Gambar 5. 1 Peta jalur pipa proyek SSWJ2. Berdasarkan kedalaman laut yang akan dipasangi pipa, proyek ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu :

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS ON-BOTTOM STABILITY DAN INSTALASI PIPA BAWAH LAUT DI DAERAH SHORE APPROACH

ANALISA KONFIGURASI PIPA BAWAH LAUT PADA ANOA EKSPANSION TEE

Analisa Resiko Penggelaran Pipa Penyalur Bawah Laut Ø 6 inch

Ir. Imam Rochani, M,Sc. Prof. Ir. Soegiono

Dosen Pembimbing: 1. Ir. Imam Rochani, M.Sc. 2. Ir. Handayanu, M.Sc., Ph.D.

BAB III METODE DAN ANALISIS INSTALASI

DESAIN DAN ANALISIS FREE SPAN PIPELINE

Analisa Integritas Pipa Milik Joint Operation Body Saat Instalasi

UJIAN P3 TUGAS AKHIR 20 JULI 2010

ANALISA BUCKLING PADA SAAT INSTALASI PIPA BAWAH LAUT: STUDI KASUS SALURAN PIPA BARU KARMILA - TITI MILIK CNOOC DI OFFSHORE SOUTH EAST SUMATERA

ANDHIKA HARIS NUGROHO NRP

METODE DAN ANALISIS INSTALASI PIPA BAWAH LAUT

DESAIN BASIS DAN ANALISIS STABILITAS PIPA GAS BAWAH LAUT

NAJA HIMAWAN

ABOVE WATER TIE IN DAN ANALISIS GLOBAL BUCKLING PADA PIPA BAWAH LAUT

BAB IV DATA SISTEM PERPIPAAN HANGTUAH

Optimasi Konfigurasi Sudut Stinger dan Kedalaman Laut dengan Local Buckling Check

OffPipe (Installation Analysis) Mata Kuliah pipa bawah laut

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) G-249

METODE DAN ANALISIS INSTALASI

ANALISA STABILITAS PIPA BAWAH LAUT DENGAN METODE DNV RP F109 : STUDI KASUS PROYEK INSTALASI PIPELINE

BAB I PENDAHULUAN. kini, misalnya industri gas dan pengilangan minyak. Salah satu cara untuk

STUDI PARAMETER PENGARUH TEMPERATUR, KEDALAMAN TANAH, DAN TIPE TANAH TERHADAP TERJADINYA UPHEAVAL BUCKLING PADA BURRIED OFFSHORE PIPELINE

ANALISA STABILITAS SUBSEA CROSSING GAS PIPELINE DENGAN SUPPORT PIPA BERUPA CONCRETE MATTRESS DAN SLEEPER

ANALISIS ON-BOTTOM STABILITY PIPA BAWAH LAUT PADA KONDISI SLOPING SEABED

BAB 3 DATA TANAH DAN DESAIN AWAL

ANALISIS MID-POINT TIE-IN PADA PIPA BAWAH LAUT

BAB 4 ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS

ANALISIS TEGANGAN TERHADAP RISIKO TERJADINYA BUCKLING PADA PROSES PENGGELARAN PIPA BAWAH LAUT

Laporan Tugas Akhir Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga BAB III METODOLOGI

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Print) G-189

Optimasi Konfigurasi Sudut Stinger dan Jarak antara Lay Barge dan Exit Point pada Instalasi Horizontal Directional Drilling

BAB IV ANALISIS. = = = = tan θ

PANDUAN PERHITUNGAN TEBAL PIPA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN PIPELINE CROSSING

BAB III METODE PENELITIAN. Diagram alir studi perencanaan jalur perpipaan dari free water knock out. Mulai

BAB 3 DESKRIPSI KASUS

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB III DATA DAN TINJAUAN DESAIN AWAL

BAB. 1.1 Umum ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN

3.3. BATASAN MASALAH 3.4. TAHAPAN PELAKSANAAN Tahap Permodelan Komputer

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Ketebalan pipa dapat berbeda-beda sesuai keadaan suatu sistem perpipaan.

Optimasi Konfigurasi Sudut Stinger dan Kedalaman Laut Dengan Local Buckling Check

ANALISIS KEKUATAN PIPA BAWAH LAUT TERHADAP KEMUNGKINAN KECELAKAAN AKIBAT TARIKAN JANGKAR KAPAL

Jurusan Teknik Kelautan FTK ITS

Perancangan Dermaga Pelabuhan

Gambar 3.1 Upheaval Buckling Pada Pipa Penyalur Minyak di Riau ± 21 km

TUGAS AKHIR. Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun Oleh : Maulana Abidin ( )

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2 (2017), ( X Print)

2.5 Persamaan Aliran Untuk Analisa Satu Dimensi Persamaan Kontinuitas Persamaan Energi Formula Headloss...

H 2 ANALISA INSTALASI PIPA POLYETHYLENE BAWAH LAUT DENGAN METODE S-LAY. Riki Satrio Nugroho (1), Yeyes Mulyadi (2), Murdjito (3)

Prasetyo Muhardadi

BAB IV ALTERNATIF DESAIN DAN ANALISIS PERKUATAN FONDASI

Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Korosi Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Korosi

Bagaimana menentukan spesifikasi kantung udara yang efektif dengan memvariasikan ukuran tongkang, spesifikasi airbag dan jarak antar airbag?

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

Analisis Pengaruh Scouring Pada Pipa Bawah Laut (Studi Kasus Pipa Gas Transmisi SSWJ Jalur Pipa Gas Labuhan Maringgai Muara Bekasi)

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN

PRE-DRIVING ANALYSIS MENGGUNAKAN TEORI GELOMBANG UNTUK PEMANCANGAN OPTIMAL. David E. Pasaribu, ST Ir. Herry Vaza, M.Eng.Sc

PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN

BAB TEORI DASAR. 2.1 Umum

Adapun langkah-langkah metodologi dalam menyelesaikan tugas akhir ini dapat dilihat pada flow chart sebagai berikut. Mulai.

PENDAHULUAN PERUMUSAN MASALAH. Bagaimana pengaruh interaksi antar korosi terhadap tegangan pada pipa?

ABSTRAK. Kata kunci : pondasi, daya dukung, Florida Pier.

PERHITUNGAN GAYA LATERAL DAN MOMEN YANG BEKERJA PADA JACKET PLATFORM TERHADAP GELOMBANG AIRY DAN GELOMBANG STOKES

Desain Basis dan Analisis Stabilitas Pipa Gas Bawah Laut

PIPELINE STRESS ANALYSIS PADA ONSHORE DESIGN JALUR PIPA BARU DARI CENTRAL PROCESSING AREA(CPA) JOB -PPEJ KE PALANG STATION DENGAN PENDEKATAN CAESAR

2.6. Pengaruh Pemecah Gelombang Sejajar Pantai / Krib (Offshore Breakwater) terhadap Perubahan Bentuk Garis Pantai Pada Pantai Pasir Buatan...

