BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Eem Munawaroh, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PROGRAM INTERVENSI BIBLIOCOUNSELING (MEMBACA BUKU, MENONTON FILM, MENDENGARKAN CERITA) UNTUK MENINGKATKAN RESILIENSI REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. coba-coba (bereksperimen) untuk mendapatkan rasa senang. Hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merawat dan memelihara anak-anak yatim atau yatim piatu. Pengertian yatim

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN RESILIENSI PADA REMAJA PERTENGAHAN PASCA PUTUS CINTA DI SMAN 20 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan ideologi, dimana orangtua berperan banyak dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti asuhan merupakan lembaga yang bergerak dibidang sosial untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. bagi perubahan besar sebuah negara. Ujung tombak sebuah negara ditentukan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. identitas dan eksistensi diri mulai dilalui. Proses ini membutuhkan kontrol yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN. Gempa bumi kedua terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah telah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wangi Citrawargi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tekanan internal maupun eksternal (Vesdiawati dalam Cindy Carissa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan pria dan wanita. Menurut data statistik yang didapat dari BKKBN,

BAB I PENDAHULUAN. yang modern ini handphone dapat di jadikan untuk hal-hal yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. Remaja dalam arti adolescence (Inggris) berasal dari kata latin adolescere tumbuh ke

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kualitas hidup yang baik tentu menjadi dambaan setiap orang. Namun,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan mental adalah keadaan dimana seseorang mampu menyadari

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari seorang anak menjadi seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan menjadi tempat yang penting dalam perkembangan hidup seorang manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja ditandai oleh perubahan besar diantaranya kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat

BAB II LANDASAN TEORI. A. Resiliensi. bahasa resiliensi merupakan istilah bahasa inggris

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ridwan, Penanganan Efektif Bimbingan Dan Konseling di Sekolah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998, hlm.9.

PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan adalah karyawan yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Khaulah Marhamah, 2014

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kematangan fisik, mental, sosial, dan emosional. Umumnya, masa ini berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kondisi mental remaja dan anak di Indonesia saat ini memprihatinkantebukti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia pasti memiliki masalah dalam hidup. Kita juga pernah

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekitar. Kita makan, minum, menjaga kesehatan, semuanya. dan berbagai macam benda mati yang ada di sekitar.

2016 PROSES PEMBENTUKAN RESILIENSI PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK PENYANDANG DOWN SYNDROME

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

BAB I PENDAHULUAN. memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. pergolakan dalam dalam jiwanya untuk mencari jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

BAB I PENDAHULUAN. dan pergaulan dari teman-temannya. Mereka membuat permainan game online

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dianggap sebagai masa topan badai dan stres, karena remaja telah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. generasi berikutnya (Jameela, 2010). fase ini individu mengalami perubahan dari anak-anak menuju dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa yang kritis, yaitu saat untuk berjuang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani

BAB I PENDAHULUAN. itu secara fisik maupun secara psikologis, itu biasanya tidak hanya berasal

BAB I PENDAHULUAN. menjadi perhatian serius bagi orang tua, praktisi pendidikan, ataupun remaja

BAB I PENDAHULUAN. Pada Bab I dipaparkan hal-hal yang berkaitan dengan latar belakang

BAB II LANDASAN TEORI. Shatte dan Reivich (2002) mneyebutkan bahwa resilience adalah kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari uraian yang telah disampaikan dari Bab I sampai Bab IV, maka dapat

BAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fahmi Dewi Anggraeni, 2013

2016 HUBUNGAN TINGKAT STRES MAHASISWA DENGAN HASIL INDEKS PRESTASI AKADEMIK

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. hanya membekali siswa dengan kemampuan akademik atau hard skill,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ela Nurlaela Sari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belajar merupakan cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan bagi siswa

