BAB II URAIAN TEORITIS. A. Penelitian Terdahulu Tashia (2009) melakukan penelitian dengan judul Analisis Faktor-Faktor

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 5 KEGIATAN MENGALOKASIKAN DANA

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kredit Kata dasar kredit berasal dari bahasa Latin credere yang berarti

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kredit

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Sinungan (1991 : 46), tentang kredit sebagai berikut :

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dana (funding) dan menyalurkan dana (lending) masyarakat perekonomian

By : Angga Hapsila, SE.MM

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

KERANGKA PEMIKIRAN III.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah suatu urutan pekerjaan klerikal

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kemudian menyalurkan kembali ke masyarakat, serta memberikan jasa-jasa bank

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah suatu urutan pekerjaan klerikal (clerical),

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penanganan secara seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang.

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan perekonomian suatu negara tidak pernah terlepas dari lalu lintas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang Undang RI No 10 tahun 1998 tentang perbankan, jenisjenis

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mulyadi (2012:5), prosedur adalah urutan kegiatan klerikal yang

Pengalokasian Dana Bank (Kredit dan Pembiayaan)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. orang dalam satu departemen atau lebih, yang dibuat untuk menjamin penanganan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. beberapa orang dalam suatu departemen. Prosedur ini dibuat untuk

ANALISIS PELAKSANAAN PENGAWASAN PINJAMAN MODAL KERJA GUNA MEMINIMALISIR PINJAMAN MACET (Studi Pada KUD BATU )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 10 tahun 1998 bahwa yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghimpun dana dari masyarakat (tabungan, giro, deposito) dan menyalurkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. pada bank umum, pinjaman disebut kredit atau loan, sedangkan pada bank syariah

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Data, Informasi dan Sistem Informasi. Menurut Lilis Puspitawati dan Sri Dewi Anggadini (2011 : 13) data dapat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

EVALUASI PENGAWASAN KREDIT MODAL KERJA SEBAGAI UPAYA MENEKAN TUNGGAKAN KREDIT

BAB I PENDAHULUAN. dan aspek sumber daya manusia. Hal terpenting dari aspek-aspek tersebut dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS STRATEGI PENCEGAHAN DAN IMPLIKASI PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH MULTIGUNA BERMASALAH

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Prosedur adalah rangkaian atau langkah-langkah yang dilakukan untuk

kemudian hari bagi bank dalam arti luas;

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Penyebab Pembiayaan Bermasalah di BMT Marhamah Wonosobo

BAB II LANDASAN TEORI. bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan bahasa latin kredit berarti credere yang artinya percaya. Maksud dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. atau account dimana artinya sama. Dengan memiliki simpanan atau

BAB 1 PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

KAJIAN PUSTAKA. dibuat untuk menjamin penanganan secara seragam transaksi perusahaan yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Analisis penyebab dan penanganan pembiayaan murabahah bermasalah. Analisis pemberian pembiayaan yang dilakukan oleh setiap

PENGALOKASIAN DANA BANK

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. usahanya. Sejalan dengan perkembangan perekonomian nasional maupun. dalam rangka peningkatan taraf hidup rakyat banyak.

BAB I PENDAHULUAN. usahanya mengingat modal yang dimiliki perusahaan atau perorangan biasanya tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibandingkan anggota lembaga keuangan lainnya (Mangani, K.S:2009).

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Bank berasal dari kata Italia Banco yang artinya bangku.bangku inilah yang

WAWANCARA. pertanyaan kepada dua orang narasumber, yaitu: : Dicky Frandhika Gutama. pada PT. Bank Sumut Cabang Koordinator Medan

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PEMBAHASAN. A. Prosedur Pengelolaan Pembiayaan Murabahah Bermasalah Di BPRS. 1. Penerapan Pembiayaan Murabahah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cara yakni dengan cara tunai maupun kredit. Penjualan secara tunai akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut asal mulanya kata kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu credere

BAB II LANDASAN TEORI. 10 November 1998 tentang perbankan, menyatakan bahwa yang dimaksud

BAB IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan. mengetahui bagaimanakan sistem pengendalian kredit Gambaran Singkat Koperasi Simpan Pinjam TABITA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian, Fungsi,Jenis dan Sumber Dana Bank. rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

BAB II Kajian Pustaka. mampu diserap dari masyarakat dan disalurkan kembali kepada masyarakat yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V PEMBAHASAN. A. Prosedur Pemberian Pembiayaan Murabahah di LKS ASRI. Tulungagung dan BMT HARUM Tulungagung

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. uang (Kasmir, 2002:23). Bank adalah merupakan salah satu badan usaha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT. bank secara keseluruhan. Kredit berperan sebagai faktor pendorong dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya

III KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. 1. Prosedur Pembiayaan Musyārakah Pada Bank Negara Indonesia. Syariah Kantor Cabang Banjarmasin

BAB I PENDAHULUAN. sangat fundamental dalam rangka meningkatkan pertumbuhan perekonomian di

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Perbankan di Indonesia termasuk Hukum Perbankan Indonesia.

sesuai jadwal batas waktu yang telah ditetapkan (tanggal dan bulan tertentu). pendek dengan aktiva lancar secara keseluruhan. Artinya jumlah kewajiban

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sistem adalah sekelompok dua atau lebih komponen-komponen yang saling berkaitan

TINJAUAN PUSTAKA Kredit

BAB I PENDAHULUAN. pendukung dan penggerak laju pertumbuhan ekonomi. Kebijakan-kebijakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah lembaga keuangan bank yang menerima

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10 November 1998

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

EVALUASI PENGENDALIAN MANAJEMEN PEMBERIAN KREDIT MODAL KERJA DALAM UPAYA MEMINIMALKAN NON PERFORMING LOAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV PEMBAHASAN. A. Prosedur pemberian pembiayaan murabahah pada Bank Syariah

MUD}A>RABAH DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG JOMBANG

Transkripsi:

BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Tashia (2009) melakukan penelitian dengan judul Analisis Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Risiko Gagal Bayar (Default Risk) Debitur pada PT. BPR Duta Adiarta Medan. Masalah penelitian ini adalah Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel (kondisi keuangan debitur, sikap debitur, kondisi kegiatan usaha debitur, sikap bank, dan force majeur) terhadap resiko gagal bayar (default risk) debitur pada PT. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Duta Adiarta Medan. Metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif. Hasil penelitian yang diperoleh adalah variabel (kondisi keuangan debitur, sikap debitur, kondisi kegiatan usaha debitur, sikap bank, dan force majeur) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap resiko gagal bayar (default risk) debitur pada PT. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Duta Adiarta Medan Zebua (2008) melakukan penelitian dengan judul Analisis Pemberian Kredit Pada PT. Bank NISP, Tbk Cabang Imam Bonjol Medan. Masalah penelitian ini adalah Bagaimana perkembangan kredit macet dan prosedur pemberian kredit pada PT. Bank NISP, Tbk Cabang Imam Bonjol Medan. Metode penelitian yang digunakan pada penulis sebelumnya adalah metode analisis deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan kredit yang disalurkan oleh PT. Bank NISP, Tbk Cabang Imam Bonjol Medan. B. Pengertian Bank Perkredian Rakyat. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam aktivitasnya

tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, sesuai dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998. Hal ini berarti bahwa kegiatan BPR jauh lebih sempit bila dibandingkan dengan kegiatan Bank Umum. Kegiatan BPR hanya meliputi kegiatan penghimpun dana dan penyaluran dana. Kegiatan operasional BPR sesuai Peraturan Pemerintah RI No.71 Tahun 1992 tentang Pendirian Bank Perkreditan Rakyat, Pasal 4, yang menyatakan: BPR dapat didirikan di daerah pedesaan di wilayah kecamatan di luar ibukota negara, ibukota propinsi, ibukota kotamadya, dan ibukota kabupaten.. Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa BPR merupakan bank yang fungsinya menerima simpanan dalam bentuk uang dan memberikan kredit jangka pendek untuk masyarakat pedesaan (Martono, 2002:35). Bentuk hukum suatu Bank Perkreditan Rakyat dapat berupa: 1. Perusahaan Daerah Perusahaan daerah adalah perusahaan yang modalnya dimiliki oleh pemerintah daerah, dimana kekayaan perusahaan dipisahkan dari kekayaan negara. Tujuan perusahaan daerah adalah mencari keuntungan yang nantinya akan digunakan untuk pembangunan daerah. 2. Koperasi Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan usaha koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdas atas asas kekeluargaan. Tujuan koperasi untuk meningkatkan kesejahteraan anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya. Pengelolaan badan usaha dilakukan secara efektif dan efisien tanpa mengabaikan prinsip-prinsip koperasi.

