BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laktasi atau mendekati kering kandang (Ramelan, 2001). Produksi susu sapi perah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang hubungan produksi susu dengan body condition scoredan

TINJAUAN PUSTAKA Anatomi dan Fisiologi Ambing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Friesian Holstein (FH) impor dan turunannya. Karakteristik sapi FH yaitu

TINJAUAN PUSTAKA. A. Sapi perah (Peranakan Friesian Holstein)

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA SapiFriesian Holsteindan Tampilan Produksi Susu

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Berasal dari Belanda dan mulai dikembangkan sejak tahun 1625 (Makin, 2011). Sapi FH memiliki karakteristik sebagai berikut :

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. dari sapi betina yang telah melahirkan. Produksi susu merupakan salah satu aspek

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat. Salah satu hewan penghasil susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut data BPS Kabupaten Buleleng, (2014), Kabupaten Buleleng

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) Daun Belimbing Wuluh mengandung flavonoid, saponin dan tanin yang

HUBUNGAN MASTITIS, PRODUKSI DAN KUALITAS SUSU SAPI PERAH DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL - HIJAUAN PAKAN TERNAK SAPI PERAH BATURRADEN SKRIPSI

PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol

disusun oleh: Willyan Djaja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Hayati et al., 2010). Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5-10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimanfaatkan sebagai produk utama (Sutarto dan Sutarto, 1998). Produktivitas

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelahiran anak per induk, meningkatkan angka pengafkiran ternak, memperlambat

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang hubungan antara paritas, lingkar dada dan umur

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Peternakan Sapi Perah

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketenangan dan akan menurunkan produksinya. Sapi Friesien Holstein pertama kali

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN. Banyuwangi secara astronomis terletak di antara

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Susu merupakan salah satu bahan pangan yang penting bagi pemenuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

1. PENDAHULUAN. akan daging sebagai salah satu sumber protein. Pemenuhan akan daging

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peningkatan jumlah penduduk Indonesia. Produksi susu segar dalam negeri hanya mampu

BAB I PENDAHULUAN. Data-data cemaran mikrobia pada produk susu mentah sudah ada dari

Lampiran 1. Kuisioner untuk data anak kandang

Penampilan Kandungan Protein Dan Kadar Lemak Susu Pada Sapi Perah Mastitis Friesian Holstein

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. besar dipelihara setiap negara sebagai sapi perahan (Muljana, 2010). Sapi FH

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. laktasi 2 sebanyak 100 ekor, laktasi 3 sebanyak 50 ekor, dan laktasi 4 sebanyak 40

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelenjar susu mamalia. Susu memiliki banyak fungsi dan manfaat.

RESUME INHOUSE TRAINING MANAJEMEN DAN TEKNOLOGI PAKAN UNTUK PEJANTAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan peternak (Anggraeni, 2012). Produksi susu sapi perah di Indonesia

THE EFFECT OF USE MORINGA LEAF JUICE FOR TEAT DIPPING ON INCIDENCE OF SUBCLINICAL MASTITIS OF DAIRY CATTLE LACTATION FH

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL. Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan balai pusat pembibitan sapi perah di bawah

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan dan proses kelahiran. Pengertian lainnya yaitu masa nifas yang biasa

disusun oleh: Willyan Djaja

Lampiran 1 Kuisioner Peternak Pemasok Susu Segar

IV. ANALISIS DAN SINTESIS

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

The Influence of Body Condition Score in Late Pregnancy on Protein Colostrum Total and Content of Friesian Holstein Cows

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak

TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Iklim dan Cuaca Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Sapi Perah

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Gambaran Umum BBPTU-HPT Baturraden Jawa Tengah. Lokasi Balai Benih Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak

PERHITUNGAN BODY SCORING CONDITION (BCS) PADA SAPI PERAH

Lampiran 1 Hasil Pengujian sampel susu menggunakan metode Breed dan uji. Breed (jumlah sel somatis/ml) No Kuartir IPB-1

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

PEMANFAATAN REBUSAN DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum) DALAM MENURUNKAN TINGKAT KEJADIAN MASTITIS BERDASARKANN UJI CMT DAN SCC

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah secara umum merupakan penghasil susu yang sangat dominan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa

HUBUNGAN ANTARA VOLUME AMBING, LAMA MASSAGE DAN LAMA PEMERAHAN TERHADAP PRODUKSI SUSU KAMBING PERANAKAN ETTAWA SKRIPSI.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) berasal dari dataran Eropa tepatnya dari Provinsi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh dipping puting sapi perah yang terindikasi

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil perkawinan antara kambing

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Perkembangan Sapi Perah Menurut Sudono et al. (2003), sapi Fries Holland (FH) berasal dari

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien Pakan Hasil pengamatan konsumsi pakan dan nutrien dalam bahan kering disajikan pada Tabel 7.