BAB I PENDAHULUAN. berikutnya. Artinya apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mental yang terjadi antara masa kanak-kanak dan dewasa. Transisi ini melibatkan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Resiliensi adalah kapasitas individu untuk menghadapi, mengatasi, memperkuat diri dan tetap melakukan perubahan sehubungan dengan masalah atau ujian yang dialami, setiap individu memiliki kapasitas untuk menjadi resilien. Kemampuan untuk melanjutkan hidup setelah ditimpa kemalangan atau bertahan ditengah lingkungan dengan tekanan yang berat bukanlah sebuah keberuntungan, hal tersebut menunjukkan adanya kemampuan tertentu dalam diri individu yang dikenal dengan istilah resiliensi (Tugade & Frederikson, 2004, hlm. 4). Penelitian yang dilakukan oleh Reivich di Universitas Pennsylvania selama kurang lebih dari 15 tahun menemukan bahwa resiliensi memegang peranan yang penting dalam kehidupan, karena resiliensi merupakan faktor esensial bagi kesuksesan dan kebahagiaan (Reivich and Shatte,2002, hlm. 11). Pengembangan resiliensi merupakan salah satu cara membantu remaja terhindar dari resiko-resiko ekstrim yang dialami oleh remaja. Dalam penelitiannya, Reivich dan Shatte (2002) menyebutkan pentingnya resiliensi untuk mengatasi hambatan-hambatan pada masa kecil seperti keluarga yang berantakan, kehilangan orang tua, kemiskinan, diabaikan secara emosional ataupun siksaan fisik. Sesuai dengan yang diutarakan Hurlock (1980, hlm. 193) masa remaja dianggap sebagai priode badai dan tekanan, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi akibat dari perubahan hormonal. Itu artinya masa remaja itu perlu didampingi oleh orang yang tepat dalam perkembangan hormon, fisik dan psikisnya, dalam menghadapi hal yang amat sederhana hingga hal yang rumit yang dapat mempengaruhi semangat dan motivasinya untuk berprestasi dan berkarya, apalagi jika remaja dihadapkan pada kondisi yang tidak menyenangkan bagi dirinya (adversif). Berbagai kendala atau peristiwa kemalangan yang terjadi pada remaja disebut adversitas (Linley & Joseph, 2004, hlm. 5). Ada individu yang mampu bertahan dan pulih secara efektif Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu1

2 namun ada pula individu yang gagal karena tidak berhasil keluar dari situasi yang tidak menguntungkan. Permasalahan yang berkaitan dengan resiliensi ini banyak terjadi dikalangan pelajar atau remaja, berbagai permasalahan yang timbul di usia remaja sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Konflik pada diri remaja yang diakibatkan oleh tidak siapnya remaja dalam menghadapi harapan akan kenyataan yang terjadi pada dirinya dan lingkungannya menjadi salah satu penyebab permasalahan. Thoresen and Eagleston (Roberson, 1985, hlm. 5) menyatakan bahwa anak atau remaja yang menghadapi seperangkat tuntutan tanpa kemampuan yang memadai akan meresponnya dengan cara yang berbahaya atau maladaptif. Dalam area kognitif, ketidakseimbangan antara tuntutan dengan kemampuan ini dapat mengakibatkan perasaan rendah diri dan selalu merasa gagal. Hurlock (1980, hlm. 213) mengungkapkan sebagian besar remaja mengalami ketidakstabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola perilaku baru dan harapan sosial yang baru. Pada masa remaja, siswa berpotensi untuk mengalami masalah-masalah emosional dan berperilaku dalam bentuk yang beragam. Siswa mungkin menjadi suka menentang atau mungkin menunjukkan (a) kemurungan, (b) marah, (c) sensitif, (d) agresif, (e) ambivalensi, (f) kesulitan konsentrasi, (g) kurang berpartisipasi, (h) meningkat dalam hal melakukan aktivitas beresiko, atau (i) kelelahan. Perilaku-perilaku yang dapat mengarah pada berbagai bentuk dalam adegan sekolah (Stanley, 2006, hlm. 40). Siswa-siswa yang masuk dalam kategori remaja merupakan suatu usia yang rentan karena pada usia ini remaja berada pada masa transisi, mereka membutuhkan dukungan dan bimbingan dari orang-orang sekitarnya, dan mereka juga membutuhkan model dalam pengembangan dirinya. Menurut Santrock (2003, hlm. 17) remaja masa kini menghadapi tuntutan dan harapan, demikian juga bahaya dan godaan, yang tampaknya lebih banyak dan kompleks ketimbang yang dihadapi remaja generasi yang lalu. Schoon (2006, hlm. 5) mengungkapakan bahwa adversitas dapat membawa remaja pada resiko, remaja beresiko (at-risk adolesecnce) biasanya menjadi remaja yang rentan (vulnerable adolesence) dan remaja yang demikian Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu2