ANALISA STOKASTIK BEBAN-BEBAN ULTIMATE PADA SISTEM TAMBAT FPSO SEVAN STABILIZED PLATFORM

MODIFIKASI SILO SEMEN SORONG DENGAN MENGGUNAKAN KOMBINASI STRUKTUR BAJA DAN BETON BERTULANG

Pemodelan Near Field Scouring Pada Jalur Pipa Bawah Laut SSWJ PT. PGN

BAB VI PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PANTAI

RESPON DINAMIK SISTEM CONVENTIONAL BUOY MOORING DI SEKITAR PULAU PANJANG, BANTEN, JAWA BARAT

Beban hidup yang diperhitungkan pada dermaga utama adalah beban hidup merata, beban petikemas, dan beban mobile crane.

Perancangan Riser dan Expansion Spool Pipa Bawah Laut: Studi Kasus Kilo Field Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java

Teknik Pemasangan Pipa Air Minum Bawah Laut dengan Metode TT dari Pulau Tidore ke Pulau Maitara

Perancangan Buoy Mooring System Untuk Loading Unloading Aframax Tanker Di Terminal Kilang Minyak Balongan

DESAIN DINDING DIAFRAGMA PADA BASEMENT APARTEMEN THE EAST TOWER ESSENCE ON DARMAWANGSA JAKARTA OLEH : NURFRIDA NASHIRA R.

BAB 4 ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB VII PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PELINDUNG PANTAI

III. METODE PENELITIAN

TUGAS AKHIR PIPELINE STRESS ANALYSIS TERHADAP TEGANGAN IJIN PADA PIPA GAS ONSHORE DARI TIE-IN SUBAN#13 KE SUBAN#2 DENGAN PENDEKATAN CAESAR II

BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR. lantai, balok, kolom dan alat penyambung antara lain sebagai berikut :

BAB 4 PERHITUNGAN DAN ANALISIS

Bab V Analisis Tegangan, Fleksibilitas, Global Buckling dan Elekstrostatik GRP Pipeline

REKAYASA GEOTEKNIK DALAM DISAIN DAM TIMBUNAN TANAH

Output Program GRL WEAP87 Untuk Lokasi BH 21

Lembar Pengesahan. Analisis Free Span Pipa Bawah Laut

Soal :Stabilitas Benda Terapung

Optimasi konfigurasi sudut elbow dengan metode field cold bend untuk pipa darat pada kondisi operasi

4 BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA

STUDI EFEKTIFITAS TIANG PANCANG KELOMPOK MIRING PADA PERKUATAN TANAH LUNAK

Perancangan Pipa Bawah Laut

6 Analisis Fatigue BAB Parameter Analisis Fatigue Kurva S-N

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

BAB 5 STUDI KASUS 5.1 Pendahuluan Studi kasus yang diambil pada Tugas Akhir ini adalah proyek pemasangan pipa bawah laut, proyek ini merupakan proyek pemasangan pipa bawah laut untuk mengalirkan gas dari Pulau Sumatera ke Pulau Jawa dengan panjang 160 km. Gambar jalur pipa proyek tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.1. Gambar 5. 1 Peta jalur pipa proyek SSWJ2. Berdasarkan kedalaman laut yang akan dipasangi pipa, proyek ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu : a) Bagian offshore Bagian pekerjaan pemasangan pipa ini adalah mencakup pekerjaan pemasangan pipa pada laut dengan kedalaman lebih dari 13 m (deep water). V - 1

b) Bagian shore approach Bagian pekerjaan pemasangan pipa ini adalah mencakup pekerjaan pemasangan pipa pada kedalaman laut 0 13 m. c) Bagian onshore Bagian pekerjaan pemasangan pipa ini adalah mencakup pekerjaan pemasangan pipa pada daerah rawa dan daratan yang terendam pada saat air laut pasang. Pembagian wilayah kerja ini dapat dilihat pada Gambar 3.2 berikut ini : PT DMB LIKPIN Offshore PT Shore Shore DMB Approach Approach SSWJ PHASE-II SEA Subsea Valve 32"OD. OFFSHORE PIPELINE -13 m -13 m KP 001 Land Fall -20 m -20 m KP 160 Land Fall Gambar 5. 2 Gambar pembagian wilayah kerja proyek. Dalam Tugas Akhir ini yang akan dijadikan sebagai studi kasus adalah hanya pada daerah shore approach yaitu daerah dari kedalaman 0 s.d.13 meter. 5.2 Data Proyek Data proyek yang didapatkan merupakan data yang akan dipergunakan untuk disain pipa bawah laut pada daerah shore approach, data tersebut meliputi data material dan data lingkungan. V - 2

5.2.1 Data Pipa Dan Materialnya Tabel 5. 1 Data Fisik dan Material pipa Parameter Nilai Diameter Luar Pipa (mm) 812.8 (32 inch) Spesifikasi Material Carbon Steel Material Grade SAWL 450 II-F-D Jenis Corrosion Coating 3-Layer PE Tebal Corrosion Coating (mm) 2.5 Densitas Corrosion Coating (kg/m3) 1280 Water Absorption (%) <5 Densitas Beton (kg/m3) 3043 Young s Modulus (N/mm 2 ) 207000 Poisson s Ratio 0.3 SMYS (N/mm 2 ) 450 SMTS (N/mm 2 ) 535 Corrosion Allowance (mm) 1.5 Berat Jenis Isi Pipa /Gas (kg/m3) 70.92 5.2.2 Data Batimetri Berikut adalah penampang melintang batimetri jalur pipa (pipe route) untuk setiap kilometer poin (KP) dari KP-1 sampai dengan KP-160. Gambar 5. 3 Potongan melintang batimetri jalur pipa SSWJ 2. V - 3

5.2.3 Data Lingkungan Data lingkungan pada proyek ini dibagi berdasarkan zona (daerah), setiap zona umumnya nempunyai karakteristik lingkungan yang sama, Gambar 5.4 merupakan pembagian zona, dimana zona yang dibahas dalam Tugas Akhir ini terletak pada zona 1,2, 17 dan 18. Gambar 5. 4 Pembagian letak zona pada jalur pipa. Tabel 5. 2 Data Kedalaman Zona Zona Lokasi KP (Km) Kedalaman Air Minimum (m) Kedalaman Air Maksimum (m) Kedalaman Air Referensi (m) Zone 1 0 10 0 8.5 6.15 Zone 2 10 29 9 26.5 14.86 Zone 17 139 151 14.8 21.8 18 Zone 18 151 159 0 14.3 10 Masing masing zona diatas memiliki karakteristik lingkungan yang berbeda dengan zona yang lain, data karakteristik lingkungan pada tiap zona adalah data yang diambil pada kedalaman referensi tertentu dan dianggap mewakili karakteristik tiap zona. V - 4

