BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengideraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior) (Notoatmodjo, 2003, p.121). b. Tingkat pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2003, pp.122-123) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu: 1) Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur 7
8 bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. Contoh : dapat menyebutkan tanda-tanda terjadinya ISPA pada balita. 2) Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara besar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang lebih paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan serta menyebutkan. 3) Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cyclel) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.
9 4) Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjalankan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. 5) Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. 6) Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penelitian tehadap suatu materi atau objek penelitian. Penelitian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
10 c. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Notoatmodjo (2003): 1) Umur Umur merupakan variabel yang selalu diperhatikan dalam penelitian-penelitian epidemiologi yang merupakan salah satu hal yang mempengaruhi pengetahuan. Umur adalah lamanya hidup seseorang dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan. Semakin tinggi umur seseorang, maka semakin bertambah pula ilmu atau pengetahuan yang dimiliki, karena pengetahuan seseorang diperoleh dari pengalaman sendiri maupun pengalaman yang diperoleh dari orang lain (Notoatmodjo, 2003). 2) Pendidikan Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberikan respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Seorang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional terhadap stimulus yang datang, dan akan berfikir sejauh mana keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari gagasan tersebut. 3) Sosial Ekonomi Jumlah penghasilan seluruh anggota keluarga setiap bulannya dibagi dengan jumlah anggota keluarga, dalam memenuhi kebutuhan primer maupun sekunder keluarga dengan
11 status ekonomi baik akan lebih mudah tercukupi, dibandingkan keluarga dengan status ekonomi kurang baik. Untuk itu ekonomi mempengaruhi pengetahuan seseorang. 4) Hubungan Sosial Manusia adalah makhluk sosial dimana dalam kehidupan saling berinteraksi satu sama lain, individu yang dapat berinteraksi secara continue (terus-menerus) akan lebih besar mendapatkan informasi. 5) Pengalaman Pengalaman seorang individu tentang berbagai hal biasanya diperoleh dari lingkungan kehidupan dalam proses perkembangan. Misalnya sering mengikuti kegiatan yang mendidik seperti seminar. 6) Paparan Media Massa Melalui berbagai media massa baik cetak maupun elektronik maka berbagai informasi dapat diterima oleh masyarakat, sehingga seseorang yang lebih sering terpapar media massa akan memperoleh informasi yang lebih banyak dan dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki (Notoatmodjo, 2003, p.93). d. Sumber pengetahuan Pengetahuan seseorang diperoleh dari pengalaman dan berbagai sumber lainnya seperti media masa, media elektronik, buku
12 pengetahuan, petugas kesehatan, media poster, kerabat dekat, dan lain sebagainya. (Istiarti, 2000). e. Cara memperoleh pengetahuan Menurut (Notoatmodjo, 2005, p.10-18) terdapat 2 cara untuk memperoleh suatu pengetahuan, antara lain : 1) Cara Tradisional a) Cara coba salah (Trial and Eror ) Cara coba- coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. Apabila kemungkinan kedua ini gagal pula, maka dicoba kembali dengan kemungkinan ketiga, dan apabila kemungkinan ketiga gagal dicoba kemungkinan keempat dan seterusnya, sampai masalah tersebutdapat terpecahkan. b) Cara kekuasaan atau Otoritas Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan - kebiasaan dan tradisi- tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan kebiasaan ini biasanya diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Kebiasaan seperti ini tidak hanya terjadi pada masyarakat tradisional saja, melainkan juga terjadi pada
13 masyarakat modern. Kebiasaan- kebiasaan ini seolah- olah diterima dari sumbernya sebagai kebenaran yang mutlak. Sumber pengetahuan tersebut dapat berupa pemimpinpemimpin masyarakat baik formal maupun informal, ahli agama, pemegang pemerintahan, dan sebagainya. Dengan kata lain pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan. c) Berdasarkan Pengalaman Pribadi Pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu. Apabila dengan cara yang digunakan tersebut orang dapat memecahkan masalah yang dihadapi, maka untuk memecahkan masalah lain yang sama, orang dapat pula menggunakan cara tersebut. Tetapi bila gagal menggunaka cara tersebut, ia tidak akan mengulangi cara itu, dan berusaha untuk mencari cara yang lain, sehingga dapat berhasil memecahkannya.
