HUBUNGAN KARAKTER FISIOLOGI DENGAN KOMPONEN HASIL DAN HASIL PADI VARIETAS UNGGUL

dokumen-dokumen yang mirip
KARAKTER MORFOLOGI DAN AGRONOMI PADI VARIETAS UNGGUL

PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul

PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP HASIL PADI VARIETAS UNGGUL

PENGARUH PENGELOLAAN HARA NITROGEN TERHADAP HASIL PADI VARIETAS UNGGUL

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

KAJIAN FISIOLOGI KOMPETISI ANTARA TANAMAN PADI SAWAH DENGAN GULMA Echinochloa crus-galli

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

Hubungan Karakter Daun dengan Hasil Padi Varietas Unggul. Correlation of Leaf Characteristics and Yield of Various Types of Rice Cultivars

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

STUDI TINGGI PEMOTONGAN PANEN TANAMAN UTAMA TERHADAP PRODUKSI RATUN. The Study of Cutting Height on Main Crop to Rice Ratoon Production

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

BAB V HASIL PENELITIAN. Hasil analisis statistika menunjukkan adaptasi galur harapan padi gogo

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Varietas Unggul Padi Sawah

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut

PENGARUH AKSESI DAN KEPADATAN POPULASI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

III. METODE PENELITIAN

SELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN

THE INFLUENCE OF N, P, K FERTILIZER, AZOLLA (Azolla pinnata) AND PISTIA (Pistia stratiotes) ON THE GROWTH AND YIELD OF RICE (Oryza sativa)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Percobaan I: Pengaruh Tingkat Berbuah Sebelumnya dan Letak Strangulasi Terhadap Pembungaan Jeruk Pamelo Cikoneng

ANALISIS PERTUMBUHAN TANAMAN DAN HASIL UBI JALAR (Ipomoea batatas (L.) Lam.) PENDAHULUAN

PELAKSANAAN PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

PENGARUH KERAPATAN TANAMAN DAN KOMBINASI PUPUK NITROGEN ANORGANIK DAN NITROGEN KOMPOS TERHADAP PRODUKSI GANDUM. Yosefina Mangera 1) ABSTRACK

KAJIAN PADI VARIETAS UNGGUL BARU DENGAN CARA TANAM SISTEM JAJAR LEGOWO

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

PERANAN JUMLAH BIJI/POLONG PADA POTENSI HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) F6 PERSILANGAN VARIETAS ARGOMULYO DENGAN BRAWIJAYA

BAHAN METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. (RAK) faktor tunggal dengan perlakuan galur mutan padi gogo. Galur mutan yang

E-JURNAL ARSITEKTUR LANSEKAP ISSN: VOL. 3, NO. 1, APRIL 2017

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian UMY dan

Jumlah Hari Hujan Gerimis Gerimis-deras Total September. Rata-rata Suhu ( o C) Oktober '13 23,79 13,25 18, November

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Penapisan ketahanan 300 galur padi secara hidroponik 750 ppm Fe. Galur terpilih. Galur terpilih

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi

PENGARUH KEPADATAN POPULASI TERHADAP HASIL DUA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA

II. METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

Sumber : Nurman S.P. (

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Bahan tanaman Bahan kimia Peralatan Metode Penelitian

MAKALAH SEMINAR HASIL APLIKASI BRIKET AZOLLA-ARANG SEKAM GUNA MENINGKATKAN EFISIENSI PEMUPUKAN TANAMAN CAISIM DI TANAH PASIR PANTAI SAMAS BANTUL

Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3. Nomor persilangan : BP3448E-4-2. Anakan produktif : 17 anakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

HASIL. memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

III. METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian

III. BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA DI LAHAN SAWAH NUSA TENGGARA BARAT

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN A.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

Lampiran 1. Deskripsi padi varietas Ciherang (Supriatno et al., 2007)

PENGARUH PEMUPUKAN N, P, K PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI (Oryza sativa L.) KEPRAS

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36,

PENGARUH PENGAPLIKASIAN ZEOLIT DAN PUPUK UREA PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays L. saccharata Sturt.)

HASIL DAN PEMBAHASAN

UJI DAYA HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH DI SUBAK DANGIN UMAH GIANYAR BALI

Evaluasi Beberapa Galur Harapan Padi Sawah di Bali

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

PRODUKSI PROTEIN DAN ANTOSIANIN PUCUK KOLESOM (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) PADA BERBAGAI APLIKASI PUPUK NITROGEN+KALIUM MELALUI TANAH DAN DAUN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

PRODUKSI PROTEIN DAN ANTOSIANIN PUCUK KOLESOM (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) DENGAN PEMUPUKAN BERTAHAP NITROGEN+KALIUM PADA DUA INTERVAL PANEN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

Transkripsi:

57 HUBUNGAN KARAKTER FISIOLOGI DENGAN KOMPONEN HASIL DAN HASIL PADI VARIETAS UNGGUL Relationship of Physiological Characters with Yield Component and Yield of Various Types of Rice Cultivars Abstrak Percobaan untuk mempelajari hubungan karakter fisiologi dengan komponen hasil dan hasil padi varietas unggul telah dilakukan di kebun percobaan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Muara, Bogor pada bulan Desember 2010 sampai Mei 2011. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok dengan empat ulangan dan 12 padi varietas/galur unggul sebagai perlakuan. Varietas/galur yang digunakan adalah dan Pandan Wangi merupakan varietas unggul lokal (VUL); IR 64 dan merupakan varietas unggul baru (VUB);,, galur BP 360, dan merupakan padi tipe baru (PTB); dan,, SL8-SHS, dan PP1 (hibrida). Hasil percobaan menunjukkan PTB dan hibrida memiliki karakter fisiologi yang lebih baik dibandingkan VUB dan VUL. PTB memiliki laju fotosintesis, laju pertumbuhan relatif (LPR), dan laju asimilasi bersih (LAB) yang tetap tinggi sampai tahap pengisian biji. PTB galur memberikan hasil tertinggi (7.32 ton gabah kering giling/ha). Hasil yang lebih tinggi disebabkan oleh perbedaan karakter fisiologi. Hasil gabah secara nyata berkorelasi dengan LPR, LAB, kandungan klorofil, dan gula. Kata kunci : karakter fisiologi, hasil, padi tipe baru, padi hibrida Abstract An experiment was conducted at Muara Experimental Station, Indonesian Center for Rice Research, Bogor, from December 2010 until May 2011. The objective of the research was to determine relationship between physiological characters, yield component and yield in various types of rice cultivars. A randomized complete block design with four replications was used. The treatment consisted of 12 rice varieties and lines. Varieties and lines used were as follows and Pandan Wangi as local varieties (LV); and as improved new varieties (INV);,, BP360, and as new plant type varieties/lines (NPT);,, SL8-SHS, and PP1 as hybrid varieties. The results showed that physiological characters of NPT and hybrids were better than those of LV and INV. The physiological characters of NPT were high in photosynthetic rate, crop growth rate (CGR), and net assimilation rate (NAR) which was maintained until seed filling stage. The highest yield was achieved by lines (7.32 tons GKG/ha). The higher grain yield was caused by differences in physiological characters. The CGR, NAR, chlorophyll and sugar content were positively correlated with yield. Key words : physiological characters, yield, new plant type, hybrid rice

