BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Fisika sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. harapan sangat bergantung pada kualitas pendidikan yang ditempuh. imbas teknologi berbasis sains (Abdullah, 2012 : 3).

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dwi Ratnaningdyah, 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. semua potensi, kecakapan, serta karakteristik sumber daya manusia kearah yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tri Wulan Sari, 2014 Pengaruh Model Cooperative Learning Tipe Stad Terhadap Kemampuan Analisis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan perbaikan mutu pendidikan agar mencapai tujuan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di semua bidang, salah satunya membangun sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Metode konvensional (ceramah) kurang mengena untuk diterapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan sebagai upaya meningkatkan kualitas pendidikan. Salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. yang kondusif bagi lahirnya pribadi yang kompetitif. (Tilaar, 2004)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intan Setiawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. terampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas pula jalan pikirannya.

BAB I PENDAHULUAN. Menghadapi era globalisasi saat ini diperlukan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENERAPAN MODEL TREFFINGER DENGAN MEDIA COLORCARD UNTUK MENINGKATKAN PRETASI BELAJAR MATERI OPERASI HITUNG BILANGAN PECAHAN.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Miskwoski, 2005). (Marbach- Ad & Sokolove, 2000). interaksi dengan dunia sosial dan alam. Berdasarkan hasil observasi selama

BAB II KAJIAN TEORETIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan kognitif yang diperlukan, tetapi menekankan perkembangan karakter.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan di bidang pendidikan sebagai salah satu bagian dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rena Ernawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan agar siswa memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Komunikasi Matematis Komunikasi dapat diartikan sebagai pengalihan pesan dari satu orang ke

BAB II KAJIAN TEORI. Rahmawati, 2013:9). Pizzini mengenalkan model pembelajaran problem solving

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nokadela Basyari, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. dengan memiliki sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu cara

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jayanti Putri Purwaningrum, 2015

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (sains) yang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. teknologi komunikasi dewasa ini, menuntut individu untuk memiliki berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB V ANALISA. Pembelajaran yang diterapkan pada kelompok sampel (kelas X IA-4)

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu peristiwa yang diamati yang kemudian diuji kebenarannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. melalui proses kerja praktikum di laboratorium untuk menghasilkan sikap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

2016 PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ARGUMENT-BASED SCIENCE INQUIRY (ABSI) TERHADAP KEMAMPUAN MEMAHAMI DAN KEMAMPUAN BERARGUMENTASI SISWA SMA

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen penting dalam membentuk manusia yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengetahuan baru. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah salah satu rumpun sains yang mempelajari tentang zat, meliputi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. 1

2014 PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN KETERAMPILAN BERFIKIR KRITIS PADA MATA PELAJARAN FISIKA SMA

BAB I PENDAHULUAN. dengan tujuan pendidikan nasional dan tuntutan masyarakat. Kualitas pendidikan

I. PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. menuntut individu untuk memiliki kecakapan berpikir yang baik untuk

I. PENDAHULUAN. sehari-hari. Namun dengan kondisi kehidupan yang berubah dengan sangat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DENGAN MODEL INKUIRI TERBIMBING PADA SISWA KELAS X PMIA 3 DI SMAN 3 BANJARMASIN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Isrok atun, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

STANDAR NASIONAL KURIKULUM 2013

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman pada kegiatan proses pembelajaran IPA. khususnya pada pelajaran Fisika di kelas VIII disalah satu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mei Indah Sari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan; merancang dan merakit

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II KAJIAN TEORETIS

I. PENDAHULUAN. diperoleh pengetahuan, keterampilan serta terwujudnya sikap dan tingkah laku

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan kajian kuikulum pada pelajaran IPA, materi kelistrikan

BAB II KAJIAN TEORI. jawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (Mulyasa, 2005 :70).

