I. PENDAHULUAN. keperluan pendidikan, perkantoran, dan pengemasan dalam perindustrian.

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. sampai ke pengemasan (Syafii, 2000). Seiring dengan meningkatnya jumlah

I. PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data yang diperoleh dari Kementerian

I. PENDAHULUAN. terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Kenaikannya diperkirakan

II. DESKRIPSI PROSES

DELIGNIFIKASI KULIT KOPI MENJADI BAHAN BAKU PULP DENGAN METODE ORGANOSOLV SKRIPSI. Oleh: Kanidia Kunta Dena Nurseta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan pulp dan kertas Indonesia terus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN AWAL PULP DARI KULIT BUAH KAKAO DENGAN METODE ORGANOSOLV SKRIPSI

PENGARUH KOMPOSISI BAHAN BAKU CAMPURAN BATANG TERHADAP KUALITAS PULP DAN KERTAS KAYU LEDA (Eucalyptus deglupta Blume) DENGAN PROSES KRAFT

Disusun oleh : Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Niniek Fajar Puspita, M.Eng NIP

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kertas seni atau biasa disebut kertas daur ulang merupakan kertas yang biasa digunakan sebagai bahan pembuatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENELITIAN BAHAN BAKU KERTAS DARI JERAMI PADI DENGAN SUHU PEMASAKAN 140 C

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (bahasa Inggris: sugar cane) adalah tanaman yang ditanam untuk

I. PENDAHULUAN. industri minyak bumi serta sebagai senyawa intermediet pada pembuatan bahan

BAB I PENGANTAR. Robby Mukafi 13/348251/TK/40846 Azizah Nur Istiadzah 13/349240/TK/41066

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini meningkat. Pada tahun

Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit Untuk Pembuatan Kertas Seni. Faridah, Anwar Fuadi

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

Pembuatan Pulp dari Batang Pisang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMBUATAN BIOETHANOL DARI AIR CUCIAN BERAS (AIR LERI) SKRIPSI. Oleh : CINTHYA KRISNA MARDIANA SARI NPM

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. yang tidak dapat diperbaharui) disebabkan oleh pertambahan penduduk dan

DELIGNIFIKASI AMPAS TEBU UNTUK PEMBUATAN PULP RENDEMEN TINGGI DENGAN PROSES PEROKSIDA ALKALI

PEMBUATAN PULP SECARA NON KONVENSIONAL (PROSES ORGANOSOLV) (Makalah Teknologi Pulp dan Kertas) Oleh Kelompok 5

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Dalam masa menuju era globalisasi dan pasar bebas, kemajuan di bidang industri

Pemanfaatan Limbah Ampas Tebu Untuk Pembuatan Kertas Dekorasi Dengan Metode Organosolv

PENURUNAN KADAR LIGNIN DARI KULIT BUAH COKLAT MENGGUNAKAN ETANOL PADA PROSES PEMISAHAN SELULOSA SKRIPSI

MAKALAH PROGRAM PPM PEMUTIHAN SERAT ECENG GONDOK. Oleh: Kun Sri Budiasih, M.Si NIP Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas MIPA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. mencapai angka yang sangat tinggi. Ada beberapa jenis kertas antara lain

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

UJI KINERJA DIGESTER DENGAN MENGGUNAKAN VARIABEL TEMPERATUR DAN WAKTU PEMASAKAN PADA PROSES PULPING JERAMI PADI

BAB I PENDAHULUAN. bahan-bahan alami dan lingkungan telah meningkat. Dari segi lingkungan barangbarang

Zulferiyenni, Otik Nawansih dan Sri Hidayati 1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Saat ini persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia semakin

(Pra <Rancangan <Pa6rik\,'Furfurat dariampas Tebu (Bagasse) Xapasitas ton pertahun BAB I PENDAHULUAN

KONDISI OPTIMUM PEMASAKAN ABACA (MUSA TEXTILIS NEE) DENGAN PROSES SULFAT (THE OPTIMUM OF COOKING CONDITION OF MUSA TEXTILIS NEE WITH SULPHATE PROCESS)

PENENTUAN TEMPERATUR TERHADAP KEMURNIAN SELULOSA BATANG SAWIT MENGGUNAKAN EKSTRAK ABU TKS

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi pisang nasional.

