kaum muda. Hasil riset, yang dirilis oleh Majalah Marketeers edisi Oktober 2011 ini, dilakukan terhadap 2161 pengguna internet di Indonesia. Menurut MarkPlus Insight, jumlah pengguna Internet di Indonesia pada tahun 2011 ini sudah mencapai 55 juta orang, meningkat dari tahun sebelumnya di angka 42 juta. Studi riset ini dilakukan pada bulan Agustus September 2011 di 11 kota besar antara

3 lain Jakarta, Bodetabek, Surabaya, Bandung, Semarang, Medan, Makassar, Denpasar, Pekanbaru, Palembang, dan Banjarmasin. AGB Nielsen Media Research Indonesia (2011:1), salah satu lembaga penelitian lainnya, berdasarkan hasil riset menemukan bahwa berdasarkan persentase Indonesia menempati urutan terakhir untuk penetrasi internet di wilayah Asia Tenggara dan hampir setengah dari pengguna internet di negara Indonesia terhubung dengan internet melalui ponsel (http//www. dailysocial.net.13juli2011). Laporan ini menemukan bahwa hanya 21% penduduk Indonesia berusia antara 15 dan 49 tahun yang mengakses internet sedangkan di Singapura 67%, 38% di Malaysia, 33% di Filipina, dan 31% di Thailand. Dari sekitar 50 jutaan pengguna internet di Indonesia, 48% mengakses internet dari ponsel dengan 13% lagi menggunakan perangkat genggam lainnya. Dalam hal persentase, ini melampaui semua negara-negara lain di wilayah Asia Tenggara di mana hanya 36% pengguna internet di Thailand dan 35% di Singapura lebih memilih untuk menggunakan ponsel dalam mengakses internet. Di Indonesia, pemakaian intenet melalui ponsel lebih besar daripada komputer dikarenakan karena kurangnya ketersediaan koneksi kabel dan ADSL bagi pengguna rumah tangga di Indonesia serta meningkatnya jumlah ponsel murah dengan vitur internet mobile. Meskipun pertumbuhan mobile internet tergolong cepat, warnet masih menjadi lokasi yang dominan bagi orang Indonesia untuk online. Laporan Nielsen mengatakan di Indonesia 66% penduduk Indonesia

4 pergi ke warnet untuk mengakses internet sedang di negara Asia Tenggara lain 67% pengguna internet di negara mengakses internet dari rumah. Penggunaan internet di Indonesia pada kalangan remaja lebih kepada penggunaan jejaring sosial dan merambah pada permainan yang dapat menghubungkan remaja remaja yang ada di belahan dunia manapun dalam satu permainan (game online). Fenomena ini kita dapat lihat dari kutipan www.facebakers.com pada 10 Mei 2010, Indonesia berada dalam lima besar. Rangking pengguna internet di dunia secara urut adalah AS (120,7 juta), Inggris (25,5 juta), Indonesia (23,6 juta), Turki (20,6 juta), dan Perancis (17,9 juta). Menurut kategori, 40% facebooker Indonesia berumur antara 18-24 tahun, 23,8% berumur 25-34 tahun, 13,4% berusia 16-17 tahun, 12,1% berusia 13-15 tahun, 7,4% berusia 35-44 tahun dan sisanya berumur 45 tahun ke atas. Sedangkan Data dari Entertainment Software Association pada tahun 2007, satu games yang menarik bisa dimainkan oleh lebih dari 11,5 juta orang dan diperkirakan MMORPGs (Massive Multiplayer Online Role Playing Games) ini dimainkan oleh lebih dari 48 juta orang di seluruh dunia (Blinka, 2011). Masa remaja adalah periode kehidupan yang didominasi oleh tugas-tugas yang menantang, termasuk kenyamanan dengan diri, identitas dan membangun orientasi masa depan. Pada masa perkembangan remaja, secara umum remaja memasuki tahap pemikiran operasional formal yaitu karakteristik pemikiran remaja dengan kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis

5 dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Pada proses ini remaja sangat rentan terhadap kecanduan internet karena berkenaan dengan daya tarik internet itu sendiri serta kegunaannya sebagai sarana untuk media mencari identitas diri dan meningkatkan popularitas dari akses yang mudah dalam berbagai macam aplikasi hiburan yang tersedia. Ada kekhawatiran khusus tentang fakta bahwa jika sampai terjadi pemakaian internet secara berlebihan dan mengarah kepada gejala kecanduan internet sehingga dapat mengganggu prestasi belajar, tugas perkembangan psikososial, serta kesejahteraan psikologis, interaksi dengan rekan, keluarga, dan kinerja akademik (Katia A. Liberatore et al.,2011:399). Persepsi tentang internet berguna dan bermanfaat dalam kehidupan menjadi faktor yang dapat memprediksi kemungkinan seorang remaja bisa menjadi kecanduan internet. Beberapa penelitian telah menunjukkan permasalahan yang terjadi pada remaja bukan karena teknologi internet itu sendiri, tetapi lebih kepada cara internet digunakan, situs yang diakses, dan perasaan yang ditimbulkan saat pemakaian internet atau penguatan perilaku yang didapat saat online. Permasalahan yang ditimbulkan dalam penggunaan internet pada remaja lebih kepada kesulitan dalam penyesuaian sosial. Dimana yang terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru

6 dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial, dan nilai-nilai baru dalam seleksi penimpin (Hurlock, 1990:213). Lebih lanjut, hasil studi pendahuluan di SMA Negeri 6 Bandung yang dilakukan selama proses PPL (Program Pengalaman Lapangan) memperlihatkan indikasi yang tampak pada siswa Kelas XI seperti seringnya membolos sekolah, tidak konsen terhadap pelajaran, tertidur saat jam pelajaran, dan prestasi belajar yang terus menurun. Dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap siswa-siswa yang terindikasi didapatkan fakta bahwa mereka lebih banyak menghabiskan waktu dengan bermain internet baik pada jam pelajaran maupun di luar jam pelajaran. Ketertarikan mereka terhadap internet membuat mereka tidak dapat menempatkan diri saat di mana harus belajar dan bermain. Keterbatasan guru bimbingan dan konseling dalam menanggulangi indikasi yang muncul serta penanganan yang cenderung sama dengan masalah peserta didik yang lainnya sehingga membuat sekolah dengan berat hati mengeluarkan siswa yang terindikasi dikarenakan tidak adanya perubahan perilaku. Dampak negatif gangguan kecanduan internet tidak hanya dirasakan oleh siswa itu sendiri tetapi orang tua, guru dan masyarakat. Siswa yang mengalami kecanduan internet akan mengalami ambivalensi, baik sadar atau tidak sadar bahwa mereka mempunyai masalah. Ambivalensi ini berupa ketakutan jika mereka tidak lagi menggunakan internet, cara hidup mereka jika tidak lagi

7 berhubungan dengan teman di dunia maya, hal yang akan mereka lakukan dalam menghadapi tekanan atau masalah jika tidak ada internet. Kecenderungan pikiran-pikiran yang merusak diri, seperti merasa selalu gelisa, cemas, takut dan lebih banyak memikirkan kegagalan sehingga menafsirkan segala sesuatu secara negatif. Akhirnya remaja menyalahkan diri sendiri seperti tidak mampu menyelesaikan masalah dan beranggapan bahwa dirinya paling bodoh di antara teman-temannya. Remaja yang berpikiran negatif menganggap suatu kenyataan akibatnya akan mengalami gangguan emosi. Dalam gangguan emosi pikiran negatif seperti ini, peran dan tugas konselor sekolah dalam perspektif pendidikan dapat membantu mereka untuk memahami proses yang mengarah pada gejala kecemasan dengan memfokuskan pada keuntungan dan kerugian dalam menjaga kepercayaan tertentu. Konselor berinteraksi dengan konseli untuk memprovokasi pikiran dan pemahamannya. Tujuannya adalah memungkinkan konseli untuk memahami bagaimana pikirannya menjaga tekanan emosional. Dalam menyiasati masalah yang akan ditimbulkan oleh penggunaan internet pada remaja, Young (2011:304) memfokuskan penanganannya dengan penggunaan internet secara lebih bijaksana. Bijakasana yang dimaksudkan lebih kepada pola perilaku mengontrol penggunaan internet sehingga tidak mengganggu fungsi hidup sehari-hari dan tugas perkembangan.