58 Pendahuluan Konsep idiotipe bertujuan agar karakter fisiologi mampu mendukung kebutuhan pertumbuhan tanaman dengan sink yang lebih besar, sehingga peningkatan produksi dapat dicapai. Kemampuan source atau sink akan menentukan potensi hasil padi, dimana source diperkirakan sebagai total energi dari karbohidrat tersedia yang berasal dari proses fotosintesis setelah berbunga dan akumulasi sebelum berbunga (Ishimaru et al. 2005). Strategi pemuliaan diarahkan pada karakter daun tegak, tebal, membentuk huruf V, kapasitas anakan sedang, tinggi tanaman sedang, dan memiliki malai besar (Yuan 2001). Ini meningkatkan kemampuan fotosintesis yang lebih tinggi dan menghasilkan biomas yang lebih besar (Wu et al. 2008). Dengan karakter tersebut tanaman akan memiliki potensi hasil yang tinggi. Kajian secara fisiologi dan hubungannya dengan potensi hasil tinggi telah dilakukan pada beberapa padi hibrida super. Katsura et al. (2007) melaporkan varietas Liangyoupeijiu memiliki potensi hasil tinggi dihubungkan dengan karakter tanaman yang memiliki durasi luas daun yang lebih lama, sehingga mampu mengakumulasi biomas yang lebih besar sebelum pembungaan. Wu et al. (2008) menyatakan hasil yang tinggi juga dihubungkan kemampuan tanaman menghasilkan asimilat setelah berbunga yang diikuti dengan peningkatan laju pertumbuhan pada tahap pengisian biji sampai akhir. Selanjutnya dinyatakan durasi luas daun juga penting untuk produksi biomas selain indeks luas daun. Yang et al. (2007) melaporkan bahwa PTB menunjukkan hasil yang tidak lebih tinggi dibanding hibrida antara lain disebabkan oleh rendahnya hasil biomas dan indeks panen. Penerapan teknologi budidaya dengan menggunakan padi varietas unggul seperti hibrida dan PTB masih terbatas di tingkat petani. Hal ini disebabkan oleh kendala tidak tercapainya potensi hasil. Informasi tentang karakter fisiologi dan hubungannya dengan hasil pada padi varietas unggul yang telah dilepas di Indonesia masih kurang. Oleh karena itu penelitian tentang karakter fisiologi padi varietas unggul dan hubungannya dengan hasil perlu dilakukan. Informasi ini sangat diperlukan sebagai dasar perbaikan karakter fisiologi dalam program pemuliaan untuk merakit varietas dengan hasil yang lebih tinggi. Informasi

59 tersebut juga menentukan praktek budidaya yang sesuai karakter tanaman untuk mencapai hasil yang lebih tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan karakter fisiologi dengan komponen hasil dan hasil pada padi varietas unggul. Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Percobaan Percobaan dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai Mei 2011 di kebun percobaan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Muara, Bogor. Analisis tanah dilakukan di laboratorium Tanah Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor. Analisis karakter fisiologi daun, batang, dan malai dilakukan di Laboratorium Mikroteknik dan analisis karakter fotosintesis dilakukan di Laboratorium Marka Molekuler dan Spektrofotometri UV-VIS, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB. Metode Percobaan Padi varietas/galur unggul sebagai perlakuan diatur dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 12 varietas dan galur yaitu dan Pandan Wangi (varietas unggul lokal/vul); dan (varietas unggul baru/vub);,, galur BP 360, dan galur (padi tipe baru/ptb); dan varieras,, SL8-SHS, dan PP1 (Hibrida). Setiap perlakuan diulang empat kali sehingga terdapat 48 unit percobaan. Setiap unit percobaan adalah petak percobaan dengan ukuran 5 m x 5 m. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap variabel yang diamati digunakan model matematika sesuai RAK sebagai berikut : Y ij = µ + T i + B j + ij Y ij = respon atau nilai pengamatan perlakuan ke-i dan kelompok ke-j µ = nilai tengah umum T i = pengaruh perlakuan ke-i B j = pengaruh kelompok ke-j ij = pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

60 Pelaksanaan Percobaan Penyiapan lahan dilakukan dengan pengolahan tanah dua kali agar diperoleh pelumpuran tanah baik. Ukuran petak percobaan (setiap unit percobaan) 5 m x 5 m. Untuk memisahkan antar unit percobaan dibuat pematang lebar 25 cm, sedangkan antar ulangan dibuat pematang dengan lebar 50 cm. Dengan demikian luas seluruh lahan yang digunakan dalam percobaan 23.5 m x 62.5 m atau 1468.75 m 2. Bibit hasil persemaian dipindahtanam (transplanting) setelah berumur 21 hari setelah semai, kecuali varietas dan Pandanwangi setelah berumur 30 hari setelah semai. Jarak tanam yang digunakan adalah 20 cm x 20 cm. Bibit ditanam sebanyak satu bibit/lubang. Untuk mengoptimalkan pertumbuhan tanaman, pupuk yang digunakan adalah 300 kg Urea, 200 kg SP-18, dan 100 kg KCl per ha. Pupuk Urea diberikan secara bertahap yaitu sebagai pupuk dasar, pupuk susulan diberikan dua kali yaitu pada umur 21 HST saat anakan aktif dan 40 HST. Pupuk P diberikan semuanya sebagai pupuk dasar, sedangkan pupuk K diberikan sebagai pupuk dasar 50% dan sisanya pada saat umur 40 HST. Pengairan dilakukan tiga hari setelah tanam. Petakan diairi dengan tinggi genangan 3 5 cm. Pada saat pemupukan dan penyiangan kondisi tanah macak-macak. Setelah tiga hari pemupukan petakan kembali diairi. Pengairan dihentikan pada saat tanaman telah berumur 10 hari menjelang panen. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara optimal, sedangkan penyiangan dilakukan dengan menggunakan landak dan cara manual pada saat tanaman umur tiga dan lima minggu setelah tanam. Variabel Yang Diamati Pengukuran variabel fisiologi dilakukan dengan cara mengambil contoh destruktif dua tanaman contoh setiap perlakuan. Pengambilan contoh tanaman waktu 10 hari setelah tanam sampai tahap pemasakan dengan interval 10 hari. Tanaman hasil destruksi dipisah-pisahkan menjadi berbagai bagian tanaman yaitu akar, batang, daun, dan malai. Semua bagian tanaman tersebut dikeringkan di dalam oven pada suhu 85 o C selama 48 jam hingga mencapai bobot kering konstan.

61 Karakter Produksi Bahan Kering 1. Alokasi bahan kering a. Bobot kering biomas, diukur dengan menimbang seluruh bagian tanaman. b. Akumulasi dan transportasi bobot kering per rumpun pada tahap berbunga. Fraksi asimilat yang dipartisikan ke masing-masing organ vegetatif (daun, pelepah daun, dan batang) = bobot kering tahap berbunga - bobot kering tahap pemasakan; Bobot kering yang ditranslokasikan = (bobot kering yang berasal dari organ vegetatif/total bobot kering tahap berbunga) x 100% (dihitung menurut metode Wu et al. 2008). c. Nisbah tajuk-akar (NTA) dengan formulasi : Bobot kering tajuk NTA = -------------------------- Bobot kering akar 2. Karakter fisiologi dari bahan kering a. Indeks luas daun (ILD), menghitung luas daun total tiap rumpun sampel tanaman padi. Pengukuran luas daun menggunakan metode gravimetri, dilakukan dengan interval waktu 10 hari sampai tahap pengisian biji. Indeks luas daun dihitung dengan cara membagi luas daun per rumpun (cm 2 ) dengan jarak tanam (cm 2 ). b. Laju pertumbuhan relatif (LPR) merupakan kemampuan tanaman menghasilkan bahan kering per satuan waktu dinyatakan g.g -1 hari -1. Nilai LPR dicari dengan rumus : ln W 2 ln W 1 LPR = ------------------------ T 2 - T 1 c. Laju asimilasi bersih (LAB) merupakan pertambahan bobot kering tanaman per satuan luas daun per satuan waktu dinyatakan dalam g cm -2 hari -1. Laju asimilasi bersih dicari dengan formulasi : W 2 W 1 ln A 2 - ln A 1 LAB = ------------------. -------------------- T 2 - T 1 A 2 - A 1 dimana : A 1 : Luas daun pada waktu T 1 A 2 : Luas daun pada waktu T 2

62 W 1 : Berat kering tanaman pada waktu T 1 W 2 : Berat kering tanaman pada waktu T 2 T 1, T 2 : periode waktu pengambilan sampel d. Laju pertumbuhan sink setelah pembungaan. Laju pertumbuhan sink setelah berbunga dievaluasi sebagai peningkatan dari bobot kering malai per unit dari bobot kering yang ada per unit waktu, diestimasi dari persamaan : Laju pertumbuhan sink = ( ln W 2 ln W 1 ) / T dimana W 1 dan W 2 adalah bobot kering malai dan T adalah periode waktu antara pengambilan sampel dari W 1 dan W 2. Karakter Fisiologi Daun, Batang, dan Malai a. Pengamatan tebal, luas, dan jumlah stomata daun bendera setelah berbunga dilakukan dengan menggunakan metode pemotretan mikroskopis. b. Tebal batang bagian bawah dan atas diukur dengan menggunakan metode pemotretan mikroskopis. c. Karakter malai meliputi tebal leher, bobot kering leher malai, dan kandungan gula total leher malai dilakukan pada tahap pengisian biji. Penetapan gula total dilakukan berdasarkan metode Anthrone (Yoshida et al. 1976, Lampiran 3). Karakter Fotosintesis a. Laju fotosintetis bersih pada jenuh cahaya (Pmax) diukur dengan suatu sistem pertukaran gas portable (Li-Cor tipe 6400XT). Pengukuran dilakukan pada fase vegetatif tahap pembentukan anakan aktif, tahap pembungaan, dan tahap pengisian biji. Pengukuran dilakukan antara jam 11.00 dan 14.00 pada daun bendera. b. Kandungan klorofil diukur menggunakan alat spektrofotometer (Yoshida et al. 1976), dilakukan pada tahap berbunga dan tahap pengisian biji. c. Kandungan gula dilakukan pada contoh daun, pelepah daun, batang, dan malai. Pengamatan dilakukan pada waktu tahap berbunga dan tahap