Prarancangan Pabrik Cellulose Murni dari Bagasse Ampas Tebu dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

PEMBUATAN PULP DARI ALANG-ALANG

Pembuatan Pulp Sabut Sawit dengan Proses Acetosolv

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.

TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia serta Amerika. Pisang merupakan salah satu buah tropik yang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Fakultas

BAB I PENDAHULUAN. tersebut komsumtif dalam pemakaian jumlah kertas. 1. sebagai bahan baku pulp dan kertas seperti batang pisang.

BAB I PENDAHULUAN. Ketersediaan sumber bahan bakar fosil yang terus menipis mendorong para

PROSES PEMUTIHAN BERTINGKAT PADA PULP DARI TKKS HASIL PROSES ALKALI-METHANOL DENGAN KATALIS MgSO 4

3 Metodologi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. tongkol jagung sebagai limbah tidak bermanfaat yang merugikan lingkungan jika tidak ditangani dengan benar.

BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase

BAB I PENDAHULUAN. Garis-garis Besar Haluan Negara menetapkan bahwa. pembangunan tidak hanya mengejar kemakmuran lahiriah

BAB I PENDAHULUAN. Harga bahan bakar minyak (BBM) dan gas yang semakin meningkat serta

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

INDUSTRI PULP DAN KERTAS. 11/2/2010 Universitas Darma Persada By YC

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN Latar Belakang

UJI KINERJA DIGESTER PADA PROSES PULPING KULIT JAGUNG DENGAN VARIABEL SUHU DAN WAKTU PEMASAKAN

Teknik Bioenergi Dosen Pengampu: Dewi Maya Maharani. STP, M.Sc

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pisang adalah nama umum yang diberikan pada tumbuhan terna raksasa

PENENTUAN KONDISI OPTIMUM PROSES PEMBUATAN PULP DARI AMPAS TEBU MENGGUNAKAN PROSES ACETOSOLV

I. PENDAHULUAN. sangat pesat. Setiap tahunnya berdiri industri-industri baru yang berskala besar.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ratna Agustiningsih, 2014

PEMANFAATAN LIMBAH BULU AYAM DAN KULIT JAGUNG SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN KERTAS SENI DENGAN PENAMBAHAN NaOH DAN PEWARNA ALAMI NASKAH PUBLIKASI

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

Kertas adalah barang ciptaan manusia berwujud lembaranlembaran tipis yang dapat dirobek, digulung, dilipat, direkat, dicoret. Kertas dibuat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Bio Oil Dengan Bahan Baku Tandan Kosong Kelapa Sawit Melalui Proses Pirolisis Cepat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rumput laut Eucheuma cottonii mempunyai ciri-ciri yaitu thallus silindris,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Energi (M BOE) Gambar 1.1 Pertumbuhan Konsumsi Energi [25]

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013).

SfFAT PULP SULF BBEBERAPA TAWAF UM BERDASWRKAN A DBMENSI SERAT F Oleh FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

BAB V METODOLOGI. digester, kertas ph secukupnya, cawan porselin 3 buah, kurs porselen 3 buah,

BAB I PENDAHULUAN. pemberian tekanan yang tinggi (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Di pasaran,

III. BAHAN DAN METODA

BAB II LANDASAN TEORI. nilai 7 sementara bila nilai ph > 7 menunjukkan zat tersebut memiliki sifat basa

LAPORAN AKHIR PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK PEMBUATAN KERTAS DARI KOMBINASI LIMBAH AMPAS TEBU DAN SEKAM PADI DENGAN PROSES SODA

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI

TEKNOLOGI BLEACHING RAMAH LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Hasil Pertanian Jurusan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, pemanfaatan sumber daya alam yang

