BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat. Pengertian pajak adalah iuran kepada kas negara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tujuan nasional, sebagaimana tertuang dalam alinea II Pembukaan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penerimaan negara berasal dari berbagai sektor, baik sektor internal

BAB I PENDAHULUAN. Self assessment system ini baru akan berhasil dengan baik apabila syaratsyarat diatas dapat dipenuhi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah selalu ingin mensejahterakan rakyatnya dan ini dapat dilihat

BAB I PENDAHULUAN. sumber penerimaan merupakan satu hal yang sangat wajar. Berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian bangsa. Suparmono dan Damayanti (2010) mengatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. kontraprestasi yang langsung dapat digunakan untuk membayar pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. dimana semua hasil penerimaan tersebut akan digunakan untuk membiayai

BAB I PENDAHULUAN. merealisasikan pembangunan nasional yang memerlukan biaya besar yang berasal

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pajak bersifat dinamik dan mengikuti perkembangan kehidupan sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. kepada keadilan sosial. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, negara harus

BAB I PENDAHULUAN. umum (Mohammad Zain, 2007). Pajak diartikan sebagai pungutan yang dilakukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suryani N. A., 2016 Pengaruh Pelayanan Fiskus dan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pengeluaran negara, pembangunan maupun untuk biaya rutin negara.

BAB I PENDAHULUAN. yang berasal dari ekspor dan berbagai jenis bantuan dari luar negeri masih dirasa

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan penerimaan dari sektor pajak sangatlah penting, karena dana

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang

BAB I PENDAHULUAN. negara adalah dari sektor perpajakan. Pajak adalah salah satu sumber penerimaan

B A B I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan dominan dalam pos penerimaan negara (Suryadi,2006).

BAB I PENDAHULUAN. Tahun Pembinaan Wajib Pajak dengan moto Reach the Unreachable, Touch

BAB I PENDAHULUAN. dalam arti tidak terlalu tergantung pada pinjaman luar negeri. Upaya ekstensifikasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pemerintahan suatu negara dibentuk sebagai perwakilan suatu rakyat.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Indonesia sebagai salah satu negara yang dikategorikan berkembang

BAB I PENDAHULUAN. negeri berupa ekspor dan juga dari penerimaan dalam negeri terutama dari sektor

BAB 1 PENDAHULUAN. pelaksanaan dan pembangunan nasional tersebut serta bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan yang cukup signifikan, baik secara nominal maupun persentase

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan masyarakat, hal ini ditujukan agar pembangunan tersebut berjalan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu negara akan berkembang dan berjalan dengan lancar

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber penerimaan negara di peroleh dari berbagai sektor, baik sektor

BAB I PENDAHULUAN. pajak dapat dinikmati oleh semua rakyat Indonesia. terutang dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan. Sebagaia timbal balik

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Dalam pembangunan, tidak akan tercapai apabila tidak ada kerja

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penerimaan pajak merupakan sumber pembiayaan negara yang dominan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mendengar kata Pajak, kebanyakan dari kita akan segera

BAB I PENDAHULUAN. Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah kepada masyarakat yang akan digunakan untuk membiayai keperluan

BAB I PENDAHULUAN. dengan melihat semakin bertambahnya jumlah penduduk. perpajakan, Indonesia menganut system self assessment yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, pemerintah mengandalkan sumber-sumber penerimaan negara. Nota Keuangan dan APBN Indonesia tahun 2015 yang diunduh dari

BAB I PENDAHULUAN. pajak sebesar 70% terhadap total penerimaan negara. Kontribusi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan masyarakat, hal ini ditujukan agar pembangunan tersebut berjalan

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Kontribusi Penerimaan Pajak Terhadap Penerimaan Negara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai tujuan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus

BAB I PENDAHULUAN. Namun, sebagai upaya mewujudkan kemandirian negara, pemerintah terus

BAB I PENDAHULUAN. tujuan tersebut, maka pemerintah perlu banyak memperhatikan masalah

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mengandalkan berbagai pemasukan negara sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara dari pajak juga perlu ditingkatkan karena pajak merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. pajak dapat memperbaiki hal tersebut dan menjadi solusi yang efektif.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional dilaksanakan untuk mewujudkan tujuan Nasional, di

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pengeluaran negara, baik untuk pembiayaan pemerintah, pembangunan maupun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sumber penerimaan negara berasal dari berbagai sektor, baik sektor

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. ke tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan baik secara nominal maupun

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang terus-menerus berlangsung secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia memiliki berbagai permasalahan perpajakan yang umumnya

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan lainnya yaitu penerimaan migas maupun penerimaan bukan pajak,

