BAB III KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESA

dokumen-dokumen yang mirip
pengaruh variabel bebas (X1, dan X2) adalah besar terhadap adalah kecil terhadap variabel terikat (Y). BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. individu yang telah lama bekerja. Mereka yang telah lama bekerja akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. agara diperoleh tenaga kerja yang puas akan pekerjaannya. Fungsi MSDM. dikelompokkan atas tiga fungsi, yaitu (Husein, 2002) :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Karyawan merupakan makhluk sosial yang menjadi kekayaan utama bagi

BAB II LANDASAN TEORI. aktivitas adalah adanya lingkungan kerja yang kondusif. Faktor ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan sumber daya dengan sebaik-baiknya. Sumber daya yang paling penting

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan Kuncoro, 2013). Tingkat turnover yang tinggi dapat menimbulkan dampak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. sebuah evaluasi karakteristiknya. Rivai & Sagala (2009) menjelaskan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA Definisi Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) Sutanto dan Gunawan (2013) mengemukakan bahwa turnover intention

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. (Mahdi et al., 2012). Widjaja et al. (2011) mengungkapkan bahwa proses turnover

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. individunya saling menunjang sehingga dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ketidakpuasannya akan pekerjaannya saat ini. Keinginanan keluar atau turnover

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori motivasi Vroom (1964) tentang cognitive of motivation menjelaskan mengapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal, hingga kebutuhan sekunder yaitu kebutuhan akan rasa aman,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan kerja menurut Martoyo (2004:132) adalah keadaan emosional karyawan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya manusia merupakan faktor dominan dalam penentuan jalannya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang disebut Teori Dua Faktor atau Two Factor Theory yang terdiri atas: faktor hygiene, yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Penelitian Uraian 1. Judul Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Keadilan organisasi menurut Bakhshi et al, (2009) bisa didefinisikan yaitu

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 2.1 Penelitian yang Relevan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak akhir abad ke-20 sampai awal abad ke-21 ini, sudah tidak asing lagi kita

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN & HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB) Schultz (Prihatsanti, 2010) menyatakan bahwa OCB melibatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB 2. Tinjauan Pustaka. Setiap orang pada dasarnya orang yang bekerja mempunyai tujuan untuk

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. yang dikehendaki, serta mempertahankan guru yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kepuasan kerja guru ditandai dengan munculnya rasa puas dan terselesaikannya tugastugas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. mengoreksi apakah sebelumnya ada peneliti yang pernah menulis

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan bisa bersumber dari tabungan nasional dan pinjaman luar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kepuasan kerja merupakan salah satu studi yang secara luas dipelajari

BAB II URAIAN TEORITIS. Imatama (2006) yang berjudul Pengaruh Stress Kerja Terhadap kinerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Wexley dan Yukl mengartikan kepuasan kerja sebagai the way an

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam menghadapi persaingan di era globalisasi perusahaan dituntut untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbulnya tuntutan efisiensi dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumber daya manusia (karyawan) merupakan aset yang paling penting

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. apabila ditunjang oleh sumber daya manusia yang berkualitas. serta biaya baru dalam merekrut karyawan baru.

BAB 1 PENDAHULUAN. arahan yang positif demi tercapainya tujuan organisasi.

BAB II LANDASAN TEORI DEFINISI DAN PENGUKURAN KEPUASAN KERJA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan atau organisasi berusaha meningkatkan serta

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan yang sudah ada. Disinilah dituntut adanya peranan. stratejik dan koheren untuk mengelola aset paling berharga milik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bekerja merasa kebutuhannya sudah terpenuhi,maka akan timbul kepuasan bekerja dalam diri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kinerja. yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2000). Sedangkan pengertian kinerja

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Disamping itu pula, pekerjaan semakin sulit untuk didapatkan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Fenomena yang sering terjadi di perusahaan, baik secara langsung maupun

BAB I PENDAHULUAN. organisasi dan kelangsungan hidup organisasi. Peran kepemimpinan yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. dikarenakan sumberdaya manusia merupakan salah satu faktor penentu berhasil atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam. yang memiliki lebih sedikit jumlah pegawai yang puas.