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan berpikir kritis dan kreatif untuk memecahkan masalah dalam

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan dan kemajuan ilmu dan teknologi di era globalisasi dewasa ini, menuntut individu untuk memiliki beragam kemampuan dan keterampilan ditengah ketatnya persaingan dan perubahan lingkungan. Cepatnya perubahan informasi terkadang membuat kewalahan dalam memilah mana informasi yang relevan tujuan tertentu dan mana yang tidak, apa sudut pandang yang digunakan dalam menyampaikan informasi atau hal apa yang dapat saling menunjang untuk mencapai sesuatu tujuan. Demikian pula ketika dihadapkan pada suatu tantangan orang mulai berfikir untuk mengatasinya dengan cara yang berbeda-beda, sehingga bisa jadi untuk permasalahan yang sama solusi yang ditawarkan menjadi beragam agar tetap relevan dan bisa diterima oleh lingkungan. Menurut Tsai ( 2013) diperlukan keterampilan berfikir kritis dan kreatif karena keduanya bermanfaat bagi pribadi, pendidikan dan ekonomi pembangunan. Dalam hal ini pendidikan memegang peranan penting untuk mempersiapkan individu-individu yang mampu mengantisipasi perubahan tersebut. Salah satu peranan dunia pendidikan adalah melatih berbagai kemampuan dan keterampilan berfikir siswa. Kemampuan dan keterampilan tersebut diantaranya adalah kemampuan menganalisis dan keterampilan berfikir kreatif dalam memecahkan masalah. Menurut Anderson dan Krathwohl (2001) kemampuan menganalisis merupakan salah satu kemampuan yang menjadi tujuan dalam banyak bidang studi. Kemampuan ini dilatihkan dalam pembelajaran agar siswa mampu menentuan bagian-bagian dari suatu struktur dan mampu menunjukkan hubungan antar bagian-bagian tersebut. Dengan demikian dalam mengembangkan kemampuan ini siswa dilatih agar mampu membedakan mana informasi yang relevan, mengenali bagaimana suatu elemen dapat membentuk suatu struktur yang koheren dan menemukan pesan tersirat dari suatu fakta. Sedangkan keterampilan 1

2 berfikir kreatif dalam memecahkan masalah menurut Treffinger (2006) merupakan suatu cara berfikir dan berperilaku yang bermaksud untuk membentuk individu yang mampu memandang berbagai penyelesaian yang memungkinkan dari suatu permasalahan kemudian dapat memilih penyelesaian yang dianggap paling potensial. Pemerintah melalui regulasi di bidang pendidikan memberikan perhatian dalam upaya meningkatkan mutu output pendidikan melalui berbagai pola kegiatan pendidikan dalam bentuk perbaikan kurikulum maupun pelatihan terhadap tenaga pengajar pada semua bidang studi termasuk sains. Upaya tersebut juga dimaksudkan agar kemampuan menganalisis dan keterampilan berfikir kreatif siswa dalam memecahkan masalah menjadi lebih baik. Termasuk dalam bidang sains. Fisika sebagai bagian dari pelajaran sains diselenggarakan di sekolah dalam rangka mengenalkan proses dan produk kepada peserta didik. Pendidikan fisika diharapkan mampu menjadi wadah bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri, alam sekitar serta kemungkinan penerapan proses dan produk tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan kurikulum 2013 untuk tingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) pada mata pelajaran Fisika, kompetensi pengetahuan yang diharapkan adalah mampu memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dan metakognitif dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni budaya dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan dan peradaban terkait dengan penyebab fenomena dan kejadian dalam bidang kerja yang spesifik untuk memecahkan masalah. Sedangkan pada kompetensi keterampilan siswa SMK diharapkan mampu mengolah, menyaji, dan mencipta dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajari disekolah secara mandiri, dan mampu melaksanakan tugas spesifik dibawah pengawasan langsung. Berdasarkan kompetensi pengetahuan tersebut kemampuan menganalisis dan keterampilan memecahkan masalah merupakan hal yang perlu dilatihkan dalam pembelajaran Fisika.