63 pengisian biji. Penetapan gula total dilakukan berdasarkan metode Anthrone (Yoshida et al. 1976, Lampiran 3). d. Kandungan pati pada biji pada tahap pengisian biji saat masak susu (10 hari setelah berbunga/hsb) dan masak tepung (20 HSB). Analisis pati dilakukan dengan metode ekstrasi asam perklorat (Yoshida et al. 1976, Lampiran 3). Hasil dan Komponen Hasil a. Komponen hasil yang diamati meliputi jumlah malai per rumpun, jumlah gabah per malai, gabah isi, gabah hampa per malai, persentase gabah hampa, bobot 1000 biji. b. Hasil diamati sebagai gabah kering giling (14% kadar air) dari petak ubinan dengan ukuran petak 2 m x 2 m. Analisis Data Data dianalisis dengan sidik ragam sesuai rancangan yang digunakan. Apabila sidik ragam nyata, analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test/DMRT) pada taraf nyata 5% untuk mengetahui perbedaan antar varietas. Analisis korelasi dilakukan untuk mengetahui hubungan antara karakter fisiologi dengan komponen hasil dan hasil. Untuk lebih mengetahui seberapa besar pengaruh langsung dan tidak langsung dari karakter fisiologi terhadap perolehan hasil, maka dilakukan analisis sidik lintas (path-way analysis). Hasil dan Pembahasan Hasil Sidik Ragam Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa varietas padi unggul yang berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap semua karakter fisiologi, komponen hasil, dan hasil kecuali nisbah tajuk-akar pada tahap anakan maksimum dan akumulasi bobot kering. Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pada semua variabel pengamatan disajikan pada Lampiran 4.

64 Karakter Produksi Bahan Kering Alokasi Bahan Kering Gambar 10 menunjukkan pola bobot kering tanaman pada tahap vegetatif sampai pada tahap pengisian biji. Pola bobot kering untuk VUL cenderung lambat dari awal pertumbuhan hingga 80 HSS, setelah itu meningkat dengan cepat kemudian melandai. Pada VUB, PTB, dan hibrida tahap awal pertumbuhan sampai umur 60 HSS laju pertambahan bobot kering meningkat. Peningkatan yang lebih cepat terjadi pada umur 60 80 HSS setelah itu peningkatannya lambat dan akhirnya menurun. Bobot Kering Tanaman (g/rumpun) 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 Umur Tanaman (Hari Setelah Semai) Pandan Wangi BP 360 SL8-SHS PP1 Gambar 10 Pola bobot kering berdasarkan umur tanaman padi varietas unggul. Peningkatan yang cepat pada awal pertumbuhan pada VUB, PTB, dan hibrida karena kemampuan pembentukan anakan yang tinggi, sedangkan pada VUL kemampuan pembentukan anakan sedikit sehingga relatif lambat pertambahan bobot keringnya. Waktu penurunan bobot kering pada VUL untuk terjadi antara 120-130 HSS dan pada Pandan Wangi antara 110 120 HSS. Bobot kering VUB, PTB, dan hibrida tampak sama yaitu antara 90 100 HSS. Ini berhubungan dengan tahap pemasakan dan terjadinya peluruhan daun sehingga tidak ada lagi pertambahan bobot kering. Tabel 13 menunjukkan VUL memiliki bobot kering yang lebih tinggi pada tahap anakan maksimum yang berbeda nyata dengan semua varietas, sedangkan

65 VUB, PTB, dan hibrida memiliki bobot kering tanaman tidak berbeda nyata. Pada tahap berbunga VUL memiliki bobot kering lebih tinggi dan berbeda dengan semua varietas. Pada tahap pengisian biji hibrida memiliki bobot kering tertinggi tidak berbeda nyata dengan varietas Pandan Wangi, dan berbeda nyata dengan varietas lainnya. Varietas,,, dan memiliki bobot kering yang lebih rendah dibanding varietas lainnya pada tahap pengisian biji. Tabel 13 Bobot kering tanaman tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji padi varietas unggul Varietas/Galur Unggul Lokal Pandan Wangi Unggul baru Padi Tipe Baru BP360 Hibrida SL-8 SHS PP-1 Bobot kering tanaman (g/rumpun) Anakan maksimum Berbunga Pengisian biji 37.04 a 39.05 a 22.67 bc 21.39 bc 20.93 bc 18.59 c 21.00 bc 21.89 bc 23.64 bc 23.08 b 24.65 bc 22.09 bc 69.06 a 67.29 a 51.53 c 53.68 c 52.44 c 51.71 c 52.16 c 54.89 c 62.94 b 60.15 b 59.18 b 58.87 b 74.23 bc 76.26 ab 62.35 g 65.59 f 64.84 fg 64.52 fg 68.74 e 71.37 cde 79.06 a 73.82 bc 72.11 cd 69.19 de Keterangan : Angka-angka pada kolom sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. VUL memiliki bobot kering yang tertinggi ini karena postur tanaman yang lebih tinggi dan besar. Hibrida memiliki bobot kering tanaman yang lebih tinggi dibandingkan VUB dan PTB karena karakter jumlah anakan yang banyak menyebabkan terjadinya peningkatan bobot kering yang lebih tinggi. Pada VUB meskipun memiliki kemampuan membentuk anakan yang banyak, tetapi kemampuan menghasilkan bobot kering tidak setinggi hibrida. Karakter panjang dan lebar tiga daun bagian atas yang lebih pendek pada VUB (Tabel 3) menyebabkan akumulasi bobot kering yang rendah. Hasil penelitian Lafarge et al. (2009) juga menunjukkan pembagian bahan kering diantara organ tanaman

66 pada hibrida lebih efisien daripada inbred selama pertumbuhannya. PTB mempunyai jumlah anakan yang lebih sedikit sehingga kemampuan peningkatan bobot kering juga rendah, namun lebih tinggi dibandingkan VUB. Ini disebabkan PTB memiliki karakter daun yang lebih baik. Akumulasi dan transportasi bobot kering pada tahap berbunga disajikan pada Tabel 14. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata diantara varietas pada bobot kering yang diakumulasikan pada daun, pelepah daun, dan batang. Namun demikian persentase bobot kering yang ditranslokasikan dari organ vegetatif pada tahap berbunga ke hasil menunjukkan perbedaan diantara varietas. Tabel 14 Akumulasi dan transportasi bobot kering per rumpun pada tahap berbunga padi varietas unggul Varietas/Galur Unggul Lokal Pandan Wangi Unggul baru Padi Tipe Baru BP360 Hibrida SL-8 SHS PP-1 Bobot kering yang berasal dari organ vegetatif Bobot kering total Bobot kering yang ditranlokasi Daun Pelepah daun Batang Total..(g/rumpun) (%) 5.06 5.67 5.97 5.73 5.32 5.88 5.35 5.83 7.96 7.54 7.14 7.57 3.07 3.22 3.73 4.18 3.34 3.44 3.13 3.27 4.44 4.18 3.63 3.67 2.80 2.73 2.93 3.39 2.81 2.09 2.61 2.06 3.43 3.18 3.73 3.45 10.93 11.62 12.63 13.30 11.47 11.41 11.08 11.15 15.84 14.90 14.49 14.68 69.06 67.29 51.53 53.68 52.44 51.71 52.16 54.89 62.94 60.15 59.18 58.87 15.83 c 17.20 bc 24.37 a 24.48 a 21.50 abc 21.99 ab 21.24 abc 20.28 abc 25.28 a 24.89 a 24.47 a 24.87 a Keterangan : Angka-angka pada kolom sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. VUB dan hibrida mentranslokasikan lebih besar bobot kering tahap berbunga yaitu berkisar 24-25%, tidak berbeda nyata dengan PTB dan berbeda nyata dengan VUL. VUB dan hibrida memiliki persentase bobot kering lebih tinggi yang ditranslokasikan ke biji. Hal ini karena karakter morfologi tanaman pada VUB dan hibrida mampu mengoptimalkan tipe tanaman menggunakan