Tabel 5. 3 Data Gelombang dan Arus Laut Zona Significant Wave Height (Hs) (m) Spectral Peak Period (Ts) (sec) Periode Ulang 1 Tahun Periode Ulang 100 Tahun Z1 Z2 Z17 Z18 Z1 Z2 Z17 Z18 GELOMBANG 1.77 1.90 1.73 1.66 4.10 4.13 3.80 3.46 5.41 5.60 5.35 5.25 8.18 8.21 7.88 7.52 KECEPATAN ARUS At 0% of depth 1.19 0.83 0.77 0.91 1.72 1.36 1.28 1.42 10% of depth 1.18 0.81 0.75 0.89 1.18 0.81 0.75 0.89 20% of depth 1.17 0.80 0.74 0.88 1.17 0.80 0.74 0.88 30% of depth 1.16 0.79 0.73 0.87 1.16 0.79 0.73 0.87 40% of depth 1.15 0.78 0.71 0.85 1.15 0.78 0.71 0.85 50% of depth 1.13 0.76 0.69 0.83 1.13 0.76 0.69 0.83 60% of depth 1.10 0.74 0.66 0.80 1.10 0.74 0.66 0.80 70% of depth 1.07 0.70 0.62 0.76 1.07 0.70 0.62 0.76 80% of depth 1.02 0.65 0.56 0.70 1.02 0.65 0.56 0.70 90% of depth 0.96 0.59 0.49 0.63 0.96 0.59 0.49 0.63 100% of depth 0.87 0.50 0.38 0.52 0.87 0.50 0.38 0.52 Tabel 5. 4 Data Pasang Surut dan Storm Zona Periode Ulang 1 Tahun Periode Ulang 100 Tahun Z1 Z2 Z17 Z18 Z1 Z2 Z17 Z18 Storm Surge (m) 0.17 0.11 0.12 0.12 0.78 0.52 0.69 0.82 Astronomical Tide HWS(m)-above MSL 0.69 0.62 0.52 0.53 0.69 0.62 0.52 0.53 LWS(m)- below MSL 0.74 0.73 0.49 0.49 0.74 0.73 0.49 0.49 V - 5

Tabel 5. 5 Data Tanah Untuk Zona 1 dan 2 Kedalaman Air (m) Jenis Tanah Shear Strenght [kn/m2] Wet Soil Unit (Kg/m3) 1 Clayey sand, brown, compact,medium grain size 35.18 1910 2 Clay, gray, soft, plastic 10.42 1280 3 Sandy silt, gray, solid, medium grain size, sediment rock andigneous rock as fragment 8.47 1320 8.4 Sand, gray, coarse grain size,angular sediment rock andigneous rock. 56.42 1610 10 Clay, light gray, solid, hard 64.87 1550 Tabel 5. 6 Data Tanah Untuk Zona 17 dan 18 Kedalaman Air (m) 3.5 6.5 9.04 10 12.4 16 Jenis Tanah Shear Strength[kN/m2] Wet Soil Unit [Kg/m3] Dark gray, very fine grain sand, loose 14.1 1448 Greenish gray clay, very soft 8.3 1376 Greenish gray clay, very soft 8.9 1292 Dark gray, clay, very soft 9.2 1365 Greenish gray, silty clay, very soft - 1295 Greenish gray, silty clay, very soft - 1278 V - 6

5.3 Hasil dan Analisa Perhitungan Dalam Tugas Akhir ini perhitungan dan analisa dilakukan untuk perhitungan tebal dinding pipa nominal (wall thickness), perhitungan proses trasformasi gelombang di daerah dekat pantai, perhitungan arus, perhitungan stabilitas pipa di dasar perairan serta analisa instalasi pipa. 5.3.1 Perhitungan Wall Thickness Data-data diatas terutama data properties pipa digunakan untuk menentukan tebal dari dinding (wall thickness) pipa. Perhitungan wall thickness yang dilakukan didasarkan pada DNV 2000 OSF 101 yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Metode Perhitungan Pada DNV 2000 tebal pipa didisain untuk memenuhi beberapa kriteria yang ditentukan yaitu: kriteria pressure containment, kriteria system collapse, kriteria combined loading, dan kriteria propagating buckling. Perhitungan dalam Tugas Akhir ini menggunakan bantuan program excel macro visual basic, yang memungkinkan melakukan iterasi perhitungan untuk mendapatkan nilai dari tebal dinding pipa yang memenuhi kriteria diatas. Secara umum perhitungannya dapat dijelaskan melalui diagram pada Gambar 5.5. V - 7

Excel macro visual basic Start Input Data: Dimensi dan material pipa Data lingkungan Tekanan disain Hitung tekanan hidrostatis Hitung tekanan lokal Tebal Element (dt) Hitung tebal pipa nominal berdasarkan DNV 1981 Run Program Off Pipe (hasil tebal nominal DNV 1981 maksimum digunakan untuk input off pipe) Hasil: Bending momen dan axial tension t=t+dt Excel macro visual basic Iterasi terhadap DNV 2000 untuk mendapatkan tebal pipa yang optimum. Utility maksimum =1 STOP t-nom DNV 2000 Pilih Tebal Pipa Berdasarkan Spesifikasi Yang Tersedia (API 5L) Nilai tebal Pipa yang digunakan (ts) Gambar 5. 5 Flow chart langkah perhitungan wall thickness pipa. V - 8

Hasil Perhitungan Dengan menggunakan DNV 1981 didapatkan dilai maksimum tebal pipa nominal sebesar 16.851 mm (0.663 in), tebal nominal pipa ini digunakan sebagai input off pipe untuk instalasi pada kedalaman maksimum hasilnya mendapatkan nilai bending moment 2952.7 kn.m dan gaya aksial 462.7 kn. Perhitungan dengan menggunakan DNV 2000 untuk kedalaman perairan maksimum 85 meter dapat dirangkum pada Tabel 5.7 sedangkan hasilnya secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran II. Tabel 5. 7 Hasil perhitungan wall thickness pipa pada kedalaman 85 m Parameter Nilai Keterangan Tebal dinding pipa/ts (mm) 15.5 - Utility pressure containment criteria-hidrotest 0.620 OK Utility pressure containment criteria-oprasional 0.538 OK Utility Collapse criteria 0.412 OK Utility Propagating Buckling Criteria * 1.619 Not OK Utility Cobained loading-load Control Condition a: 0.996 OK Utility Cobained loading-load Control Condition b: 0.913 OK Ovalization Criteria 0.013 OK *. Pada analisa pipa di laut dalam (85-55 m), pipa didisain dengan tambahan buckle aresstor untuk menanggulangi terjadinya propagtion buckling. Analisis Perhitungan Wal Thickness i) Parameter untuk mengetahui apakah suatu tebal dinding pipa memenuhi kriteria atau tidak adalah dengan mengetahui nilai code ceck/ utility, yang nilainya tidak boleh melebihi 1 (satu). ii) Dari tabel hasil perhitungan diatas dapat dilihat bahwa nilai dari tebal dinding pipa hasil perhitungan adalah 15.5 mm, nilai tebal dinding pipa tersebut tidak memenuhi keriteria propagating buckling untuk laut dengan kedalaman diatas 55 m. Sehingga harus dilakukan analisa khusus biasanya digunakan buckle arrestor untuk menanganinya. iii) Berdasarkan American Petroleum Institute (API) 5L Spesification for Line Pipe 2000 tabel E-6C diberikan nilai tebal dinding pipa untuk pipa diameter 813 mm (32 in) dengan tebal dinding pipa mendekati 15.5 mm adalah 15.9 mm. Nilai tebal dinding pipa ini yang dipakai pada keseluruhan disain proyek ini. V - 9