3 Berdasarkan strategi penyelesaiannya pemecahan masalah (problem solving) dibedakan menjadi dua yaitu routine dan nonroutine problem solving. Routine problem solving menekankan pada penggunaan sejumlah pengetahuan atau algoritma untuk menyelesaikan masalah sedangkan nonroutine problem solving menekankan pada penggunaan heuristik dan hanya sedikit atau tidak menggunakan algoritma. Heuristik adalah kemampuan pada penggunaan berbagai strategi yang menyediakan berbagai cara atau metode untuk dapat menyelesaikan masalah (Isrok atun, 2014). Sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa masalah-masalah sederhana dapat diselesaikan dengan metode standar sebagai hasil dari proses berpikir routine problem solving namun tidak dengan masalah-masalah yang lebih komplek yang membutuhkan metode yang lebih canggih dan harus membuat koneksi/hubungan baru terhadap berbagai aspek/konsep yang terkait dan bahkan tidak berkaitan ( Steiner, 2009). Hasil studi lapangan yang dilakukan pada salah satu Sekolah Menengah Kejuruan Negeri di kabupaten Bangka Tengah pada 2013, menunjukkan beberapa hal. Pertama, tingkat ketuntasan belajar siswa baru sekitar 60% sebelum diadakan remedial teaching. Secara umum guru lebih sering mengadakan evaluasi meliputi kategori proses kognitif mengingat (C1) dan memahami (C2), sedangkan mengaplikasi (C3) dan menganalisis (C4) jarang dilakukan. Selain itu guru belum pernah melakukan pembelajaran untuk melatihkan keterampilan berfikir kreatif dalam pemecahan masalah. Kedua, proses pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centered) yang mengutamakan trasfer informasi melalui metode ceramah. Permasalahan yang biasanya dihadirkan pada siswa untuk dipecahkan umumnya merupakan permasalahan yang bersifat rutin dan belum menggunakan strategi tertentu sehingga siswa belum memiliki keterampilan berfikir kreatif dalam pemecahan masalah. Penggunaaan metode ceramah diduga menjadi penyebab rendahnya hasil belajar siswa pada aspek kemampuan menganalisis dan siswa belum memiliki keterampilan kreatif dalam pemecahan masalah. Karena metode tersebut menekankan pada transfer informasi dan kurang dapat memfasilitasi siswa untuk

4 mengeksplorasi keterampilan berfikir. Sehubungan dengan permasalahan tersebut, maka perlu adanya perbaikan proses pembelajaran agar siswa terlibat aktif dalam proses penyelidikan ilmiah untuk meningkatkan kemampuan menganalisis dan keterampilan berfikir kreatif dalam pemecahan masalah. Pembelajaran fisika yang hanya menampilkan produk fisika berupa rumus-rumus fisika yang rumit tanpa dihubungkan dengan permasalahan yang real cenderung membuat siswa kurang untuk menyukai fisika dan kurang merasakan kegunaan belajar fisika. Permasalahan dalam dunia pendidikan menyebabkan semakin gencarnya perubahan paradigma pendidikan, baik perubahan yang menyangkut konten, pedagogi maupun profesionalisme guru. Perubahan tersebut menginginkan guru melakukan perbaikan secara bertahap model pembelajaran dari model yang berpusat pada guru (teacher centered) ke model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) sehingga tercipta hubungan yang harmonis dimana guru berperan sebagai fasilitator untuk mencapai tujuan pembelajaran. Peran aktif siswa dalam pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar khususnya kemampuan menganalisis siswa dan keterampilan berfikir kreatif siswa dalam pemecahan masalah. Salah satu strategi yang melatihkan keterampilan pemecahan masalah secara kreatif adalah Creative Problem Solving (CPS) Treffinger (Treffinger, 2006). Strategi ini menyeimbangkan dua kemampuan sekaligus yaitu generating (berfikir divergen) dan focusing (berfikir konvergen). Kadang-kadang kedua pola keterampilan berfikir ini dipandang sebagai kutub yang berlawanan. Namun menggabungkan keduanya dipercaya dapat memberikan kontribusi yang positif agar seseorang menjadi pemikir yang lebih baik (Tsai, 2013). Strategi ini memiliki 3 komponen proses utama yaitu memahami tantangan (understanding challenge), membangun ide (generating idea) dan mempersiapkan tindakan (preparing for action). Strategi ini membekali siswa untuk menjadikan suatu tantangan, tujuan dari suatu keadaan yang masih bersifat umum sebagai titik awal dalam pemecahan masalah. Kemudian siswa menggali fakta secara lebih