67 energi cahaya untuk fotosintesis sampai pada tahap berbunga. Meskipun PTB memiliki karakter morfologi yang lebih baik, tetapi kemampuan membentuk anakan yang lebih sedikit. Ini menyebabkan translokasi bahan kering yang lebih sedikit yaitu 20-21% dibandingkan dengan VUB dan hibrida. Kemampuan translokasi bahan kering yang rendah pada VUL (15-17 %) selain disebabkan jumlah anakan yang sedikit juga karakter morfologinya tidak mendukung untuk memanfaatkan energi cahaya, sehingga bahan kering yang dihasilkan rendah. Bahan kering dari biji padi sebagian besar diperoleh dari karbohidrat non srtuktural yang disimpan pada daun dan batang sebelum berbunga dan akan ditransfer pada malai setelah pembungaan (Wu et al. 2008). Dengan demikian pada VUB dan hibrida mempunyai cadangan bahan kering organ vegetatif yang lebih tinggi sampai tahap berbunga. Nisbah tajuk terhadap akar mengalami peningkatan selama tahap pertumbuhan dan menunjukkan perbedaan pada setiap varietas (Tabel 15). Pada tahap anakan maksimum nisbah tajuk-akar tidak berbeda untuk semua varietas, sedangkan pada tahap berbunga dan pengisian biji terdapat perbedaan. Pada tahap berbunga VUB memiliki nisbah tajuk-akar lebih tinggi dan berbeda nyata dengan semua varietas. Pada tahap pengisian biji nisbah tajuk-akar pada varietas/galur kelompok VUB, PTB, dan hibrida tidak berbeda nyata. Nisbah tajuk-akar varietas paling rendah berbeda nyata dengan semua varietas/galur, sedangkan Pandan Wangi berbeda nyata dengan VUB dan PTB (kecuali BP360). Nisbah tajuk-akar mempunyai kepentingan fisiologis karena dapat menggambarkan salah satu tipe toleransi terhadap kekeringan. Nisbah ini dikendalikan secara genetik dan juga dipengaruhi oleh lingkungan (Gardner et al. 1991). Pada tahap anakan maksimum nisbah tajuk-akar pada semua varietas tidak berbeda. Pada tahap tersebut pertumbuhan akar meningkat sejalan meningkatnya pertumbuhan tajuk dan akar belum bersaing dengan organ lainnya. Pada tahap berbunga dan pengisian biji terjadi peningkatan nisbah tajukakar dan menunjukkan perbedaan pada setiap varietas. Ini disebabkan oleh berkurangnya peningkatan pertumbuhan akar dan meningkatnya pertumbuhan tajuk.

68 Tabel 15 Nisbah bobot kering tajuk-akar pada tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji padi varietas unggul Varietas/Galur Unggul Lokal Pandan Wangi Unggul baru Padi Tipe Baru BP360 Hibrida SL-8 SHS PP-1 Nisbah bobot kering tajuk-akar Anakan maksimum Berbunga Pengisian biji 4.40 4.61 4.45 4.32 4.20 3.88 4.04 4.17 3.87 4.29 4.26 4.16 4.73 d 5.91 c 9.18 a 8.50 ab 7.37 b 7.92 b 7.50 b 7.55 b 7.30 b 7.26 b 7.28 b 7.48 b 7.82 c 9.48 bc 14.78 a 14.07 a 13.95 a 13.90 a 11.90 ab 14.73 a 12.09 ab 11.06 ab 12.83 ab 12.98 ab Keterangan : Angka-angka pada kolom sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. Dari tahap berbunga ke tahap pengisian biji terjadi peningkatan nisbah tajuk-akar. Ini disebabkan oleh pertumbuhan akar berkurang dengan terbentuknya organ sink (biji), sehingga translokasi asimilat lebih diarahkan ke sink baru. Hibrida memiliki peningkatan nisbah tajuk-akar yang lebih rendah dibandingkan dengan VUB dan PTB. Hibrida memiliki sistem perakaran yang lebih kuat yang dapat memperluas aktivitas perakaran (Satoto dan Suprihatno 2008). Peningkatan nisbah tajuk-akar yang tinggi pada VUB karena VUB memiliki sistem perakaran yang kurang berkembang. Karakter Fisiologi dari Bobot Kering Tanaman Indeks Luas Daun Gambar 11 menunjukkan pola peningkatan dan penurunan ILD pada awal pertumbuhan hingga tahap pengisian biji pada padi varietas unggul. Pola peningkatan pada VUB, PTB, dan hibrida sama yaitu terjadi peningkatan pada 40 60 HSS dan lebih tinggi pada 60 70 HSS kemudian melandai dan selanjutnya terjadi penurunan pada 80 HSS. Pada VUL peningkatan terjadi sampai umur 90

69 HSS untuk Pandan Wangi dan 100 HSS untuk kemudian melandai dan menurun. Pada gambar tampak bahwa ILD tertinggi pada VUL terjadi pada 100 HSS untuk Pandan Wangi dan 110 HSS untuk, pada VUB, PTB, dan hibrida terjadi pada umur 70 HSS. Pencapaian ILD tertinggi pada umur tersebut karena tanaman memasuki tahap berbunga. Hal ini sesuai pernyataan Horie (2001) bahwa ILD maksimum terjadi pada nilai 6 mendekati pembungaan. Hibrida memiliki pola peningkatan ILD yang lebih tinggi dibandingkan VUB dan PTB, sedangan VUL memiliki peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan hibrida. Tingginya ILD pada padi bukanlah menjadi tujuan karena padi memiliki ILD optimal antara 4-7 (Yoshida 1981). Indeks Luas Daun 8 7 6 5 4 3 2 1 0 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 Umur Tanaman (Hari Setelah Semai) Gambar 11 Indeks luas daun berdasarkan umur padi varietas unggul. Pandan Wangi BP360 SL8-SHS PP1 Tabel 16 menunjukkan perbedaan nilai ILD pada tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji yang berbeda diantara varietas. VUL memiliki ILD yang lebih tinggi pada tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji dan berbeda nyata dengan semua varietas. Nilai ILD varietas dalam setiap kelompok cenderung sama. VUB dan PTB memiliki nilai ILD yang rendah pada tahap pengisian biji. Nilai ILD yang lebih tinggi pada VUL ini dapat disebabkan karakter daunnya yang panjang dan lebar, dan memiliki umur yang lebih panjang. Hibrida memiliki ILD lebih tinggi dibanding VUB dan PTB pada tahap berbunga maupun

70 pengisian biji, karena hibrida memiliki jumlah anakan yang lebih banyak. Pada VUB walaupun anakan banyak namun daun cepat senesen. Ini menyebabkan rendahnya nilai ILD pada tahap pengisian biji. Jumlah anakan yang sedikit pada PTB menyebabkan nilai ILD yang lebih rendah dibanding hibrida. Dengan demikian kemampuan membentuk anakan dapat menentukan nilai ILD. Akumulasi bahan kering yang lebih tinggi pada hibrida, disebabkan oleh ILD yang lebih besar. Hasil penelitian Katsura et al. (2007) menunjukkan varietas Liangyoupeijiu memiliki akumulasi biomas lebih besar sebelum berbunga karena memiliki ILD yang lebih besar. Tabel 16 Indeks luas daun (ILD) pada tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji padi varietas unggul Varietas/Galur Unggul Lokal Pandan Wangi Unggul baru Padi Tipe Baru BP360 Hibrida SL-8 SHS PP-1 Indeks luas daun (ILD) Anakan maksimum Berbunga Pengisian biji 5.51 ab 6.28 a 3.06 def 3.21 cdef 3.25 cdef 3.03 ef 2.92 f 2.95 f 3.64 cde 3.74 c 3.33 cdef 3.67 cd 7.08 a 7.07 a 5.22 de 5.34 cde 4.80 e 5.75 bcd 5.30 cde 5.39 cde 6.11 bc 6.42 ab 5.76 bcd 6.12 bc 5.99 a 5.35 ab 3.13 f 3.65 ef 3.63 ef 3.91 def 3.79 def 3.98 def 4.59 cd 4.93 bc 4.52 cd 4.42 cde Keterangan : Angka-angka pada kolom sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. Laju Pertumbuhan Relatif Laju pertumbuhan relatif (LPR) menunjukkan besarnya pertambahan bahan kering tanaman. Gambar 12 menunjukkan pola LPR mengalami penurunan setelah tanaman berumur 60 HSS pada VUL, dan 50 HSS pada VUB, PTB, dan hibrida. Penurunan nilai LPR sejalan dengan pertumbuhan bobot kering