KEPUASAN KERJA. Tugas Mata Kuliah Perilaku Organisasi. DISUSUN OLEH : 1. Ulfa Qorrirotun Nafis ( ) 2. Dede Hidayat ( )

BAB I PENDAHULUAN. turnover intention serta karyawan terlibat perilaku kerja kontraproduktif.

BAB I PENDAHULUAN. kemasyarakatan dan pemerintah. Bakotic (2013) kepuasan kerja sering ditunjukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 2. LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. karyawan memihak organisasi tertentu beserta tujuan-tujuannya dan adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang di kemukakan oleh Martoyo (2000), bahwa kepuasan kerja adalah

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya suatu koordinasi yang baik antara fungsi-fungsi yang ada di dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kepuasan Kerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEPUASAN KERJA. Pengertian Kepuasan Kerja

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intention to quit adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penelitian ini menggunakan dasar teori two factor theory yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang

BAB 2 LANDASAN TEORI

II. LANDASAN TEORI. Menurut Lussier (2005: 486) mengatakan bahwa iklim organisasi adalah persepsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang karyawan agar karyawan tersebut dapat tergerak untuk melakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan melalui proses yang diatur berdasarkan urutan dan fungsi-fungsi manajemen

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan saat ini adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Setiap orang yang bekerja mengharapkan untuk memperoleh kepuasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. gigi. Setiap roda gigi mempenyuai tugas masing masing, tetapi harus saling

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang diterima dan jumlah yang diyakini seharusnya mereka terima.

BAB II URAIAN TEORITIS. Rosita Dewi (2008) jurnal dengan judul PENGARUH KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP KEPUASAN KERJA AKUNTAN PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013)

Transkripsi:

BAB III KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESA 3.1. Tinjauan Teoritis terhadap Permasalahan yang Dihadapi Perusahaan 3.1.1. Turnover intention karyawan Pergantian karyawan atau keluar masuknya karyawan dari organisasi adalah suatu fenomena penting dalam kehidupan organisasi. Ada kalanya pergantian karyawan memiliki dampak positif. Namun sebagian besar pergantian karyawan membawa pengaruh yang kurang baik terhadap organisasi, baik dari segi biaya maupun dari segi hilangnya waktu dan kesempatan untuk memanfaatkan peluang. Mengundurkan diri dari pekerjaan biasanya merupakan salah satu pilihan terakhir bagi seorang karyawan apabila dia mendapati kondisi kerjanya sudah tidak sesuai lagi dengan apa yang diharapkannya. Bagi karyawan keluar dari perusahaan merupakan salah satu jalan keluar untuk mendapatkan keadaan yang lebih baik, namun bagi perusahaan hal ini dapat menjadi suatu kerugian tersendiri, apalagi bila karyawan yang keluar tadi memiliki ketrampilan yang dibutuhkan oleh perusahaan. Selain itu hal ini dapat menambah biaya untuk perekrutan dan penempatan kembali. Dalam arti luas, turnover diartikan sebagai aliran para karyawan yang masuk dan keluar perusahaan (Ronodipuro dan Husnan, dalam Viklund, 2009). Sedangkan Mobley (dalam Viklund, 2009), megemukakan bahwa batasan umum tentang pergantian karyawan adalah : berhentinya individu sebagai anggota suatu 33

organisasi dengan disertai pemberian imbalan keuangan oleh organisasi yang bersangkutan. Menurut Sigma Assessment Systems (2007), terdapat beberapa faktor yang berkontribusi pada turnover intention karyawan : a. Ekonomi. Salah satu alasan yang sering diberikan untuk pindah pekerjaan adalah adanya pekerjaan yang bayarannya lebih tinggi. Adanya pekerjaan alternatif memainkan peranan penting dalam turnover. b. Kinerja organisasi. Organisasi yang dipersepsikan dalam keadaan kesulitan ekonomi akan meningkatkan kekhawatiran akan adanya pemberhentian sementara dalam waktu dekat. Karyawan meyakini bahwa mencari pekerjaan lain merupakan hal yang rasional. c. Budaya organisasi. Sistem reward, kekuatan kepemimpinan, kemampuan perusahaan untuk membangkitkan komitmen pada diri karyawan, perkembangannya berkaitan dengan tujuan bersama, dapat mempengaruhi kepuasan kerja dan keinginan untuk pindah dan tingkat turnover. d. Karakteristik pekerjaan. Beberapa pekerjaan secara intrinsik lebih menarik dari yang lainnya. Kemenarikan pekerjaan dipengaruhi oleh berbagai karakteristik seperti keberulangannya, tantangannya, bahayanya, persepsi mengenai tingkat kepentingannya, dan kapasitanya untuk membangkitkan rasa kebanggaan. Status pekerjaan juga sanat penting. e. Harapan yang tidak realistis. Harapan yang tidak realistis dan kurangnya pengetahuan terhadap pekerjaan ketika pelamar kerja menerima tawaran kerja. 34

