HASIL DAN PEMBAHASAN Sejumlah 205 sampel susu kuartir yang diambil dari 54 ekor sapi di 7 kandang peternakan rakyat KUNAK, Bogor, diidentifikasi 143 (69.76%) sampel positif mastitis subklinis (Winata 2011). Identifikasi mastitis subklinis ditandai dengan jumlah sel somatis yang melebihi 400 000 sel/ml sampel (metode Breed) serta ditemukan bakteri patogen pada sampel. Sampel susu mastitis subklinis dapat mengandung lebih dari satu jenis mikroba patogen. Sebanyak 14 (9.79%) sampel positif mengandung Streptococcus agalactiae. Streptococcus agalactiae diidentifikasi pertama kali melalui biakan pada agar darah, selain itu dapat ditemukan juga koloni seperti Staphylococcus sp. Streptococcus agalactiae merupakan Streptococcus golongan B yang menghasilkan zona hemolitik sempurna pada agar darah. Diameter koloni bakteri ini 1-2 mm, berwarna agak kehijauan dan menghasilkan zona hemolitik hanya sedikit lebih besar di sekeliling koloni (Pelczar & Chan 2007). Tabel 1 Identifikasi bakteri dari biakan agar darah (Poeloengan 2009) Bakteri Bentuk Permukaaan Warna Hemolisis Staphylococcus aureus Bulat Cembung Putih kekuningan Streptococcus nonhemolytic Bulat Cembung Putih kehijauan Streptococcus Bulat Cembung Transparan agalactiae/hemolytic kehijauan (+) (-) (+) Menurut Poeloengan (2009), pada biakan agar darah, Streptococcus agalactiae dan Staphylococcus aureus dapat menghemolisa darah. Kedua koloni ini dibedakan dari warna koloni, Streptococcus agalactiae transparan kehijauan sedangkan Staphylococcus aureus berwarna putih kekuningan (Tabel 1). Penelitian ini menitikberatkan pada Streptococcus agalactiae karena bakteri ini dapat menyebabkan penyakit pada manusia yaitu meningitis dan infeksi menyeluruh pada bayi yang baru lahir. Streptococcus agalactiae memiliki bentuk bulat berwarna ungu dan berantai (Songer & Post 2005). Streptococcus agalactiae dapat dibedakan dari Gram
positif lainnya berdasarkan bentuk koloni yang berantai ketika dilihat melalui mikroskop (Tabel 2) dan dapat membentuk zona hemolisa pada agar darah. Tabel 2 Hasil identifikasi bakteri dari pemeriksaan mikroskopis Bakteri Bentuk Sifat Staphylococcus sp. Bulat Bergerombol seperti anggur Streptococcus agalactiae Bulat Berantai Streptococcus agalactiae atau bakteri diduga Streptococcus β-hemolytic yang akan diuji antibiogram adalah bakteri yang positif dalam uji CAMP. Positif uji CAMP adalah hasil yang menunjukkan zona hemolisa sempurna membentuk mata anak panah atau setengah bulan pada daerah yang berdekatan dengan koloni Staphylococcus aureus (garis horisontal). Gambar 1 menunjukkan hasil uji CAMP yang dilakukan pada koloni yang berasal dari tiga individu dengan perbandingan 1:2 terhadap aslinya. Koloni yang membentuk garis horisontal adalah Staphylococcus aureus dan tiga koloni vertikal yang membentuk zona setengah bulan ke arah Staphylococcus aureus adalah Streptococcus agalactiae yang membentuk hemolisa sempurna. Gambar 1 Hasil uji CAMP menentukan Streptococcus agalactiae (skala 1:2). Uji untuk mengetahui keefektifan antibiotik dilakukan dengan uji antibiogram. Hasil yang diamati adalah penghitungan zona hambat berupa daerah bening di sekitar cakram antibiotik. Antibiotik yang masih efektif terhadap Streptococcus agalactiae ditunjukkan dengan panjang diameter zona hambat yang sesuai dengan ketetapan zona hambat minimum.