71 tanaman. Bobot kering tanaman cukup tinggi setelah tanaman berumur 60 HSS untuk VUL dan 50 HSS pada VUB, PTB, dan hibrida. Penurunan LPR pada VUB, PTB, dan hibrida sama sebelum umur 60 HSS setelah itu VUB memiliki penurunan LPR yang lebih besar sampai pada 70-80 HSS kemudian penurunan LPR sama untuk VUB, PTB, dan hibrida. Penurunan LPR pada waktu tersebut berhubungan dengan saat tanaman memasuki tahap bunting dan berbunga yang dipengaruhi oleh kemampuan memanfaatkan energi dan akumulasi bobot kering. Selain itu pada tahap bunting terjadi persaingan penggunaan asimilat antara organ vegetatif dan organ reproduktif. LPR (g/gbk/hari) 0.14 0.12 0.10 0.08 0.06 0.04 0.02 Pandan Wangi BP360 SL8-SHS PP1 0.00 Gambar 12 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 Umur tanaman (Hari setelah semai) Laju pertumbuhan relatif berdasarkan umur tanaman padi varietas unggul. Hasil penilitian menunjukkan bahwa pada tahap anakan maksimum PTB memiliki LPR yang lebih tinggi tidak berbeda nyata dengan hibrida (Tabel 17). Pada tahap berbunga hibrida memiliki nilai LPR yang lebih tinggi dan tidak berbeda nyata VUB dan PTB galur. Namun, pada tahap pengisian biji PTB memiliki nilai LPR yang lebih tinggi dan tidak berbeda nyata dengan hibrida. Nilai LPR hibrida pada tahap awal sampai berbunga lebih tinggi dibanding varietas lainnya disebabkan peningkatan luas daun dan bobot kering tanaman.

72 Hal ini sesuai dengan nilai ILD pada hibrida yang lebih tinggi pada tahap berbunga dan pengisian biji. Pada tahap pengisian biji nilai LPR pada PTB terutama galur BP360 dan serta hibrida lebih tinggi karena karakter daun yang tebal dan tegak (walaupun jumlah anakan sedikit pada PTB) sehingga mampu mempertahankan LPR lebih tinggi. Kemampuan membentuk asimilat untuk memenuhi kebutuhan sink pada PTB tampak nyata sesuai dengan karakter morfologinya. Menurut Horie (2001) dan Yoshida (1981) arsitektur kanopi adalah faktor yang menyebabkan perbedaan LPR yang nyata di antara genotipe. LPR yang tinggi selama tahap awal pertumbuhan akan meningkatkan kapasitas source yang dapat memenuhi kebutuhan kapasitas sink, sehingga akan mempengaruhi hasil gabah. Tabel 17 Laju pertumbuhan relatif (LPR) pada tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji padi varietas unggul Varietas/Galur Unggul Lokal Pandan Wangi Unggul baru Padi Tipe Baru BP360 Hibrida SL-8 SHS PP-1 Keterangan : Laju pertumbuhan relatif (g/g bobot kering/hari) Anakan maksimum Berbunga Pengisian biji 0.0588 bcd 0.0593 bcd 0.0498 d 0.0532 cd 0.0785 a 0.0745 a 0.0771 a 0.0784 a 0.0712 ab 0.0702 ab 0.0674 abc 0.0703 ab 0.0175 d 0.0203 cd 0.0403 ab 0.0411 ab 0.0297 bcd 0.0295 bcd 0.0312 bc 0.0365 ab 0.0488 a 0.0465 a 0.0423 ab 0.0412 ab 0.0057 d 0.0071 cd 0.0074 cd 0.0081 bcd 0.0098 abc 0.0095 abc 0.0109 a 0.0110 a 0.0104 ab 0.0092 abc 0.0088 abc 0.0083 abcd Angka-angka pada kolom sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. Laju Asimilasi Bersih Laju asimilasi bersih (LAB) atau laju satuan daun adalah hasil bersih asimilasi kebanyakan hasil fotosintensis per satuan luas daun dan waktu. Gambar 13 menunjukkan pola LAB padi varietas unggul setelah umur 60 HSS untuk

73 VUL dan 50 HSS untuk VUB, PTB, dan hibrida. Penurunan LAB dengan cepat terjadi pada tahap akhir pengisian biji, karena pada tahap ini akan diikuti dengan penuaan dan peluruhan daun. Gardner et al. (1991) menyatakan nilai LAB paling tinggi adalah pada saat tumbuhan masih kecil dan sebagaian besar daunnya terkena sinar matahari langsung. Dengan bertumbuhnya tanaman budidaya dan dengan meningkatnya ILD, makin banyak daun yang terlindung menyebabkan penurunan LAB sepanjang masa pertumbuhan. LAB (mg/dm2/hari) 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 Umur tanaman (hari setelah semai) Pandan Wangi BP360 SL8-SHS PP1 Gambar 13 Pola laju asimilasi bersih berdasarkan umur tanaman padi varietas unggul. Tabel 18 menunjukkan nilai LAB pada tahap anakan maksimum tidak berbeda di antara varietas, kecuali antara SL8-SHS dengan berbeda nyata. Nilai LAB pada tahap berbunga VUB dan hibrida lebih tinggi dibandingkan PTB dan VUL. Namun, pada tahap pengisian biji PTB memiliki nilai yang lebih tinggi terutama galur dan BP360 yang berbeda nyata dengan semua varietas. VUL memiliki nilai LAB terendah pada tahap pengisian biji. Nilai LAB yang lebih tinggi pada PTB galur dan BP360 disebabkan oleh karakter tanaman yang lebih baik dengan kanopi daun tegak dan tebal dapat mendukung laju fotosintesis tinggi. Kemampuan tanaman untuk menyediakan asimilat melalui proses fotosintesis selama pertumbuhannya ditentukan oleh kemampuan per satuan luas daun dan luas daun total. Karakter

74 daun yang lebih baik pada PTB maka menyebabkan penurunan LAB akan diikuti dengan peningkatan bahan kering sampai pada tahap pengisian biji. Daun VUL yang terkulai dengan cepat menguning, meskipun memiliki ILD yang lebih tinggi, menyebabkan hasil fotosintesis yang lebih rendah. Tabel 18 Laju asimilasi bersih (LAB) pada tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji padi varietas unggul Laju asimilasi bersih (mg/dm 2 /hari) Varietas/Galur Anakan maksimum Berbunga Pengisian biji Unggul Lokal Pandan Wangi Unggul baru Padi Tipe Baru BP360 Hibrida SL-8 SHS PP-1 9.65 ab 9.86 ab 9.67 ab 8.76 b 10.51 ab 11.55 ab 10.35 ab 11.52 ab 11.02 ab 10.86 ab 12.33 a 11.89 ab 5.81 de 5.94 de 8.22 ab 8.78 a 5.97 de 5.54 e 6.36 cde 6.95 bcd 8.13 ab 8.10 ab 7.96 ab 7.29 bc 1.92 d 2.13 cd 3.26 b 3.41 b 3.31 b 3.34 b 5.72 a 5.11 a 3.87 b 3.10 b 3.15 b 3.03 bc Keterangan : Angka-angka pada kolom sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. Laju Pertumbuhan Sink Gambar 14 menunjukkan pola laju pertumbuhan sink pada tahap pengisian biji. Laju pertumbuhan sink dari 10 20 HSB menurun dengan tajam, tetapi dari 20-30 HSB menurun secara berlahan. Pada tahap setelah berbunga translokasi karbohohidrat yang sangat besar terjadi dari source ke sink. Sejalan dengan pertumbuhan sink maka akan diakumulasi karbohidrat menjadi pati, sehingga penurunan laju pertumbuhan sink lebih cepat antara 10 20 HSB. Penurunan yang lebih lambat pada 20 30 HSS ini terjadi sesuai tahap pemasakan dari masak susu, masak tepung, dan masak kuning. Tabel 19 menunjukkan laju pertumbuhan sink 10 hari setelah pembungaan tertinggi pada varietas, dan terendah pada varietas PP-1 dan. Laju pertumbuhan sink 20 hari setelah berbunga perbedaannya tidak