3. Perseroan Terbatas Perseroan Terbatas (PT) adalah suatu persekutuan untuk menjalankan perusahaan yang mempunyai modal usaha yang terbagi atas beberapa saham dimana setiap pemegang saham turut mengambil bahagian sebanyak satu atau lebih saham. Para pemegang saham (sebagai pemilik perusahaan) bertanggung jawab terbatas terhadap hutang-hutang perusahaan sebesar modal yang disetor. Tujuan PT adalah untuk memperoleh laba maksimal, dimana laba tersebut sebagian dibagi kepada para pemegang saham dalam bentuk deviden, dan sebagian untuk menambah modal serta membentuk cadangan. Adapun kegiatan usaha Bank Perkreditan Rakyat (BPR) meliputi: 1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka dan tabungan. 2. Memberikan kredit kepada pengusaha kecil dan rumah tangga. 3. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berkangka, sertifikat deposito, dan/ atau tabungan pada bank lain. C. Pengertian Kredit Istilah Credit, berasal dari perkataan latin credo, yang berarti I Believe, I Trust, saya percaya atau saya menaruh kepercayaan. Perkataan credo berasal dari kombinasi perkataan sansekerta cred yang berarti kepercayaan (trust) dan perkataan latin do, yang berarti saya menaruh. Sesudah kombinasi tersebut menjadi bahasa latin, kata kerjanya dan kata bendanya masing-masing menjadi credere dan creditium. Istilah yang merupakan pasangan kredit merupakan utang (debt). Kredit dan utang merupakan istilah-istilah untuk satu perbuatan ekonomi (perbuatan yang menimbulkan akibat-akibat ekonomi) yang dilihat dari arah yang berlawanan. Jadi

kredit adalah penyerahan barang, jasa atau uang dari satu pihak (kreditur/atau pemberi pinjaman) atas dasar kepercayaan kepada pihak lain (nasabah atau pengutang/borrower) dengan janji membayar dari penerima kredit kepada pemberi kredit pada tanggal yang telah disepakati kedua belah pihak. UU No.10/1998 pasal 1 ayat 11 tentang perbankan menyatakan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga (Abdullah, 2003: 84). 1. Unsur Kredit Menurut Untung (2005:3) setiap kredit mengandung unsur: a. Kepercayaan, dimana si pemberi kredit yakin bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang, atau jasa, akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu dimasa yang akan datang. b. Tenggang waktu, yaitu waktu yang akan memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Dalam unsur waktu ini terkandung pengertian nilai agio dari uang, yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang akan datang. c. Degree of risk, yaitu risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima di kemudian hari. Semakin panjang jangka waktu kredit diberikan semakin tinggi pula tingkat risikonya, sehingga terdapat unsur ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Inilah yang

menyebabkan timbulnya unsur risiko, sehingga dibutuhkan jaminan dalam pemberian kredit. d. Prestasi atau objek kredit, diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat berbentuk barang atau jasa. Kepercayaan Waktu Unsur Kredit Resiko Prestasi Gambar: 2.1 Unsur Kredit Sumber: Untung ( 2005:2 ) 2. Pengelompokkan Kredit a) Jenis Kredit Berdasarkan Kolektibiltas Kelancaran Kredit Kolektibilitas kredit berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia 7/2/PBI/2005 masing-masing pasal 12 ayat 3 tentang penilaian kualitas aktiva produktif, dibagi menjadi Lancar, Dalam perhatian khusus, Kurang lancar, Diragukan, dan Macet. Sementara Tangkilisan (2003:52), menambahkan penjelasan mengenai penggolongan kolektibilitas kredit, sebagai berikut: 1. Kredit Lancar, yaitu kredit yang pembayarannya lancar/tepat waktu, artinya segala kewajiban (bunga dan angsuran utang pokok) diselesaikan oleh nasabah secara baik.

2. Dalam Perhatian Khusus, yaitu terdapat tunggakan pembayaran pokok atau bunga sampai dengan 90 hari. 3. Kurang Lancar, yaitu terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 90 hari sampai 180 hari. 4. Diragukan, yaitu terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 180 hari sampai dengan 270 hari. 5. Macet, yaitu terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 270 hari. b) Jenis Kredit Berdasarkan Tujuan Penggunaan Sementara menurut Sri (2001:73), menambahkan penjelasan mengenai klasifikasi bentuk-bentuk kredit berdasarkan tujuan penggunaannya, terdiri dari: 1. Kredit Modal Kerja (KMK) KMK adalah kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasional perusahaan. Sebagai contoh, kredit untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai atau biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan. 2. Kredit Investasi (KI) Kredit investasi adalah kredit yang digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek/pabrik baru atau untuk keperluan rehabilitasi. Ciri-ciri kredit investasi, adalah: a. Untuk pengadaan barang-barang modal b. Mempunyai perencanaan alokasi dana yang matang dan terarah c. Berjangka waktu menengah dan panjang.