5 mendalam untuk menemukan permasalahan dan menggali solusi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Crestive Problem Solving (CPS) sebenarnya bukan strategi yang baru, dicetuskan sejak tahun 1950 oleh Alex Osborn untuk kalangan bisnis, akhirnya CPS diterapkan pula dalam bidang pendidikan. CPS mengalami evolusi yang dilakukan oleh para pendukungnya untuk memperbaiki tahapan dan fase serta mengakomodir perubahan lingkungan yang terjadi. Salah satunya versi yang terbaru dicetuskan oleh Treffinger dan rekan-rekannya yaitu CPS versi 6.1. pada tahun 2000 dalam beberapa literatur dikenal dengan CPS Treffinger. Strategi CPS Treffinger memiliki beberapa kelebihan daripada versi sebelumnya antara lain mampu menyeimbangkan dua macam pola berfikir (generating and focusing); kesempatan, tantangan dan kemungkinan yang menarik dapat dijadikan titik awal; efektif untuk digunakan secara indivual maupun kelompok (Treffinger,2005). Menurut Permendikbud no.103 tahun 2014 proses pembelajaran di sekolah menengah sebaiknya dilakukan menggunakan pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik ini dapat diakomodir antara lain melalui pembelajaran inkuiri, pembelajaran berbasis masalah atau pembelajaran berbasis proyek. Inkuiri terbimbing sebagai salah satu model dari pendekatan inkuiri mengajak siswa untuk memahami, mengidentifikasi dengan cermat dan teliti serta memberikan solusi atas permasalahan yang tersaji (Anam, 2015). Penerapan strategi CPS Treffinger dalam model pembelajaran inkuiri terbimbing diharapkan mampu memperkaya proses pembelajaran Fisika dalam memecahkan permasalahan. Beberapa penelitian mengungkapkan hubungan antara penggunaan strategi creative prolem solving (CPS) dalam meningkatkan kemampuan berfikir kreatif dalam memecahkan masalah seperti yang dilakukan oleh Adel Al Khatib (2012) dan Cojorn (2012). Creative problem solving (CPS) juga dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan koneksi matematis seperti yang diungkapkan oleh Subagja (2012). Kashefi (2013) mengungkapkan pula bahwa tahapan CPS dapat

6 mendukung kemampuan matematika teknik, keterampilan komunikasi, keterampilan kerjasama dan keterampilan pemecahan masalah. Dalam pembelajaran Fisika, Subakir (2013) dan Prayogo (2013) mengungkapkan bahwa pembelajaran menggunakan CPS dapat meningkatkan kemampuan berfikir kreatif dan hasil belajar Fisika serta kemampuan pemecahan masalah siswa. Hasil penelitian sebelumnya memperlihatkan bahwa strategi Creative Problem Solving dapat dijadikan sebagai strategi untuk meningkatkan proses kognitif siswa dan kemampuan berfikir kreatif dalam pemecahan masalah. Dengan demikian penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang implementasi strategi CPS Treffinger dalam pembelajaran fisika untuk melihat dampaknya terhadap peningkatan dalam kemampuan menganalisis siswa dan keterampilan berfikir kreatif dalam pemecahan masalah dengan mengangkat judul Penerapan Strategi Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Treffinger Dalam Model Inkuiri Terbimbing Untuk Meningkatkan Kemampuan Menganalisis dan Keterampilan Berfikir Kreatif Dalam Pemecahan Masalah Siswa SMK Pada Materi Kalor. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka masalah yang ingin diungkapkan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Apakah penerapan strategi pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Treffinger dalam model inkuiri terbimbing dapat lebih meningkatkan kemampuan menganalisis dan keterampilan berfikir kreatif dalam pemecahan masalah siswa SMK Pada Materi Kalor dibandingkan dengan pembelajaran inkuiri terbimbing tanpa strategi CPS Treffingger Rumusan masalah tersebut secara spesifik dapat dijabarkan menjadi pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimanakah perbandingan peningkatan kemampuan menganalisis antara siswa SMK yang mendapatkan pembelajaran Fisika menggunakan strategi CPS Treffinger dalam model inkuiri terbimbing dengan siswa yang