KATA PENGANTAR. kelancaran kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul. Ripitabilitas dan MPPA Produksi Susu 305 Hari Sapi Perah Friesian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai hasil domestikasi (penjinakan) dari banteng liar. Sebagian ahli yakin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

PETUNJUK PRAKTIKUM MULTIMEDIA ILMU PENYAKIT DALAM VETERINER I

BAB I PENDAHULUAN. salah. Selain faktor teknis ini tentunya Air Susu Ibu juga dipengaruhi oleh asupan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

BAB I PENDAHULUAN. Ambing merupakan alat penghasil susu pada sapi yang dilengkapi suatu

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Susu merupakan bahan makanan yang diperoleh dari hasil seleksi

Transkripsi:

3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Produksi Susu Produksi susu yang fluktuatif selama sapi laktasi hal ini disebabkan kemampuan sel-sel epitel kelenjar ambing yang memproduksi susu sudah menurun bahkan beberapa sel rusak dan meluruh seiring semakin tuanya umur laktasi atau mendekati kering kandang (Ramelan, 2001). Produksi susu sapi perah umumnya diukur dari berapa banyak susu yang dihasilkan setiap harinya dijumlah antara pemerahan pagi dan sore. Pencatatan pemerahan pagi dan sore dilakukan untuk menghitung berapa produksi susu selama masa laktasi. Periode laktasi dimulai dari masa awal kelahiran pedet sampai dengan kering kandang, pada sapi laktasi akan mengalami perubahan kondisi tubuh. Kondisi tubuh menggambarkan cadangan lemak tubuh ternak. Cadangan lemak tubuh pada sapi periode laktasi digunakan saat sapi tidak mendapatkan cukup energi untuk produksi susu, sehingga harus diperhatikan pemberian pakan yang sesuai dengan kubutuhan sapi pada saat memproduksi susu. Pemulihan kondisi tubuh saat periode kering sangat penting untuk persiapan produksi susu selanjutnya(sukandar et al., 2008). Fase awal laktasi, nafsu makan sapi menurun sehingga sapi hanya mencerna pakan yang sedikit dan diubah menjadi energi yang nantinya digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam sintesis susu, karena kekurangan asupan energy sapi kemudian menggunakan cadangan lemak tubuhnya dan menyebabkan terjadinya

4 penurunan berat badan pada sapi tersebut (Hilmia, 2008). Faktor yang mempengaruhi produktivitas sapi perah antara lain genetik dan lingkungan. Genetik adalah sifat bawaaan dalam hal ini kemampuan ternak dalam memproduksi susu (Pratiwi et al., 2013). Lingkungan adalah keadaan disekeliling ternak seperti kebersihan kandang, tatalaksana pakan harus cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup, aktivitas danproduksi ternak, umur beranak pertama, periode laktasi, frekuensi pemerahan, masa kering kandang dan kesehatan (Utomo dan Miranti, 2010). Produksi susu yang tinggi pada sapi-sapi tertentu sangat rentan sekali terhadap pemerahan yang tidak tuntas, air susu yang tersisa menyebabkan terbentuknya endapan / pengapuran susu dan dapat menyumbat saluran produksi susu pada ambing sapi yang laktasi sehingga terjadi peradangan, selain itu faktor kebersihan kandang merupakan hal yang sangat penting dalam suatu peternakan sapi perah karena dapat memicu pertumbuhan bibit penyakit (pertumbuhan lalat) dan berkembangnya bakteri penyebab mastitis (Contreras et al., 2007).Pada masa kering, kelenjar ambing tidak menghasilkan susu akan tetapi mengalami proses regenerasi dan peluruhan pada periode ini apabila sapi diuji mastitis maka tidak sedikit yang terkena mastitis khususnya mastitis subklinis karena peluruhan kelenjar ambing tersebut (Anggraeni, 2007). Sapi yang sudah beranak mengalami kenaikan hormon laktogen secara alami. Hormon laktogen memegang peranan penting dalam merangsang produksi susu dan sangat berhubungan dengan hormon prolaktin yang semuanya termasuk dalam anggota hormon polipeptida, jumlah hormon laktogen menurun setelah