3. Kredit Konsumsi Kredit konsumsi adalah kredit yang digunakan dalam rangka pengadaan barang atau jasa untuk tujuan konsumsi, dan bukan sebagai barang modal dalam kegiatan usaha debitur. Penggunaan kredit ini misalnya untuk pembelian mobil, rumah, dan barang-barang konsumsi yang lain. 3. Prinsip Analisis Kredit Abdullah (2003:92) memaparkan prinsip analisis kredit dikenal dengan konsep 5C, yaitu: a. Character (watak) Penilaian watak atau kepribadian calon debitur dimaksudkan untuk mengetahui kejujuran dan itikad baik calon debitur untuk melunasi atau mengembalikan pinjamannya, sehingga tidak menyulitkan bank di kemudian hari. b. Capacity (kapasitas) Bank harus memastikan bahwa calon debitur mampu melunasi atau membayar kreditnya dilihat dari pengalaman usahanya, kemampuan manajerialnya, dan pendidikannya. c. Capital (modal) Menganalisis aspek permodalan dilakukan guna memastikan bahwa calon debitur mempunyai modal yang cukup dalam menunjang pembiayaan proyek atau usaha calon debitur yang bersangkutan. d. Collateral (jaminan) Jaminan digunakan untuk menutup risiko kredit macet, bank harus memastikan agunan yang diserahkan calon debitur cukup berkualitas dan memiliki surat-surat yang lengkap.

e. Condition of Economy (kondisi perekonomian) Mempelajari dan menganalisis apakah keadaan perekonomian bersifat menunjang atau menghambat usaha debitur, yang dapat berpengaruh bagi kelancaran kredit yang diberikan. 4. Prinsip Pemberian Kredit Bank dalam memberikan kredit, selain menerapkan prinsip 5C juga menerapkan apa yang dinamakan 7P yaitu: a. Personality, yaitu menilai nasabah dari segi kepribadian atau tingkah lakunya sehari-hari maupun masa lalunya. Prinsip personality hampir sama dengan prinsip character dari 5C. b. Party, yaitu menggolongkan nasabah ke golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas, dan karakternya, sehingga nasabah dapat digolongkan ke golongan tertentu dan akan mendapat fasilitas kredit yang berbeda pula dari bank. Kredit untuk pengusaha lemah berbeda dengan kredit dengan pengusaha yang kuat modalnya, baik dari segi jumlah, bunga, dan persyaratan lainnya. c. Purpose, yaitu untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit, termasuk jenis kredit yang diinginkan nasabah. d. Prospect, yaitu untuk menilai usaha nasabah di masa yang akan datang apakah menguntungkan atau tidak, atau dengan kata lain mempunyai prospek atau sebaliknya. e. Payment, merupakan ukuran bagaimana nasabah membayar kreditnya dan mencari tahu dari sumber penghasilan debitur. Semakin banyak sumber penghasilan debitur maka akan semakin baik, sehingga jika salah satu usahanya merugi akan dapat ditutupi oleh sektor lainnya.

f. Profitability, untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam menghasilkan laba. Profitability ini diukur dari waktu ke waktu apakah akan tetap sama atau semakin meningkat, apalagi dengan tambahan kredit yang akan diperolehnya dari bank. g. Protection, tujuannya adalah menjaga agar kredit yang diberikan bank dapat memperoleh perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan barang atau jaminan asuransi. 5. Aspek-aspek Analisis Kredit Aspek-aspek yang perlu dinilai dalam pemberian suatu fasilitas kredit adalah (Dendawijaya, 2005:92) a. Aspek hukum, bertujuan untuk menilai legalitas usaha, dan keaslian serta keabsahan dokumen-dokumen dan barang jaminan kredit yang diajukan oleh calon nasabah. b. Aspek keuangan, bertujuan untuk menilai keadaan keuangan dan kebutuhan dana calon debitur. c. Aspek manajemen, untuk mengetahui identitas pemohon, pendidikan, pekerjaan, kemampuan mengelola usahanya, kekuatan modal, dan lain-lain. d. Aspek pemasaran, dalam aspek ini yang akan dinilai adalah prospek usaha calon debitur baik sekarang dan dimasa yang akan datang. e. Aspek teknis, bertujuan untuk menilai gambaran usaha, proses produksi, serta kelengkapan sarana dan prasarana usaha yang dimiliki. 6. Tekhnik Perhitungan Kredit Tekhnik perhitungan kredit pada nasabah praktiknya ada beberapa cara yang lazim digunakan, tergantung pada jenis kredit yang diminta pada nasabah atau jenis kredit yang ditawarkan oleh bank. Kolektibilitas kredit berdasarkan ketentuan Bank