8 Ekspetasi dari kegiatan ini bagi konselor guna mendapatkan informasi sebanyak mungkin sehingga proses konseling dapat menghasilkan alternatifalternatif solusi yang dapat diberikan atau dilakukan oleh konseli. Tentunya alternatif-alternatif yang diberikan merupakan hasil dari informasi serta harapan apa yang diinginkan setelah dilakukannya proses konseling. Shertzer dan Stone dalam Hafid (2010:18) mengemukakan bahwa ekspektasi harapan dan tujuan konseling adalah agar konseli: (1) mampu menghasilkan perubahan perilaku (behavioral change), yang memungkinkan hidup lebih produktif dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya; (2) mencapai kesehatan mental secara positif (positive mental health), yang akan dicapai jika individu mencapai integrasi kepribadian, penyesuaian diri dan dapat berdampingan secara positif dengan orang lain; (3) mampu mengatasi masalah dan menghilangkan gejalanya (problem resolution or symptom removal), melalui proses konseling diharapkan akan ditemukannya inti permasalahan, ketiadaanketiadaan pada diri konseli, apa yang dapat dilakukan oleh konseli, serta bagaimana cara mengatasi masalahnya; (4) mencapai keefektifan pribadi (personal effectiveness), melalui proses konseling diharapkan konseli mampu menunjukkan perilaku yang efektif untuk mengembangkan dirinya; (5) mampu membuat keputusan (decition making), konseling mempunyai tujuan untuk menstimulasi individu dalam mengevaluasi, membuat, menerima dan bertindak menurut pilihan dan keputusannya secara bertanggungjawab.

9 Salah satu pendekatan konseling yang dapat digunakan untuk menangani gangguan kecanduan internet adalah Cognitive Behavioral Therapy (CBT) yang dalam penelitian ini disebut dengan istilah Konseling Kognitif Perilaku (KKP). Young (2011:304), menyatakan pendekatan konseling Cognitive Behavior Therapy (CBT) yang paling efektif dalam menangani kecanduan internet. KKP secara keseluruhan adalah komunikasi dua arah antara konselor dan konseli, dengan keduanya berpratisipasi dalam mengeksplorasi masalah dengan tujuan bersama untuk menangani masalah. Dobson dan Dozois (2010: 4) mendefinisikan terapi kognitif-perilaku pada intinya terbagi menjadi tiga bagian mendasar: (a) aktivitas kognitif mempengaruhi perilaku; (b) kognitif kegiatan dapat dipantau dan diubah; dan (c) perubahan perilaku yang diinginkan dapat dilakukan melalui perubahan kognitif. Konseling perilaku kognitif (KKP) telah terbukti menjadi pengobatan yang efektif untuk gangguan kontrol impuls. KKP juga telah efektif dalam mengobati penyalahgunaan zat, gangguan emosional, dan gangguan makan, dengan memperhatikan perilaku yang dihasilkan dari pola hasil pengalaman dan pemikiran. Konseling kognitif-perilaku bertujuan untuk membantu pasien mengidentifikasi jenis berpikir bias yang dialami selama episode sakit. Setelah diidentifikasi, pasien kemudian dapat belajar secara sistematis menantang konten