5 laktasi berjalan lama sehingga menyebabkan produksi berangsur-angsur turun (Moravčíková et al., 2012) 2.2.Body Condition Score (BCS) Metode penilaian ternak perah dikenal ada 2 metode yaitu dairy judging dan body condition score. Penilaian dengan metode dairy judging yaitu melakukan penilaian dengan caramenilai pada bagaian-bagian tertentu, antara lain penilaian penampilan umum 30%, karakter sapi perah 20%, kapasitas tubuh 20%, sistem perambingan 30% (Blakely dan Bade, 1998). Cara penilaian yang kedua adalahbody condition score (BCS) merupakan metode penilaian ternak ruminansia secara subyektif melalui tehnik penglihatan dan perabaan untuk menduga perototan dan cadangan lemak tubuh terutama pada sapi perah, sehingga sapi tersebut dapat dikatakan gemuk atau tidak(syarifudin, 2013). Body condition score adalah metode pengukuran kritis terhadap keefektifan sistem pemberian pakan pada sapi perah, bertujuan untuk mengetahui pencapaian standar kecukupan cadangan lemak tubuh pada setiap bulan laktasi yang akan mempengaruhi dalam penampilan produksi susu dan efisiensi reproduksi. Metode BCS sering digunakan di beberapa peternakan dan lebih mudah dalam pelaksanaannya (BBPTU HPT Baturraden, 2010) Deposisi lemak yang didapat melalui proses metabolisme lemak dalam tubuh berhubungan erat dengan jumlah sel adiposa dan ukuran tubuh tiap individu ternak sapi. Lemak dalam tubuh didapatkan dari proses pencernaan makanan yang didapat dari nutrisi pakan, dimana nutrisi yang didapat dari penyerapan sari

6 makanan digunakan untuk kebutuhan hidup ternak (aktivitas dan produksi) dan selebihnya dideposisikan dalam tubuh(coffey et al., 2003). Produksi susu meningkat lebih cepat saat sapi perah dengan nilai BCS meningkat dari nilai BCS 1 sampai 3 dan menghasilkan produksi susu yang stabil pada nilai BCS sama dengan 3,50; sedangkan nilai BCS yang melebihi 3,50 menyebabkan penurunan produksi susu pada sapi perah (Sukandar et al., 2008). Tubuh yang ideal pada sapi perah sangat diperlukan untuk memproduksi susu yang tinggi, sedangkan pada sapi perah yang memiliki tubuh gemuk dapat menghambat produksi karena kegemukan pada sapi akan menyebabkan penimbunan lemak dalam hati sehingga sapi mudah stres dan terinfeksi penyakit, disamping itu terjadi penimbunan lemak pada saluran produksi dimana lemak berkembang disekitar ambing dapat menghambat proses produksi susu serta menutupi organ-organ reproduksi lainnya (Putra et al., 2015). Standar BCS pada awal laktasiadalah 3,00-3,50 penilaian BCS dilakukan pada saat 1 bulan postpartum. Kondisi yang terjadi adalah sapi akan kehilangan cadangan lemak, dimana cadangan lemak tubuh akan digunakan untuk hidup pokok, recovery postpartum dan memproduksi susu (BBPTU HPT Baturraden, 2010).Standar BCS pada pertengahan laktasi adalah 3,00-3,50 penilaian BCS dilakukan pada saat 6 bulan postpartum. Kondisi yang terjadi adalah energi dan cadangan lemak yang tersedia digunakan untuk hidup pokok, kepentingan reproduksi dan laktasi (BBPTU HPT Baturraden, 2010). Standar BCS pada periode akhir laktasi adalah 3,25 3,75 penilaian dilakukan pada saat 9 bulan postpartum. Kondisi yang terjadi adalah pemanfaatan energi pakan dan cadangan lemak digunakan untuk hidup pokok, reproduksi dan

7 laktasi (BBPTU HPT Baturraden, 2010). Standar BCS pada periode kering kandang adalah 3,5 4,0 penilaian dilakukan mendekati kelahiran 1 bulan prepartum. Kondisis yang terjadi adalah pemanfaatan energi pakan dan cadangan lemak digunakan untuk hidup pokok persiapan partus dan persiapan laktasi berikutnya (BBPTU HPT Baturraden, 2010). Kegemukan pada sapi perah yaitu pada skor BCS 4 5 dapat menyebabkan sapi sulit untuk beraktivitas sehingga sapi mudah stres dan terinfeksi penyakit, disamping itu terjadi penimbunan lemak pada saluran produksi dan reproduksi pada tubuh sapi perah yang berada disekitar ambing dan puting dimana dibagian tersebut lemak berkembang maka hal ini dapat menghambat proses produksi susu (Putra et al., 2015).Produksi susu sapi yang baik terjadi pada nilai BCS 2,75-3,50 dan pada saat sapi dalam keadaan sehat sedangkan nilai BCS yang melebihi 3,50 menyebabkan penurunan produksi susu karena pada sapi perah dengan BCS lebih dari 3,50 sapi perah memiliki postur tubuh yang sedikit gemuk (Sukandar et al., 2008). 2.3. Peradangan Ambing (Mastitis) Mastitis merupakan penyakit pada ternak perah yang disebabkan karena peradangan pada ambing sehingga berdampak terhadap penurunan produksi susu secara terus menerus dan terjadi perubahan fisik maupun kimia pada susu yang dihasilkan (Morin dan Hurley, 2003). Peradangan ambing atau penyakit mastitis terbagi menjadi dua macam yaitu mastitis yang tampak secara jelas (klinis) dan mastitis yang tidak tampak (subklinis).