Indonesia (Surat Keputusan Direksi BI No.7/2/PBI/2005) tersebut dibagi dalam dua kelompok, yaitu: a. Non Performing Loan (NPL) Non Performing Loan (NPL) dikenal dengan istilah kredit bermasalah, terdiri dari penjumlahan kredit dengan kategori: i. Kurang Lancar (apabila terjadi tunggakan selama 91-180 hari) ii. Diragukan (apabila terjadi tunggakan selama 180-270 hari) iii. Macet (apabila terjadi tunggakan > 270 hari Ketentuan Bank Indonesia menetapkan bahwa rasio kredit bermasalah dikatakan baik dengan syarat minimal 5% dari total kredit (kredit bermasalah 5%) b Performing Loan (PL) Performing Loan (PL) dikenal dengan istilah krdit lancar, terdiri dari penjumlahan kredit dengan kategori: i. Dalam Perhatian Khusus (apabila terjadi tunggakan selama 1-90 hari) ii. Lancar (apabila terjadi tunggakan selama < 1 hari) Rasio kredit lancar dikatakan baik dengan syarat maksimal 95% dari total kredit (kredit lancar 95%). Berikut ini rumus perhitungan persentase kredit bermasalah dan kredit lancar: Kredit Bermasalah = Kredit Kurang Lancar + Kredit Diragukan + Kredit Macet Total Kredit X 100% Kredit Lancar = Kredit Lancar + Kredit Dalam Perhatian Khusus Total Kredit X 100% Sumber: Accounting PT. BPR Mitradana Madani

7. Prosedur & Tahapan Pemberian Kredit Prosedur pemberian kredit merupakan tahap-tahap yang harus dilalui sebelum suatu kredit diputuskan untuk diberikan, sehingga mempermudah bank dalam menilai kelayakan suatu permohonan kredit. Menurut Kasmir (2003:124) secara umum prosedur pemberian kredit adalah sebagai berikut: 1. Pengajuan Berkas-berkas Pemohon kredit dalam hal ini mengajukan permohonan kredit yang dituangkan dalam suatu proposal, kemudian dilampiri dengan berkas-berkas lainnya yang dibutuhkan. 2. Wawancara Awal Wawancara awal merupakan penyelidikan kepada calon peminjam dengan langsung berhadapan dengan calon peminjam. Tujuannya adalah untuk meyakinkan bank apakah berkas-berkas tersebut sesuai dan lengkap seperti yang diinginkan oleh bank dan untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan nasabah yang sebenarnya. 3. On the Spot On the Spot merupakan suatu kegiatan pemeriksaan ke lapangan dengan meninjau berbagai objek yang akan dijadikan usaha atau jaminan. 4. Wawancara Kedua Wawancara Kedua merupakan kegiatan perbaikan berkas, jika terjadi kekurangan-kekurangan pada saat setelah dilakukan on the spot di lapangan. 5. Keputusan kredit Keputusan kredit dalam hal ini adalah untuk menentukan apakah kredit akan diberikan atau ditolak, jika diterima maka dipersiapkan administrasinya, namun jika ditolak hendaknya dikirim surat penolakan beserta alasannya.

6. Penandatanganan Akad Kredit/Perjanjian Lainnya Kredit sebelum dicairkan, terlebih dahulu calon nasabah menandatangani akad kredit, mengikat jaminan dengan hipotik dan surat perjanjian atau pernyataan yang dianggap perlu. Menurut UU Perbankan KUH Perdata pasal 1754 tentang perjanjian kredit bahwa: Perjanjian pinjam-meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian dengan syarat bahwa pihak yang belakang ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula. Ada 2 (dua) jenis perjanjian yang digunakan bank dalam memberikan kreditnya, (Untung, 2005:31) yaitu : a. Akta/ perjanjian kredit di bawah tangan b. Akta/ perjanjian kredit notaris (otentik) 7. Realisasi Kredit Realisasi kredit diberikan setelah penandatanganan akad kredit dan surat-surat yang diperlukan dengan membuka rekening giro atau di bank yang bersangkutan. 8. Penyaluran/Penarikan Dana Penyaluran/Penarikan Dana adalah pencairan atau pengembalian uang dari rekening sebagai realisasi dari pemberian kredit dan dapat diambil sesuai ketentuan dan tujuan kredit yaitu secara bertahap atau sekaligus.