3 memiliki kecenderungan yang tinggi untuk menjadi remaja bermasalah (troubled adolesence). Adversitas ini dapat menjadi pemicu utama timbulnya konflik dan masalah psikologis bagi remaja. Adversitas berupa musibah, keadaan tidak sesuai harapan atau sulit, pengalaman buruk, kejadian tidak menyenangkan, serta stressor yang dianggap berat dan dapat menyebabkan trauma. Beberapa kasus yang terjadi pada remaja abkibat dari masalah yang di alami oleh remaja itu sendiri yang disebabkan lemahnya resiliensi diri remaja yang berujung kepada obat-obatan dan alkohol, Kevin 2010 (legalinfo.com) sesuai laporan terbaru yang diterbitkan oleh berbagai sumber, ada sejumlah besar anak-anak yang berjuang setiap hari dengan tekanan teman sebaya dan berakhir bereksperimen dengan obat-obatan dan alkohol dan membuat pilihan yang merusak mereka. Atikel Remaja dan Narkoba. 20 Oktober 2014 (dalam situs Bnn.go.id). Tahun 2013, Badan Narkotika Nasional menyimpulkan bahwa sebanyak 50 jiwa dari 4,55 juta penduduk Indonesia meninggal karena narkoba. Hal ini terjadi karena peredaran narkoba di Indonesia makin luas dan tak terkendali dan pemerintah Indonesia belum mampu menumpang gembong narkoba sampai akarnya. Pencandu narkoba itu pada umumnya berusia antara 11 sampai 24 tahun. Artinya usia tersebut ialah usia produktif atau usia pelajar. Narkoba juga salah satu ujung dari pelarian siswa dalam menghadapi tekanan dan masalah dalam hidupnya, hal ini tentu di akibatkan oleh lemahnya resiliensi diri remaja tersebut. Deputi pencegahan. 2013. (dalam Bnn.go.id.) salah satu faktor yang menyebabkan seorang remaja terlibat penyalahgunakan narkoba adalah stress. Anak-anak bisa mengalami depresi jika mendapatkan tekanan yang bertubitubi. Terkadang orangtua tidak mempedulikan keinginan melakukan apa yang disukai seorang anak. Apalagi jika orangtua terlalu sibuk dengan pekerjaan dan urusan pribadinya. Situasi inilah yang membuat anak lari menggunakan narkoba untuk mencari ketenangan sesaat. Zaleski (Wilks, 2008, hlm. 107) menemukan bahwa jumlah peristiwa dalam kehidupan yang penuh stres megalami peningkatan pada saat seseorang berstatus sebagai pelajar. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu3

4 Berdasarkan hasil penelitian Karina (2014) menjelaskan bahwa di kota Malang pada remaja pada usia 12-22 tahun yang berada pada kondisi orang tuanya bercerai, memiliki tingkat resiliensi yang cenderung rendah sebanyak (30,56 %) dari jumlah total subjek sebanyak 72 orang. Tingkat resiliensi seorang remaja adalah bersifat fluktuatif, artinya tingkat resiliensi seseoranng dapat dikategorikan tinggi maupun dikategorikan rendah tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhinya yakni antara lain faktor protektif (protective factor) dan faktor resiko (risk factor). Perceraian orang tua merupakan salah satu yang termasuk dalam faktor resiko, perceraian ini dapat secara langsung mampu memperbesar tingginya potensi resiko bagi individu dan meningkatkan kemungkinan perilaku negatif pada diri seorang remaja. Penelitian yang dilakukan oleh Castro (2011) terhadap 937 orang siswa di texas selatan yang mengikuti program berbasis kecerdasan emosional keseluruhan siswa termasuk dalam kategori remaja beresiko dan 34% diantarannya berasal dari keluarga dengan status ekonomi yang rendah, hasil pretes menunjukan bahwa 25% remaja menunjukan resiliensi pada kategori under-average, 57% diantaranya berada pada kategori average, dan sisanya sebanyak 18% berada pada kategori above-average. Berdasarkan analisis data yang telah dikumpulkan dari hasil penyebaran instrumen terhadap sampel penelitian maka diperoleh gambaran mengenai profil resiliensi diri siswa kelas X MAN Kinali Pasaman Barat. Hasil penelitian diklasifikasikan dalam dua kategori resiliensi, yaitu resiliensi diri yang lemah dan resiliensi diri yang kuat. Hasil pre test menunjukkan bahwa pada umumnya gambaran konsep diri siswa cenderung kuat, hal ini dapat dilihat dari distribusi frekuensi seluruh siswa kelas X, terdapat 93 siswa (75%) yang memiliki resiliensi diri yang kuat, dan 30 siswa (24%) memiliki resiliensi diri yang lemah. Namun bukan berarti siswa yang memiliki resiliensi yang kuat dapat dikatakan akan selalu memiliki resiliensi yang kuat, ada kemungkinan ketika mereka mengalami tekanan masalah akan menjadi kategori resiliensi yang lemah. Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan, maka kemampuan bertahan dan bangkit tersebut perlu dikembangkan yang disebut sebagai Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu4

