MODEL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE (STUDI DI KOTA SALATIGA) PERIODE

dokumen-dokumen yang mirip
Kepemerintahan daerah yang baik (good local governance) dapat terwujud dengan

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Otonomi Daerah bukanlah merupakan suatu kebijakan yang baru dalam

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

IMPLEMENTASI PRINSIP GOOD GOVERNANCE DI PEMERINTAHAN DESA (Studi Kasus di Kantor Kepala Desa Gedongan Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen)

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SRAGEN DILIHAT DARI PERSPEKTIF AKUNTABILITAS

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Demokrasi adalah salah satu tuntutan terciptanya penyelenggaraan

RANCANGAN UNDANG UNDANG RANCANGAN UNDANG UNDANG

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya good governance di Indonesia semakin meningkat. Terdapat tiga

BAB I. tangganya sendiri (Kansil, C.S.T. & Christine S.T, 2008). perubahan dalam sistem pemerintahan dari tingkat pusat sampai ke desa.

Panduan diskusi kelompok

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

APA ITU DAERAH OTONOM?

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia telah bergulir selama lebih dari satu

LAPORAN HASIL PENELITIAN KERJASAMA ANTAR LEMBAGA DAN PERGURUAN TINGGI TAHUN ANGGARAN 2010 PENGUATAN FUNGSI LEGISLATIF DPRD KOTA BATU

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

PROVINSI SULAWESI SELATAN

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF. Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda

BAB I PENDAHULUAN. monopoli dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. politik yang sama sekali tidak demokratis. Di dalam masa transisi menuju

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah

Kebijakan Bidang Pendayagunaan Aparatur Negara a. Umum

BAB I PENDAHULUAN. kompleksnya persoalan yang dihadapi Negara, maka terjadi pula. perkembangan di dalam penyelenggaraan pemerintahan yang ditandai

-2- demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mesk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap

BAB I PENDAHULUAN. yang dipayungi oleh Pasal 18 Undang-Undang Dasar Sedangkan inti

BAB I PENDAHULUAN. memburuk, yang berdampak pada krisis ekonomi dan krisis kepercayaan serta

I. PENDAHULUAN. akuntabilitas bagi mereka yang menjalankan kekuasaan. Hal ini juga

BAB I PENDAHULUAN. langsung dalam pemelihan presiden dan kepala daerah, partisipasi. regulasi dalam menjamin terselenggaranya pemerintahan

BAB 1 PENDAHULUAN. pulau yang dibatasi oleh lautan, sehingga di dalam menjalankan sistem pemerintahannya

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran dan Belanja Pendapatan Negara (APBN) memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. Beralihnya masa orde lama ke orde baru telah menimbulkan banyak. perubahan baik dalam segi pemerintahan, ekonomi dan politik.

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENINGKATKAN KINERJA ANGGOTA DPR-RI. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berapapun bantuan yang diberikan kepada negara-negara berkembang, pasti habis

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG

B A B I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok

Birokrasi sebagai ujung tombak pelaksana pelayanan publik mencakup berbagai program pembangunan dan kebijakan pemerintah. Birokrasi harus lebih

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan satu paket kebijakan tentang otonomi daerah yaitu: Undang-

I. PENDAHULUAN. Sejak jatuhnya pemerintahan Orde Baru dan digantikan dengan gerakan

BAB V VISI, MISI DAN TUJUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN SOLOK TAHUN

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya good governance. Hal ini memang wajar, karena beberapa penelitian

L A P O R A N K I N E R J A

Kebutuhan Pelayanan Publik

BAB III DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) DAN OTORITASNYA DALAM PEMAKZULAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalankan fungsinya. Menurut World Bank, Good Governance adalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam mewujudkan good governance. Hal ini tercermin dari kinerja

ANGGOTA DPRD. Pembekalan Anggota DPRD Kabupaten Kepulauan Selayar MEP-UGM, 5 September Dr. Wahyudi Kumorotomo, MPP

I. PENDAHULUAN. ketatanegaraan adalah terjadinya pergeseran paradigma dan sistem. dalam wujud Otonomi Daerah yang luas dan bertanggung jawab untuk

Kata Kunci : Pengawasan DPRD, dan Harmonisasi Hubungan Kepala Daerah serta DPRD.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa

BAB 1 Pendahuluan L IHA PEMILIHAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sistem tata kelola pemerintahan di Indonesia telah melewati serangkain

BAB I PENDAHULUAN. membuat undang undang ditingkat Provinsi, Kabupaten, dan Kota. 1 DPRD menurut Undang-

KPU Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sumedang BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dewan melainkan juga dipengaruhi latar belakang pendidikan dewan,

Berdasarkan Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good

BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH

PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. paket kebijakan otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 tentang

Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Asahan Kata Kunci : Pengawasan DPRD, Pemerintah Daerah, Harmonisasi Hubungan Kepala Daerah dan DPRD

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Pimpinan dan anggota pansus serta hadirin yang kami hormati,

BAB I PENDAHULUAN. fungsi-fungsi tersebut. Sebagaimana lembaga legislatif DPRD berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. unsur kekuatan daya saing bangsa, sumber daya manusia bahkan sebagai

I. PENDAHULUAN. dibagi-baginya penyelenggaraan kekuasaan tersebut, agar kekuasaan tidak

BAB I PENDAHULUAN BAB I

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH TAHUN 2009

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI SKPD Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai Negara,

ANCAMAN RUU PEMDA KEPADA DEMOKRATISASI LOKAL DAN DESENTRALISASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN EVALUASI KINERJA SEKRETARIAT DEWAN KOTA SALATIGA TAHUN 2017

KEBIJAKAN PENYUSUNAN PROLEGNAS RUU PRIORITAS TAHUN Ignatius Mulyono

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

BAB I PENDAHULUAN. pembahasan, akhirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

PEMBENTUKAN TIM PENGAWAS INTELIJEN NEGARA SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalani dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tujuan akhir dari para

BAB II DASAR TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Pengertian Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD)

PENGAWASAN KINERJA PEMERINTAHAN DAN LKPJ KDH OLEH DPRD

BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

LAMPIRAN PERATURAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. membuat isu-isu semacam demokratisasi, transparansi, civil society, good

BAB I KEBIJAKAN KEPEGAWAIAN NEGARA SETELAH PEMERINTAHAN REFORMASI

TULISAN HUKUM. Transparansi-dan-Akuntabilitas-Pengelolaan. m.tempo.co

Transkripsi:

MODEL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE (STUDI DI KOTA SALATIGA) PERIODE 2014-2019 Tesis Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister Hukum Konsentrasi Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara Oleh SUPARNYO NIM : R. 100 130 006 PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2015 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketika Soeharto lengser dari kursi kepresidenan pada bulan Mei 1998, ada harapan untuk terjadinya perubahan yang mendasar dalam kepemerintahan (governance) di Indonesia. Salah satu isu yang mencuat selama tahun-tahun terakhir pemerintahan Soeharto adalah mewabahnya korupsi yang tidak hanya melibatkan Soeharto dan keluarganya, tetapi juga seakan telah merasuk sampai ketingkat yang terendah, dan semakin terang-terangan. Pelayanan publik disemua level, betul-betul sangat terpengaruh. Banyak terjadi penyelewengan dana, sementara insentif untuk memberi pelayanan publik yang baik nyaris tidak ada. Kondisi ini membentuk kultur administrasi yang birokratis, dimana sangat sedikit atau tidak ada dorongan untuk melakukan reformasi dan perubahan. Sebaliknya, perilaku birokrasi banyak diwarnai sikap ABIS (asal bapak ibu senang). Banyak, kalau tidak nyaris seluruh pegawai negeri dan politikus di tingkat lokal selama masa pemerintahan Soeharto hidup nyaman, menikmati kekuasaan dan materi yang cukup melimpah, yang tidak sungguh-sungguh ingin berubah. Rendahnya transparansi dan akuntabilitas, disertai dengan sistem kekeluargaan buta dan pemupusan inisiatif lokal mengarah pada situasi ketidakpercayaan yang mendalam dari kalangan warga terhadap lembaga publik, yang paling serius adalah adanya fakta bahwa masyarakat tidak mempercayai institusi-institusi yang semestinya bertujuan untuk menjaga hukum dan ketertiban, 2

yaitu polisi, pengadilan, dan administrasi publik. Memang tugas yang tidak mudah untuk mengubah sebuah sistem yang begitu mendarah daging. Mengubah suatu birokrasi dari yang biasa bekerja hirarkis menjadi birokrasi yang responsif terhadap rakyat dan atau wakilnya yang terpilih, nampaknya masih merupakan proses yang lambat dan sulit. Belajar dari sejarah kelembagaan dan budaya politik di Indonesia kiranya sulit untuk mengharapkan terjadinya reformasi di sektor publik. Terlalu besar resiko dan terlalu sedikit penghargaan bagi aparat publik untuk melakukan inovasi. Reformasi sektor publik di Indonesia tampaknya harus diprakarsai oleh pihak luar, melalui tekanan-tekanan dari civil society dan reformasi politik melalui anggota legislatif dan partai politik. Hal ini hanya dapat dilakukan dengan memenangkan hati dan pikiran masyarakat. Penggunaan paksaan dan janji-janji kosong hanya akan menimbulkan pengasingan dan apatisme. Pelatihan-pelatihan yang profesional yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga donor semenjak era 1980-an dan 1990-an, sepertinya kecil pengaruhnya terhadap perubahan, karena situasinya kembali tergantung kepada individu dan lembaganya yang memang tidak beriktikad untuk melakukan perubahan. Oleh karena itu, penyelenggara administrasi publik yang merupakan kunci untuk terlaksananya demokrasi lokal pada awalnya bisa menjadi segan untuk mendukung desentralisasi yang demokratis. Rasanya sangatlah perlu keikutsertaan dalam pendidikan politik, yang akan menjelaskan bahwa keberlanjutan pemerintahan hanya dapat dicapai melalui administrasi yang lebih transparan, yang mengarah pada peran serta masyarakat yang lebih tinggi serta tingkat penerimaan masyarakat yang lebih baik atas berbagai rencana pemerintah. 3

Selama pemerintahan yang otoriter dan sentralistik (1966-1998), DPRD tidak memiliki kekuasaan yang nyata, bahkan mereka ditunjuk dan dilantik dengan kewenangan formal, mereka tidak memiliki pengaruh yang nyata, tidak pula para anggotanya benar-benar mewakili suara pemilih, karena pemilu dilaksanakan tidak dengan jujur dan adil. Sebagai hasilnya fungsi ceck and balance sangat lemah, pada semua tingkatan pemerintahan. Pejabat pemerintah dapat melaksanakan tugasnya tanpa gangguan dari masyarakat atau oleh lembaga legislatif. Bersama-sama dapat diketahui hasilnya: korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, ketidakpercayaan masyarakat yang pada akhirnya menuju lenyapnya rezim otoriter. Dengan adanya reformasi serta diberlakukannya sekarang UU 23/2014 tentang pemerintah daerah, situasi berubah drastis. DPRD sekarang telah mendapatkan legitimasi peran sebagai unsur pemerintahan yang dapat mengajukan draft peraturan serta anggaran, dan mengawasi pelaksanaan kebijakan dari pemerintah daerah. Hal ini penting untuk menyakinkan pelaksanaan otonomi daerah yang baik. Secara umum, pemilihan umum dan parlemen adalah satu-satunya jalan untuk mengagregasi kepentingan dan menjalin sistem perwakilan demokrasi. DPRD adalah lembaga dimana kepentingan dan preferensi masyarakat diekspresikan dan ditransformasikan kedalam kebijakan. Fungsi perwakilan DPRD pada dasarnya diwujudkan dalam pelaksanaan tugas pokok DPRD dalam tiga hal penting yaitu: legislasi, penganggaran dan pengawasan. 1 Oleh karena itu, para anggota DPRD patut memahami hakikat keberadaannya sebagai anggota DPRD dan mampu merumuskan tolok ukur atau indikator pelaksanaan 1 Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, orientasi DPRD Modul 5 Kedudukan, Wewenang, Tugas Fungsi dan Tata Tertib DPRD, (Surakarta: Pusdemtanas, 2014), hlm. 4. 4

mandat yang baik. Cara ini akan menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap anggota-anggota DPRD berikut kelembagaan DPRD. Penggunaan wewenang DPRD yang strategis adalah fungsi pengawasan. Ruang lingkup yang diatur dalam UU Pemda adalah melakukan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah, pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Secara konseptual, fungsi pengawasan ini berpijak pada ranah check and balance 2 dari fungsi pemerintahan dan fungsi parlemen. Untuk melaksanakan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan, DPRD dapat menggunakan instrumen pribadi sebagai anggota partai politik dengan ujungnya adalah fraksi. Selain itu, pengawasan juga dapat dilakukan melalui posisi anggota DPRD sebagai bagian dari kinerja komisi, pengawasan yang paling penting dilakukan adalah pengawasan melalui fungsi pimpinan DPRD. Pengawasan oleh anggota DPRD melalui fraksi lebih dikenal dengan istilah pengawasan politis. Perlu dipahami, bahwa anggota DPRD tetap harus membawa platform partai dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Platform tersebut harus disesuaikan dengan kebutuhan konstituen yang diwakili, khususnya menjaga kepentingan rakyat didaerah pemilihannya. Pengawasan yang dilakukan adalah, apakah pemerintah benar-benar memperhatikan kepentingan rakyat didaerah pemelihan (Dapil) yang diwakilinya. Pengawasan oleh komisi, lebih mengarah pada persoalan sinergi antara fungsi penyelenggaraan pemerintahan dengan tugas-tugas pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan publik yang memadai. Anggota komisi, sesuai dengan bidang 22 Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Orientasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah modul 5 kedudukan, wewenang, tugas fungsi dan tata tertib dewan perwakilan rakyat daerah, (Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia Badan pendidikan dan pelatihan, 2014), hlm. 5-6 5

masing-masing harus aktif melakukan pengawasan atas terpenuhinya hak-hak masyarakat menerima pelayanan publik, langkah yang paling efektif adalah rapat internal komisi untuk memberikan catatan dan evaluasi atas pelaksanaan pelayanan publik. Hasil koordinasi antar anggota komisi harus disimpulkan sebagai hasil akhir dari sikap komisi yang telah disepakati bersama. Langkah selanjutnya adalah melakukan rapat koordinasi dengan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) sesuai dengan pasangan komisi, untuk menyampaikan hasil evaluasi. Selanjutnya meminta kepada SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) membuat rencana tindak lanjut dalam mensikapi temuan komisi. Evaluasi atas hasil pertemuan yang telah dilakukan juga harus dilaksanakan oleh komisi. Pada kegiatan ini, dukungan data dari sekretariat DPRD yang berada di komisi juga sangat menentukan. Kemampuan menyiapkan notulensi dan arsip-arsip persuratan yang disiapkan oleh sekretariat akan berpengaruh pada keberhasilan komisi melakukan fungsi pengawasan. Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan DPRD juga memegang peran penting dalam memberi corak keberhasilan kinerja DPRD dibidang pengawasan. Kewibawaan pimpinan DPRD untuk selalu berdiri sama tinggi dengan kepala daerah juga berperan besar. Pimpinan DPRD perlu melakukan interaksi aktif untuk selalu mengingatkan kepala daerah manakala ada aspek pelayanan publik atau penyelenggaraan pemerintahan yang tidak berjalan secara profesional. Misalnya, ada peraturan daerah (Perda) yang tidak berjalan efektif, maka DPRD perlu mengingatkan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) dan mengirimkan hasil pengawasan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) kepada kepala daerah untuk mendapatkan perhatian. Ujung akhir dari proses pengawasan ini adalah penilaian atas kinerja kepala daerah 6