Prosedur Pemberian Kredit Tidak Data kurang Permohonan Kredit Layak Diteruskan Pengumpulan Data Usaha dan Peninjauan Jaminan Analisis Kredit Layak Diteruskan Penyusunan Proposal Kredit Tidak Data kurang Tidak Disetujui Pengumpulan Data Pelengkap T O L A K P E R M O H O N A N Da ta kurang Pengikatan Kredit dan Pengikatan Jaminan Tidak dapat diselesaikan Ada masalah hukum Membahayakan Bank K R E D I T Administrasi Kredit Pencairan Dana dan / atau Pembukaan Fasilitas Gambar : 2.2. Prosedur Pemberian Kredit Sumber : Menurut Jusuf (2003:15)

D. Risiko Gagal Bayar (Default Risk/Credit Risk) Kredit bermasalah menggambarkan suatu situasi dimana persetujuan pengembalian kredit mengalami risiko kegagalan, bahkan menunjukkan kepada bank akan memperoleh rugi yang potensial. Rivai (2006:476) menguraikan bahwa kredit bermasalah merupakan kredit dimana cidera janji dalam pembayaran kembali sesuai perjanjian, sehingga terdapat tunggakan, atau ada potensi kerugian di perusahaan nasabah sehingga memiliki kemungkinan timbulnya risiko di kemudian hari bagi bank dalam arti luas. Ada 2 faktor yang menjadi penyebab timbulnya kredit bermasalah (credit risk), yaitu: 1. Faktor Internal Faktor Internal adalah faktor yang berasal dari intern bank itu sendiri, terdiri dari debitur sebagai nasabah dan kreditur sebagai pihak bank. a. Nasabah Gagal bayar (default risk) dapat terjadi karena karakter, itikad yang tidak baik, ketidakmampuan atau kurang kompeten dan tidak adanya prospek dari nasabah untuk memenuhi kewajibannya untuk membayar angsuran pokok maupun bunga atas pinjamannya terhadap bank, antara lain: i) Nasabah tidak atau kurang pengalaman dalam mengelola usaha. ii) Tidak jujur dalam memanfaatkan, mengelola dana yang ada. iii) Nasabah kurang memberikan waktu dalam pembayaran. iv) Nasabah tidak kompeten. v) Nasabah serakah.

Kemacetan kredit dapat terjadi akibat 2 hal yaitu: i) Adanya unsur kesengajaan Tidak adanya unsur kemauan untuk membayar dari pihak debitur walaupun sebenarnya nasabah tersebut mampu. ii) Adanya unsur tidak sengaja Debitur mau membayar, tetapi tidak mampu melakukan pembayaran oleh sebab tertentu seperti musibah bencana alam, dan faktor lain yang tidak dapat dikendalikan oleh manusia. b. Pihak Bank Sikap atau tindakan dari kreditur yang tidak profesional dalam melakukan pemberi kredit, kurang ketelitian dalam mengawasi, memonitor serta memprediksikan atau mendeteksi risiko yang akan tejadi di kemudian hari, antara lain: i) Kurang pengecekan terhadap latar belakang calon nasabah, kurangnya mengadakan review, meminta laporan dan tidak menganalisis laporan keuangan calon nasabah serta kurangnya informasi-informasi lainnya tentang calon nasabah. ii) Kurang tajam dalam menganalisis terhadap maksud dan tujuan penggunaan kredit dan sumber pembayaran kembali dan kurang mengadakan kontak dengan nasabah. iii) Pemberian kelonggaran yang terlalu banyak, terutama dalam mencantumkan syarat-syarat dari calon nasabah, dan terlalu kompromi terhadap prinsip-prinsip perkreditan.

iv) Keyakinan yang berlebih dari pihak bank sehingga pihak bank kurang mengadakan kunjungan on the spot pada lokasi perusahaan nasabah. v) Tidak punya kebijakan perkreditan yang sehat dari pihak bank, sehingga terjadi pengikatan jaminan yang kurang sempurna. vi) Sikap memudahkan dari pejabat bank atau account officer. vii) Kurang mengadakan kontak dengan nasabah. viii) Kurang mahir dalam menganalisis laporan keuangan calon nasabah. Menurut Siamat (2001:175), faktor internal kredit bermasalah terjadi disebabkan karena: i) Kebijakan perkreditan yang ekspansif. Bank yang memiliki kelebihan dana (excess liquidity) sering menetapkan kebijakan perkreditan yang terlalu ekspansif yang melebihi pertumbuhan kredit secara wajar yaitu dengan menetapkan sejumlah target kredit yang harus dicapai untuk kurun waktu tertentu, sehingga mengakibatkan tidak lagi selektif dalam memilih calon debitur dan kurang menerapkan prinsipprinsip perkreditan yang sehat dalam menilai permohonan kredit sebagaimana seharusnya. ii) Penyimpangan dalam pelaksanaan prosedur perkreditan. Penyimpangan sistem dan prosedur perkreditan tersebut bisa disebabkan karena jumlah dan kualitas sumber daya manusia khususnya yang menangani masalah perkreditan belum memadai. Salah satu penyebab timbulnya kredit bermasalah tersebut dari sisi intern bank adalah pihak dalam bank yang sangat dominan dalam pemutusan kredit. iii) Lemahnya sistem administrasi dan pengawasan kredit.