iv) Utuk kriteria oval (ovalization) dari pipa didapatkan nilai 0.013, dimana maksimum ovalisasi yang diizinkan tidak lebih dari 0.03 sehingga nilai ini memenuhi kriteria. 5.3.2 Perhitungan Gelombang Perhitungan parameter gelombang dilakukan berdasarkan analisis transformasi gelombang yang telah dijelaskan pada bab 3, sedangkan arus gelombang dihitung berdasarkan teori gelombang acak spectrum JONSWAP dari DNV RPE 305. a) Transformasi Gelombang Metode Perhitungan Perhitungan transformasi gelombang dilakukan untuk menghitung perubahan karakteristik gelombang akibat konversi energi yang terjadi di sepanjang perambatannya menuju pantai dari laut lepas. Hasil analisanya adalah variasi tinggi gelombang di sepanjang jalur pipa dari laut lepas hingga ke pantai. Penghitungan dimulai dengan mengambil sebuah titik kordinat dari laut dalam yang karakteristik gelombangnya (h, H, T, dan α) diketahui untuk memulai analisa transformasi gelombang. Sebelumnya perlu diingatkan disini bahwa untuk pembahasan yang berkaitan dengan gelombang dan garis pantai dalam laporan ini, sumbu x terletak pada arah menuju garis pantai sedangkan sumbu y terletak pada arah sejajar dengan garis pantai. Gambar 5.6 dan 5.7 adalah suatu skema tahapan transformasi gelombang dari laut dalam. Gambar 5. 6 Kontur dasar laut dengan kemiringan yang bervariasi. V - 10

Gambar 5. 7 Sketsa tahapan transformasi gelombang dari laut dalam. Untuk pantai dengan kontur kedalaman yang lurus dan paralel dengan beberapa variasi kemiringan, seperti diperlihatkan pada Gambar 5.6, jarak dari kordinat asal ke garis pantai (x) dapat dihitung sebagai : x = Lx + Lx = 1 n ( rd rd ) ( rd rd ) ( rd rd ) ( rd 0) 1 m 1 2 2 + Lx +... + Lx + 3 2 m 2 3 + 3 m 3 4 +... + dimana, rd 1, rd 2, rd 3,..rd n adalah kedalaman laut pada batas-batas tiap kemiringan m. Untuk penyederhanaan penghitungan, nilai y 1 dari kordinat asal dianggap sebagai titik asal (0) dari sumbu kordinat y. Karenanya titik kordinat asal dapat diltulis sebagai (x 1, 0). Untuk pergerakan gelombang sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 5.7, saat gelombang mulai bergerak sejauh dl (dimana dl = 0.1L) dari titik asalnya dalam arah α relatif terhadap normal kontur, kordinat gelombang yang baru pada titik berkutnya akan menjadi (x 2, y 2 ) dimana x 2 = x 1 - x 1 dan y 2 = y 1 + y 1. serta x 1 = dl cos α dan y 1 = dl sin α. n m n V - 11

Dengan menerapkan persamaan-persamaan pada teori gelombang pada bab 3 ke dalam penghitungan, koefisien shoaling K s dan koefisien refraksi K r gelombang diperhitungkan. Koefisien-koefisien ini akan digunakan setelah gelombang terlebih dahulu dicek terhadap kemungkinan breaking di kedalaman yang pertama. Cek terhadap breaking akan dilakukan dengan menerapkan persamaan (3.41) sampai (3.46) ke dalam urutan penghitungan. Jika gelombang ternyata belum pecah pada titik ini, maka penghitungan tinggi gelombang pada titik berikutnya dilakukan dengan hanya mempertimbangkan pengaruh dari bottom friction, refraksi, dan shoaling. Namun jika ternyata gelombang pecah berdasarkan kriteria yang disyaratkan pada titik ini, maka penghitungan tinggi gelombang pada titik berikutnya dilakuan dengan mempertimbangkan pengaruh dari bottom friction, refraksi, shoaling, dan disipasi energi akibat breaking. Penghitungan tinggi gelombang dengan mempertimbangkan efek dari bottom friction dan disipasi energi akibat shoaling telah diturunkan oleh Dally (1980) yang telah dijelaskan pada sub bab 3.4. Kondisi-kondisi ini kemudian diintegrasikan dalam suatu urutan penghitungan yang merupakan kombinasi dari metode penghitungan Dally dengan analisa refraksi dan shoaling. Urutan lengkap metode penghitungan analisa transformasi gelombang diperlihatkan pada Gambar 5.8. V - 12

Gambar 5. 8 Flow chart perhitungan transformasi gelombang. Input Perhitungan Yang ingin didapatkan dari perhitungan transfromasi gelombang metode sederhana ini adalah parameter-parameter gelombang di sepanjang jalur pipa yang meliputi tinggi gelombang (H), panjang gelombang (L), dan arah gelombang relatif terhadap pipa (β). Input yang digunakan adalah tinggi gelombang signifikan (Hs) dan arah datang gelombang ralatif terhadap normal kontur, dan sudut kemiringan pipa relatif terhadap normal kontur (β). V - 13

Gambar 5. 9 Sketsa input arah dating gelombang dan sudut pipa terhadap normal kontur. Pada Tugas Akhir ini perhitungan transformasi gelombang dilakukan dari kedalaman 24 meter dan kedalaman 35 meter masing-masing terletak pada zona 3 dan 14 pada Gambar 5.4, Tabel 5.8 berikut adalah data input parameter gelombang : Tabel 5. 8 Input Parameter Besaran Gelombang Laut Dalam Data Periode Ulang 1 Dan 100 Tahun Lokasi Tinggi Gelombang Signifikan /Hs Periode Gelombang Signifikan/Ts Sudut Datang Gelombang Sudut Pipa Terhadap Normal Kontur (m) (s) (α) (θ) Periode Ulang 1 Tahun Zona 3 2.02 5.78 0 42 Zona 14 2.04 5.81 0 64 Periode Ulang 100 Tahun* Zona 3 4.49 8.55 0 42 Zona 14 4.73 8.77 0 64 V - 14

Hasil Perhitungan Pada Tabel 5.9-5.10 berikut adalah data rangkuman hasil perhitungan gelombang dan dibandingkan dengan data proyek untuk pada kedalaman yang sama. Tabel 5. 9 Rangkuman Output Parameter Gelombang Zona 1 dan 2 Periode Ulang 1 Tahun Hasil Perhitungan Data Proyek Selisih (%) d (m) L (m) β (deg.) H (m) H (m) Kedalaman 14.86 m 14.86 49.7 42 1.796 1.9 5.47 Kedalaman 6.15 m 6.15 39 42 1.578 1.77 10.85 Kedalaman Breaking 1.34 20.4 42 1.053 - Periode Ulang 100 Tahun Kedalaman 14.86 m 13.002 89 42 3.816 4.13 7.60 Kedalaman 6.15 m 6.15 62 42 3.349 4.1 18.32 Kedalaman Breaking 3.40 47.9 42 2.679 - Tabel 5. 10 Rangkuman Output Parameter Gelombang Zona 17 dan 18 Periode Ulang 1 Tahun Hasil Perhitungan Data Proyek Selisih (%) d (m) L (m) β (deg.) H (m) H (m) Kedalaman 18 m 18 51.4 64 1.8 1.73 4.05 Kedalaman 10m 10 46 64 1.6 1.66 3.61 Kedalaman Breaking 1.46 21.3 64 1.147 - Periode Ulang 100 Tahun Kedalaman 18 m 18 98.2 64 3.775 3.8 0.66 Kedalaman 10 m 10 79.2 64 3.401 3.46 1.71 Kedalaman Breaking 3.42 49.3 62 2.696 3.46 Hasil perhitungan transformasi gelombang dapat dilihat pada Lampiran I, dan pada Gambar 5.10-5.13 diperlihatkan plot ketinggian gelombang hasil perhitungan transformasi gelombang yang dilakukan. V - 15

Grafik H Vs Kedalaman 5.000 H=1.053 m H=1.764 m 0.000 0 5000 10000 15000 20000 25000 Depth=1.339m -5.000 Depth=13 m Kedalaman (m) -10.000-15.000-20.000 Jalur pipa -25.000-30.000 Jarak dari pantai (m) Gambar 5. 10 Plot kedalaman dan tinggi gelombang hasil transformasi (Zona 1,2,3) untuk data periode ulang 1 tahun. Grafik H Vs Kedalaman 5.000 H=2.679 m H=3.8 m 0.000 0 5000 10000 15000 20000 25000 Depth=3.048m -5.000 Depth=13 m Kedalaman (m) -10.000-15.000-20.000 Jalur pipa -25.000-30.000 Jarak dari pantai (m) Gambar 5. 11 Plot kedalaman dan tinggi gelombang hasil transformasi (Zona 1,2,3) untuk data periode ulang 100 tahun. V - 16

Grafik H Vs Kedalaman 5.000 H=1.147 m H=1.672 m 0.000 0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 Depth=1.456 m -5.000 Depth=13 m -10.000 Kedalaman (m) -15.000-20.000-25.000 Jalur pipa -30.000-35.000 Jarak dari pantai (m) Gambar 5. 12 Plot kedalaman dan tinggi gelombang hasil transformasi (Zona 14,17,18) untuk data periode ulang 1 tahun. 5.000 Grafik H Vs Kedalaman H=2.696 m H=3.509 m 0.000 0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 Depth=3.423 m Depth=13 m -5.000-10.000 Kedalaman (m) -15.000-20.000-25.000-30.000-35.000 Jarak dari pantai (m) Gambar 5. 13 Plot kedalaman dan tinggi gelombang hasil transformasi (Zona 14,17,18) untuk data periode ulang 100 tahun. V - 17

b) Perhitungan Arus Seperti yang telah dibahas pada bab 2, bahwa stabilitas pipa dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terjadi di lokasi pemasangan pipa atau bisa kita sebut sebagai faktor lingkungan, salah satu dari faktor lingkungan tersebut yang penting adalah kecepatan dan percepatan arus akibat gelombang laut (wave curent). Metode Perhitungan Perhitungan arus laut pada Tugas Akhir ini dikerjakan berdasarkan perinsip teori spektrum gelombang JONSWAP yang dihitung berdasarkan grafik pada gambar 2.1-2.3 pada DNV RPE 305, yang didekati grafiknya dengan persamaan polinomial seperti pada Gambar 5.14-5.16. 0.5 0.5 PP=1, y = 275.9x 6-375.84x 5 + 142.11x 4 + 10.31x 3-13.037x 2 + 0.0383x + 0.5 0.4 0.4 PP=3.3, y = 505.86x 6-773.64x 5 + 406.84x 4-72.689x 3-1.3395x 2-0.4997x + 0.5 PP=5, y = 423.66x 6-683.31x 5 + 382.04x 4-75.409x 3 + 0.173x 2-0.5413x + 0.5 0.3 Us*Tn/Hs 0.3 0.2 0.2 0.1 0.1 0.0 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 Tn/Tp PP=1 PP=3.3 PP=5 Poly. (PP=1) Poly. (PP=3.3) Poly. (PP=5) Gambar 5. 14 Kecepatan air signifikan (Us * ). V - 18

1.5 1.4 1.3 1.2 Tu/Tp 1.1 1 0.9 0.8 PP=1, y = -173.28x 6 + 263.38x 5-136.06x 4 + 24.107x 3-0.3651x 2 + 1.4982x + 0.7083 PP=3.3, y = 296.24x 6-465.74x 5 + 269.02x 4-67.606x 3 + 6.4506x 2 + 1.163x + 0.7703 PP=5. y = 314.15x 6-527.66x 5 + 323.97x 4-85.571x 3 + 8.7613x 2 + 0.8692x + 0.8059 0.7 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 (Tn/Tp) PP=1 PP=3.3 PP=5 Poly. (PP=1) Poly. (PP=3.3) Poly. (PP=5) Gambar 5. 15 Periode zero up cossing (Tu). 1.2 1 Reductioan fsctor (R) 0.8 0.6 0.4 y = -1E-08x 4 + 2E-06x 3-0.0002x 2 + 0.0209x + 0.005 0.2 0 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Sudut gelombang terhadap pipa (B) Series1 Poly. (Series1) Gambar 5. 16 Faktor reduksi gelombang untuk N= (R ). V - 19

Start h+dh Input data pada kedalaman h+dh: Tinggi gelombang Kedalaman Panjang Gelombang Sudut Gelombang terhadap Pipa Hitung Tn, Tp, Peakedness Parameter Hitung dari persamaan grafik (JONSWAP): 1. Hitung Kecepatan arus 2. Reduksi akibat arah gelombang terhadap pipa 3. Hitung Percepatan Arus Tidak Kedalaman <=0.05 m Ya Stop Gambar 5. 17 Flow chart langkah perhitungan arus gelombang. Tabel hasil perhitungan yang dilakukan dengan excel macro visual basic dapat dilihat pada Lampiran I dan plot profil kecepatan arus pada tiap kedalaman pada pada daerah tinjauan untuk kondisi instalasi dan oprasi dapat dilihat pada Gambar 5.17 5.18. V - 20

Profil Arus vs Kedalaman Lokasi Zona 1 dan 2 1.4 1.2 1 Wave Curent (m/s) 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Kedalaman Air (m) 1 yr RP 100 th RP Gambar 5. 18 Profil kecepatan arus laut lokasi zona 1 dan 2 periode ulang 1 dan 100 tahun. Profil Arus vs Kedalaman Lokasi Zona 17 dan 18 2 1.8 1.6 1.4 Wave Curent (m/s) 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Kedalaman Air m) 1 th RP 100 th RP Gambar 5. 19 Profil kecepatan arus laut lokasi zona 17 dan 18 periode ulang 1 tahun. V - 21

Tabel 5. 11 Arus Maksimum Akibat Gelombang Kecepatan Arus Maksimum Periode Ulang 1 tahun Periode Ulang 100 tahun Kedalaman Kecepatan Kedalaman Kecepatan Lokasi (m) Arus (m/s) (m) Arus (m/s) Zona 1 1.339 0.845 3.408 1.316 Zona 18 1.192 1.456 3.423 1.779 Analisa Hasil Perhitungan Gelombang Beberapa hal yang dapat dianalisa dari hasil perhitungan tersebut yaitu: i) Pada setiap titik di dekat pantai yang ditinjau dalam Tugas Akhir ini, gelombang bergerak dengan sudut datang (α) = 0 0, hal ini berarti gelombang datang sejajar dengan garis normal kontur pantai, sedangkan sudut kemiringan pipa terhadap normal kontur bervariasi. ii) Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa nilai dari koefisien refraksi dari kedua kasus lokasi diatas dengan sudut datang gelombang 0 0 adalah 1, hal ini berarti dalam transformasi gelombang ini perubahan karakteristik gelombang yang terjadi dominan karena faktor gesekan dengan dasar perairan yang menyebabkan gelombang dibandingkan akibat refraksi. Perubahan parameter gelombang akibat shoaling tidak begitu terlihat untuk perairan yang dalam namun begitu berpengaruh pada perairan yang lebih dangkal. iii) Kalau kita lihat tabel hasil perhitungan dan plot tinggi gelombang vs kedalaman pada Gambar 5.10-5.13 kita dapat melihat perubahan tinggi gelombang secara drastis tidak terjadi pada perairan sebelum gelombang mengalami pecah untuk pertama kali, namun setelah gelombang pecah tinggi gelombang turun secara signifikan sebagai akibat terjadinya konversi energi pada saat gelombang mengalami pecah. iv) Dari Tabel 5.9-5.10 dapat dilihat bahwa perbedaan tinggi gelombang pada kedalaman yang dijadikan referensi antara hasil perhitungan dengan data didapatkan nilai yang tidak jauh dengan rata-rata selisih dibawah 11%. v) Arus yang terjadi pada daerah shore approach seperti yang diperlihatkan dari hasil perhitungan didapat nilai yang semakin membesar seiring dengan perairan yang mendangkal dan mencapai nilai maksimum pada lokasi tempat gelombang pecah V - 22

(breaker line) untuk pertama kali, setelah melewati daerah gelombang pecah nilai arus akan mengecil. 5.3.3 Perhitungan On botttom Stability Tujuan dari Tugas Akhir ini salah satunya adalah untuk menghitung tebal beton pelapis pada pipa agar pipa yang terpasang dibawah laut stabil baik selama masa instalasi maupun selama masa oprasi. a) Metode Perhitungan Perhitungan yang dilakukan meliputi perhitungan stabilitas arah vertikal dan stabilitas arah horizontal, dimana perhitungan stabilitas arah horizontal dibagi menjadi 3 (tiga) keadaan yang berbeda yaitu perhitungan stabilitas untuk pipa yang berada tepat diatas dasar laut (seabed), pipa yang terpendam akibat terjadinya penetrasi pipa ke tanah dan pipa yang diletakan pada parit terbuka (open trench). Perhitungan yang dilakukan beradasarkan analisa stabilitas statis RPE 305 dimana teorinya telah diberikan pada bab 2. Berikut merupakan diagram alir metode proses perhitungan yang dilakukan. V - 23

Start Input data pada kedalaman h: Tebal dan karakteristik pipa serta lapisan pelindung korosi. Data gelombang, tanah, dan arus. Tebal beton awal (tcc= 0). Tentukan nilai dtcc. Hitung: Berat pipa di udara (Wt) Bouyancy pipa (B) Berat pipa di air (Ws=Wt-B) t cc =t cc +dt cc Ws + B B 1,1 Stabilitas Arah Vertikal Hitung Gaya hidrodinamika FD, FI, FL Case 1 Case 2 Case 3 Hitung settlement pada pipa Reduksi akibat settlement Hitung Gaya hidrodinamika FD, FI, FL tereduksi Tinggi parit/diameter Reduksi akibat parit Hitung Gaya hidrodinamika FD, FI, FL tereduksi t cc =t cc +dt cc Tidak Chek: µ ( Ws FL ) ( F + F ) D I 1,1 Ya Stabilitas Arah Horizontal Print tcc, Kedalaman, dll. Stop Ya Kedalaman <=Dtot Tidak h+dh Gambar 5. 20 Flowchart perhitungan onbottom stability pipa. b) Stabilitas Arah Horizontal Pipa Perhitungan stabilitas arah horizontal pipa dimaksudkan untuk mengetahui tebal lapisan beton yang dibutuhkan agar pipa dapat stabil terhadap gaya-gaya hidrodinamika. Untuk mencari tebal lapisan beton optimum digunakan menggunakan safety factor arah horizontal 1.1, hasil perhitungan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran III. V - 24

Tabel 5. 12 Rangkuman Output Perhitungan Stabilitas Pipa Zona 1 dan 2 No. Jarak Dari Pantai (Km) Panjang Bagian (Km) Range Kedalaman (m) Tebal Lapisan beton yang Dibutuhkan Diatas seabed (mm) Dalam Trench Instalas (mm) Dalam Trench Oprasional (mm) Minimum Kebutuhan Lapisan Beton (mm) F.O.S. S.G. Tebal Lapisan Beton Yang digunakan (mm) Kebutuhan Trenching dan Back Filling 1 0 3.2 3.2 0 4 172 114 113 114 1.1 1.52 2 3.2 6.8 3.6 4 8 150 87 110 87 1.1 1.36 3 6.8 8.9 2.1 8.5 13 99 59 71 59 1.1 1.16 100 114 Pre-trenching Natural Back Fill 100 Pre-trenching Mechanical Back Fill Post-trenching Natural Back Fill Tabel 5. 13 Rangkuman Output Perhitungan Stabilitas Pipa Zona 17 dan 18 No. Jarak Dari Pantai (Km) Panjang Bagian(Km) Range Kedalaman (m) Tebal Lapisan beton yang Dibutuhkan Diatas seabed (mm) Dalam Trench Instalas (mm) Dalam Trench Oprasional (mm) Minimum Kebutuhan Lapisan Beton (mm) F.O.S. S.G. Tebal Lapisan Beton Yang digunakan (mm) 1 0 2.17 2.17 0 3.65 204 126 130 126 1.1 1.69 126 2 2.44 7.23 4.79 3.65 11.26 123 75 94 75 1.1 1.41 100 3 7.5 8.7 1.2 11.26 13 97 46 60 46 1.13 1.2 100 Kebutuhan Trenching dan Back Filling Pre-trenching Mechanical Back Fill Pre-trenching Natural Back Fill Post-trenching Natural Back Fill V - 25