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Industri pulp dan kertas merupakan industri yang cukup penting untuk keperluan pendidikan, perkantoran, dan pengemasan dalam perindustrian. Kebutuhan pulp dan kertas Indonesia terus mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan penduduk dan kemajuan aktivitas yang berhubungan dengan pemakaian kertas. Pada tahun 2007, Indonesia mengimpor pulp sebesar 0,86 juta ton senilai US$ 605,53 juta dan kertas sebesar 0,42 juta ton senilai US$ 499,72 juta (Anonim, 2008). Pada tahun 2008 kegiatan ekspor dan impor pulp-kertas Indonesia mengalami peningkatan dengan nilai masing-masing mencapai US$ 5,219,62 miliar dan US$ 2,518,49 miliar. Penurunan ekspor dan impor terjadi pada tahun 2009 yang hanya mencapai nilai masing-masing US$ 4,859,58 miliar dan US$ 2,279,81 miliar. Penurunan kegiatan ekspor dan impor terjadi akibat krisis finansial yang dialami Amerika Serikat yang berdampak pada terjadinya krisis finansial global (Anonim, 2009). Sampai saat ini bahan baku pembuatan pulp masih menggunakan kayu alam dan kayu hasil tanaman hutan. Penggunaan kayu sebagai bahan baku industri pulp akan mengalami penurunan akibat eksploitasi hutan secara terus menerus tanpa penanganan yang seimbang dan semakin menipisnya cadangan kayu serta berkurangnya luas hutan

di Indonesia (Biro, 2001; Deperindag dan APKI, 2001; Barr, 2001; Arifin, 2008). Laju kerusakan hutan pada periode 2001-2004 meningkat menjadi 3,6 juta hektar pertahun karena penggunaan kayu untuk industri pulp (Anonim, 2006a). Kerusakan hutan akan terus meluas setiap tahun yang dapat mengakibatkan penggundulan hutan dan tidak seimbangnya ekosistem lingkungan, sehingga banyak menimbulkan bencana alam. Selain memberikan dampak positif pada perekonomian suatu wilayah, dunia perindustrian juga dapat menimbulkan berbagai dampak negatif diantaranya pencemaran dan perusakan lingkungan (Nugraha dan Susanti, 2006). Oleh sebab itu, perlu alternatif bahan baku pengganti kayu yang dapat dimanfaatkan menjadi pulp dan kertas. Salah satu limbah agroindustri yang dapat dimanfaatkan sebagai alternatif bahan baku industri pembuatan pulp adalah ampas tebu (bagas). Ampas tebu merupakan limbah padat lignoselulosa yang dihasilkan oleh industri gula yang belum dimanfaatkan secara optimal. Selama ini ampas tebu hanya digunakan untuk bahan bakar boiler, pakan ternak, dan bahan baku kompos. Pemanfaatan ampas tebu sebagai bahan baku industri pulp dengan pemakaian teknologi yang tepat guna akan memberikan nilai ekonomi sehingga dapat meningkatkan nilai tambah industri gula. Ampas tebu merupakan limbah dari industri gula yang ketersediaannya berlimpah. Volume ampas tebu dari pengolahan industri gula tebu mencapai 30-34% dari tebu giling. Pada tahun 2008 luas tanaman tebu di Indonesia dapat mencapai 436.500 ha dan diperkirakan setiap hektar tanaman tebu mampu menghasilkan 100 ton ampas tebu. Dengan demikian potensi ampas tebu pada tahun 2008 dapat mencapai 43.650.000 ton (Anonim, 2005). Meningkatnya