5 resiliensi atau daya lentur. Daya lentur (resilience) merupakan kapasitas manusiawi yang dimiliki seseorang dan berguna untuk menghadapi, memperkuat diri atau bahkan mengubah kondisi kehidupan yang tidak menyenangkan (traumatik) menjadi suatu hal yang wajar untuk diatasi (Juke, 2003, hlm. 63). Tanpa adanya resiliensi tidak akan ada keberanian, ketekunan, tidak ada rasionalitas, tidak ada insight (Desmita, 2013, hlm. 227). Kemampuan individu dalam kesiapannya menghadapi tantangan hidup yang serba tak pasti dan daya saing yang ia miliki salah satunya ditentukan dengan kemampuan individu dalam menghadapi permasalahan yang dihadapinya. B. Identifikasi Dan Rumusan Masalah Sebagian siswa atau remaja memiliki masa lalu yang kurang menguntungkan bagi perkembangan mereka. Bahkan setiap individu pernah mengalami berbagai peristiwa yang kurang menyenangkan tetapi tidak dapat dihindarkan. Setiap individu pernah mengalami kegagalan dan masa-masa yang penuh dengan kesulitan. Masa lalu memang tidak dapat diubah, tetapi pengaruh negatif masa lalu dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan. Untuk tujuan tersebut resiliensi individu perlu dikembangkan. Pengembangan resiliensi sangat bermanfaat sebagai bekal dalam menghadapi situasisituasi sulit yang tidak dapat dihindarkan. Beberapa dari hasil studi penelitian mengenai resiliensi mangatakan bahwa beberapa individu tetap baik-baik saja meskipun telah mengalami situasi yang sarat adversitas dan beresiko, sementara beberapa individu lainnya gagal beradaptasi dan terperosok dalam adversitas atau resiko yang lebih berat lagi (Schoon, 2006, hlm. 9). Sedangkan hasil penelitian lain mengungapkan bahwa rendahnya tingkat resiliensi dalam diri individu akan menimbulkan kerentanan terhadap resiko dari adversitas. Masten 1994 (dalam Davis, 1999, hlm. 1) melakukan penelitian longitudinal dan cross sectional. Topik yang diteliti adalah tingkat resiliensi anak dikaitkan dengan berbagai permasalahan keluarga disfungsi seperti orangtua dengan gangguan jiwa, kesulitan finansial, ibu remaja, penyakit kronis, kriminalitas, penelantaran dan penganiayaan. Setelah 20 tahun masa penelitian diperoleh hasil yang mengindikasikan bahwa Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu5

6 anak yang tumbuh dalam keluarga disfungsi, atau yang mengalami penelantaran dan penganiayaan cenderung memiliki resiliensi diri yang rendah dan tumbuh menjadi orang dewasa yang rentan, dikarenakan dalam perkembangannya lebih banyak peristiwa yang memicu stress dan kurang mampu mengatasi tekanan yang ditimbulkan oleh peristiwa tersebut. Liquanti (1992, hlm. 2) menyebutkan secara khusus bahwa resiliensi merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang dimana mereka tidak mengalah saat menghadapi tekanan dan perubahan dalam lingkungan. Mereka juga senantiasa terhindar dari penggunaan obat terlarang, kenakalan remaja, kegagalan akademik, depresi, stres berkepanjangan, perilaku menyimpang dan gangguan mental. Artinnya resiliensi merupakan potensi yang sudah dimiliki oleh setiap individu yang perlu dijaga dan dikembangkan. Dalam mengembangkan resiliensi remaja untuk siap menghadapi tekan dan pemasalahan tersebut memerlukan sebuah upaya bantuan. Sebagai bagian integral dalam pendidikan, bimbingan dan konseling memegang peranan penting dalam membantu siswa mengatasi berbagai permasalahan pribadi yang dapat menghambat perkembangan siswa. Salah layanan yang dapat digunakan dalam bimbingan dan konseling adalah bimbingan kelompok. Dalam beberapa penelitian bimbingan kelompok terbukti dapat membantu mengoptimalkan dan meningkatkan atau pengembangkan potensi siswa, seperti yang sudah dilakukan oleh Aini, L. K, & Nursalim, M (2012) bahwa bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama mampu meningkatkan kemampuan interaksi siswa dilingkungan sekolah dari hasil penelitain dapat dijelaskan nilai p=0,01 < α= 0,05, maka Ho ditolak dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh posotif penggunaan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama terhadap peningkatan kemampuan interaksi sosial pada siswa kelas VII SMP. Aswida. W. dkk. (2012) juga menggunakan bimbingan kelompok untuk mengurangi kecemasan berkomunikasi siswa. Berdasarkan hasil analisis data penelitian dan pembahasannya maka dapat ditarik kesimpulan: 1) tingkat kecemasan berkomunikasi siswa sebelum diberikan layanan bimbingan kelompok berada pada kategori tinggi. 2) tingkat kecemasan berkomunikasi siswa setelah diberikan layanan bimbingan kelompok berada pada kategori Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu6

