BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan umum UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah,

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia yang berada di masing masing Provinsi dengan

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. pusat (Isroy, 2013). Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab,

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB I PENDAHULUAN. disertai dengan pembiayaan yang besarnya sesuai dengan beban kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan peraturan sektor publik yang disertai dengan adanya tuntutan

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

BAB I. Kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia, yang dikukuhkan dengan

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian mengalami dua kali revisi yaitu

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu fungsi alokasi yang meliputi: sumber-sumber ekonomi dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan dikeluarkannya Undang-undang No 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan yang berbentuk Republik, yang mana untuk selanjutnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi juga merupakan indikator pencapaian pembangunan nasional. akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. (United Nations Development Programme) sejak tahun 1996 dalam seri laporan

BAB I PENDAHULUAN. upaya yang berkesinambungan yang meliputi pembangunan masyarakat, bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai jenis pembelanjaan. Seperti halnya pengeluaran-pengeluaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. ini mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum bagi yang dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

BAB I PENDHULUAN. kebijakan otonomi daerah yang telah membawa perubahan sangat besar terhadap

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah dambaan semua daerah maupun Negara.

I. PENDAHULUAN. pemerintahan termasuk kewenangan daerah. Salah satu bukti adalah Undang-undang

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis pertumbuhan..., Edi Tamtomo, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32/2004 dan terakhir diganti dengan

PENDAHULUAN. berbagai kegiatan pembangunan nasional diarahkan kepada pembangunan yang merata ke

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam lingkup negara secara spasial tidak selalu

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang. difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam perkembangannya seringkali terjadi adalah ketimpangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dibuat dan dipopulerkan oleh United Nations

BAB I PENDAHULUAN. selalu mengalami kenaikan dalam jumlah maupun kualitas barang dan jasa

BAB I PENDAHULUAN. melalui otonomidaerah.pemberian otonomi daerah tersebut bertujuan untuk

I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah

BAB I PENDAHULUAN. setiap anggaran tahunan jumlahnya semestinya relatif besar. publik. Beberapa proyek fisik menghasilkan output berupa bangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita diproduksi

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, desentralisasi fiskal mulai hangat dibicarakan sejak

BAB I PENDAHULUAN. Manusia (IPM), pembangunan manusia didefinisikan sebagai a process

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan adalah usaha menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Nomor No.12 tahun 2008 (revisi UU no.32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat kesejahteraan merupakan acuan utama yang mendeskripsikan

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang umumnya digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di dalam suatu daerah dengan ditunjukkan oleh perubahan output. Menurut Susanti (2000) dalam Maryati dan Endrawati (2010:69) pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Indikator yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi di tingkat nasional adalah tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang mencerminkan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh aktivitas produksi di dalam perekonomian. Sedangkan menurut Djoyohadikusumo (1994:1) meningkatnya produksi barang dan jasa dari suatu daerah, secara makro dapat dilihat dari peningkatan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) setiap tahunnya dan secara mikro dilihat dari Produk Domestik Regional Bruto per kapitanya. Terkait dengan pertumbuhan ekonomi, pemerintah pusat memberikan wewenang kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, hal ini merupakan prinsip dari otonomi daerah. Menurut Bastian (2006:338) otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 1

2 Otonomi daerah harus disadari sebagai suatu transformasi paradigma dalam penyelenggaran pembangunan dan pemerintahan di daerah, kerena program otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan antardaerah, dan meningkatkan kualitas pelayanan publik agar lebih efisien dan reponsif terhadap kebutuhan, potensi maupun karateristik daerah masing-masing. Hal ini ditempuh melalui peningkatan hak dan tanggung jawab pemerintah daerah untuk mengelola rumah tangganya sendiri (Bastian, 2006:354). Menurut UU No. 32 Tahun 2004, tujuan otonomi daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Salah satu substansi yang termuat di dalam otonomi daerah adalah desentralisasi yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di suatu daerah. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU no 32 tahun 2004). Pembiayaan untuk pertumbuhan ekonomi sendiri berdasarkan asas desentralisasi (Bastian, 2006:331). Desentralisasi diatur dalam UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah dan disempurnakan oleh UU No.