Profil Kedalaman 13 Meter Zona 1 dan 2 0 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5 8 8.5 9 9.5 3.2 km 6.8 km -2-4 Kedalaman (m) -6-8 Tcc=114 mm Tcc=100 mm -10 Pre Trenching 3 m di bawah seabed Dengan Natural back fill Pre-Trenching 3 m di bawah seabed Dengan Mechanical back fill Post-Trenching 3 m di bawah seabed Dengan Natural back fill -12-14 Jarak Dari Pantai (Km) Gambar 5. 21 Pemilihan metode trenching dan back filling zona 1 dan 2. Profil Kedalaman 13 Meter Zona 17 dan 18 0 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5 8 8.5 9 9.5 2.17 km -2 7.5 km -4 Kedalaman (m) -6-8 Tcc=126 mm Tcc=100 mm -10-12 Pre-Trenching 3 m di bawah seabed Dengan Mechanical back fill Pre-Trenching 3 m di bawah seabed Dengan natural back fill Post-Trenching 3 m di bawah seabed Dengan natural back fill -14 Jarak Dari Pantai (Km) Gambar 5. 22 Pemilihan metode trenching dan back filling zona 1 dan 2. V - 26

c) Stabilitas Arah Vetikal Pipa Analisis stabilitas pipa arah vertikal meliputi perhitungan spesifis grafity dan perhitungan penurunan pipa (settlement tanah) untuk kondisi hydrotest. Tabel 5. 14 Rangkuman Hasil Perhitungan Stabilitas Vertical Pipa Zona 1 dan 2 Tebal Concreet Coating Jenis Settlement Maksimum S.G. Kodisi (mm) Tanah (mm) Hidrotest 100 Clay 28.6 2.01 114 Clay 34.4 2.06 Zona 17 dan 18 Tebal Concreet Coating Jenis Settlement Maksimum S.G. (mm) Tanah (mm) Hidrotest 100 Clay 35.06 2.12 126 Clay 46.44 2.2 d) Analisis Perhitungan Stabilitas Pipa Dari hasil perhitungan didapatkan nilai tebal lapisan beton pipa yang dibutuhkan agar pipa dapat stabil. i) Dari Tabel 5.12-5.13 diatas dapat dilihat kebutuhan tebal lapisan beton untuk kedaan pipa yang terletak di atas seabed dan di dalam parit untuk masing-masing daerah, nilai tersebut diambil dari nilai maksimum kebutuhan lapisan beton untuk panjang bagian pipa (Km) tertentu. Dari data tersebut dapat dipilih/ditentukan tebal lapisan beton yang digunakan, pemilihan tebal lapisan beton ini akan berpengaruh terhadap penetuan metode trenching dan back filling yang akan pilih nantinya, dimana ketentuanya: - Apabila tebal lapisan beton yang digunakan lebih besar dari yang dibutuhkan pada keadaan diatas seabed maka metode yang digunakan adalah posttrenching. - Apabila tebal lapisan beton yang digunakan lebih kecil dari yang dibutuhkan pada keadaan diatas seabed maka metode yang digunakan adalah pretrenching. ii) Sedangkan untuk pemilihan metode back fill parit/trench, ketentuan pemilihanya adalah: atau penimbunan kembali V - 27

- Apabila tebal lapisan beton yang digunakan lebih besar dari kebutuhan tebal lapisan beton ketika pipa dalam parit pada kondisi oprasional maka digunakan natural back fill. - Apabila tebal lapisan beton yang digunakan lebih kecil dari kebutuhan tebal lapisan beton ketika pipa dalam parit pada kondisi oprasional maka digunakan mechanical back fill. iii) Hasil rangkuman perhitungan dan pemilihan metode trenching dan back fill dapat dilihat pada Tabel 5.12-5.13. iv) Dari perhitungan stabilitas arah vertikal dapat dilihat bahwa nilai spesific grafity pada saat hydrotest lebih dari 1.1 artinya pipa stabil. 5.3.4 Instalasi Pipa Bawah Laut Metode intalasi yang digunakan adalah gabungan antara S-lay untuk kedalaman 13 s.d. 3 meter dan metode shore pull untuk kedalaman 3 s.d. 0 meter. Proses instalasinya secara umum adalah: - Penggelaran pipa pertama dilakukan untuk bagian perairan dari 13 s.d. 3 meter dimana digunakan metode S-lay. - Setelah pipa selesai digelar untuk bagian 13 s.d. 3 meter kemudian barge berubah arah sehingga bagian belakang (stern) menghadap ke darat. - Proses shore pull dimulai pada lokasi yang ditentukan, lokasi dimana barge ditambatkan (anchoring) agar diam atau tidak mengalami pergerakan berarti yang mengganggu proses instalasi. - Pipa disambung di barge kemudian diturunkan ke air dan ditarik dari darat dengan winch. Proses ini berlangsung sampai pipa semua terpasang sesuai rencana. V - 28

a) Metode Analisis S-lay. Metode Pehitungan Metode analisis yang digunakan pada anaslisis instalasi pipa pada Tugas Akhir ini adalah : - Program yang digunakan untuk menganalisis instalasi adalah OFFPIPE versi 2.05 yang merupakan finite elemen computer program yang digunakan untuk menganalisan dan mendisain pipa di laut. - Analisis perhitungan berdasarkan pada standar DNV OSF 101, Submarine Pipelines system. - Besarnya tekanan izin (allowable stress) nilainya tidak boleh lebih besar dari 72 % baik itu untuk over bend maupun sag bend. - Analisis local buckling criteria terhadap kombinasi beban fungsional maksimum yaitu untuk combained loading-load control condition dimana nilainya utility-nya tidak boleh lebih dari 1.0. Spesifikasi barge dan stinger dipilih agar tekanan overbend yang terjadi tidak melebihi batas yang diizinkan. Spesifikasi barge dan stinger yang digunakan diperlihatkan pada Tabel 5.15-5.17. Tabel 5. 15 Spesifikasi Barge Yang Digunakan. Parameter Nilai Panjang Draft Jari jari Barge Rollers Ramp Angle Jumlah Barge Roller 7 Jumlah Tensioner 1 Stinger Radius 60 m 1.9 m 320 m 0.5 deg 320 m Jumlah Stinger Support 5 Barge Tension (base case) Variatif terhadap kedalaman V - 29