10 spesifik pemikiran sehingga penghakiman, kurang bias menjadi lebih realistis dari situasi atau pengalaman yang dapat dipastikan Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini difokuskan pada penelaahan tentang: Efektivitas Konseling Kognitif-Perilaku (KKP) dalam penanganan gangguan kecanduan internet siswa kelas XI SMA Negeri 6 Bandung. B. Identifikasi dan Perumusan Masalah Penelitian Fenomena gangguan kecanduan internet yang terjadi di SMA Negeri 6 Bandung mengalami peningkatan dan menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa kasus sosial yang terjadi yang banyak merugikan, baik material maupun non-material. Kecenderungan untuk meningkatkan atau mempertahankan perilaku penggunaan internet, maka diperlukan upaya nyata yang dilakukan secara integratif, sistematik, terstruktur, simultan dan komprehensif. Pencegahan lebih dini terhadap gangguan kecanduan internet secara keseluruhan dapat meminimalisir dampak negatif. Setting pendidikan baik pendidikan sekolah maupun luar sekolah merupakan hal yang tepat dalam proses pencegahan. Dimana setting ini dapat secara langsung melihat kriteria gangguan kecanduan internet. Adapun yang memiliki peran strategis dalam menangani gangguan kecanduan internet adalah konselor sekolah. Peneliti dengan menggunakan Konseling Kognitif-Perilaku (KKP) dapat membantu peserta didik membebaskan diri gangguan kecanduan internet dengan penggunaan internet secara bijaksana.

11 Berdasarkan uraian tersebut, rumusan masalah dalam penelitian secara umum adalah Bagaimana Rumusan Konseling Kognitif-Perilaku (KKP) dalam menangani gangguan kecanduan internet siswa Kelas XI SMA Negeri 6 Bandung. Agar lebih operasional maka rumusan masalah diuraikan lebih rinci menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut. 1. Seperti apakah gambaran kecanduan internet pada siswa Kelas XI di SMA Negeri 6 Bandung Tahun Pelajaran 2012/2013? 2. Seperti apakah rumusan intervensi KKP yang efektif dalam mereduksi gangguan kecanduan internet siswa Kelas XI di SMA Negeri 6 Bandung Tahun Pelajaran 2012/2013? 3. Apakah KKP efektif dalam menangani gangguan kecanduan internet pada siswa Kelas XI di SMA Negeri 6 Bandung Tahun Pelajaran 2012/2013? C. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian adalah menghasilkan rumusan KKP yang secara empiris terbukti efektif dalam menangani gangguan kecanduan internet. Adapun tujuan khusus penelitian adalah sebagai berikut: 1. mendeskripsikan gambaran kecanduan internet pada siswa Kelas XI di SMA Negeri 6 Bandung Tahun Pelajaran 2012/2013; 2. membuat intervensi KKP yang efektif dalam menangani gangguan kecanduan internet siswa kelas XI SMA Negeri 6 Bandung Tahun Pelajaran 2012/2013; dan

12 3. mengetahui efektivitas KKP dalam menangani gangguan kecanduan internet pada siswa Kelas XI di SMA Negeri 6 Bandung Tahun Pelajaran 2012/2013. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat atau kegunaan hasil penelitian yang ditemukan, baik secara teoritis maupun secara praktis. Manfaat secara teoretis penelitian adalah memperkaya khasanah teori tentang gangguan kecanduan internet dan melengkapi berbagai bentuk intervensi konseling maupun psikoterapi dalam menangani gangguan kecanduan internet pada peserta didik. Secara praktis, penelitian ini mengandung manfaat. 1. Lembaga sosial, LSM, sekolah dan institusi pendidikan lainnya, dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai salah satu referensi dalam menyusun kebijakan, materi pelatihan dan seminar, ataupun pengembangan program-program lainnya terkait dengan penanganan gangguan kecanduan internet siswa. 2. Guru bimbingan dan konseling atau konselor, dapat memanfaatkan hasil studi untuk menambah pengetahuan dan keterampilan terkait teori dan penerapan konseling kognitif-perilaku (KKP), memahami dinamika gangguan kecanduan internet siswa/konseli, sebagai referensi untuk mengembangkan materi layanan responsif yang difokuskan pada peningkatan kemampuan mengontrol penggunaan internet siswa/konseli,

13 atau sebagai referensi untuk menyusun satuan layanan bimbingan dan konseling (SLBK). 3. Peneliti selanjutnya, dapat memanfaatkan hasil penelitian untuk menambah khasanah pengetahuan dan wawasan tentang gangguan kecanduan internet dalam mengembangkan program-program upaya pencegahan dan pengobatan gangguan kecanduan internet yang lebih efektif dan efesien.