8 Mastitis yang tampak (klinis) dicirikan dengan pembengkakan dan luka pada puting dan ambing. Mastitis yang tidak tampak ciri fisiknya seperti terjadi pembekakan atau luka pada ambing sehingga dinamakan penyakit mastitis subklinis. Mastitis subklinis disebabkan oleh bakteri, virus, khamir dan kapang dan hanya dapat dideteksi melalui pemeriksaan susu secara mikroskopis dan pengujian CMT (Subronto, 2003). Mastitis subklinis tidak menunjukkan gejala klinis, akan tetapi pada pemeriksaan susu secara mikroskopik terdapat peningkatan jumlah sel somatic lebih besar dari 400.000 sel setiap 1 ml susu (Sudarwantodan Sudarnika, 2008) Pemeliharaan peternakan dan pembibitan sapi perah sekala besar membutuhkan perhatian yang sangat khusus dalam masalah penyakit. Umumnya penyakit yang sering menyerang peternakan sapi perah adalah peradangan ambing atau mastitis. Sapi yang produksi susunya tinggi sangat rentan terhadap penyakit peradangan ambing pada sapi perah hal ini disebabkan karena pemerahan yang tidak tuntas pada sapi yang berproduksi tinggi (Contreras et al., 2007). Sapi yang sudah terkena mastitis berangsur-angsur produksinya akan turun hal ini disebabkan karena kerusakan yang terjadi pada jaringan epitel penghasil susu yang terinfeksi mastitis (Suryowardojo, 2012) 2.4. Uji Peradangan Ambing Pengujian peradangan ambing dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengujian secara laboratorium dan pengujian secara lapang. Mastitis subklinis dapat diketahui dengan melakukan uji laboratorium karena tidak ada perubahan pada jaringan ambing, dengan uji laboratorium dapat dilihat berapa jumlah sel

9 somatic dan bakteri apa saja yang ada di dalamnya (Islam et al., 2011). Pengujian CMT merupakan metode deteksi penyakit peradangan ambing (mastitis) subklinis secara lapang, sehingga sangat mudah pengujiannya pada sapi perah laktasi yang terdapat di peternakan besar dan peternakan pribadi, selain itu pengujian ini dapat dilakukan pada saat akan membeli bibit ternak perah yang sudah produksi khususnya pada peternakan rakyat yang akan membeli ternak di suatu pasar hewan atau peternakan (Sri dan Martindah, 2015). Reagen CMT terdiri dari detergen plus, alkyl aryl sulfonate 3%, NaOH 1,5%, dan bromcresol purple (sebagai indikator ph) yang akan bereaksi dengan sel-sel somatis susu yang luruh akibat peradangan yang disebabkan oleh bakteri atau benturan oleh benda tajam dan benda tumpul. Susu sapi yang sudah diuji CMT dan terkena mastitis memiliki hubungan dengan jumlah sel somatik (sel yang mengalami peradangan), semakin tinggi nilai CMT maka semakin banyak sel yang mengalami peradangan (Herlina etal., 2015), adapun interpretasi antara nilai CMT dan jumlah sel somatic ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1. Interpretasi Hasil CMT dengan Jumlah Sel Somatis(Herlina et al.,2015) Skor CMT Reaksi Jumlah sel Somatis - Tidak terdapat tanda-tanda pergerakan 0-400.000 susu ketengah Paddle + Sedikit terjadi pergerakan susu ketengah paddle >400.000-800.000 ++ Terjadi pergerakan susu ketengah paddle >800.000 1.500.000 lebih banyak, tetapi belum berbentuk gel +++ Terjadi sedikit pembentukan gel >1.500.000 5.000.000 ++++ Gel yang terbentuk banyak dan menyebabkan permukaan susu menjadi cembung >5.000.000