BAB I PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Dalam menjalankan pemerintahan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu instrumen suatu negara termasuk Indonesia dalam. memperoleh pendapatan untuk melaksanakan kegiatan pemerintahan adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dari tahun ke tahun kontribusi pajak pada penerimaan negara terus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memaksimalkan target pemasukan sumber dana negara. Pemasukan sumber

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pemerintah yang berlangsung secara berkesinambungan. Tentunya

BAB I PENDAHULUAN. negara yang dapat dilihat dari APBN tahun 2014 yakni pajak


BAB 1 PENDAHULUAN. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo 2011). Pajak merupakan sektor

BAB I PENDAHULUAN. negara yang terutang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sendiri. Semua potensi yang dimiliki oleh bangsa Indonesia harus digali dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan dalam rangka mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. maupun pembangunan. Self assessment system merupakan suatu sistem pemungutan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan secara bertahap, terencana dan berkelanjutan. Menurut Waluyo

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Asia Tenggara dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 250 juta

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara yang berasal dari iuran masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata. Tujuan yang luhur demikian itu hanya dapat diwujudkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. tangga dimana mengenal sumber penerimaan dan pos pos pengeluaran.

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan target awal APBN-P 2015 sebesar Rp 1.379,9 triliun, angka tersebut

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pengeluaran rutin dan juga membiayai pembangunan. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar diantara bentuk-bentuk

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan peningkatan jumlah dan kebutuhan masyarakat. (Lubis, 2015)

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari penerimaan dalam negeri maupun pinjaman dari luar negeri, dengan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Pemerintah membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu untuk memajukan

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN. Objek dalam penelitian ini diperoleh dari dua sumber, diantaranya : a. Sejarah Direktorat Jendral Pajak

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Tujuan tersebut dapat diwujudkan,

BAB I PENDAHULUAN. gencar melakukan beberapa upaya seperti halnya penentuan target penerimaan

BAB 1 PENDAHULUAN. pajak (Pangestu, Rusmana:2014). Realisasi penerimaan pajak tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. dan Belanja Negara (APBN) dimana penerimaan pajak. merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar (Mardiasmo, 2011: 21).

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penerimaan negara berasal dari berbagai sektor, yaitu sektor

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan membutuhkan peningkatan dalam penerimaan pajak. pajak telah memberikan kontribusi terbesar dalam penerimaan negara.

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan pajak dari tahun ke tahun, hal ini dilakukan agar program-program

BAB I PENDAHULUAN. dalam penerimaan negara. Perkembangan kontribusi penerimaan pajak terhadap. Tabel 1. 1

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat penting dalam pelaksanaan pembiayaan pelayanan publik dan pengeluaran pemerintah lainnya serta bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Pengertian pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran-pengeluaran umum (Supramono & Damayanti, 2009). Pajak merupakan penerimaan negara terbesar, kurang lebih 2/3 penerimaan negara saat ini berasal dari pajak. Pajak memberi kontribusi signifikan dan semakin meningkat terhadap penerimaan negara. Penerimaan pajak merupakan sumber pembiayaan negara yang dominan baik untuk belanja rutin maupun pembangunan (Suryadi, 2006). Fenomena pajak sebagai tulang punggung penerimaan negara merupakan fenomena yang selalu menarik untuk dikaji. Di satu sisi negara membutuhkan pajak sebagai sumber penerimaan terbesar, di sisi lain dibutuhkan kesukarelaan yang tinggi dari Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya (Hasan, 2009). Berikut ini adalah tabel 1.1 yang menggambarkan perkembangan kontribusi penerimaan pajak terhadap penerimaan negara dalam lima tahun terakhir. 1

2 Tabel 1.1 Kontribusi Penerimaan Pajak Terhadap Penerimaan Negara 2010-2014 (dalam milyar Rupiah) Tahun Penerimaan Negara Penerimaan Pajak Persentase (%) 2010 995.272 723.307 73 2011 1.210.600 873.874 72 2012 1.338.110 980.518 73 2013 1.502.005 1.040.320 69 2014 1.662.509 1.143.318 69 Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah) Dari tabel 1.1 di atas dapat dilihat penerimaan pajak memberikan kontribusi yang cukup tinggi pada penerimaan negara yaitu dengan persentase di atas 50%. Upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak terus dilakukan yang dalam hal ini merupakan tugas dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Sebagai salah satu instansi di lingkungan Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Pajak mempunyai tugas penting yang berkaitan dengan penerimaan negara. Sesuai dengan visi dan misi yang telah ditetapkan bersama, Direktorat Jenderal Pajak, yaitu sebagai institusi yang bertugas menghimpun penerimaan pajak negara. Oleh karena itu, visi DJP adalah: Menghimpun penerimaan pajak negara berdasarkan Undang-Undang Perpajakan yang mampu mewujudkan kemandirian pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui sistem administrasi perpajakan yang efektif dan efisien. Kurang lebih empat tahun berlalu sejak visi tersebut dijadikan pedoman bagi para pegawai Direktorat Jenderal Pajak. Visi baru Direktorat