14 d) Melalui jalan pikiran Sejalan dengan berkembangnya kebudayaan manusia, cara berpikir manusia pun ikut berkembang. Drai sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya. f. Pengukuran pengetahuan Pegukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkattingkat tersebut di atas (Notoatmodjo, 2005). Parameter pengetahuan dapat dikategorikan: 1. Baik :76 100% 2. Cukup :56-75% 3. Kurang:< 56% (Arikunto, 2006). 2. ISPA a. Definisi ISPA Pneumonia Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda
15 asing (Ngastiyah, 2005, p.57). Menurut Depertemen Kesehatan istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernapasan dan akut, dengan pengertian sebagai berikut : 1). Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisma ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak, sehingga menimbulkan gejala penyakit. 2). Saluran pernapasan adalah organ mulia dari hidung hingga alveoli berserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara anatomis mencakup saluran pernapasan bagian atas, saluran pernapasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernapasan. 3). Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukan proses akut, meskipun untuk berbagai penyakit yang dapat di golongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari. Pneumonia dapat ditularkan melalui ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat ke saluran pernapasannya. Kelainan pada sistem pernapasan terutama infeksi saluran bagian atas dan bawah, asma dan bronchitis, menempati bagian yang cukup besar pada lapangan pediatrik. Infeksi saluran pernapasan
16 bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua golongan masyarakat pada musim hujan. Tetapi ISPA yang berkelanjutan menjadi pneumonia sering terjadi pada anak kecil, terutama apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang tidak bersih. (Depkes RI, 2003). b. Penyebab ISPA Pneumonia Penyebab ISPA terdiri dari lebih dari 300 bakteri dan virus. Bakteri penyebab antara lain dari genus Steptokokus, Stafilokokus, Pnemokokus, Hemofillus Bordetella dan korinobakterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Mikosovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus. Etiologi pneumonia pada balita sukar ditegakkan karena dahak sukar diperoleh, menurut publikasi WHO bahwa penyebab pneumonia adalah Steptokokus pneumonia dan Hemopillus infuenzae (WHO, 2007). c. Tanda dan gejala ISPA pneumonia Tanda dan gejala ISPA pneumonia sebagai berikut : 1) ISPA Ringan Yaitu tanda dan gejalanya : batuk, pilek, serak dengan ataupun tanpa panas. Termasuk di sini keluarnya cairan dari telinga yang lebih dari 2 minggu tanpa disertai rasa sakit pada telinga.
17 2) ISPA Sedang Yaitu tanda dan gejalanya sama dengan ISPA ringan, ditambah satu atau lebih gejala berikut. Pernapasan cepat lebih dari 50 kali permenit, panas lebih dari 39 C, termasuk gejala dari ISPA sedang adalah sakit telinga serta keluar cairan dari telinga lebih dari 2 minggu. 3) ISPA Berat Yaitu tanda dan gejalanya sama dengan ISPA ringan dan sedang, ditambah dengan satu atau lebih dari gejala berikut: stidor, cekungan, tidak mau atau tidak mampu makan, sianosis, kejang, dehidrasi dan kesadaran berkurang. d. Klasifikasi ISPA Pneumonia Program pemberantasan penyakit ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasikan pneumonia sebagai berikut : 1) Pneumonia berat : ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest indrawing). 2) Pneumonia : ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat. 3) Bukan pneumonia : ditandai secara klinis oleh batuk pilek, disertai demam, tanpa tarikan dinding dada ke dalam, serta tanpa napas cepat. Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA pneumonia. Klasifikasi ini dibedakan untuk golongan umur di bawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2
18 bulan sampai 5 tahun (Rasmalia, 2004). Untuk golongan kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu : 1) Pneumonia : di tandai dengan napas cepat, batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 60 kali per menit. 2) Bukan pneumonia : batuk pilek biasa, tidak ditemukannya tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau napas cepat. Untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun ada tiga klasifikasi penyakit yaitu : 1) Pneumonia berat : bila disetai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam, pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang serta tidak menangis). 2) Pneumonia : bila disertai napas, batas napas cepat ialah untuk usia 2-12 bulan adalah 50 kali permenit atau lebih dan usia 1-4 tahun adalah 40 kali per menit atau lebih. 3) Bukan pneumonia : batuk pilek biasa, tidak ditemukannya 4) Tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat. e. Faktor risiko Pneumonia Morbiditas dan mortalitas pneumonia dipengaruhi oleh faktor-faktor: 1) Cuaca dan musim Adanya fluktuasi musim dalam angka kejadian ISPA sudah sering dilaporkan meningkat. Kasus ISPA sering terjadi, pada
19 musim dingin di negara yang memiliki musim empat atau dimusim hujan pada negara tropis (WHO, 2007). 2) Keadaan nutrisi ISPA merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas utama anak dengan keadaan nutrisi kurang baik dan bayi dengan berat badan bayi lahir rendah, tetapi hubungan yang pasti antara kedua keadaan ini tidak diketahui dengan jelas. Diduga yang berperan adalah gangguan imunitas akibat kurang gizi, disamping kondisi lingkungan yang buruk dan tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadahi. 3) Bahwa keadaan lingkungan dapat mempengaruhi ISPA pada anak. Pengaruh lingkungan yang menyolok dalam hal ini adalah polusi udara, terutama asap rokok. Asap rokok diketahui merupakan bahan iritatif terhadap saluran pernapasan, baik bagi si perokok maupun bagi orang lain yang ikut mengisap rokok secara pasif. 4) Berat badan lahir rendah Berat badan lahir merupakan penentu utama pertumbuhan dan perkembangan bayi yang paling penting. Berat badan lahir rendah (BBLR) ialah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram. Insidensi kelahiran dengan berat badan lahir rendah dibeberapa negara berkembang bervariasi antara 20%- 40%. Bayi dengan BBLR mempunyai angka kematian yang
20 lebih tinggi daripada bayi yang berat badannya lebih dari 2500 gram. Pneumonia merupakan penyebab kematian diantaranya bayi dengan BBLR. f. Pencegahan ISPA terutama pneumonia pada Balita Pencegahan dapat dilakukan dengan (Rasmaliah, 2004) : 1) Pengadaan rumah dengan ventilasi yang memadai. Syarat pengadaan rumah bersih dan sehat, yang mana di dalam rumah harus terdapat ventilasi udara yang memadai sehinga sirkulasi udara dalam rumah menjadi bersih dan sehat dan adanya kaca di dalam rumah sehingga cahaya matahari dapat masuk ke dalam rumah. Rumah dikatakan memiliki lingkungan sanitasi yang kurang, apabila rumah dalam keadaan lembab, cahaya matahari tidak masuk dalam rumah, ventilasi udara kurang memadai, tidak ada pembuangan akhir. Untuk meminimalisir angka kejadian ISPA pada balita, maka rumah dibutuhkan ventilasi udara yang memadai, adanya kaca dalam rumah serta lingkungan rumah tidak lembab. 2) Perilaku yang bersih dan sehat. a) Tubuh anak harus dijaga tetap bersih b) Lingkungan harus bersih dan sehat c) Aliran udara dalam rumah harus cukup baik d) Asap tidak boleh kumpul dalam ruangan e) Orang dewasa tidak boleh merokok di dekat anak-anak.
21 3) Peningkatan gizi balita. a) Bayi disusui sampai usia 2 tahun karena ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi. b) Beri bayi makanan padat sesuai umurnya c) Pada bayi dan anak, makanan harus mengandung gizi cukup yaitu mengandung cukup protein (zat putih telur), kabohidrat, lemak, vitamin dan mineral. d) Makanan bergizi tidak berarti mahal, misalnya protein dapat kita peroleh dari tempe dan tahu, kabohidrat dari nasi atau jagung, lemak dari kelapa dan minyak dan vitamin dan mineral dapat kita peroleh dari sayuran dan buah-buahan. 4) Imunisasi. Anak dapat diberi imunisasi DPT dan campak, pemberian imunisasi campak yang efektif. Sekitar 11 % kematian pneumonia balita dapat di cegah dan dengan imunisasi pertusis (DPT) dan 6 % kematian pneumonia dapat dicegah. 5) Mencegah anak berhubungan dengan penderita infeksi saluran pernapasan akut. Beberapa jenis kuman penyebab ISPA dapat sangat menular, terutama jika pasiennya orang dewasa. Anak harus dicegah untuk berdekatan dengan orang yang sedang menderita ISPA. Jika orang dewasa yang menderita ISPA dalam keluarga,
22 hendaknya memakai penutup hidung dan mulut untuk mencegah penularan pada anak-anak dalam keluarga tersebut. g. Infeksi saluran pernapasan atas akut serta komplikasinya menurut WHO, 2003. pp.37-41 antara lain : 1) Pilek dan komplikasinya Tujuannya untuk menilai adakah pneumonia pada anak yang mengalami batuk, kesulitan bernapas. Komplikasinya yakni pilek sering menyebabkan demam pada anak kecil yang dapat berlangsung dari beberapa jam hingga 3 hari. Discharge hidung dapat dengan cepat menyebabkan kesulitan bernapas. Discharge hidung sering dimulai sebagai discharge yang jernih, kemudian mejadi kental, berwarna kuning, dan terlihat purulen. Pada anak-anak sering terdapat batuk ketika mengalami pilek. 2) Sinusitis dan komplikasinya Tujuannya untuk menilai adakah infeksi/pembengkakan pada saluran napas (hidung). Komplikasinya yakni discharge hidung yang kental berwarna hijau atau kuning dapat menderita salesma akan tetapi, discharge hidung yang purulen biasanya tidak disebabkan oleh sinusitis bakterialis yang sebenarnya. Kadang-kadang anak kecil memasukan benda lain ke dalam lubang hidungnya, tindakan tersebut akan menyebabkan keluarnya discharge purulen dalam lubang hidung.
23 3) Otitis media dan komplikasinya Tujuannya untuk menilai adakah infeksi saluran telinga pada anak, komplikasinya ditandai dengan gendang telinga berwarna kemerahan dan adanya penurunan mobilitas. Sebaiknya di duga suatu otitis media akut, jika terdapat discharge yang keluar dari telinga selama kurang dari 2 minggu atau terdapat nyeri yang mendadak atau persisten. 4) Mastoiditis dan komplikasinya Tujuannya untuk menilai adakah nyeri pada saluran telinga. Komplikasinya ditandai dengan infeksi pada tulang yang terletak di dalam, ditandai dengan pembengkakan yang nyeri di belakang telinga atau diatas telinga pada bayi. 5) Faringitis dan komplikasinya Tujuannya untuk menilai adakah nyeri tenggorokan pada anak. Komplikasinya dintandai jika terlihat membran berwarna abu-abu yang menempel pada membran faring, curiga terdapat difteri. Tanda klinis faringitis steptokokus pada anak usia di bawah 5 tahun : pembesaran kelenjar limfe yang lunak, esudat faring berwarna putih.
24 B. Kerangka Teori Pendidikan - Umur - Ekonomi - Sosial - Hubungan Sosial Pengetahuan tentang ISPA pneumonia - Pengalaman Gambar 1.1 Kerangka Teori. Sumber : Notoatmodjo (2003). C Kerangka Konsep Pendidikan - Umur - Pengetahuan tentang ISPA pneumonia Gambar 1.2. Kerangka Konsep