pertumbuhan industri gula di Indonesia berdampak pula pada meningkatnya limbah lignoselulosa yang dihasilkan. Oleh karena itu, dalam upaya terpeliharanya lingkungan dan keberlanjutan industri tersebut, maka industri harus meningkatkan pengelolaan limbahnya melalui pengolahan yang lebih efektif dan kemungkinan pemanfaatannya. Penemuan teknologi yang tepat untuk mengolah ampas tebu menjadi bahan baku pulp akan memberikan manfaat besar bagi penanggulangan limbah agroindustri tersebut. Ampas tebu dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pulp, tetapi salah satu kelemahannya adalah seratnya yang pendek dan mengandung lignin yang tinggi. Penelitian pengunaan ampas tebu sebagai bahan baku pembuatan pulp dengan metode organosolve sudah dilakukan sebelumnya, tetapi kertas yang dihasilkan belum memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) sehingga perlu penambahan bahan yang memiliki serat panjang seperti bambu dan optimasi proses produksi. Oleh sebab itu perlu penelitian optimasi proses organosolve untuk campuran ampas tebu dan bambu yang menghasilkan pulp dan kertas dengan karakteristik sifat fisik dan kimia yang sesuai standar SNI. Tanaman bambu sebagai bahan baku pembuatan pulp mudah diproduksi dan penyebaran tanaman bambu hampir merata di seluruh daerah Indonesia dengan luas areal tanam mencapai 11,62 juta hektar (Anonim, 2006b). Bambu memiliki keunggulan sebagai bahan pembuat kertas, antara lain bahan mudah diperoleh, kandungan selulosa yang sangat cocok untuk dijadikan bahan kertas dan rayon yaitu sebesar 55% memiliki ketahanan tarik mencapai 28,7 kg/cm 2 sehingga memenuhi SNI (0830-83) bahkan China sangat mengandalkan bambu sebagai bahan baku industri kertasnya (Silitonga dan Pasaribu, 1974).

Proses produksi pulp dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu mekanik, semikimia, dan kimia. Pembuatan dengan cara mekanik dan semikimia telah banyak ditinggalkan karena proses produksinya mensyaratkan beberapa variabel yang saling berkaitan satu sama lain dan membutuhkan energi yang berlebih untuk mendapatkan pulp dengan sifat fisik yang baik. Pembuatan pulp dengan cara kimia dapat dilakukan dengan proses sulfat atau kraft dan proses soda. Pulp yang dihasilkan dari proses kraft atau soda memiliki karakteristik yang baik dan mampu menghasilkan rendemen yang tinggi. Proses kraft mempunyai kelemahan yaitu menimbulkan pencemaran lingkungan dengan kemampuan daur ulang yang rendah sehingga sulit memenuhi tujuan industri dengan sistem berkelanjutan, pulp yang dihasilkan masih berwarna coklat sehingga masih memerlukan proses pemutihan, dan memerlukan kapasitas yang besar untuk dapat beroperasi secara ekonomis (Fengel dan Wegener, 1995). Salah satu teknologi yang sedang berkembang dan ramah lingkungan adalah proses pembuatan pulp dengan menggunakan pelarut organik sebagai bahan pemasaknya yang disebut dengan proses organosolve. Keunggulan proses organosolve adalah rendemen pulp tinggi, pendauran lindi hitam dapat dilakukan dengan mudah, juga diperoleh hasil samping berupa lignin dan furfural dengan kemurnian yang relatif tinggi dan ekonomis dalam skala kecil (Aziz dan Sarkanen, 1989). Faktor yang mempengaruhi keberhasilan pulping organosolv adalah rasio pelarut dengan air, rasio antara jumlah pelarut pemasak dengan bahan yang akan dimasak, suhu pemasakan, lama pemasakan, dan jenis serta konsentrasi katalis yang digunakan (Young dan Akhtar, 1998; Muurinen, 2000; Dominggus dan Lazslio, 2004; Goncalves et al., 2005). Penelitian ini menggunakan pelarut

asam asetat dengan penambahan katalis berupa asam klorida (HCl) yang berfungsi untuk mempercepat reaksi. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dipelajari konsentrasi katalis dan lama pemasakan yang tepat untuk menghasilkan pulp dengan sifat kimia terbaik. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan, proses produksi pulp dengan metode organosolve berbahan baku non kayu menghasilkan pulp berwarna coklat atau gelap. Mardiana (2003) melaporkan bahwa pulp dari ampas tebu yang dimasak menggunakan pelarut berupa asam asetat 100% v/v pada suhu 160 o C dan lama waktu 2 jam mengasilkan nilai rendemen sebesar 61,24%, selulosa 60,69%, lignin 24,78%, dan pulp masih berwarna coklat. Warna gelap pada pulp disebabkan oleh kandungan lignin yang masih tinggi sehingga diperlukan proses pemutihan untuk mengurangi lignin dan meningkatkan derajat putih dari pulp tersebut. Pemutihan pulp memiliki tujuan utama untuk menaikkan derajat putih dengan penambahan bahan kimia. Beberapa bahan kimia yang dapat digunakan untuk pemutihan pulp yaitu klor, klor dioksida, dan natrium. Pada aplikasinya bahan-bahan kimia tersebut ternyata menimbulkan dampak yang serius pada lingkungan, memiliki reaktivitas yang tinggi dalam fase gas, dan beracun (Fengel dan Wegener, 1995). Salah satu bahan kimia sebagai oksidator yang dapat digunakan dalam proses pemutihan pulp dan tidak berbahaya bagi lingkungan adalah asam perasetat. Asam perasetat merupakan oksidator kuat yang terbentuk dari asam asetat dan hidrogen peroksida. Proses pemutihan pulp tergantung pada beberapa faktor yaitu suhu, konsentrasi pelarut, dan lama waktu reaksi.

1.2 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah: 1) Mengetahui pengaruh konsentrasi HCl dan lama pemasakan terhadap sifat kimia pulp yang dihasilkan. 2) Mengetahui pengaruh konsentrasi asam perasetat terhadap sifat kimia dan sifat fisik pulp yang dihasilkan. 1.3 Kerangka Pemikiran Pulp acetocell merupakan salah satu jenis pulp non-konvensional dan termasuk pulp organosolv. Pulp acetocell menggunakan pelarut organik asam asetat sebagai komponen utama dari larutan pemasaknya (Simanjuntak, 1994). Beberapa variabel dalam proses pemasakan pulp acetocell yang perlu diperhatikan yaitu perbandingan larutan pemasak dengan berat serpih, suhu dan lama waktu pemasakan, serta konsentrasi larutan pemasak dan jenis serta konsentrasi katalis. Menurut Sarkanen (1968) katalis berfungsi mempercepat reaksi proses pemasakan dan penggunaan suhu yang tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan pemasakan tanpa katalis. Menurut Heckrodt dan Thompson (1992) jenis katalis yang mungkin dapat digunakan dalam proses produksi pulp yaitu potasium asetat, alumunium asetat, ammonium asetat, kalsium asetat, magnesium asetat, sodium asetat, litium asetat, aseton, asam sulfat, a 1-4 alkohol karbon atau hasil-hasil reaksi dari bahan-bahan kimia tersebut. Menurut Schutz and Knackstedt (1942) kayu tidak dapat didelignifikasi menggunakan asam asetat pada suhu 107 o C, tetapi hal tersebut dapat terjadi dengan penambahan katalis berupa HCl dengan konsentrasi 1%-2%

Asam klorida merupakan asam kuat yang bersifat korosif, namun asam ini digunakan secara luas bagi kepentingan industri. Keuntungan pemakaian HCl sebagai katalisator dalam pembuatan pulp yaitu mampu mempercepat proses pemasakan, mendelignifikasi lignin dari bahan, dan mengurangi suhu pemasakan. Dominggus dan Lazslio (2004) menyatakan bahwa dengan penambahan konsentrasi katalis berupa HCl 1% proses pulping dapat dilakukan pada suhu 108 o C dengan tekanan 1 atm dibandingkan tanpa penggunaan katalis dimana suhu pulping dapat mencapai 170 o C. Suhu dan waktu pemasakan mempengaruhi rendemen dan delignisasi (Pureri, 1992). Menurut Casey (1966) pembuatan pulp dengan suhu tinggi dan waktu yang lama akan menyebabkan degradasi selulosa sehingga rendemen pulp rendah. Hasil penelitian Goncalves et al. (2005) menunjukkan bahwa rasio pelarut : ampas tebu 1:14 (w/v) dengan suhu pulping 110 C, dan lama pemasakan selama 2 jam dengan katalis HCl memberi hasil yang baik pada pulp. Penambahan katalis dengan beberapa konsentrasi dan lama pemasakan yang berbeda akan menghasilkan karakteristik pulp yang beragam. Penelitian Muladi et al. (2002) menggunakan metode acetocell (93% asam asetat dan HCl 0,17%) yang dilakukan pada suhu 110 o C selama 2-5 jam pada kayu Spruce menghasilkan rendemen 49%-54% dan bilangan Kappa 13%-20%, kekuatan tarik 650, dan kekuatan jebol 70. Hasil penelitian Zulferiyenni (2009) menunjukkan bahwa proses produksi pulp dari ampas tebu dan pelepah pisang menggunakan pelarut asam asetat 80% dan katalis HCl 0,5% serta lama pemasakan 4 jam menghasilkan selulosa sebesar 70,29%, hemiselulosa 7,65%, dan lignin 14,45%.

Pulp hasil pulping organosolv memiliki warna coklat atau gelap. Hasil pemasakan pulp dari ampas tebu masih menghasilkan warna gelap karena kandungan lignin tinggi (Hidayati, 1999; Mardiana, 2003; dan Zuidar, 2007). Proses pemutihan (bleaching) adalah suatu usaha yang dilakukan untuk meningkatkan derajat putih pulp. Pemutihan dapat dilakukan dengan cara memaksimalkan pendegradasian lignin sisa pemasakan menggunakan bahan kimia. Keberadaan lignin dalam jumlah yang tinggi akan mencerminkan kualitas pulp. Tujuan pemutihan pulp kimia adalah untuk menghilangkan sisa lignin setelah proses pemasakan untuk memperoleh pulp dengan derajat putih di atas 90% atau untuk memperoleh kualitas semi pemutihan dengan derajat putih berkisar antara 60%-70% (Fengel dan Wegener, 1995). Pemutihan dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan kimia yang bersifat oksidator dan reduktor. Penggunaan klor sebagai oksidator menimbulkan pencemaran lingkungan, sedangkan bahan kimia yang bersifat reduktor seperti ditionit membutuhkan zat penstabil agar tidak terjadi penguraian (Fengel dan Wegener, 1995). Menurut Casey (1966) selulosa dapat mengalami kerusakan akibat reaksi oksidasi, oleh sebab itu perlu diperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses pemutihan seperti tingkat pemutihan, jumlah dan zat pemutih yang dipakai, waktu dan suhu pemutihan serta konsentrasi pemutih. Salah satu bahan kimia yang bersifat oksidator dan dapat digunakan dalam proses pemutihan pulp adalah asam perasetat. Asam perasetat merupakan hasil reaksi antara asam peroksida dengan asam asetat dan merupakan oksidator kuat dibandingkan asam peroksida. Asam perasetat memiliki bilangan oksidasi tinggi dan kuat pada deretan asam peroksi

karboksi dan juga asam formiat (Muladi, 1992). Delignifikasi asam perasetat umumnya dinyatakan cukup melindungi selulosa seperti halnya metode klor dan klorit (Fengel dan Wegener, 1995). Penguraian asam perasetat tergantung pada ph larutan dengan kondisi suhu tertentu serta konsentrasi dari asam perasetat. Konsentrasi bahan kimia dan nilai ph mempunyai pengaruh besar terhadap derajat delignifikasi dan viskositas dibanding dengan pengaruh konsistensi dan suhu. Kenaikkan asam perasetat 3% sampai dengan 8% akan memperbaiki delignifikasi pada ph netral selama viskositas tidak berubah (Bailey dan Dance, 1966). Liliawati (2003) melaporkan bahwa penggunaan asam perasetat pada konsentrasi 0%, 3%, 6%, 9%, 12% dan 15%, suhu 85 o C selama 3 jam pada proses pemutihan dari pulp ampas tebu yang dimasak dengan metode acetosolve tanpa katalis menghasilkan karakteristik pulp yang belum memenuhi SNI 14-0091-1998 (pulp kertas koran) yaitu derajat putih sebesar 32,0050% dan indeks sobek 1,8100 Nm 2 /kg sehingga masih perlu kajian penggunaan konsentrasi asam perasetat yang tepat untuk menghasilkan pulp dari campuran ampas tebu dan bambu dengan karakteristik sifat fisik dan kimia sesuai SNI. 1.4 Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah 1) Konsentrasi HCl dan lama pemasakan berpengaruh terhadap sifat kimia pulp yang dihasilkan. 2) Konsentrasi asam perasetat akan mempengaruhi sifat kimia dan fisik pulp yang dihasilkan.