3 Jenderal Pajak mulai tahun 2013 tersebut adalah: Menjadi institusi pemerintah penghimpun pajak negara yang terbaik di wilayah Asia Tenggara (Akhmad Nurhidayat dkk, 2013). Berdasarkan artikel Target Pajak Gagal, Ini Prestasi Terburuk dalam 5 Tahun Terakhir yang dimuat oleh Harian Tempo pada Rabu, 1 April 2015 dalam situs resmi http://bisnis.tempo.co menyatakan bahwa: Usaha pemerintah menggenjot penerimaan pajak, baik melalui ekstensifikasi maupun intensifikasi, ternyata gagal. Faktanya, penerimaan pajak sepanjang triwulan I 2015 saja masih jauh dari harapan. Bahkan perolehan pada triwulan I 2015 merupakan prestasi terburuk dalam lima tahun terakhir. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, hingga Maret, penerimaan pajak memang masih minim. Kami fokusnya pada penyerahan SPT badan, masuknya akhir April, katanya. Setelah itu, pemerintah akan berfokus pada tahun pembinaan pajak 2015, yakni semua Wajib Pajak diwajibkan membenahi SPT selama lima tahun terakhir. Dengan perbaikan itu, ia berharap penerimaan pajak bisa lebih karena adanya peningkatan kepatuhan Wajib Pajak. Kepatuhan Wajib Pajak adalah faktor penting dalam merealisasikan target penerimaan pajak. Semakin tinggi kepatuhan Wajib Pajak, maka penerimaan pajak akan semakin meningkat, demikian pula sebaliknya. Di banyak Kantor Pelayanan Pajak masih sangat banyak jumlah Wajib Pajak yang terlambat menyampaikan SPT. Penerapan sanksi tegas dan konsisten bagi Wajib Pajak yang melanggar patut diletakkan sebagai bagian dari kampanye sadar pajak, yaitu memberi pemahaman bahwa jika tidak taat aturan maka akan mendapatkan sanksi. Karena bisa jadi ketidakpatuhan Wajib Pajak dalam menyampaikan laporan didorong oleh masih adanya praktik-praktik tidak diterapkannya sanksi tegas dan konsisten bagi mereka yang melanggar ketentuan perpajakan (Laili, 2013).

4 Menurut Murray dalam Hutagaol (2007), rendahnya kepatuhan Wajib Pajak dapat disebabkan oleh banyak hal, tetapi paling utama adalah karena tidak adanya data tentang Wajib Pajak yang dapat digunakan untuk mengetahui kepatuhannya. Sedangkan ketidakpatuhan tersebut terlihat dari adanya gap antara jumlah Wajib Pajak terdaftar yang menyampaikan SPT dan jumlah SPT yang dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) sehingga tingkat kepatuhan dinilai masih relatif rendah. Hal ini dapat terlihat pada tabel 1.2 berikut ini: Tabel 1.2 Perkembangan Tingkat Kepatuhan Nasional Penyampaian SPT Tahunan 2010-2014 Tahun Jumlah WP Terdaftar Jumlah WP Lapor Tingkat SPT Kepatuhan (%) 2010 14.101.933 8.202.309 58 2011 17.694.317 9.331.616 53 2012 17.659.278 9.482.480 54 2013 17.731.736 10.781.105 61 2014 18.357.833 10.781.720 59 Sumber: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Pajak Berdasarkan data di atas, terlihat bahwa Wajib Pajak terdaftar mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, namun tingkat kepatuhan Wajib Pajak masih tergolong rendah hanya berkisar di bawah 60%. Fenomena serupa pun terjadi pada KPP Pratama Bandung Cibeunying, terjadi peningkatan jumlah Wajib Pajak terdaftar dari tahun ke tahun namun tidak diiringi dengan kesadaran Wajib Pajak dalam menyampaikan laporannya sehingga tingkat kepatuhan Wajib Pajak pajak pun cenderung menurun dari tahun ke tahun.