75 begitu nyata di antara varietas, kecuali pada Pandan Wangi dan. Pada 30 hari setelah berbunga varietas dan Pandan Wangi memiliki laju pertumbuhan sink lebih tinggi dan berbeda nyata dengan semua varietas, namun nilainya jauh lebih kecil dibandingkan tahap sebelumnya.,, dan PP-1 memiliki laju pertumbuhan sink yang rendah pada 30 HSS tidak berbeda nyata dengan galur BP360,, dan hibrida. Laju pertumnuhan Sink (mg/rumpun/hari) 200 180 Pandan Wangi 160 140 120 100 BP360 80 60 40 SL8-SHS 20 PP1 0 0 10 20 30 Umur tanaman (hari setelah berbunga) Gambar 14 Laju pertumbuhan sink pada tahap pengisian biji padi varietas unggul. Ukuran sink didefinisikan sebagai jumlah malai per rumpun tanaman dan jumlah gabah per malai. Dengan demikian selain kemampuan tanaman menyediakan source maka karakter malai setiap varietas akan mempengaruhi aktivitas sink. Aktivitas sink yang lebih tinggi pada VUL pada tahap pengisian biji disebabkan karakter malai yang panjang tetapi kepadatan malai rendah, sehingga translokasi asimilat dari source ke sink tetap tinggi. Menurut Usuda et al. (1999) aktivitas sink secara fisiologis melibatkan cadangan dan penggunaan asimilat. Pada varietas dengan karakter malai besar (sink besar) seperti pada PTB aktivitas sink dipengaruhi oleh lamanya pertumbuhan kariopsis yang tergantung pada posisinya dari cabang malai. Aktivitas sink yang tetap tinggi tetapi memiliki karakter malai yang padat menyebabkan persaingan antara kariopsis, dan ini akan mempengaruhi persentase gabah isi. Ini terjadi pada PTB dan hibrida yang masih memiliki tingkat gabah isi yang rendah dibandingkan VUL dan VUB. Persaingan diantara kariopsis untuk translokasi asimilat dari source dan rasio

76 gabah isi lebih tinggi pada kariopsis superior dibanding kariopsis inferior (Ishimaru et al. 2005). Tabel 19 Laju pertumbuhan sink hari setelah berbunga (HSB) padi varietas unggul Aktivitas sink (mg/hari) Varietas/Galur 10 HSB 20 HSB 30 HSB Unggul Lokal Pandan Wangi Unggul baru Padi Tipe Baru BP360 Hibrida SL-8 SHS PP-1 158.30 ab 142.04 bc 135.20 c 158.53 abc 185.01 a 143.30 bc 171.25 ab 165.30 abc 173.92 ab 166.80 abc 149.49 bc 131.95 c 59.61 ab 47.34 b 61.91 ab 59.67 ab 47.60 b 66.70 a 58.61 ab 62.49 ab 59.85 ab 62.13 ab 58.38 ab 64.21 a 18.92 a 15.36 a 5.04 c 5.58 c 10.91 b 11.26 b 7.68 bc 7.96 bc 8.62 bc 8.83 bc 7.20 bc 6.42 c Keterangan : Angka-angka pada kolom sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. Karakter Fisiologi Daun dan Batang Karakter Fisiologi Daun Daun bendera berperan sebagai penghasil asimilat utama selama proses pengisian biji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa VUL memiliki daun bendera lebih luas dan berbeda nyata dengan varietas lainnya sedangkan PTB dan hibrida memiliki luas daun bendera yang tidak berbeda nyata (Tabel 20). VUB memiliki luas daun bendera yang paling rendah. Ini menyebabkan kemampuan daun bendera untuk bertindak sebagai source setelah berbunga lebih rendah pada VUB. VUL memiliki jumlah stomata dan kandungan klorofil yang lebih sedikit dibandingkan varietas lainnya meskipun memiliki daun yang luas dan tebal. Galur BP360 dari (PTB) memiliki jumlah stomata lebih banyak yaitu 808.3 buah/mm 2 tetapi tidak berbeda nyata dengan dan hibrida.

77 Tabel 20 Karakter fisiologi daun padi varietas unggul Varietas/Galur Luas Daun Bendera (cm 2 ) Tebal Daun Bendera (mm) Jumlah Stomata (buah/mm 2 ) Kandungan Klorofil (µmol/100 cm²) Berbunga Pengisian Biji Unggul Lokal Pandan Wangi Unggul baru Padi Tipe Baru BP360 Hibrida SL-8 SHS PP-1 84.34 a 74.93 b 28.88 e 28.86 e 56.12 c 36.92 de 42.30 d 43.40 d 34.03 de 39.73 d 37.22 de 36.27 de 0.1380 bcd 0.1452 abc 0.1262 d 0.1253 d 0.1589 a 0.1310 cd 0.1469 abc 0.1498 ab 0.1243 d 0.1263 d 0.1225 d 0.1250 d 565.4 d 592.0 d 735.1 b 725.1 b 527.2 d 659.4 c 808.3 a 777.2 ab 739.3 ab 753.4 ab 784.2 ab 756.2 ab 6.65 c 6.82 c 7.23 bc 7.49 abc 8.45 a 7.81 ab 8.03 ab 8.20 ab 7.97 ab 7.95 ab 7.79 ab 7.99 ab 5.19 c 5.66 bc 6.23 b 6.29 b 8.28 a 7.81 a 7.99 a 7.95 a 7.46 a 7.42 a 7.59 a 7.50 a Keterangan : Angka-angka pada kolom sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. Kandungan klorofil daun bendera pada tahap berbunga tertinggi dicapai oleh varietas yang berbeda dengan VUL dan dan tidak berbeda nyata dengan varietas lainnya. Pada tahap pengisian biji, kandungan klorofil pada PTB dan hibrida tetap tinggi dan berbeda nyata dengan VUB dan VUL. Kandungan klorofil yang tetap tinggi pada PTB dan Hibrida selama pengisian biji ini disebabkan tanaman memiliki karakter daun yang lebih besar dan tebal dan lambat mengalami degradasi klorofil. Menurut Fu et al. (2009) kandungan klorofil dan kemampuan fotosintesis yang lebih lama selama tahap pengisian biji menunjukkan bahwa tanaman memiliki karakter fungsional daun tetap hijau (staygreen). Karakter ini dapat meningkatkan potensi hasil padi. Ini didukung oleh Jiang et al. (2010) yang menyatakan daun stay-green secara genetik mempunyai tingkat ekspresi gen untuk biosintesis atau degradasi klorofil tidak berbeda pada tahap awal pertumbuhan, namun tingkat ekspresi gen kunci ditingkatkan pada tahap akhir pertumbuhan. Pada VUL karakter daun terkulai dan VUB yang memiliki daun tipis, daun mudah mengalami senesen karena terjadinya degradasi klorofil. Murchie et al. (2002) menyatakan bahwa berkurangnya komponen

78 fotosintesis dapat disebabkan oleh perluasan kanopi daun yang tidak seimbang. Cepatnya terjadi senesen pada daun menyebabkan rendahnya laju fotosintesis pada tahap akhir yang dapat menurunkan hasil. Karakter Tebal Batang Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketebalan batang bagian bawah maupun bagian atas pada setiap varietas berbeda nyata. Batang bagian bawah lebih tebal dibandingkan batang bagian atas (Tabel 21). VUL mempunyai batang bagian bawah yang lebih tebal (1.27 dan 1.24 mm) tidak berbeda nyata dengan (VUB), galur BP360 dan (PTB), hibrida dan SL8-SHS (hibrida). Tebal batang bagian atas pada (VUL), dan (PTB) lebih tebal dibandingkan pada, SL8-SHS, PP1 (hibrida) dan VUB. Varietas memiliki tebal batang bagian atas yang terkecil dan tidak berbeda nyata dengan hibrida lainnya. Tabel 21 Tebal batang bagian bawah dan bagian atas padi varietas unggul Tebal batang (mm) Varietas/Galur Batang bagian bawah Batang bagian atas Unggul Lokal Pandan Wangi Unggul baru Padi Tipe Baru BP360 Hibrida SL-8 SHS PP-1 1.27 a 1.24 a 0.98 bc 1.07 abc 0.98 bc 0.91 c 1.03 abc 1.14 ab 0.92 c 1.01 abc 1.07 abc 0.93 c 0.84 ab 0.74 bcd 0.70 cd 0.69 cd 0.87 a 0.67 cd 0.71 bcd 0.79 abc 0.61 d 0.72 bcd 0.67 cd 0.64 d Keterangan : Angka-angka pada kolom sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. Ketebalan batang mempengaruhi ketahanan tanaman terhadap kerebahan. Selain itu secara fisiologi karakter ini berfungsi sebagai penyimpan asimilat dan translokasi hara, air, maupun asimilat. Karakter batang yang tebal dengan

79 karakter tanaman yang tinggi seperti pada VUL menyebabkan translokasi asimilat yang lebih panjang dan ini akan mempengaruhi kekuatan sink. Dengan demikian karakter batang yang tebal dan tinggi tanaman pendek-sedang akan lebih baik. Cadangan asimilat akan lebih efektif ditranslokasikan sesuai kebutuhan sink. Karakter Fotosintesis Laju Fotosintesis Tabel 22 menunjukkan laju fotosintesis daun bendera pada tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji. Laju fotosintesis berbeda antara varietas. Ini berhubungan dengan karakter setiap tanaman dan dipengaruhi faktor lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan laju fotosintesis pada tahap anakan maksimum lebih tinggi dibanding tahap berbunga dan pengisian biji. Laju fotosintesis menurun pada tahap pengisian biji. Pada tahap anakan maksimum dan berbunga, laju fotosintesis berbeda antar varietas, pada tahap pengisian biji tidak mengalami perbedaan. Tabel 22 Laju fotosintesis daun bendera pada tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji padi varietas unggul Varietas/Galur Unggul Lokal Pandan Wangi Unggul baru Padi Tipe Baru BP360 Hibrida SL-8 SHS PP-1 Laju Fotosintesis (µmol/m 2 /detik) Anakan maksimum Berbunga Pengisian biji 30.27 c 30.34 c 32.51 a 32.03 ab 31.62 abc 31.21 abc 30.94 abc 31.30 abc 30.86 bc 30.82 bc 31.16 abc 30.97 abc 27.15 b 28.40 ab 27.95 ab 28.17 ab 30.27 ab 30.25 ab 30.68 a 30.43 a 29.88 ab 29.50 ab 29.86 ab 29.81 ab 26.68 26.92 26.28 25.60 28.16 27.56 28.71 30.52 27.87 26.71 28.01 28.12 Keterangan : Angka-angka pada kolom sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.

80 Laju fotosintesis VUB pada tahap anakan maksimum lebih tinggi yaitu sekitar 32 µmol/m 2 /detik dan tidak berbeda nyata dengan PTB dan SL8-SHS dan PP1 (hibrida), dan berbeda nyata dengan VUL. Pada tahap berbunga laju fotosintesis tertinggi dicapai oleh galur dan BP360 (PTB), berbeda nyata dengan (27.15 µmol/m 2 /detik) tetapi tidak berbeda nyata dengan genotipe lainnya. Ini disebabkan oleh karakter kanopi daun dan daun bendera yang lebih tegak dan luas, tebal, dan stay green sehingga sampai tahap pengisian biji mampu mempertahankan laju fotosintesis. Fu et al. (2008) menyatakan pada varietas hibrida SNU-SGI dengan karakter daun stay green mampu mempertahankan kandungan klorofil dan fotosintesis lebih panjang selama proses senesen daun. Karakter fotosintesis daun bendera secara nyata berbeda, genotipe efisien N memelihara nilai laju fotosintesis dan lamanya fotosintesis lebih panjang dibandingkan dengan genotipe tidak efisien N. Kandungan Gula pada Daun, Pelepah Daun, dan Batang. Pelepah daun dan batang padi merupakan sink bagi tanaman sebelum berbunga dan merupakan source setelah berbunga. Tabel 23 menunjukkan kandungan gula total daun, pelepah daun, dan batang pada tahap berbunga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan gula total tahap berbunga lebih tinggi dibanding tahap pengisian (Tabel 24). Kandungan gula total pada batang lebih tinggi dibandingkan daun dan pelepah daun baik pada tahap berbunga maupun pengisian biji. Hal ini menunjukkan adanya transportasi asimilat berupa gula secara aktif dari source (daun, pelepah daun, dan batang) ke sink melalui batang sehingga batang cenderung memiliki kandungan gula yang lebih tinggi. Namun bila dihitung berdasarkan bobot keringnya maka pelepah daun merupakan organ vegetatif terbesar penyimpan hasil fotosintesis. Ishimaru et al. (2004) menyatakan kandungan karbohidrat berbeda tergantung pada posisi pelepah daun. Pada tahap berbunga kandungan gula pada daun galur (PTB) tertinggi tidak berbeda nyata dengan PTB lainnya, hibrida, dan, tetapi berbeda nyata dengan dan VUL. Kandungan gula pada pelepah daun tertinggi pada Galur tidak berbeda dengan dan BP360 (PTB), dan hibrida. Kandungan gula pada batang tertinggi dihasilkan oleh varietas

81 yang tidak berbeda nyata dengan hibrida lainnya,,, dan (PTB), dan (VUB). Hasil tersebut menunjukkan pada PTB, hibrida, dan (VUB) memiliki kandungan gula yang lebih tinggi pada tahap berbunga. Ini karena kemampuannya selama tahap vegetatif untuk menghasilkan ILD yang cukup yang dengan cepat dapat menangkap dan memanfaatkan energi cahaya untuk fotosintesis. Sebaliknya pada VUL karakter daun besar dan terkulai dan pada (VUB) daun lebih pendek menyebabkan laju fotosintesis yang rendah dan hasil asimilat yang disimpan juga lebih rendah. Yoshida (1983) menyatakan karbohidrat seperti gula dan pati mulai diakumulasi secara cepat sekitar 2 minggu sebelum berbunga dan konsentrasi maksimum pada bagian vegetatif tanaman terutama pada pelepah daun dan batang dicapai sekitar pembungaan. Tabel 23 Kandungan gula tahap berbunga pada padi varietas unggul Kandungan gula (mg/g Bobot kering) Varietas/Galur Daun Pelepah daun Batang Unggul Lokal Pandan Wangi Unggul baru Padi Tipe Baru BP360 Hibrida SL-8 SHS PP-1 12.42 bcd 12.09 d 12.66 bcd 14.01 abcd 15.93 ab 13.94 abcd 14.72 abcd 16.38 a 15.73 abc 15.57 abc 14.65 abcd 15.08 abcd 17.08 de 18.95 bcde 16.11 e 17.43 cde 20.40 bcde 24.52 ab 22.99 abcd 28.54 a 24.02 ab 24.07 ab 23.63 abc 22.78 abcd 103.33 c 103.63 c 105.22 bc 112.53 abc 115.73 abc 116.30 abc 104.89 bc 116.84 abc 122.15 a 121.21 ab 116.61 abc 116.85 abc Keterangan : Angka-angka pada kolom sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. Pada tahap pengisian biji PTB memiliki kandungan gula yang lebih tinggi pada daun, pelepah daun, dan batang (Tabel 24). Keunggulan PTB adalah daun yang lebih tebal, tegak, dan tetap hijau dibandingkan hibrida. Kandungan gula selama tahap pengisian biji selain berasal dari cadangan asimilat juga berasal dari fotosintesis daun pada tahap ini. Kandungan gula pada tahap pengisian biji