Tabel 3 Zona hambat bakteri terhadap beberapa antibiotik (mm) (Aarestrup & Schwarz 2006 * ; White 2006 ** ) Antibiotik Konsentrasi R S/C S Penisilin G 10 28 29 Ampisilin 10 28 29 Eritromisin 5 13 14-18 19 Tetrasiklin 10 12 13-27 28 Kanamisin * 5 14 15-20 21 Gentamisin * 10 14 15-20 21 Enrofloksasin ** 5 17 18-21 22 Siprofloksasin ** 15 17 18-21 22 Keterangan: R = Resisten S/C = Cukup sensitif S = Sensitif Zona hambat bakteri Gram positif berbeda-beda tergantung jenis antibiotiknya (Tabel 3). Zona hambat kurang dari standar R (resisten) menandakan bahwa bakteri telah resisten terhadap antibiotik tersebut, zona hambat di atas atau sama dengan standar S (sensitif) menunjukkan bakteri yang masih sensitif terhadap bakteri tersebut, sedangkan zona hambat yang berada diantara diameter standar R dan S menunjukkan bahwa bakteri tersebut cukup sensitif terhadap antibiotik yang diuji. Gambar 2 Hasil uji antibiogram (skala 1:2). Hasil uji antibiogram pada pengambilan sampel pertama dilakukan pada kandang 1 (Tabel 4). Dua individu sapi dari kandang 1 (kode sapi 64 dan 65) diduga menderita mastitis subklinis yang disebabkan oleh Streptococcus agalactiae. Streptococcus agalactiae didapatkan dari sapi berkode 64 yakni sampel kuartir kanan belakang (64/2) dan kiri belakang (64/3) dan sapi berkode 65 yakni sampel kuartir kanan depan (65/1).
Tabel 4 Aktivitas antibiotik terhadap Streptococcus agalactiae yang diisolasi dari pengambilan sampel pertama Kode Kode Zona hambat (mm) kandang sampel Pen Amp Ery Tet 64/2 30.7 19.4 12.7 35.2 1 64/3 29.9 17.0 11.3 24.6 65/1 26.3 18.5 11.9 14.6 Keterangan: Pen = Penisilin Ery = Eritromisin Amp = Ampisilin Tet = Tetrasiklin Bakteri dari sampel 64/2 masih dapat ditekan pertumbuhannya dengan Penisilin dan Tetrasiklin karena zona hambat yang dibentuk masih berada dalam kelompok sensitif (Penisilin 29 dan Tetrasiklin 28). Ampisilin dan Eritromisin tidak efektif lagi karena zona hambat yang terbentuk kurang dari zona hambat minimum sensitif. Hanya Penisilin yang efektif pada sampel 64/3 sedangkan antibiotik yang lain tidak efektif lagi. Koloni bakteri yang berasal dari sampel dengan kode 65/1 menunjukkan masih cukup sensitif terhadap Tetrasiklin. Hasil uji antibiogram pada pengambilan sampel kedua dilakukan pada empat sapi yang diduga terinfeksi Streptococcus agalactiae (Tabel 5). Pada pengujian ini dilakukan perubahan antibiotik yang diuji untuk mengetahui jenis antibiotik lain yang masih efektif. Tabel 5 Aktivitas antibiotik pada Streptococcus agalactiae yang diisolasi dari pengambilan sampel kedua Kode Kode Zona Hambat (mm) kandang sampel Pen Amp Ery Kana EnR 2 81/4 20.1 16.2 15.4 10.2 18.5 2 82/1 17.9 15.6 11.5 13.5 10.9 2 82/4 14.8-17.1 10.4 13.5 3 91/1-15.9 17.1 12.6 14.9 3 91/2 19.1 12.6 17.9-14.9 3 92/1 12.3 19.5 12.5 10.4 10.8 Keterangan: Pen = Penisilin Amp = Ampisilin Kana = Kanamisin EnR = Enrofloksasin Ery = Eritromisin Pada sampel 81/4, ternyata Penisilin yang diduga memiliki daya bakterisidal yang baik terhadap bakteri Gram positif sudah tidak efektif lagi. Bakteri dari sampel ini juga menunjukkan resisten terhadap Ampisilin dan Kanamisin
sehingga kedua antibiotik ini tidak efektif untuk pengobatan mastitis subklinis yang disebabkan bakteri yang diisolasi dari sampel 81/4. Berbeda dengan antibiotik-antibiotik tersebut, Eritromisin dan Enrofloksasin masih cukup sensitif. Sampel 82/1 diambil dari sapi berkode 82 yakni kuartir kanan depan. Antibiotik yang diuji pada sampel 82/1 tidak membentuk zona hambat sempurna dengan diameter yang sensitif untuk bakteri Gram positif. Kelima antibiotik yang diujikan tidak efektif untuk bakteri Streptococcus agalactiae yang didapatkan dari sampel 82/1. Sampel 82/4 diambil dari sapi yang sama dengan sampel 82/1 tapi dari kuartir kiri depan. Sampel 82/4 memiliki zona hambat yang cukup sensitif pada sekeliling cakram Eritromisin sedangkan pada antibiotik yang lain tidak sensitif. Sampel yang diambil dari sapi berkode 91 yakni pada kuartir kanan depan (91/1) dan kanan belakang (91/2). Kedua sampel ini menunjukkan hasil uji antibiogram yang hampir sama, yaitu tidak efektifnya Penisilin, Ampisilin, Kanamisin dan Enrofloksasin. Eritromisin memiliki zona hambat yang cukup sensitif terhadap bakteri dari kedua sampel ini. Hasil uji antibiogram terhadap sampel 92/1 menunjukkan kelima cakram antibiotik tidak efektif. Hasil ini sama dengan hasil uji terhadap sampel 82/1. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan jenis bakteri yang menginfeksi sapi 82 dan 92 dengan sapi 81 dan 91. Pada penelitian ini tidak dilakukan uji lebih lanjut terhadap spesies bakteri Streptococcus agalactiae. Spesies bakteri yang berbeda dapat menyebabkan perbedaan tingkat resistensi. Uji antibiogram pada pengambilan sampel ketiga dilakukan terhadap lima sampel kuartir yang telah terinfeksi Streptococcus agalactiae (Tabel 6). Sampel 108/2 menunjukkan, keenam antibiotik yang diuji sudah tidak efektif lagi. Eritromisin dan Gentamisin dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang diisolasi dari sampel 110/4. Siprofloksasin masih dapat menghambat pertumbuhan bakteri dari sampel 110/4 namun kurang baik dibandingkan Eritromisin dan Gentamisin.
Tabel 6 Aktivitas antibiotik pada Streptococcus agalactiae yang diisolasi dari pengambilan sampel ketiga Kode Kode Zona hambat (mm) kandang sampel Pen Amp Ery Gent CX1 Tet 4 108/2 7 6.5 7 6 6.5-4 110/4 17 17 19 25 18-5 116/2 19 20 14 15 16 11 5 117/1 19 27 16 13 15 18.5 5 118/2 14 14 22 11 - - Keterangan: Pen = Penisilin Amp = Ampisilin Ery = Eritromisin Gent = Gentamisin CX1= Siprofloksasin Tet = Tetrasiklin Hasil uji antibiogram terhadap sampel 116/2 menunjukkan bahwa Eritromisin, Gentamisin dan Siprofloksasin masih cukup sensitif untuk menekan pertumbuhan bakteri sedangkan Penisilin, Ampisilin dan Tetrasiklin tidak efektif. Bakteri dari sampel 118/2 memiliki tingkat resistensi yang lebih tinggi terhadap Penisilin, Ampisilin, Gentamisin, Siprofloksasin dan Tetrasiklin. Bakteri Streptococcus agalactiae dari sampel 118/2 ini hanya dapat dihambat pertumbuhannya oleh Eritromisin. Efektivitas antibiotik terhadap bakteri Streptococcus agalactiae berbeda pada setiap kandang, individu sapi terinfeksi, dan bahkan berbeda pada setiap kuartir dalam satu individu. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh bakteri yang telah mengalami perubahan protein-binding site, perubahan komponen dinding dan membran sel serta enzim yang dapat melawan antibiotik tertentu. Perubahan ini terjadi karena pengobatan yang sering dilakukan sebelumnya. Penggunaan antibiotik bakterisida ataupun bakteriostatik terhadap pengobatan infeksi Gram positif yang berlebihan dapat menyebabkan Streptococcus yang belum menjadi sasaran utama antibiotik ikut terpapar dengan dosis yang rendah dan mengalami perubahan serta menyebabkan resistensi (Wattimena et al. 1991; Wahyuni et al. 2005). Resistensi dapat pula diakibatkan oleh adanya kemungkinan perbedaan bakteri yang diisolasi dan perbedaan patogenisitas bakteri penginfeksi. Berdasarkan hasil uji antibiogram, diketahui sejumlah 7.14% (1/14 sampel) bakteri isolat resisten terhadap enam antibiotik yang diujikan, 21.4% (3/14 sampel) isolat resisten terhadap lima jenis antibiotik, 35.7% (5/14 sampel) isolat
resisten terhadap empat jenis antibiotik, 28.6% (4/14 sampel) isolat resisten terhadap tiga jenis antibiotik dan 7.1% (1/14 sampel) isolat resisten terhadap dua antibiotik yang diujikan. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat resistensi yang terjadi sudah tinggi dibuktikan dengan besarnya persentase isolat yang resisten terhadap antibiotik yang diujikan. Menurut Aarestrup dan Schwarz (2006), Penisilin merupakan drug of choice penyakit yang disebabkan oleh bakteri Gram positif termasuk Streptococcus agalactiae. Penisilin yang digunakan adalah Penisilin G. Menurut Mutschler (1991), Penisilin merupakan antibiotik yang memiliki daya kerja efektif terhadap bakteri sensitif, perkembangan resistensi yang rendah dan toksisitas yang minimum. Daerah kerjanya mencakup kokus Gram positif termasuk Streptococcus. Dalam penelitian ini didapatkan Penisilin hanya sensitif sebesar 14.3% (2/14 sampel) dari jumlah isolat yang diuji dengan Penisilin. Ampisilin merupakan obat pilihan setelah Penisilin dan merupakan antibiotik yang masih efektif untuk Streptococcus agalactiae. Ampisilin bekerja cukup efektif pada bakteri Gram positif, namun dalam pengujian yang dilakukan, Ampisilin tidak sensitif terhadap Streptococcus agalactiae. Eritromisin termasuk antibiotik efektif untuk Gram positif termasuk Streptococcus, namun demikian, mudah terjadi resisten terhadap Eritromisin oleh bakteri Gram positif. Eritromisin masih cukup efektif digunakan terhadap bakteri Streptococcus agalactiae dalam penelitian ini yaitu dengan persentase sebesar 57.1% (8/14) dari jumlah isolat yang diuji dengan Eritromisin. Tetrasiklin merupakan antibiotik dengan spektrum luas yang memiliki efektivitas cukup baik untuk pengobatan infeksi oleh Streptococcus agalactiae, namun demikian bakteri ini mudah resisten terhadap Tetrasiklin. Hal ini dapat menyebabkan penurunan keefektifan penggunaan Tetrasiklin. Gentamisin dan Kanamisin merupakan antibiotik golongan aminoglikosida yang memiliki spektrum luas. Resistensi silang antar golongan aminoglikosida dapat terjadi. Hal ini dapat terjadi karena Streptococcus agalactiae di lapangan sudah diberi pengobatan mastitis sebelumnya dengan golongan aminoglikosida lain seperti Streptomisin (Mutschler 1991; Istiantoro & Vincent 2007). Kanamisin tidak menunjukkan zona hambat yang baik untuk isolat bakteri yang
diuji sedangkan Gentamisin efektif sebesar 40% (2/5 sampel). Hal ini juga terjadi pada Siprofloksasin dan Enrofloksasin yang hanya efektif terhadap 20% (1/5 sampel) dari isolat bakteri yang diuji dengan masing-masing antibiotik.