7 rendah. 3) terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kecemasan berkomunikasi siswa sebelum dan setelah diberikan layanan bimbingan kelompok, dimana tingkat kecemasan berkomunikasi siswa mengalami penurunan dari tingkat kecemasan berkomunikasi kategori tinggi menjadi rendah. mengacu kepada penjelasan diatas dengan menggunakan dinamika kelompok dapat membantu siswa untuk mengembangkan potesi yang ada pada siswa, termasuk kemampuan dalam bertahan menghadapi masalah kehidupan (resiliensi). Sesuai dengan yang dijelaskan oleh Rusmana (2009, hlm. 13) bimbingan kelompok adalah sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu melalui suasana kelompok yang memungkinkan setiap anggota untuk belajar berpartisipasi aktif dan berbagi pengalaman dalam upaya pengembangan wawasan, sikap dan atau keterampilan yang diperlukan dalam upaya mencegah timbulnya masalah atau dalam upaya pengembangan pribadi. Dari beberapa peneliti yang sudah menggunakan bimbingan kelompok untuk membantu siswa mengembangkan potensi yang dimilikinya, maka dari itu saya dalam penelitian ini juga akan menggunakan bimbingan kelompok untuk membantu siswa meningkatkan potensi resiliensi diri dengan menggunakan salah satu teknik yang ada dalam bimbingan kelompok yaitu teknik group exercise. Berdasarkan identifikasi masalah, rendahnya resiliensi anak bangsa bukanlah suatu hal yang layak dibiarkan, remaja perlu diajari bagaimana mengembangkan resiliensi dalam diri mereka, agar mereka memiliki bekal kemampuan untuk bangkit dan bertahan dalam situasi yang sarat perubahan dan tekanan seperti yang sedang terjadi di era globalisasi saat ini. Sehingga rumusan masalah dalam penelitian ini adalah perlu dikembangkan resiliensi diri bagi remaja yang memiliki resiliensi yang lemah. Berdasarkan rumusan masalah, maka pertanyaan penelitan dalam tesis ini adalah: 1. Apakah efektif bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik group exercise dalam pengembangan resiliensi diri siswa. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu7

8 C. Tujuan Penelian Tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah upaya meningkatkan resiliensi diri remaja melalui bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik group exercise. Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Memperoleh gambaran mengenai efektivitas bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik group exercise dalam meningkatkan resiliensi remaja. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan rujukan bagi para praktisi dalam meningkatkan resiliensi diri siswa di sekolah. Secara spesifik, hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan masukan bagi: a. Guru Bimbingan dan Konseling Untuk membantu meningkatkan resiliensi diri siswa melalui implementasi layanan bimbingan kelompok. b. Siswa Diharapkan dapat memiliki resiliensi diri yang tinggi dalam menjalankan perannya sebagai siswa di sekolah, sehingga dapat menghadapi dan menyelesaikan tuntutan kehidupan dengan penuh makna positif dan sikap yang positif. c. Peneliti selanjutnya Untuk memperdalam kajian dan memberikan referensi mengenai resiliensi diri siswa dari berbagai variabel yang mempengaruhinya. E. Struktur Penulisan Tesis Skripsi ini terdiri atas lima bab yang diuraikan sebagai berikut. Bab satu pendahuluan membahas tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah dan rumusan masalah, tujuan penelitian, pertanyaan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur penulisan skripsi. Bab dua ini akan di paparkan konsep dasar resiliensi yang meliputi defenisi, karakteristik resiliensi siswa, faktor- Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu8

9 faktor yang mempengaruhi resliensi siswa, sumber rsiliensi, upaya-upaya dalam meningkatkan resiliensi. Dilajudkan dengan penjelasan konsep bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik exercise sebagai upaya meningkatkan resiliensi diri remaja, yang mencakup defenisi bimbingan kelompok, manfaat bimbingan kelompok, teknik exercise dalam bimbingan kelompok sebagai upaya meningkatkan resiliensi diri remaja, jenis-jensi group exesrcise dalam meningkatkan resiliensi remaja dan proses teknik exercise. Bab tiga membahas metode penelitian yang melitputi, disain penelitian, metode penelitian, defenisi opersional, teknik pengumpulan data dan analisis data. Bab emapat hasil penelitian, pembahasan dan analisis. Bab lima terdiri atas kesimpulan dan rekomendasi. ` Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu9