BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan bakteri termasuk nasofaringitis atau common cold, faringitis akut, uvulitis akut,

SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akut dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Infeksi adalah masuknya mikroorganisme ke

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi syarat fisiologis, psikologis, dan bebas dari penularan penyakit.

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Definisi Infeksi Saluran Pernapasan Akut ( ISPA ) Infections disingkat ARI. Dalam lokakarya ISPA I tersebut ada dua

KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN RUMAH ISPA PUSKESMAS DTP CIGASONG

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI).

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

BAB I LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. saluran pernafasan dan akut. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke

Informasi penyakit ISPA

PENGARUH MEROKOK DI DALAM RUMAH TERHADAP KEJADIAN ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT) PADA BALITA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya disebabkan oleh virus atau bakteri. Infeksi ini diawali dengan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernafasan akut yang meliputi saluran pernafasan bagian atas seperti rhinitis,

selepas menyusu sampai dengan pra-sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V PEMBAHASAN. kepadatan hunian tidak menunjukkan ada hubungan yang nyata.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unsur, yaitu infeksi dan saluran pernapasan bagian atas. Pengertian infeksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi penyakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. ke manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK RESIKO KEJADIAN ISPA PADA PEROKOK PASIF DAN PENGGUNA KAYU BAKAR DI RUMAH TANGGA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan industri dapat memberikan dampak positif bagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. merupakan padanan istilah Inggris Acute Respiratory Infections (ARI) yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah termasuk

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas)


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia

BAB I PENDAHULUAN. ISPA adalah suatu infeksi pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh. yang berlangsung selama 14 hari (Depkes RI, 2010).

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

mendukung penghuninya agar dapat bekerja dengan produktif (Prasetya, 2005).

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP )

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya Mikroorganisme ke dalam tubuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Infeksi Saluran Pernapasan Akut sering disingkat dengan ISPA.

F. Originalitas Penelitian. Tabel 1.1 Originalitas Penelitian. Hasil. No Nama dan tahun 1. Cohen et al Variabel penelitian.

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

cita-cita UUD Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban ganda (double burden). Penyakit menular masih merupakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI).

BAB I PENDAHULUAN. akhir tahun 2011 sebanyak lima kasus diantara balita. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari istilah bahasa inggris Acute Respiratory Infections (ARI) yaitu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORETIS

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI) EKSLUSIF TERHADAP KEJADIAN INFEKSISALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BAYI USIA 6-12 BULAN DI RAB RSU

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIALatihan Soal 11.4

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan pada 26 April sampai 10 Mei 2013 di Kelurahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Depkes RI (2007) Infeksi Saluran Pernafasan Akut sering disingkat

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pelaksanaan Fungsi Perawatan Kesehatan Keluarga. dirawat dengan sehat sebagai tujuan pelayanan dan perawatan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Imunitas merupakan daya tahan tubuh. Sistem imun adalah jaringan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Di dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, masalah

DEA YANDOFA BP

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Saluran Pernapasan Akut 2.1.1 Pengertian ISPA Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah istilah yang berasal dari bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). ISPA terdiri dari tiga unsur, yaitu: infeksi, saluran pernapasan dan infeksi akut. Infeksi adalah peristiwa masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam jaringan tubuh manusia dan berkembangbiak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernapasan adalah organ yang terdiri dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Infeksi akut merupakan infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari (Depkes RI, 2009). 2.1.2 Etiologi ISPA Menurut Wong (2008), ISPA adalah proses inflamasi yang disebabkan oleh virus, bakteri, mycoplasma, atau aspirasi substansia asing yang melibatkan suatu atau semua bagian saluran pernapasan. ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh virus, sedangkan ISPA bagian bawah umumnya disebabkan oleh virus, bakteri dan mycoplasma. Virus penyebab ISPA antara lain golongan Miksovirus 8

9 (termasuk virus influenza, virus campak, dan virus para influenza), Adenovirus, Pikornavirus, Koronavirus, Herpesvirus, dan Mycoplasma. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus, Pneumococcus, Hemophilus, Staphylococcus, Corynebacterium dan Bordetella (Depkes RI, 2009). 2.1.3 Klasifikasi ISPA 2.1.3.1 Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi menurut Depkes RI (2009), sebagai berikut : 1) Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut Infeksi yang menyerang bagian hidung sampai faring seperti pilek, faringitis, dan otitis media. 2) Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut Infeksi yang menyerang mulai dari bagian laring sampai alveoli seperti epiglotitis, bronkitis, bronkiolitis, laringitis, laringotrakeitis, dan pneumonia. 2.1.3.2 Klasifikasi penyakit berdasarkan umur menurut Kemenkes RI (2011), sebagai berikut : 1) Kelompok umur < 2 bulan, dibagi atas : a. Pneumonia berat, bila batuk disertai dengan napas cepat (fast breathing),