7 mendapatkan pembelajaran dalam model inkuiri terbimbing tanpa strategi CPS Treffinger? 2. Bagaimanakah perbandingan peningkatan keterampilan berfikir kreatif dalam pemecahan masalah siswa SMK yang mendapatkan pembelajaran Fisika menggunakan strategi CPS Treffinger dalam model inkuiri terbimbing dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran dalam model inkuiri terbimbing tanpa strategi CPS Treffinger? 3. Apakah terdapat hubungan antara kemampuan menganalisis dan keterampilan berfikir kreatif dalam pemecahan masalah pada siswa SMK yang mendapatkan pembelajaran fisika menggunakan strategi CPS Treffinger dalam model inkuiri terbimbing? 4. Bagaimana tanggapan siswa dan guru terhadap penerapan strategi CPS Treffinger dalam model inkuiri terbimbing? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui perbandingan peningkatan kemampuan menganalisis antara siswa SMK yang mendapatkan pembelajaran Fisika dengan strategi CPS Treffinger dalam model inkuiri terbimbing dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran dalam model inkuiri terbimbing tanpa strategi CPS Treffinger. 2. Mengetahui perbandingan peningkatan keterampilan berfikir kreatif dalam pemecahan masalah antara siswa SMK yang mendapatkan pembelajaran Fisika dengan strategi CPS Treffinger dalam model inkuiri terbimbing dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran inkuiri terbimbing tanpa strategi CPS Treffinger. 3. Mengetahui ada tidaknya hubungan antara kemampuan menganalisis dengan keterampilan berfikir kreatif dalam pemecahan masalah. 4. Mendapatkan gambaran tanggapan guru dan siswa tentang penerapan strategi CPS Treffinger dalam model inkuiri terbimbing.

8 1.4 Hipotesis Penelitian Asumsi dalam penelitian ini adalah penerapan strategi CPS Treffinger dalam model inkuiri terbimbing dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif menemukan konsep yang disajikan melalui tahapan belajar yang digunakan dilengkapi lembar kerja yang disediakan. Dengan demikian dapat memberikan kesempatan yang cukup bagi siswa untuk meningkatkan kemampuan menganalisis dan meningkatkan keterampilan berfikir kreatif dalam pemecahan masalah. Berdasarkan asumsi yang telah dikemukakan, maka hipotesis penelitian ini: dalam 1. Penggunaan strategi CPS Treffinger dalam model inkuiri terbimbing dapat lebih meningkatkan kemampuan menganalisis siswa SMK dibanding dengan penggunaan model inkuiri terbimbing tanpa strategi CPS Treffinger,dengan Ho : 1 2 dan H 1: 1 > μ 2 µ1 = Rata-rata peningkatan kemampuan menganalisis siswa SMK yang menggunakan strategi pembelajaran CPS Treffinger dalam model inkuiri terbimbing µ2 = Rata-rata peningkatan kemampuan menganalisis siswa SMK yang yang menggunakan pembelajaran dalam model inkuiri terbimbing tanpa strategi CPS Treffinger. 2. Penggunaan strategi CPS Treffinger dalam pembelajaran Fisika dalam model inkuiri terbimbing dapat lebih meningkatkan keterampilan berfikir kreatif dalam pemecahan masalah siswa SMK dibanding dengan dalam inkuiri terbimbing tanpa strategi CPS Treffinger, dengan Ho : 1 2 dan H 1: 1 > μ 2 pembelajaran µ1 = Rata-rata peningkatan keterampilan berpikir kreatif dalam pemecahan masalah siswa SMK yang menggunakan strategi CPS Treffinger dalam model inkuiri µ2 = Rata-rata peningkatan keterampilan berpikir kreatif dalam pemecahan

9 masalah siswa SMK yang menggunakan pembelajaran inkuiri terbimbing tanpa strategi CPS Treffinger. 3. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan menganalisis dan keterampilan berfikir kreatif dalam pemecahan masalah pada siswa, dengan Ho : ρ = 0 dan H1 : ρ 0 ρ = Korelasi antara kemampuan menganalisis dan keterampilan berfikir kreatif dalam pemecahan masalah 1.5 Batasan Masalah Mengingat keperluan penelitian, maka dilakukan pembatasan ruang lingkup penelitian sebagai berikut: Peningkatan kemampuan menganalisis dan keterampilan berfikir kreatif dalam pemecahan masalah adalah perubahan kearah yang lebih baik antara sebelum dan sesudah pembelajaran. Peningkatan kemampuan menganalisis dan keterampilan berfikir kreatif dalam pemecahan masalah ditentukan melalui perhitungan rata-rata skor gain yang dinormalisasi <g> menggunakan persamaan yang di rumuskan oleh Hake. 1.6 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat dijadikan bukti empiris tentang potensi strategi CPS Treffinger dalam meningkatkan kemampuan menganalisis dan keterampilan berfikir kreatif dalam pemecahan masalah siswa SMK yang nantinya dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak yang berkepentingan seperti guru-guru Fisika sekolah menengah, para mahasiswa di LPTK, praktisi pendidikan dan lain-lain baik sebagai rujukan, pembanding atau pendukung. 1.7 Variabel Penelitian Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran Fisika dengan strategi CPS Treffinger, sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan menganalisis dan keterampilan berfikir kreatif dalam memecahkan masalah.

10 1.8 Definisi Operasional Untuk menghindari kesalahan penafsiran tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dilakukan pendefinisian secara operasional sebagai berikut: 1. Strategi Creative Problem Solving Trefinger dalam model inkuiri merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang terdiri dari tahapan strategi CPS Treffinger yang diintegrasikan ke dalam tahapan pembelajaran model inkuiri menurut Gulo. Terdapat 6 tahapan strategi CPS Treffinger yaitu (1) membangun tantangan, (2) menggali data, (3) merumuskan masalah, (4) membangun ide, (5) mengembangkan solusi, (6) membangun penerimaan. Keenam tahapan ini diintegrasikan ke dalam model tahapan belajar inkuiri yang terdiri (1) merumuskan masalah, (2) merumuskan hipotesis, (3) mengumpulkan data, (4) menguji hipotesis dan (5) menarik kesimpulan. Pengintegrasian dilakukan terhadap keseluruhan tahapan belajar inkuiri terbimbing berdasarkan kesesuaian karakter tahapan strategi CPS dengan tahapan belajar inkuiri terbimbing. 2. Kemampuan menganalisis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan menganalisis (C4) menurut Anderson dan Krathwohl yaitu kemampuan untuk memecah suatu materi menjadi bagian-bagian yang penyusunnya dan menentukan hubungan antar bagian dalam keseluruhan struktur dan tujuan. Kategori menganalisis ini dibagi dalam tiga proses kognitif yaitu (1) membedakan, (2) mengorganisasi, (3) mengatribusi. Membedakan merupakan proses memilah-milah bagian-bagian yang relevan atau penting dalam sebuah struktur. Mengorganisasi merupakan proses mengidentifikasi elemen-elemen komunikasi atau situasi proses dan proses mengenali bagaimana elemen-elemen tersebut membentuk sebuah struktur yang koheren. Mengatribusi merupakan proses menemukan pesan tersirat, nilai atau maksud dari suatu peristiwa. Pengukuran kemampuan menganalisis menggunakan tes dalam bentuk essay objektif. 3. Keterampilan berfikir kreatif dalam pemecahan masalah dalam penelitian ini merupakan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara-cara yang

11 kreatif yang melibatkan proses membangun (generating) dan memfokuskan (focus). Aspek keterampilan berfikir kreatif dalam pemecahan masalah yang akan diukur dalam penelitian ini meliputi keterampilan dalam membangun tantangan (constructing challenge), menggali data (exploring data), merumuskan masalah (framing problem), membangun ide/gagasan (generating idea), membangun solusi (developing solution), membangun penerimaan (building acceptance). Pengukuran keterampilan berfikir kreatif dalam pemecahan masalah menggunakan tes dalam bentuk essay terbuka (open-ended) dengan jawaban yang mengakomodir karakter berfikir kreatif dalam pemecahan masalah menurut Treffinger.