Ketika harapan yang tidak realistis ini tidak terealisasi, karyawan menjadi tersadar dari impiannya dan memutuskan untuk keluar. f. Demografis. Studi empiris menunjukkan bahwa pada situasi tertentu turnover berkaitan dengan karakteristik demografis dan biografis pekerja. Mempertimbangkan faktor gaya hidup (seperti merokok) atau riwayat pekerjaan sebelumnya (seperti sering pindah pekerjaan) sebagai dasar eksplisit untuk menyeleksi kandidat sangatlah penting untuk diverifikasi secara empiris. g. Manusia. Selain faktor yang sudah disebutkan sebelumnya, terdapat faktor spesifik yang dapat mempengaruhi tingkat turnover. Hal-hal personal seperti perubahan pada situasi keluarga, keinginan untuk mempelajari keterampilan baru atau tawaran pekerjaan, maupun faktor yang berkaitan dengan trait yang dapat diukur dan digunakan dalam seleksi kandidat untuk mengidentifikasi individu yang memiliki kemungkinan lebih rendah untuk berpindah. Perhitungan turnover dapat dilakukan dengan rumusan sebagai berikut : Turnover rate = Jumlah karyawan keluar Jumlah total karyawan Andaikata suatu perusahaan memiliki rata-rata 800 tenaga kerja per bulan, di mana selama itu terjadi 16 kali karyawan keluar, maka accession rate / turnover rate adalah 16/800 x 100% = 2% perbulan. Dengan demikian tingkat replacement (penggantian) atau replacement rate adalah sama dengan accession rate yakni 2%. 35

Sebab replacement (penggatian) atau replacement rate selalu harus seimbang dengan accession rate-nya. Hal ini berarti bahwa dengan keluarnya seorang karyawan misalnya, harus segera diganti dengan seorang karyawan baru sebagai penggantian (replacement). Tingkat replacement tersebut sering pula disebut net labour turnover, yang menekankan pada biaya perputaran tenaga kerja untuk menarik dan melatih karyawan pengganti (Jurnal Manajemen, Jurnal Manajemen Sumber Daya Manusia, Bahan Kuliah Manajemen, 2009). Turnover membawa dampak bagi organisasi. Turnover ini merupakan petunjuk kestabilan karyawan. Turnover yang tinggi pada suatu bidang dalam suatu organisasi, menunjukkan bahwa bidang yang bersangkutan perlu diperbaiki kondisi kerjanya atau cara pembinaannya. Semakin tinggi turnover, berarti semakin sering terjadi pergantian karyawan. Tentu hal ini akan merugikan perusahaan. Sebab, apabila seorang karyawan meninggalkan perusahaan akan membawa berbagai biaya seperti: a. Biaya penarikan karyawan. Menyangkut waktu dan fasilitas untuk wawancara dalam proses seleksi karyawan, penarikan dan mempelajari penggantian. b. Biaya latihan. Menyangkut waktu pengawas, departemen personalia dan karyawan yang dilatih. c. Apa yang dikeluarkan buat karyawan lebih kecil dari yang dihasilkan karyawan baru tersebut. d. Tingkat kecelakaan para karyawan baru, biasanya cenderung tinggi. e. Adanya produksi yang hilang selama masa pergantian karyawan. f. Peralatan produksi yang tidak bisa digunakan sepenuhnya. 36