10 dimana frekuensi pernapasan 60 kali/menit atau lebih, atau adanya tarikan kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam yang kuat (severe chest indrawing). b. Non pneumonia, bila tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah dan frekuensi pernapasan normal. 2) Kelompok umur 2 bulan sampai < 5 tahun, dibagi atas : a. Pneumonia sangat berat, bila batuk dan mengalami kesulitan saat bernapas yang disertai sianosis sentral, adanya tarikan dinding dada, dan kejang. b. Pneumonia berat, bila batuk dan mengalami kesulitan bernapas serta ada tarikan dinding dada, tetapi tidak disertai sianosis sentral. c. Pneumonia, bila batuk dan terjadi kesukaran bernapas yang disertai dengan napas cepat, yaitu >50 kali/menit untuk umur 2-12 bulan, dan >40

11 kali/menit untuk umur 12 bulan sampai 5 tahun. d. Non pneumonia, bila mengalami batuk pilek saja, tidak ada tarikan dinding dada, tidak ada napas cepat, frekuensi kurang dari 50 kali/menit pada anak umur 2-12 bulan dan kurang dari 40 kali/menit untuk umur 12 bulan sampai 5 tahun. 2.1.4 Gejala ISPA Menurut Depkes RI (2009), penyakit ISPA pada balita dapat menimbulkan berbagai tanda dan gejala seperti batuk, pilek, demam, kesulitan bernafas, dan sakit tenggorokan. Gejala ISPA terbagi menjadi 3, yaitu : 1) Gejala dari ISPA ringan Seorang balita dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih gejala-gejala berikut : a. Batuk b. Pilek, yaitu mengeluarkan lendir (ingus) dari hidung c. Demam, jika suhu badan lebih dari 37 C d. Serak, yaitu anak bersuara parau saat berbicara atau menangis

12 2) Gejala dari ISPA sedang Seorang balita dinyatakan menderita ISPA sedang, jika ditemukan gejala-gejala dari ISPA ringan yang disertai satu atau lebih gejala-gejala berikut : a. Suhu tubuh lebih dari 39 C b. Pernapasan cepat (fast breathing) yaitu frekuensi nafas 60 kali/menit atau lebih c. Radang Tenggorokan d. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga e. Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak 3) Gejala dari ISPA Berat Seorang balita dinyatakan menderita ISPA berat, jika dijumpai gejala-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang yang disertai satu atau lebih gejala-gejala berikut : a. Sianosis b. Kesadaran menurun c. Pernapasan berbunyi seperti mengorok d. Ada tarikan dinding dada e. Nadi > 160 kali per menit atau tidak teraba

13 2.1.5 Penularan ISPA Menurut Depkes RI (2004), penularan ISPA terjadi melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan. Bibit penyakit di udara umumnya berbentuk aerosol. Aerosol merupakan suatu suspensi yang melayang di udara yang berupa bibit penyakit yang terdiri atas droplet nuclei (sisa dari sekresi saluran pernafasan yang dikeluarkan dari tubuh berupa droplet dan melayang di udara) dan dust (campuran antara bibit penyakit yang melayang di udara). 2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi ISPA 2.2.1 Faktor karakteristik balita 1) Berat badan lahir Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) yaitu berat lahir < 2500 gram yang dikategorikan menjadi dua macam yaitu bayi kecil untuk masa kehamilan dan bayi prematur (Hull, 2008). Bayi dengan BBLR sering mengalami gangguan pernafasan, hal ini disebabkan oleh pengembangan paru yang belum sempurna dan otot pernafasan yang masih lemah sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia

14 dan sakit saluran pernapasan lainnya (Meadow & Simon, 2005). 2) Status imunisasi Imunisasi adalah upaya yang dilakukan untuk memberikan kekebalan (imunitas) pada bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit tertentu (Depkes RI, 2004). Imunisasi merupakan pemberian vaksin yang berfungsi untuk mencegah terjadinya penyakit dimana tubuh akan bereaksi dengan membentuk antibodi terhadap antigen tersebut (Rifai, 2004). Menurut Depkes RI (2009), pada brosur imunisasi ada 5 Imunisasi Dasar Lengkap untuk bayi usia di bawah 1 tahun yaitu : 1. Vaksin Hepatitis B yang diberikan saat usia 0 bulan, untuk mencegah penyakit hepatitis B atau kerusakan hati. 2. Vaksin BCG yang diberikan saat usia 1 bulan, untuk mencegah penularan Tuberkulosis (TBC) yang berat. 3. Vaksin DPT yang diberikan saat usia 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan. Untuk mencegah penularan difteri yang menyebabkan penyumbatan jalan

15 nafas, batuk rejan (batuk 100 hari), tetanus, dan hepatitis B. 4. Vaksin Polio yang diberikan saat usia 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan, untuk mencegah penyakit polio yang dapat menyebabkan lumpuh layuh pada tungkai dan atau lengan. 5. Vaksin Campak yang diberikan kepada saat usia 9 bulan, untuk mencegah penyakit campak yang dapat mengakibatkan komplikasi radang paru, radang otak dan kebutaan. 3) Status gizi Gizi merupakan keseimbangan makanan yang dikonsumsi melalui proses pencernaan, absorpsi (penyerapan), transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh. Gizi dibutuhkan manusia untuk bertahan hidup, pertumbuhan fungsi organ tubuh dan penghasil energi (Supariasa, 2001). Balita dengan keadaan gizi buruk maupun gizi kurang lebih mudah terkena infeksi dibandingkan dengan balita dengan gizi baik, hal ini disebabkan karena kurangnya daya tahan tubuh balita. Anak balita dengan status gizi kurang mempunyai risiko

16 menderita pneumonia 3,3 kali dibandingkan dengan balita dengan status gizi baik (Sudirman, 2003). Dalam menilai status gizi anak, maka angka berat badan dan tinggi badan setiap balita dikonversikan ke dalam bentuk nilai standar (Zscore) dengan menggunakan standar antropometri penilaian status gizi anak berdasarkan BB/U sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1995/Menkes/SK/XII/ 2010, sebagai berikut : a. Gizi buruk : Z-score < -3 SD b. Gizi kurang : Z-score -3 SD sampai dengan <-2 SD c. Gizi baik : Z-score -2 SD sampai dengan 2 SD d. Gizi lebih : Z-score > 2 SD 2.2.2 Faktor sumber pencemaran dalam rumah 1) Bahan bakar memasak Penggunaan bahan bakar memasak seperti kayu bakar, arang dan minyak tanah dapat mengakibatkan risiko terjadinya pencemaran udara di dalam rumah, dan juga dapat menjadikan sumber pencemaran kimia seperti Karbon monoksida (CO),

17 Karbon dioksida (CO 2), Nitrogen dioksida (NO 2), dan Sulfur dioksida (SO 2) yang bisa meningkatkan risiko terjadinya ISPA (Kemenkes RI, 2011). 2) Perilaku merokok anggota keluarga dalam rumah Asap rokok (Environmental Tobacco Smoke/ETS) adalah gas beracun yang berasal dari pembakaran produk tembakau yang mengandung Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Asap rokok juga mempunyai dampak memperparah gejala anak-anak penderita asma, kanker paru-paru, dan bayi serta anak-anak yang orangtuanya perokok mempunyai risiko lebih besar terkena gangguan saluran pernapasan dengan gejala batuk dan sesak napas (Kemenkes RI, 2011). Hasil penelitian yang dilakukan Gutierrez- Ramirez, dkk (2007) menyatakan bahwa balita yang berada di dalam lingkungan dengan asap rokok memiliki kemungkinan pneumonia lebih tinggi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Soolani (2014) yang menyimpulkan bahwa anak balita yang tinggal di rumah dengan anggota keluarga yang merokok memiliki resiko terkena ISPA

18 sebesar 3,3 kali lebih besar dibandingkan anak balita yang tinggal di lingkungan rumah tanpa anggota keluarga yang merokok. 2.2.3 Faktor lingkungan fisik rumah 1) Ventilasi Menurut WHO (2007), ventilasi merupakan tempat daur ulang udara yaitu tempat udara masuk dan keluar. Terdapat dua macam ventilasi yaitu ventilasi alamiah dan ventilasi buatan. Ventilasi alamiah dimana aliran udara di ruangan terjadi secara alamiah melalui jendela, pintu, dan lubanglubang pada dinding. Sedangkan ventilasi buatan yaitu dengan menggunakan alat-alat khusus yang dapat mengalirkan udara, seperti kipas angin, Air Conditioner (AC), dan penghisap debu (Notoatmodjo, 2003). Keputusan menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan rumah tinggal tentang ventilasi alamiah rumah yaitu luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% dari luas lantai.