5 Tahun Tabel 1.3 Tingkat Kepatuhan SPT Tahunan Wajib Pajak Jumlah WP Terdaftar KPP Pratama Bandung Cibeunying Jumlah WP Wajib SPT Jumlah WP Lapor SPT Tingkat Kepatuhan (%) 2010 81.441 37.809 33.491 88 2011 96.685 42.002 32.429 77 2012 99.973 75.617 39.484 52 2013 102.596 66.514 39.641 59 2014 113.839 66.856 38.109 57 Sumber: Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) KPP Pratama Bandung Cibeunying Berdasarkan data di atas mengenai kepatuhan penyampaian SPT Tahunan baik Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Badan, masih terlihat adanya kesenjangan yang cukup signifikan antara jumlah Wajib Pajak wajib SPT dan jumlah Wajib Pajak yang menyampaikan SPT di KPP Pratama Bandung Cibeunying. Salah satu upaya pemerintah dalam hal ini oleh Direktorat Jenderal Pajak, dalam upaya meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dan mengejar tercapainya target penerimaan pajak adalah dengan menetapkan kebijakan pengampunan pajak (Tax Amnesty) dengan mengeluarkan kebijakan Sunset Policy Jilid II atau yang disebut dengan program Reinventing Policy yang dimulai 1 Mei 2015. Pemerintah dalam mengadakan kebijakan Reinventing Policy pada tahun 2015 ini dilatarbelakangi oleh berbagai hal keadaan dan faktor-faktor. Salah satunya adalah bercermin dari Sunset Policy Jilid I pada tahun 2008 yang bisa dikatakan cukup efektif untuk meningkatkan pendapatan negara (Arie dan Medina, 2015) dikutip dari www.ortax.org.

6 Berdasarkan keterangan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, pemerintah akan melanjutkan kebijakan Sunset Policy untuk membantu pencapaian target penerimaan pajak 2015. Namun, Sunset Policy akan berubah menjadi Reinventing Policy. Di tahun pembinaan 2015, Reinventing Policy ini merupakan kelanjutan dari kebijakan Sunset Policy. Melalui kebijakan tersebut, Direktorat Jenderal Pajak menghimbau para Wajib Pajak agar membetulkan SPT Tahunannya hingga lima tahun terakhir atas inisiatif sendiri, dengan insentif pembebasan sanksi administrasi (dikutip dari situs resmi http://ekonomi.rimanews.com ). Meskipun tidak disebutkan secara jelas, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 yang dimaksud dengan Reinventing Policy yaitu fasilitas pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi atas keterlambatan penyampaian Surat Pemberitahuan, pembetulan Surat Pemberitahuan, dan keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak. Mengusung moto Reach the Unreachable, Touch the Untouchable, Tahun Pembinaan Wajib Pajak 2015 ditujukan pada kelompok Wajib Pajak terdaftar yang telah menyampaikan SPT maupun yang belum menyampaikan SPT, serta kelompok orang pribadi atau badan yang belum terdaftar sebagai Wajib Pajak. Selama Tahun Pembinaan Wajib Pajak 2015, DJP memberikan kesempatan seluas-luasnya dan mendorong Wajib Pajak untuk mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP, menyampaikan SPT, membetulkan SPT serta melakukan pembayaran pajak. DJP akan menghapus sanksi administrasi berupa bunga dan denda atas keterlambatan pembayaran dan pelaporan pajaknya.

7 Dalam jangka panjang, kebijakan Reinventing Policy diharapkan meningkatkan kepatuhan Wajib pajak serta tax ratio. Dengan dihapusnya sanksi administrasi, maka untuk tahun selanjutnya diibaratkan hutang pajak sudah dianggap selesai sehingga Wajib Pajak akan menjalankan kewajiban perpajakannya dari awal dan menjadi lebih tertib serta taat. Menurut Suryoputro dan Widodo (2004), pada hakekatnya kepatuhan Wajib Pajak dipengaruhi oleh kondisi sistem administrasi perpajakan yang meliputi tax service dan tax enforcement. Langkah-langkah perbaikan administrasi diharapkan dapat mendorong kepatuhan Wajib Pajak melalui 2 cara, yaitu: 1. Wajib Pajak patuh karena mendapatkan pelayanan yang baik, cepat, dan menyenangkan serta pajak yang mereka bayarkan akan bermanfaat bagi pembangunan bangsa. 2. Wajib Pajak akan patuh karena mereka berpikir bahwa mereka akan mendapat sanksi berat akibat pajak yang tidak mereka laporkan terdeteksi sistem informasi dan administrasi perpajakan serta kemampuan cross checking informasi dengan instansi lainnya. Salah satu upaya dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak adalah memberikan pelayanan yang baik kepada Wajib Pajak. Peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan diharapkan dapat meningkatkan kepuasan kepada Wajib Pajak sebagai pelanggan sehingga meningkatkan kepatuhan dalam bidang perpajakan. Paradigma baru yang menempatkan aparat pemerintah sebagai abdi negara dan masyarakat (Wajib Pajak) harus diutamakan agar dapat meningkatkan

8 kinerja pelayanan publik. Petugas Pajak harus senantiasa melakukan perbaikan kualitas pelayanan dengan tujuan agar dapat meningkatkan kepuasan dan kepatuhan Wajib Pajak (Santosa, 2015). Layanan adalah cara melayani atau membantu menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan seseorang, sedangkan fiskus adalah petugas pajak. Layanan fiskus diartikan sebagai cara petugas pajak dalam membantu mengurus atau menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan seseorang, dalam hal ini Wajib Pajak. Kepatuhan Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakannya tergantung pada mutu layanan terbaik yang diberikan fiskus kepada Wajib Pajak (Jatmiko, 2006). Penelitian ini dimaksudkan untuk menambah referensi dan membuktikan teori yang menyatakan bahwa kebijakan Reinventing Policy dan kualitas pelayanan fiskus berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan menganalisis secara empiris mengenai: PENGARUH REINVENTING POLICY DAN KUALITAS PELAYANAN FISKUS TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying) 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah dalam penelitian ini, dapat diidentifikasi yaitu masih rendahnya tingkat kepatuhan Wajib Pajak di Indonesia. Berdasarkan masalah tersebut maka apakah penerapan

9 kebijakan Reinventing Policy dan kualitas pelayanan fiskus berpengaruh terhadap kapatuhan Wajib Pajak yang diuraikan sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh Reinventing Policy terhadap kepatuhan Wajib Pajak di KPP Pratama Bandung Cibeunying. 2. Bagaimana pengaruh kualitas pelayanan fiskus terhadap kepatuhan Wajib Pajak di KPP Pratama Bandung Cibeunying. 3. Bagaimana pengaruh Reinventing Policy dan kualitas pelayanan fiskus terhadap kepatuhan Wajib Pajak di KPP Pratama Bandung Cibeunying. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan maksud dapat memberikan kontribusi bukti empiris tentang masalah yang diteliti yaitu pengaruh Reinventing Policy dan kualitas pelayanan fiskus terhadap kepatuhan Wajib Pajak dan memperoleh informasi yang relevan dengan masalah yang telah diidentifikasikan. 1.3.2 Tujuan Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami: 1. Pengaruh kebijakan Reinventing Policy terhadap kepatuhan Wajib Pajak di KPP Pratama Bandung Cibeunying. 2. Pengaruh kualitas pelayanan fiskus terhadap kepatuhan Wajib Pajak di KPP Pratama Bandung Cibeunying. 3. Pengaruh Reinventing Policy dan kualitas pelayanan fiskus terhadap

10 kepatuhan Wajib Pajak di KPP Pratama Bandung Cibeunying. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis Adapun kegunaan teoritis dari penelitian ini adalah untuk memberikan sumbangan pemikiran guna mendukung pengembangan teori yang sudah ada dan dapat memperluas khasanah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan disiplin ilmu ekonomi akuntansi dan perpajakan, khususnya mengenai pelaksanaan dari kebijakan Reinventing Policy, kualitas pelayanan fiskus, kepatuhan Wajib Pajak, dan berbagai kebijakan perpajakan lainnya. 1.4.2 Kegunaan Praktis Dari penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat bagi berbagai pihak antara lain bagi: 1. Penulis Menambah wawasan dan meningkatkan pemahaman mengenai masalah perpajakan dan sebagai bagian dari proses belajar sehingga dapat lebih memahami bagaimana sebenarnya aplikasi dari teori-teori yang telah penulis peroleh selama berada di bangku kuliah, tentunya dengan topik yang penulis pilih. Serta sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian sidang sarjana ekonomi pada Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama. 2. Instansi Pajak Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan

11 bahan masukan bagi instansi pajak untuk mempertimbangkan dan menilai kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan dalam hal tentang pengaruh Reinventing Policy dan kualitas pelayanan fiskus terhadap kepatuhan Wajib Pajak yang berguna bagi kemajuan KPP Pratama Bandung Cibeunying. 3. Pihak Lain Sebagai sumber informasi dan menjadi bahan referensi bagi peneliti selanjutnya untuk mengkaji topik-topik yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam penelititan ini. 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Dalam rangka penyusunan skripsi ini penulis melakukan penelitian pada KPP Pratama Bandung Cibeunying yang berlokasi di Jalan Purnawarman No.21 Bandung. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan November 2015 sampai dengan Maret 2016.