g. Banyak pemborosan karena adanya karyawan baru. h. Perlu melakukan kerja lembur, kalau tidak akan mengalami penundaan penyerahan. Perusahaan sedapat mungkin mencegah atau mengurangi turnover karyawannya sebelum hal itu terjadi. Sebelum karyawan benar-benar keluar, terlebih dahulu muncul keinginan dalam diri karyawan. Oleh karena itu, penelitian ini akan memfokuskan diri untuk mengukur keinginan tersebut sebelum keinginan tersebut benar-benar dilakukan atau yang kita kenal dengan turnover intention. Menurut Harninda (dalam Viklund, 2009) Turnover intentions pada dasarnya adalah sama dengan keinginan berpindah karyawan dari satu tempat kerja ke tempat kerja lainnya. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa turnover intentions adalah keinginan untuk berpindah, belum sampai pada tahap realisasi yaitu melakukan perpindahan dari satu tempat kerja ke tempat kerja lainnya. Harnoto (dalam Viklund, 2009) menyatakan turnover intentions adalah kadar atau intensitas dari keinginan untuk keluar dari perusahaan, banyak alasan yang menyebabkan timbulnya turnover intentions ini dan diantaranya adalah keinginan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Pendapat tersebut juga relatif sama dengan pendapat yang telah diungkapkan sebelumnya, bahwa turnover intentions pada dasarnya adalah keinginan untuk meninggalkan (keluar) dari perusahaan. Menurut Harnoto (dalam Viklund, 2009): Turnover intentions ditandai oleh berbagai hal yang menyangkut perilaku karyawan, antara lain: absensi yang meningkat, mulai malas kerja, naiknya keberanian untuk melanggar tata tertib 37

kerja, keberanian untuk menentang atau protes kepada atasan, maupun keseriusan untuk menyelesaikan semua tanggung jawab karyawan yang sangat berbeda dari biasanya. Indikasi-indikasi tersebut bisa digunakan sebagai acuan untuk memprediksikan turnover intentions karyawan dalam sebuah perusahaan. a. Absensi yang meningkat. Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, biasanya ditandai dengan absensi yang semakin meningkat. Tingkat tanggung jawab karyawan dalam fase ini sangat kurang dibandingkan dengan sebelumnya. b. Mulai malas bekerja. Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, akan lebih malas bekerja karena orientasi karyawan ini adalah bekerja di tempat lainnya yang dipandang lebih mampu memenuhi semua keinginan karyawan bersangkutan. c. Peningkatan terhadap pelanggaran tata tertib kerja. Berbagai pelanggaran terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan sering dilakukan karyawan yang akan melakukan turnover. Karyawan lebih sering meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja berlangsung, maupun berbagai bentuk pelanggaran lainnya. d. Peningkatan protes terhadap atasan. Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, lebih sering melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan. Materi protes yang ditekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa atau aturan lain yang tidak sependapat dengan keinginan karyawan. 38

e. Perilaku positif yang sangat berbeda dari biasanya. Biasanya hal ini berlaku untuk karyawan yang karakteristik positif. Karyawan ini mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang dibebankan, dan jika perilaku positif karyawan ini meningkat jauh dan berbeda dari biasanya justru menunjukkan karyawan ini akan melakukan turnover. 3.1.2. Kepuasan Kerja Menurut Handoko (2001 : 193), kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Mangkunegara (2007 : 117) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu perasaan yang menyokong atau tidak menyokong diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun dengan kondisi dirinya. Dari kedua definisi tersebut, dapat dirangkum bahwa kepuasan kerja merupakan suatu perasaan atau keadaan emosional yang sifatnya mendukung atau tidak mendukung diri pegawai berkaitan dengan bagaimana para karyawan memandang pekerjaannya. Teori kepuasan kerja yang cukup dikenal adalah (Rivai, 2005 : 475-476) : a. Teori Ketidaksesuaian (Discrepancy theory). Teori ini mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara sesuatu yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Sehingga apabila kepuasannya diperoleh melebihi dari yang diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas lagi, sehingga terdapat discrepancy, tetapi merupakan discrepancy yang positif. 39

Kepuasan kerja seseorang tergantung pada selisih antara sesuatu yang dianggap akan didapatkan dengan apa yang dicapai. b. Teori Keadilan (equity theory). Teori ini mengemukakan bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung pada ada atau tidaknya keadilan (equity) dalam suatu situasi, khususnya situasi kerja. Menurut teori ini, komponen utama dalam teori keadilan adalah input, hasil, keadilan, dan ketidakadilan. Input adalah faktor bernilai bagi karyawan yang dianggap mendukung pekerjaannya, seperti pendidikan, pengalaman, kecakapan, jumlah tugas dan peralatan atau perlengkapan yang dipergunakan untuk melaksanakan pekerjaannya. Hasilnya adalah sesuatu yang dianggap bernilai oleh seorang karyawan yang diperoleh dari pekerjaannya seperti upah / gaji, sampingan, simbol, status, penghargaan dan kesempatan untuk berhasil atau aktualisasi diri. Sedangkan orang selalu membandingkan dengan seseorang di perusahaan yang sama, atau di tempat lain, atau bisa pula dengan dirinya di masa lalu. Menurut teori ini, setiap karyawan akan membandingkan rasio input hasil dirinya dengan rasio input hasil orang lain. Bila perbandingan itu dianggap cukup adil, maka karyawan itu akan merasa puas. Bila perbandingan itu tidak seimbang tetapi menguntungkan bisa menimbulkan kepuasan, bisa pula tidak. Bila perbandingan itu tidak seimbang akan timbul ketidakpuasan. c. Teori dua faktor (two factor theory). Menurut teori ini kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja itu merupakan hal yang berbeda. Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu bukan suatu variabel yang kontinu. Teori ini merumuskan karakteristik pekerjaan menjadi dua kelompok, yaitu satisfies 40

atau motivator dan dissatisfies. Satisfies adalah faktor-faktor atau situasi yang dibutuhkan sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari : pekerjaan yang menarik, penuh tantangan, ada kesempatan untuk berprestasi, kesempatan memperoleh penghargaan dan promosi. Terpenuhinya faktor tersebut akan menimbulkan kepuasan, namun tidak terpenuhinya faktor ini tidak selalu mengakibatkan ketidakpuasan. Dissatisfies (hygiene factors) adalah faktorfaktor yang menjadi sumber ketidakpuasan, yang terdiri dari : gaji / upah, pengawasan, hubungan antar pribadi, kondisi kerja, dan status. Faktor ini diperlukan untuk memenuhi dorongan biologis serta kebutuhan dasar karyawan. Jika tidak terpenuhi faktor ini, karyawan tidak akan puas. Namun jika besarnya faktor ini memadai untuk memenuhi kebutuhan tersebut, karyawan tidak akan kecewa meskipun belum terpuaskan. Davis (dalam Mangkunegara, 2007 : 117-118) mengemukakan bahwa kepuasan kerja berkaitan dengan beberapa variabel penting kepegawaian, seperti turnover, tingkat ketidakhadiran kerja, usia, tingkat pekerjaan, ukuran organisasi. a. Turnover : kepuasan kerja lebih tinggi dihubungkan dengan turnover yang rendah. Pegawai-pegawai yang kurang puas biasanya turnovernya lebih tinggi. b. Tingkat ketidakhadiran kerja : pegawai-pegawai yang kurang puas cenderung tinggi tingkat ketidakhadirannya. Mereka sering tidak hadir kerja dengan alasan yang tidak logis dan subyektif. c. Usia : ada kecenderungan pegawai yang tua lebih merasa puas daripada pegawai yang berumur relatif muda. Hal ini diasumsikan bahwa pegawai yang 41

tua lebih berpengalaman menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaan. Sedangkan pegawai usia muda biasanya mempunyai harapan yang ideal tentang dunia kerjanya, sehingga apabila antara harapannya dengan realita kerja terdapat kesenjangan atau ketidakseimbangan dapat menyebabkan mereka menjadi tidak puas. d. Tingkat pekerjaan : pegawai-pegawai yang menduduki tingkat pekerjaan yang lebih tinggi cenderung lebih puas daripada pegawai yang menduduki tingkat pekerjaan yang lebih rendah. Pegawai-pegawai yang tingkat pekerjaannya lebih tinggi menunjukkan kemampuan kerja yang baik dan aktif dalam mengemukakan ide-ide serta kreatif dalam bekerja. e. Ukuran organisasi perusahaan : besar kecil suatu perusahaan berhubungan pula dengan koordinasi, komunikasi, dan partisipasi pegawai. Secara teoritis, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja sangat banyak jumlahnya, seperti gaya kepeminpinan, produktivitas kerja, perilaku, locus of control, pemenuhan harapan penggajian dan efektivitas kerja. Faktor yang biasanya digunakan untuk mengukur kepuasan kerja seorang karyawan adalah isi pekerjaan, penampilan tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai kontrol terhadap pekerjaan, supervisi, organisasi dan manajemen, kesempatan untuk maju, gaji dan keuntungan dalam bidang finansial lainnya seperti insentif, rekan kerja, kondisi pekerjaan (Rivai, 2005 : 479). Menurut Job Descriptive Index (JDI), faktor penyebab kepuasan kerja adalah bekerja pada tempat yang tepat, pembayaran yang sesuai, organisasi dan 42

manajemen, supervisi pada pekerjaan yang tepat, dan orang yang berada dalam pekerjaan yang tepat. (Rivai, 2005 : 479). Secara umum terdapat dua faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu faktor yang ada pada diri pegawai dan faktor yang ada pada pekerjaannya : a. Faktor pegawai, yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berpikir, persepsi, dan sikap kerja. b. Faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat (golongan), kedudukan, mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial, dan hubungan kerja. Bagaimana karyawan mengungkapkan ketidakpuasannya? Menurut Robbins (2003 : 105) ada dua dimensi pernyataan ketidak puasan, yaitu aktif/pasif dan konstruktif/destruktif. Ketidakpuasan karyawan dapat dinyatakan dengan sejumlah cara, yaitu : a. Exit Perilaku yang mengarah untuk meninggalkan organisasi, mencakup pencarian suatu posisi baru maupun meminta berhenti b. Suara (voice) Dengan aktif dan konstruktif mencoba memperbaiki kondisi, mencakup saran perbaikan, membahas problem-problem dengan atasan, dan beberapa bentuk kegiatan serikat buruh. 43

c. Kesetiaan (loyalty) Pasif tetapi optimis menunggu membaiknya kondisi, mencakup berbicara membela organisasi menghadapi kritik luar dan mempercayai organisasi dan manajemennya untuk melakukan hal yang tepat. d. Pengabaian (Neglect) Secara pasif membiarkan kondisi memburuk, termasuk kemangkiran atau datang terlambat secara terus menerus, upaya kerja yang dikurangi, dan tingkat kekeliruan yang meningkat. Gambar 3.1 Bentuk ungkapan ketidakpuasan karyawan AKTIF EXIT VOICE DESTRUKTIF KONSTRUKTIF NEGLECT LOYALTY PASIF Sumber : Robbins, 2003 3.1.3. Stres Kerja Karyawan Stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Stres yang terlalu besar dapat mengancam seseorang untuk menghadapi lingkungan (Handoko, 2001 : 200). Sementara itu 44

Mangkunegara (2007 : 157) mendefinisikan stres kerja adalah perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Stres kerja ini tampak dari gejala-gejala seperti emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat, dan mengalami gangguan pencernaan. Kondisi-kondisi yang cenderung menyebabkan stres disebut stressors. Kondisi-kondisi kerja yang menyebabkan stres (Handoko, 2001 : 201; Mangkunegara, 2007:157) antara lain : a. beban kerja yang dirasakan terlalu berat / berlebihan b. waktu kerja yang mendesak c. kualitas pengawasan kerja yang rendah d. iklim kerja / iklim politis yang tidak sehat e. umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai f. otoritas / wewenang yang tak memadai untuk melaksanakan tanggung jawab g. kemenduaan peranan (role ambiguity) h. frustasi i. konflik antar pribadi dan antar kelompok j. perbedaan nilai antara karyawan dengan pemimpin / perusahaan k. berbagai bentuk perubahan Di lain pihak, stres karyawan juga dapat disebabkan masalah-masalah yang terjadi di luar perusahaan (Handoko, 2001 : 201) seperti : a. kekuatiran finansial b. masalah-masalah yang bersangkutan dengan anak 45

c. masalah-masalah fisik d. masalah-masalan perkawinan (misalnya perceraian) e. perubahan-perubahan yang terjadi di tempat tinggal f. masalah-masalah pribadi lainnya seperti kematian sanak saudara Stres dapat membantu atau fungsional, tetapi juga dapat merusak prestasi kerja. Secara sederhana, stres mempunyai potensi untuk mendorong atau mengganggu pelaksanaan kerja, tergantung seberapa besar tingkat stres. Bila tidak ada stres, tantangan-tantangan kerja juga tidak ada, dan prestasi kerja cenderung rendah. Sejalan dengan meningkatnya stres, prestasi kerja cenderung naik, karena stres membantu karyawan untuk mengerahkan segala sumber daya dalam memenuhi berbagai persyaratan atau kebutuhan pekerjaan. Bila stres telah mencapai puncaknya yang dicerminkan dari kemampuan pelaksanaan kerja harian karyawan, maka stres tambahan akan cenderung tidak menghasilkan perbaikan prestasi kerja. Akhirnya bila stres menjadi terlalu besar, prestasi kerja akan mulai menurun, karena stres mengganggu pelaksanaan pekerjaan. Karyawan kehilangan kemampuan untuk mengendalikannya, menjadi tidak mampu untuk mengambil keputusan-keputusan dan perilakunya menjadi tidak teratur. Akibat pakling ekstrim adalah prestasi kerja menjadi nol, karena karyawan menjadi sakit atau tidak kuat bekerja lagi, putus asa, keluar, atau melarikan diri dari pekerjaan, dan mungkin diberhentikan. Kajian Pustaka Alternatif-Alternatif 46

3.2. Rerangka Pemikiran Permasalahan utama yang ingin diatasi dalam penelitian ini adalah tingginya turnover karyawan telemarketing, yang mana dalam penelitian ini dioperasionalkan ke dalam variabel turnover intention. Variabel ini dipilih karena turnover itu sendiri sifatnya berupa prosentase dan merujuk pada karyawan yang sudah keluar dan baru masuk. Untuk mengambil data dari karyawan yang baru masuk tentunya tidak ada masalah, tetapi untuk mengambil data dari karyawan yang sudah keluar tentunya akan ada beberapa kendala dan memakan lebih banyak waktu karena mereka sudah terpencar dan tidak mudah untuk menelusuri jejak mereka satu persatu. Selain itu, sebelum seseorang memutuskan keluar dari perusahaan, tentunya ada proses dalam diri karyawan untuk berpikir dan akhirnya memutuskan untuk pindah atau tidak. Ketika keluarnya karyawan baru sampai proses ini, tentunya ada keinginan dari karyawan untuk berpindah atau tidak. Keinginan inilah yang disebut dengan turnover intention. Oleh karena itu, pada awal bab ini dibahas terlebih dahulu mengenai teori-teori yang berkaitan dengan turnover intention. Peneliti mencoba mencari tahu dari teori-teori yang ada mengenai hal-hal yang dapat menjelaskan dan menyebabkan keluarnya karyawan ini. Faktor utamanya antara lain kesulitan ekonomi yang mana berkaitan dengan keinginan untuk mencari pekerjaan dengan penghasilan lebih tinggi, kinerja organisasi, budaya organisasi yang mencakup sistem reward dan kekuatan pimpinan, karakteristik pekerjaan, harapan yang tidak realistis, demografis, dan faktor manusia itu sendiri. 47

Faktor-faktor ini sejalan dengan beberap teori kepuasan kerja dan stres kerja yang juga telah dibahas di atas. Sebagai contoh faktor kesulitan ekonomi berkaitan dengan keinginan untuk memperoleh gaji lebih tinggi merupakan salah satu penyebab turnover karyawan, sejalan dengan salah satu dari faktor dissatisfies yang mana menjadi sumber ketidakpuasan, yaitu gaji (Rivai, 2005 : 475-476). Kesulitan ekonomi juga merupakan penyebab dari kekuatiran finansial yang dapat menyebabkan stres (Handoko, 2001 : 201). Faktor kinerja perusahaan berkaitan dengan kondisi kerja dan adanya kesempatan untuk berprestasi yang menjadi faktor satisfies dan dissatisfies pada variabel kepuasan kerja (Rivai, 2005 : 475-476). Ketika kinerja perusahaan baik yang membuat kelangsungan hidup perusahaan terjamin, kondisi kerja menjadi lebih tenang karena karyawan tidak khawatir sewaktu-waktu perusahaannya mengalami kebangkrutan, karyawan pun memiliki lebih banyak kesempatan untuk berkembang dan mengukir prestasi bersama perusahaan, juga kesempatan untuk memperoleh bonus yang lebih besar bila profit yang diperoleh perusahaan meningkat. Sebaliknya kinerja perusahaan yang buruk dapat membuat karyawan yang sebenarnya memiliki keterampilan yang baik atau potensi besar menjadi frustasi karena merasa kontribusi yang diberikan menjadi tidak maksimal. Selain itu, perusahaan berkinerja buruk dapat sewaktu-waktu bangkrut atau melakukan perubahan-perubahan yang ekstrim dalam rangka menyelamatkan perusahaan. Karyawan kehilangan rasa aman dan selalu cemas akan masa depannya. Frustasi dan kekuatiran karyawan, dan perubahan yang terjadi merupakan kondisi-kondisi yang menyebabkan stres (Handoko, 2001 : 201; Mangkunegara, 2007 : 157). 48

Faktor budaya organisasi berkaitan dengan kesempatan memperoleh penghargaan dan promosi, pengawasan supervisor, hubungan antar pribadi, struktur organisasi yang merupakan beberapa faktor penentu kepuasan kerja karyawan (Rivai, 2005). Pengawasan supervisor yang tepat dan pada porsinya dapat membuat karyawan puas dan bangga karena merasa bahwa hasil kerja, kontribusi, dan prestasinya diketahui. Namun pengawasan berlebihan dan membuat karyawan terintimidasi atau privacy-nya terganggu. Hal ini menimbulkan stres tersendiri bagi karyawan. Budaya organisasi yang kekeluargaan membuat hubungan antar pribadi karyawan menjadi lebih berkualitas dan meningkatkan kepuasan kerja, namun budaya organisasi yang penuh persaingan dapat menimbulkan konflik internal antar karyawan, yang berujung pada stres kerja. Faktor karakteristik pekerjaan, misalnya pekerjaan yang menarik, penuh tantangan tentu akan memberikan kepuasan bagi karyawan yang menyukai tantangan. Keadaan sebaliknya seperti beban kerrja berlebih, waktu kerja yang mendesak, wewenang yang kurang untuk melaksanakan pekerjaan, peran yang tidak jelas, dan sebagainya memicu stres kerja karyawan (Handoko, 2001 : 201; Mangkunegara, 2007 : 157).. Faktor harapan yang idak realistis ini berkaitan dengan salah satu teori kepuasan kerja, discrepancy theory, yang berfokus pada selisih antara sesuatu yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Bila yang diperoleh ternyata melebihi yang diinginkan, maka orang menjadi puas (Rivai, 2005). Namun harapan yang tidak realistis dapat menghambat seseorang untuk merasa puas karena tidak pernah mendapatkan apa yang diinginkannya. 49

Dari bahasan di atas tampak bahwa berbagai faktor yang menjadi penyebab turnover karyawan ternyata memiliki keterkaitan dengan beberapa faktor yang menentukan kepuasan kerja dan stres kerja, yang mana saling berinteraksi dengan turnover intention karyawan. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan diuji keterkaitan antara beberapa variabel, yaitu kepuasan kerja (X 1 ) dan stres kerja (X 2 ) sebagai independent variable dan turnover (Y) sebagai dependent variable. Gambar 3.2 Keterkaitan Antar Variabel Penelitian Kepuasan kerja (X 1 ) Stres Kerja (X 2 ) Turnover Intention (Y) 3.3. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian pustaka mengenai ketiga variabel penelitian yang telah dibahas sebelumnya pada awal bab ini, serta rerangka pemikiran mengenai keterkaitan antar variabel, maka peneliti menyusun hipotesis sebagai berikut : a. Kepuasan kerja berpengaruh negatif terhadap turnover karyawan b. Stres kerja berpengaruh positif terhadap turn over karyawan c. Kepuasan kerja dan stres kerja berpengaruh secara bersama-sama dan simultan terhadap turnover karyawan a. Definisi telemarketing, Jenis jealam pekerjaan telemarketing, Target dan beban kerja telemarketing 50