Kelemahan sistem administrasi dan pengawasan kredit bank dapat dilihat dari dokumen kredit yang seharusnya diminta dari debitur tapi tidak dilakukan oleh bank, berkas perkreditan tidak lengkap dan tidak teratur, pemantauan terhadap usaha debitur tidak dilakukan secara rutin, termasuk peninjauan langsung pada lokasi usaha debitur secara periodik. iv) Lemahnya sistem informasi kredit. Sistem informasi kredit yang tidak berjalan sebagaimana seharusnya akan memperlemah keakuratan pelaporan bank yang pada gilirannya akan sulit melakukan deteksi dini, sehingga dapat menyebabkan terlambatnya pengambilan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah. 2. Faktor eksternal (external environment) Faktor ekternal adalah faktor yang berasal dari luar bank tersebut, yang terdiri dari pengaruh atau perubahan lingkungan (environment) yang dapat menimbulkan kerugian, baik untuk debitur (nasabah) maupun kreditur (pihak bank). Faktor eksternal merupakan faktor risiko yang terkait dan bersumber dari peristiwa-peristiwa yang terjadi diluar pengendalian langsung namun dapat pula ditujukan langsung pada fasilitas atau manajemen bank. Ada 3 perubahan yang mengakibatkan nasabah mengalami risiko gagal bayar (default risk) pada debitur, antara lain: a. Kondisi perekonomian, i) Peristiwa yang menimpa bank bank lain namun memberi pengaruh yang besar pada kinerja bidang industri pada umunya secara luas. ii) Kegagalan usaha debitur.

Kegagalan usaha debitur dapat terjadi karena sifat usaha debitur sensitif terhadap pengaruh eksternal (external factors), misalnya kegagalan dalam pemasaran produk, terjadi perubahan harga di pasar, perubahan pola konsumen dan pengaruh perekonomian nasional. iii) Pemanfaatan iklim persaingan perbankan yang tidak sehat oleh debitur. Persaingan bank yang sangat ketat dalam penyaluran kredit dapat dimanfaatkan debitur yang kurang memiliki itikad baik dengan cara memperoleh kredit melebihi jumlah yang diperlukan dan untuk usaha yang tidak jelas atau untuk spekulatif. Kondisi persaingan yang tajam sering menyebabkan bank menjadi tidak rasional dalam pemberian kredit dan akan diperburuk dengan keterbatasan kemampuan teknis dan pengalaman petugas bank dalam pengelolaan kredit. b. Perubahan-perubahan peraturan Penerapan suatu peraturan atau kebijakan baru dari penguasa terkait bidang ekonomi pada umumnya dan perbankan pada khususnya. c. Bencana alam Musibah dapat saja terjadi pada debitur, misalnya meninggal dunia, lokasi usahanya mengalami kebakaran atau kerusakan sementara usaha debitur tidak dilindungi asuransi. E. Pembinaan, Penyelamatan, Monitoring dan Penyelesaian Kredit Bermasalah 1. Pembinaan Kredit Pembinaan Kredit adalah upaya yang dilakukan dalam mengelola kredit bermasalah agar dapat diperoleh hasil yang optimal sesuai dengan tujuan dari pemberian kredit.

2. Penyelamatan Kredit Penyelamatan Kredit adalah upaya yang dilakukan di dalam pengelolaan kredit bermasalah yang masih mempunyai prospek di dalam usahanya dengan tujuan untuk meminimalkan kemungkinan timbulnya kerugian bagi bank, menyelamatkan kembali kredit yang ada agar menjadi lancar atau dengan kata lain, kualitas kredit nasabah meningkat, serta usaha-usaha lainnya yang ditujukan untuk memperbaiki kualitas usaha nasabah. Penyelamatan terhadap kredit bermasalah dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu (Kasmir, 2000:103): a. Reschedulling (Penjadwalan Ulang), dilakukan dengan cara: 1. Debitur diberi keringanan untuk memperpanjang jangka waktu kredit, misalnya perpanjangan jangka waktu kredit dari 6 bulan menjadi satu tahun sehingga debitur mempunyai waktu yang lebih lama untuk mengembalikannya. 2. Perpanjangan jangka waktu angsuran hampir sama dengan perpanjangan jangka waktu kredit, dimana dalam hal ini jangka waktu angsuran kredit diperpanjang pembayarannya, misalnya dari 24 kali menjadi 36 kali dan hal ini tentu saja jumlah angsuran pun menjadi mengecil seiring dengan penambahan jumlah angsuran. b. Reconditioning, dengan cara mengubah berbagai persyaratan yang ada seperti: 1. Penundaan pembayaran bunga sampai waktu tertentu. Penundaan pembayaran bunga sampai janka waktu tertentu, sedangkan pokok pinjaman tetap harus dibayar seperti biasa. 2. Penurunan suku bunga.