Tabel 5. 16 Profill Roller (R) Dan Tensioner (T/U). Jarak dari buritan (m) Tinggi dari deck (m) R1 R2 T/U R3 R4 R5 R6 R7 38.445 32.545 26.5 23.0 16.5 12.0 5.5 0.0 1.786 1.759 1.600 1.566 1.412 1.312 1.216 0.017 Tabel 5. 17 Profill Stinger (S). S1 S2 S3 S4 S5 Jarak dari Hitch (m) 6.95 14.15 20.20 24.95 30.00 Tinggi relatif terhadap Hitch (m) 0.180-0.412-0.918-1.383-1.732 Hasil Perhitungan. Hasil perhitungan berikut merupakan rangkuman hasil output program OFF PIPE dan dicek terhadap kriteria dari DNV 2000 yang diambil untuk beberapa kedalaman. Tabel 5. 18 Kesimpulan Ouput Analisis Metode S-lay Kedalaman Konfigurasi Barge Barge Tension Maksimum Stress (% SMYS) Kombinasi Maksimum (m) (KN) Barge Stinger Sag bend Bending Momen (KN.m) Axial Stress (KN) 13.00 Ada Stinger 78.40 51.60 47.30 57.55 2543.50 0.45 10.00 Ada Stinger 68.00 51.54 50.47 52.60 2324.50 0.29 7.00 Ada Stinger 58.00 51.60 44.99 46.47 2264.43 70.32 6.00 Tidak Ada Stinger 54.50 61.91-51.65 2730.50 26.12 5.00 Tidak Ada Stinger 51.00 51.43-42.30 2263.11 42.92 3.00 Tidak Ada Stinger 44.00 52.05-37.59 2295.16 23.48 Tabel 5. 19 Chek Terhadap Load Control Combination Combained Loading-Load Control Comnination DNV 2000 Kedalaman (m) Combination Utility Keterangan 13 a 0.829 OK b 0.76 OK 10 a 0.757 OK b 0.694 OK 7 a 0.738 OK b 0.676 OK 6 a 0.889 OK b 0.815 OK 3 a 0.748 OK b 0.685 OK V - 30

b) Metode Instalasi Shore Pull Metode instalasi pipa shore pull biasa digunakan untuk daerah perairan yang dangkal, metode instalasi ini terbagi menjadi 2, yaitu: Tabel 5. 20 Metode Instalasi Shore Pull No. Cara Instalasi Posisi pipa 1 Pipa ditarik oleh winch dari darat Terapung di atas seabed 2 Pipa ditarik oleh winch yang berada di barge Berada di seabed Terapung di atas seabed Berada di seabed Pemilihan metode di atas berdasarkan pada kapasitas winch penarik pipa dan kondisi lingkungan di daerah instalasi (arus dan gelombang). Pada Tugas Akhir ini metode yang digunakan adalah metode yang pertama dengan posisi pipa yang terapung/berada diatas seabed pada saat instalasi. Skenario proses instalasi yang dilakukan yaitu: - Barge ditempatkan sedekat mungkin dengan pantai dengan mempertimbangkan keadaan arus dan gelombang. - Pipa disambung di barge dan akan ditarik dari darat dengan winch dengan posisi pipa mengapung di air. - Pipa dipasangi pelampung dengan kapasitas tertentu dan pelampungya akan dilepas setelah proses instalasi sore pull selesai. Penentuan posisi barge untuk instalasi ini dapat ditentukan berdasarkan pertimbangan : - Tinggi draft kapal dimana kedalaman perairan harus lebih dari draft kapal dalam kasus ini kedalaman perairan minimum adalah 3 m. - Karena besarnya arus dan gelombang yang terjadi didekat pantai terutama di daerah gelombang pecah (breaker zone) meyebabkan letak barge harus sedekat mungkin dengan pantai. V - 31

Shore Line Winch Lay Barge Wire Rope Trench/parit Pipe Gambar 5. 23 Tampak atas sketsa shore pull. Barge Wire rope+buoy Pipe+buoy Gambar 5. 24 Tampak samping sketsa shore pull. Hasil Perhitungan Perhitungan dalam analisa ini meliputi perhitungan jumlah pelampung yang digunakan untuk dapat mengapungkan pipa dan tali penarik pipa. Tabel 5. 21 Perhitungan Kebutuhan Pelampung Untuk Wire Rope Parameter Nilai Jenis Wire Rope IWRC Diameter Wire Wope (m) 0.022 (7/8 ) Berat Wire Rope (Kg/m) 2.11 Volume Pelampung 1.5ltr (kg) 0.0015 Efektif Bouyancy pelampung (kg) 2.00 Jumlah pelampung yang digunakan (per meter ) 1.1 V - 32

Tabel 5. 22 Perhitungan Kebutuhan Pelampung Untuk Pipa Tebal Lapisan Beton 114 mm Parameter Nilai Berat pipa di air (N/m) 4469.16 Panjang bagian pipa (m) 12.20 Berat pipa per join di air(n) 54523.72 Volume Pelampung-200 ltr (m3) 0.20 Efektif Bouyance pelampung (N) 2011.05 Jumlah pelampung yang dibutuhkan (per join) 27.11 Tebal Lapisan Beton 126 mm Parameter Nilai Berat pipa di air (N/m) 5258.37 Panjang bagian pipa (m) 12.20 Berat pipa per join di air (N) 64152.07 Volume Pelampung-200 ltr (m3) 0.20 Efektif Bouyance pelampung (N) 2011.05 Jumlah pelampung yang dibutuhkan (per join) 31.90 Analisis Perhitungan Instalasi Metode instalasi yang digunakan untuk pipa bawah laut di daerah shore approach ini adalah kombinasi antara metode S-lay dan shore pull dengan surface tow. Beberapa hal yang dapat dianalisa dari hasil perhitungan diatas adalah: i) Pada proses instalasi pipa dengan metode S-lay dari kedalaman 13 s.d. 3 m meter dilakukan dengan dan tanpa stinger, untuk kedalaman kurang dari 6 m tidak bisa digunakan stinger karena akan mengakibatkan stress yang berlebih pada over bend. ii) Barge yang digunakan pada proses instalasi ini letak stasiun dan stinger-nya tetap, sehingga parameter yang dirubah untuk mendapatkan stress dibawah 72% SMYS adalah besarnya tension pada tensioner dimana nilainya akan bervariasi terhadap kedalaman. iii) Nilai maksimum bending momen dan axial stress diambil dari bagian pipa yang mengalami stress yang paling maksimum dimana dapat dilihat dari persentase maksimum untuk satu kasus kedalaman. iv) Cek terhadap kriteria DNV 2000 Combained Loading-Load Control Condition untuk kombinasi bending momen dan axial stress maksimum didapat hasil yang semuanya memenuhi kriteria, artinya pipa tidak mengalami buckling selama instalasi. V - 33

v) Kedalaman perairan minimum agar barge dapat melakukan kegiatan instalasi adalah 3 m (draft + 1 m free board), kedalaman ini ternyata terletak jauh dari pantai ( lebih dari 2,5 Km) hal ini akan mengakibatkan gaya lingkungan yang akan berkerja pada pipa yang di gelar selama instalasi shore pull menjadi besar. Untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukan akses bagi barge agar dapat diletakan sedekat mungkin dengan pantai selama proses shore pull, bisa dilakukan proses dredging dengan dimensi yang sesuai dengan dimensi barge. vi) Dalam proses shore pull ini digunakan wire rope tipe IWRC diamter 7/8, jumlah pelampung untuk 1 join pipa adalah 28 dan 32 buah serta jumlah pelampung untuk wire rope 2 buah per meter panjang. V - 34