82 tertinggi dicapai oleh galur (PTB) yang tidak berbeda nyata dengan PTB lainnya, tetapi berbeda nyata dengan VUL, VUB, dan hibrida. Tabel 24 Kandungan gula tahap pengisian biji dan malai padi varietas unggul Varietas/Galur Unggul Lokal Pandan Wangi Unggul baru Padi Tipe Baru BP360 Hibrida SL-8 SHS PP-1 Kandungan gula (mg/gbk) Daun Pelepah daun Batang 7.93 e 7.60 e 7.87 e 8.58 de 12.29 ab 10.44 bcd 11.58 abc 12.99 a 9.71 cde 8.83 de 7.84 e 7.60 e 9.54 bc 11.85 ab 6.23 c 9.67 bc 14.83 a 13.65 a 12.98 ab 13.69 a 7.39 c 11.22 ab 7.23 c 7.07 c 33.50 de 29.46 e 25.65 e 37.89 de 68.14 ab 61.92 abc 70.16 ab 76.52 a 58.74 bc 57.10 bc 48.23 cd 47.76 cd Keterangan : Angka-angka pada kolom sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. Kemampuan PTB untuk menghasilkan gula yang lebih tinggi didukung oleh kemampuan dalam mempertahankan kandungan klorofil yang tetap tinggi selama tahap pengisian biji (Tabel 24). Kandungan klorofil yang tetap tinggi pada PTB (Tabel 20) mampu mempertahankan laju fotosintesis yang tetap tinggi selama tahap pengisian biji (Tabel 22), sehingga produksi asimilat berupa gula dapat dihasilkan. Pada karakter kanopi yang terkulai pada VUL perluasan daun akibat pola berkembangnya daun maka daun bagian bawah akan ternaungi dan ini dapat membatasi laju fotosintesis daun tanaman dalam kanopi. Distribusi energi cahaya dalam kanopi pada daun bagian atas seringkali mengalami kejenuhan, meskipun pada daun yang lebih rendah terbatas mendapatkan cahaya (Murchie et al. 2002). Dengan demikian pada kanopi tanaman terkulai daun bagian bawah dapat bersifat parasit bagi daun yang di atasnya, karena persaingan dalam memanfaatkan energi cahaya dan hasil fotosintesis. Ukuran tiga daun bagian atas

83 menurut Jun et al. (2003) perlu dipertimbangkan agar kompetisi cahaya di antara tanaman dan dalam tanaman diminimumkan. Karakter Fisiologi Malai Karakter Fisiologi Leher Malai Leher malai merupakan jalan yang akan dilalui untuk transportasi asimilat dari source ke sink. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan karakter leher malai pada setiap varietas (Tabel 25). (PTB) memiliki diameter leher terbesar berbeda nyata dengan semua varietas, dan memiliki tebal malai yang lebih tebal tidak berbeda dengan PTB lainnya dan Pandan Wangi (VUL). Bobot kering leher malai tertinggi diperoleh pada yang tidak berbeda nyata dengan VUL. Kandungan gula leher malai tertinggi dihasilkan oleh dan (hibrida) yang berbeda nyata dengan,, dan. Tabel 25 Karakter fisiologi leher malai padi varietas unggul Varietas/Galur Unggul Lokal Pandan Wangi Unggul baru Padi Tipe Baru BP360 Hibrida SL-8 SHS PP-1 Diameter leher malai (mm) 2.62 bcd 2.82 b 2.23 e 2.40 de 3.18 a 2.51 bcde 2.77 cb 2.64 bcd 2.56 bcd 2.61 bcd 2.39 de 2.47 cde Tebal leher malai (mm) 0.57 bc 0.65 a 0.46 d 0.48 d 0.65 a 0.60 abc 0.60 abc 0.62 ab 0.55 c 0.56 c 0.59 abc 0.55 c Bobot kering leher malai (mg/3 cm) 31.75 ab 32.00 ab 20.50 e 24.00 cde 36.75 a 27.25 bcd 28.25 bcd 29.50 bc 24.25 cde 23.75 cde 24.00 cde 23.25 de Kandungan gula leher malai (mg/gbk) 11.24 b 13.94 ab 10.98 b 11.01 b 14.42 ab 12.24 ab 12.82 ab 12.68 ab 15.40 a 15.03 a 13.43 ab 14.06 ab Keterangan : Angka-angka pada kolom sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. Leher malai diduga bukan sebagai source bagi sink tetapi lebih sebagai jalan untuk transportasi asimilat. Kandungan gula pada leher malai cenderung mencerminkan terjadinya aktivitas pada tahap pengisian biji. Karakter leher malai

84 ini diamati pada 10 HSB, dimana pada tahap ini terjadi transportasi karbohidrat secara aktif ke sink. Kandungan gula leher malai yang lebih tinggi pada hibrida, PTB, dan Pandan Wangi dapat dihubungkan dengan kapasitas sink yang lebih besar, sehingga memiliki kekuatan translokasi asimilat yang lebih tinggi. Kandungan Pati Malai Tabel 26 menunjukkan kandungan pati pada malai yang diamati pada 10 dan 20 hari setelah berbunga (HSB) yang berbeda pada setiap varietas. Terjadi peningkatan kandungan pati pada malai setelah 10 HSB karena aktivitas proses transportasi asimilat berjalan aktif. Sejalan terjadinya penurunan kandungan gula pada source, ini mengindikasikan terjadinya penumpukan asimilat dalam malai. Asimilat dari source ditranslokasikan berupa gula dan akan segera diubah menjadi pati yang disimpan dalam gabah selama tahap pengisian biji. Tabel 26 Kandungan pati pada malai 10 hari setelah berbunga (HSB) dan 20 HSB padi varietas unggul Varietas/Galur Unggul Lokal Pandan Wangi Unggul baru Padi Tipe Baru BP360 Hibrida SL-8 SHS PP-1 Keterangan : Kandungan pati (mg/g Bobot Kering) 10 HSB 20 HSB 354.19 abc 341.56 abc 319.28 c 355.78 abc 337.10 bc 376.01 abc 337.61 bc 408.87 a 393.89 ab 358.46 abc 367.86 abc 361.34 abc 380.29 bc 382.09 bc 353.58 c 381.50 bc 378.34 bc 407.23 abc 377.47 bc 445.81 a 424.74 ab 394.06 abc 397.07 abc 389.05 abc Angka-angka pada kolom sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. Kandungan pati pada 10 HSB tertinggi dihasilkan oleh galur dan tidak berbeda nyata dengan (PTB), (VUB), hibrida, VUL, tetapi berbeda nyata dengan BP360 dan (PTB), dan (VUB).

85 Galur juga menghasilkan kandungan pati tertinggi pada 20 HSB tidak berbeda nyata dengan dan hibrida. Galur menghasilkan kandungan pati yang lebih tinggi karena memiliki LPR, LAB, dan laju fotosintesis, yang lebih tinggi pada tahap pengisian biji (Tabel 17, 18, dan 22). Menurut Su (2000) laju dari penggabungan larutan gula ke dalam polisakarida yang tidak larut terutama pati adalah lebih tinggi pada tahap masak susu atau sekitar 10 14 hari setelah berbunga. Dong et al. (2011) juga menyatakan partikel pati pada sel parenkim batang menurun dari 1 3 minggu dan meningkat sedikit setelah 5 minggu berbunga. Komponen Hasil dan Hasil Komponen Hasil Padi Varietas Unggul Terdapat perbedaan yang nyata diantara varietas dalam komponen hasil yaitu jumlah malai, jumlah gabah, persentase gabah isi, dan bobot 1000 butir (Tabel 27). Hasil penelitian menunjukkan varietas menghasilkan jumlah malai per m 2 tertinggi tidak berbeda nyata dengan dan, dan berbeda nyata dengan varietas lainnya. VUL dan (PTB) memiliki jumlah malai per m 2 terendah. Peng et al. (2008) menyatakan karakter jumlai malai 330 per m 2 diperlukan untuk meningkatkan hasil PTB generasi kedua, dan sifat morfologi 270 300 malai per m 2 merupakan karakter idiotipe padi hibrida super potensi hasil tinggi. Dengan demikian karakter malai per m 2 tertinggi pada,, dan (395 407 malai per m 2 ) ini melebihi kriteria. PTB kecuali, SL8-SHS dan PP1 (hibrida) dengan jumlah 310 328 malai per m 2 memiliki kriteria tersebut untuk hasil yang lebih tinggi. Jumlah gabah per malai tertinggi dihasilkan oleh (317.3 gabah/malai) yang berbeda nyata dengan varietas lainnya. Varietas memiliki jumlah gabah per malai terendah tidak berbeda nyata dengan. Pada generasi pertama PTB karakter jumlah gabah per malai yang lebih banyak (200 250 gabah/malai) menjadi salah satu penyebab rendahnya pengisian biji yang menyebabkan hasil rendah, sehingga pada PTB generasi kedua sifat jumlah gabah per malai diarahkan menjadi 150 gabah per malai (Peng et al. 2008). VUB yang memiliki jumlah malai per m 2 tinggi (395 401 malai per m 2 ) menghasilkan