atas penyelenggaraan pemerintahan di daerah, namun semua itu tidak mudah untuk direalisasikan, masih banyak kendala yang ada dalam menjalankan peran pengawasan DPRD dalam rangka mewujudkan good governance (Pemerintahan yang aman, baik, bersih dan bertanggungjawab) 3 diantaranya adalah masih lemahnya pranata hukum yang mengatur kewenangan, tugas dan mekanisme pengawasan yang dilakukan DPRD. Pranata hukum berupa peraturan perundang-undangan yang ada seringkali bersifat tumpang tindih, tidak konsisten dan berubah-ubah, sehingga dalam tataran implementasi sering membingungkan. 4 B. Rumusan Masalah Penulis jadikan rumusan masalah didalam penulisan tesis ini, yaitu: 1. Bagaimana Peran Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terhadap Pemerintah Daerah dalam mewujudkan good governance? 2. Bagaimana Kendala kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam rangka mewujudkan good governance? 3. Bagaimana Model Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kedepan terhadap Pemerintah Daerah dalam mewujudkan Good Governance? C. Tujuan penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penyusunan tesis ini adalah: 1. Untuk mengetahui peran Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terhadap Pemerintahan Daerah dalam mewujudkan good governance. 3 Miftahus Surur, Wawasan Kurikulum Anti Korupsi Madrasah menatap Good Governance, (Jakarta: Direktorat Pendidikan Madrasah Direktorat Jenderal Pendidikan IslamKementerian Agama RI, 2010), hlm. 20. 4 Absori, Politik Hukum Menuju Hukum Progresif, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, Surakarta, 2013), hlm. 165. 7

2. Untuk mengetahui Kendala kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam rangka mewujudkan good governance. 3. Mengetahui model pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kedepan dalam mewujudkan Good Governance. D. Manfaat penelitian Berlatar belakang dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: 1. Mengetahui peran Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terhadap Pemerintah Daerah dalam mewujudkan good governance 2. Mengetahui Kendala kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam rangka mewujudkan good governance 3. Mengetahui model pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kedepan dalam mewujudkan Good Governance. E. Validitas Data Penelitian tidak ada yang sempurna untuk mengadakan control dan mengukur dan instrumen yang tepat. Hampir semua alat pengukur menimbulkan kecurigaan, apakah alat tersebut benar-benar dapat dipakai untuk mengetahui berbagai indicator yang hendak diketahui. Dalam penelitian kualitatif diakui berbagai kalangan bahwa peralatan yang dipakai mengandung tingkat ketepatan yang sangat terbatas. Pemeriksaan keabsahan data dilakukan dengan ketekunan pengamatan, dimaksudkan untuk menemukan cirri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari yang kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Dengan ketekunan pengamatan akan diperoleh 8

kedalaman. 5 Disamping itu, validitas data dilakukakan dengan triamggulasi, yakni data yang diperoleh dilakukan pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan data sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekkan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik Trianggulasi yang paling banyak digunakan ialah melalui sumber lainnya, yakni (1) membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara, (2) membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa yang diutarakan secara pribadi, (3) membandingkan yang dikatakan pada situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu, dan (4) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang, (5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Disamping itu, dilakukan dengan pengecekkan ulang dan mendiskusikan dengan informan serta mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dari hasil diskusi analitik dengan rekan-rekan sejawat. 6 5 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 1994, hal. 177. 6 Ibid, hal. 179. 9