Penurunan suku bunga dimaksudkan agar lebih meringankan beban debitur. Sebagai contoh, jika bunga per tahun sebelumnya dibebankan 17 % diturunkan menjadi 15 %. 3. Pembebasan bunga Pembebasan suku bunga diberikan kepada debitur dengan pertimbangan debitur sudah tidak mampu lagi membayar kredit tersebut. Akan tetapi debitur tetap mempunyai kewajiban untuk membayar pokok pinjamannya sampai lunas. a. Restructuring (Penataan Kembali) Penataan kembali persyaratan kredit dengan meninjau kembali isi perjanjian kredit. b. Combination Kombinasi dari ketiga jenis metode di atas, misalnya kombinasi antara restructuring dengan reconditioning atau rescheduling dengan restructuring. c. Melikuidasi jaminan (Penyitaan Jaminan) Penyitaan jaminan merupakan jalan terakhir apabila debitur sudah benar-benar tidak punya itikad baik atau sudak tidak mampu lagi untuk membayar semua hutang-hutangnya. 3. Monitoring Dan Pengawasan Kredit a. Monitoring Monitoring dilakukan untuk mengetahui secara dini penyimpangan yang terjadi dari kegiatan perkreditan sehingga bank dapat mengambil langkah-

langkah secepat mungkin untuk perbaikannya. Monitoring diklasifikasi dalam 3 jenis yaitu: i) On Desk Monitoring, yaitu pemantauan kredit secara administratif melalui instumen-instrumen administrasi. ii) On Site Monitoring, yaitu pemantauan kredit langsung ke lapangan (nasabah), baik sebagian atau menyeluruh, maupun khusus atau kasus tertentu untuk membuktikan pelaksanaan kebijakan kredit bank, atau secara menyeluruh apakah ada yang terjadi atas terms of lending yang disepakati. iii) Exception Monitoring, yaitu pemantauan kredit dengan memberikan tekanan kepada hal-hal yang telah berjalan sesuai dengan terms of lending, dikurangi intensitasnya. b. Pengawasan Kredit Pengawasan penilaian kolektibiltas kredit meliputi: i) Ketepatan pembayaran pokok pinjaman/angsuran, pembayarn bunga, serta kemampuan yang ditinjau dari kondisi nasabah. ii) Penilaian kolektibilitas berdasarkan data kredit nasabah yang ada terhadap masing-masing nasabah secara keseluruhan telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan Bank Indonesia. 4. Penyelesaian Kredit Bermasalah Penyelesaian kredit adalah upaya yang dilakukan bank untuk meyelesaikan kredit bermasalah yang tidak mempunyai prospek setelah usaha-usaha pembinaan, penyelamatan dan dengan jalan apa pun ternyata tidak mungkin dilakukan lagi, dengan tujuan untuk mencegah risiko bankyang semakin besar serta mendapatkan pelunasan kembali atas kredit tersebut dari nasabah dengan

berbagai macam upaya yang dapat ditempuh oleh bank. Menurut Rivai (2006:553) tindakan yang dapat digolongkan ke dalam upaya ini adalah: a. Novasi Novasi adalah perjanjian yang menyebabkan hapusnya suatu perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya sebagai pengganti perikatan semula. b. Kompensasi Kompensasi merupakan salah satu cara hapusnya perikatan yang disebabkan oleh keadaan dimana dua orang atau pihak masing-masing merupakan nasabah satu terhadap lainnya. c. Likuidasi Likuidasi adalah penjualan barang jaminan nasabah untuk melunasi utang kepada bank, baik dilakukan oleh nasabah yang bersangkutan atau oleh pemilik jaminan, dengan persetujuan dan dibawah pengawasan bank. d. Subrogasi Subrogasi adalah penggantian hak-hak bank oleh pihak ketiga karena adanya pembayaran utang nasabah oleh pihak ketiga tersebut kepada bank yang dimaksud. Perikatan utang piutang antara bank dengan nasabah tidak hapus, demikian pula perjanjian perikatan lama tetap utuh dan berpindah kepada bank baru yang melalukan pembayaran tersebut. e. Keringanan tunggakan bunga, denda dan biaya f. Penyelesaian secara hukum di Pengadilan Negeri Penyelesaian secara hukum melalui pengadilan dapat dilakukan dengan cara somasi, parade eksekusi dan gugatan.