19 2) Jenis lantai Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan rumah tinggal bahwa syarat lantai yang baik adalah yang kedap air dan mudah dibersihkan, seperti lantai yang terbuat dari keramik, kayu yang dirapatkan, ubin atau semen yang kedap dan kuat. Lantai rumah yang tidak kedap air dan sulit untuk dibersihkan akan menjadi tempat perkembangan dan pertumbuhan mikroorganisme di dalam rumah. 3) Jenis dinding Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan rumah tinggal bahwa jenis dinding tidak tembus pandang, terbuat dari bahan yang tahan terhadap cuaca, rata dan dilengkapi dengan ventilasi untuk sirkulasi udara. Dinding rumah yang baik menggunakan tembok, rumah yang berdinding tidak rapat seperti papan, kayu, dan bambu dapat menyebabkan penyakit pernapasan yang berkelanjutan seperti ISPA.

20 4) Suhu Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan rumah tinggal menyebutkan bahwa suhu udara yang nyaman berkisar antara 18 O C sampai 30 O C. Dampak suhu dalam rumah yang terlalu rendah dapat menyebabkan gangguan kesehatan hingga hipotermi, sedangkan suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan dehidrasi. 5) Kepadatan hunian Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan rumah tinggal menyebutkan bahwa kepadatan hunian harus memenuhi persyaratan luas ruang tidur minimal 8 m 2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang dalam satu ruang tidur, kecuali anak di bawah umur 5 tahun. Kepadatan hunian dalam rumah perlu diperhitungkan karena mempunyai peranan penting dalam penyebaran mikroorganisme di dalam lingkungan rumah (Depkes RI, 2003 dalam Achmadi, 2008).

21 2.3 Kerangka Konseptual Faktor karakteristik balita: Berat badan lahir Status imunisasi Status gizi Faktor sumber pencemaran dalam rumah : Bahan bakar masak Perilaku merokok anggota keluarga dalam rumah Kejadian ISPA Faktor lingkungan fisik rumah: Ventilasi Jenis lantai Jenis dinding Suhu Kepadatan hunian Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Keterangan : = Variabel Independen = Variabel Dependen

22 2.4 Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, yaitu : 1. Ada hubungan antara berat badan lahir dengan kejadian ISPA pada balita usia 1-4 tahun di wilayah kerja Puskesmas Getasan Kabupaten Semarang. 2. Ada hubungan antara status imunisasi dengan kejadian ISPA pada balita usia 1-4 tahun di wilayah kerja Puskesmas Getasan Kabupaten Semarang. 3. Ada hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA pada balita usia 1-4 tahun di wilayah kerja Puskesmas Getasan Kabupaten Semarang. 4. Ada hubungan antara bahan bakar masak dengan kejadian ISPA pada balita usia 1-4 tahun di wilayah kerja Puskesmas Getasan Kabupaten Semarang. 5. Ada hubungan antara perilaku merokok anggota keluarga dalam rumah dengan kejadian ISPA pada balita usia 1-4 tahun di wilayah kerja Puskesmas Getasan Kabupaten Semarang. 6. Ada hubungan antara ventilasi rumah dengan kejadian ISPA pada balita usia 1-4 tahun di wilayah kerja Puskesmas Getasan Kabupaten Semarang.

23 7. Ada hubungan antara jenis lantai rumah dengan kejadian ISPA pada balita usia 1-4 tahun di wilayah kerja Puskesmas Getasan Kabupaten Semarang. 8. Ada hubungan antara jenis dinding rumah dengan kejadian ISPA pada balita usia 1-4 tahun di wilayah kerja Puskesmas Getasan Kabupaten Semarang. 9. Ada hubungan antara suhu dengan kejadian ISPA pada balita usia 1-4 tahun di wilayah kerja Puskesmas Getasan Kabupaten Semarang. 10. Ada hubungan antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian ISPA pada balita usia 1-4 tahun di wilayah kerja Puskesmas Getasan Kabupaten Semarang.