3 33 Tahun 2004. Menurut UU No. 33 Tahun 2004, sumber penerimaan yang digunakan untuk pendanaan pemerintah daerah dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal meliputi: Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak, pinjaman daerah dan lain-lain penerimaan yang sah. Dengan ini, pemerintah daerah harus mengoptimalkan hasil penerimaan daerahnya untuk pembiayaan kegiatan pembangunan. Melalui desentralisasi fiskal, pemerintah memiliki wewenang untuk menggali hasil pendapatan daerah dan melakukan alokasi mandiri untuk memprioritaskan dalam hal pembangunan. Dengan harapan dapat memeratakan pembangunan di segala wilayah dengan potensi masing-masing sesuai keinginan daerah. Menurut Bastian (2006:332) di dalam azas desentralisasi, seiring dengan diserahkannya kewenangan ke daerah, pemerintah pusat harus menyerahkan pembiayaan, personalia, dan perlengkapan (3P) sebagai syarat mutlak. Dengan kata lain, desentralisasi selalu dimaknai sebagai distribusi sumber daya dari pusat ke daerah. Pertumbuhan ekonomi yang baik dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Menurut E. Kwan Choi dan Hamid Beladi (1996) dalam Todaro (2000:143), secara umum sumber-sumber utama bagi pertumbuhan ekonomi adalah adanya investasi-investasi yang mampu memperbaiki kualitas modal atau sumber daya manusia dan fisik, yang selanjutnya berhasil meningkatkan kuantitas sumber daya produktif dan yang bisa menaikkan produktivitas seluruh sumber daya melalui penemuan-penemuan baru, inovasi dan kemajuan teknologi.

4 Menurut Ariefiantoro dan Saddewisasi (2011), faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan penduduk karena penduduk yang bertambah akan memperbesar jumlah tenaga kerja dan penambahan tersebut akan memungkinkan suatu daerah menambah produksi. Faktor lain yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi juga terdapat pada penelitian yang dilakukan oleh Supartoyo, Tatuh dan Sendouw (2013), faktor tersebut di antaranya laju pertumbuhan angkatan kerja, karena termasuk faktor produksi yang menggerakkan perekonomian di daerah. Laju pertumbuhan ekspor netto juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi walaupun belum besar peranannya. Sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Emita, Amar dan Syofyan (2013), faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di ataranya konsumsi, dikarenakan terjadinya peningkatan konsumsi berarti telah terjadi peningkatan permintaan terhadap barang dan jasa, yang kemudian akan meningkatkan perumbuhan ekonomi. Faktor investasi juga memicu kenaikan pertumbuhan ekonomi karena kenaikan investasi mengindikasikan telah terjadinya kenaikan penanaman modal atau pembentukan modal. Faktor lain yaitu pengeluaran pemerintah, terjadinya peningkatan pengeluaran pemerintah misalnya untuk penyediaan atau perbaikan infrastruktur maka proses produksi barang dan jasa akan semakin lancar. Begitu juga dengan net ekspor juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, karena apabila ekspor mengalami peningkatan maka produksi barang dan jasa juga akan mengalami peningkatan karena net ekspor

5 yang meningkat mengindikasikan permintaan terhadap barang dan jasa di luar negeri lebih besar dari pada permintaan barang luar negeri di dalam negeri. Menurut Mubaroq, Remi dan Muljarijadi (2013) melakukan penelitian dengan hasil bahwa investasi pemerintah berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Emita, Amar dan Syofyan (2013). Komponen tenaga kerja juga mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Supartoyo, Tatuh dan Sendouw (2013). Desentralisasi juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi ketika variabel kemandirian daerah digunakan dalam estimasi bersama variabel investasi pemerintah dan tenaga kerja. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh beberapa peneliti, dapat disimpulkan bahwa beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di antaranya investasi pemerintah, pertumbuhan penduduk, jumlah angkatan kerja, netto ekspor, pengeluaran pemerintah, konsumsi dan desentralisasi. Peneliti ingin menggali lebih dalam tentang pengaruh desentralisasi terhadap pertumbuhan ekonomi, hal ini dilakukan dengan cara melakukan pengukuran melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH). Provinsi Jawa Timur yang terdiri dari 38 kabupaten/kota juga okir serta berperan dalam desentralisasi fiskal yang ada di Indonesia. Sehingga setiap daerahnya berhak menentukan kondisi daerah termasuk pertumbuhan ekonominya. Provinsi Jawa Timur memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang positif. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan Produk Domestik Regional Bruto

6 (PDRB) atas harga konstan 2000. Struktur perekonomian Provinsi Jawa Timur tahun 2011, didominasi besarnya kontribusi sektor perdagangan, hotel dan retoran. Selain sektor di atas, sektor lainnya yang memiliki kontribusi cukup besar adalah sektor jasa dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Berdasarkan laju pertumbuhan ekonomi provinsi di pulau Jawa, diketahui bahwa provinsi Jawa Timur memiliki rata-rata pertumbuhan 6,19%. Provinsi Jawa Timur mengalami penurunan laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2008-2009, akan tetapi untuk tahun 2010 provinsi Jawa Timur mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan tahun 2007. Pada tahun 2011, Jawa Timur mengalami pertumbuhan ekonomi paling tinggi dibandingkan provinsi lain di Jawa, yaitu mencapai 7,22%. Sedangkan nilai PDRB Provinsi Jawa Timur yang memiliki 29 kabupaten dan 9 kota, untuk perbandingan nilai PDRB Atas Harga Dasar Konstan (AHDK) kabupaten/kota, menunjukkan adanya kesenjangan pendapatan yang cukup tinggi, dimana nilai PDRB tertinggi diperoleh kota Surabaya dan PDRB terendah oleh kota Blitar. Penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh: Maryati dan Endrawati (2010) dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa PAD, DAU, dan DAK memiliki pengaruh signifikan positif terhadap pertumbuhan ekonomi, artinya PAD, DAU, dan DAK berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sumatera Barat. Rahmawati (2010) dengan hasil penelitian yang menunjukan bahwa DAU dan PAD mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap alokasi belanja daerah, artinya ada pengaruh

7 dari DAU dan PAD terhadap alokasi belanja. Jika dilihat lebih lanjut, tingkat ketergantungan alokasi belanja daerah lebih dominan terhadap PAD daripada DAU. Fauzyni (2013) dengan hasil studi menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari PAD dan DAK terhadap PDRB di Provinsi Jawa Tengah, artinya ada pengaruh dari besarnya PAD dan DAK terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan untuk Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak memperoleh hasil negatif dan signifikan, artinya tidak ada pengaruh dari DBH Pajak/Bukan Pajak terhadap PDRB. Penelitian lain dilakukan oleh Dewi dan Purbadharmaja (2013) dengan hasil analisis menemukan bahwa variabel PAD secara tidak langsung tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi melalui Penanaman Modal Asing (PMA), variabel inflasi secara tidak langsung tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi melalui PMA, variabel PAD secara langsung berpengaruh secara signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi, variabel PMA berpengaruh secara signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan variabel inflasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Husna dan Sofia (2013) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa retribusi daerah dan Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan variabel lain-lain pendapatan daerah, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil tidak mempunyai pengaruh terhadap petumbuhan ekonomi.

8 Penelitian oleh Lugastoro (2013) dengan hasil estimasi penelitian menunjukkan bahwa rasio PAD dan DAK terhadap belanja modal dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM), artinya semakin besar kemampuan PAD dan DAK dalam membiayai belanja modal akan dapat meningkatkan IPM. Sedangkan variabel DAU berpengaruh negatif signifikan, artinya semakin besar kemampuan DAU dalam membiayai belanja modal, akan dapat menurunkan IPM. Sementara itu DBH berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap IPM, hal ini dapat diasumsikan bahwa semakin besar kemampuan DBH dalam membiayai belanja modal akan meningkatkan IPM namun tidak signifikan. Dan pertumbuhan ekonomi menjadi variabel dengan pengaruh paling dominan terhadap IPM. Sukoco (2015) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Langkah penting yang harus dilakukan pemerintah daerah adalah menghitung potensi PAD yang riil yang dimiliki. Dana Alokasi Umum juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, karena semakin besar DAU yang didapat maka semakin besar pula kemampuan suatu daerah untuk mendanai kebutuhan daerah. Dana Alokasi Khusus juga mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, karena untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, DAK juga harus lebih dintingkatkan. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka akan dilakukan suatu penelitian dengan judul: Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Jawa Timur

9 Tahun 2011-2012. Letak perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada veriabel judul yang diteliti yaitu menggunakan variabel PAD, DAU, DAK, dan DBH terhadap pertumbuhan ekonomi, peneliti menggunakan empat variabel tersebut karena ingin menggali lebih dalam sejauh mana pengaruh PAD, DAU, DAK dan DBH terhadap pertumbuhan ekonomi. Selain variabel, objek penelitian yaitu Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur untuk periode tahun 2011-2012. 1.2 Rumusan Masalah Perumusan masalah berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas adalah: 1. Apakah Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH) berpengaruh secara parsial terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota di Jawa Timur? 2. Apakah Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH) berpengaruh secara simultan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota di Jawa Timur? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH) berpengaruh

10 secara parsial terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota di Jawa Timur. 2. Untuk mengetahui Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH) berpengaruh secara simultan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota di Jawa Timur. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian diharapkan dapat berguna untuk: 1. Kegunaan praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintahan Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur mengenai peran dari pendapatan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan dapat menjadi acuan dalam pembuatan kebijakan di masa yang akan datang sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 2. Kegunaan akademis, dalam pengembangan ilmu pertumbuhan ekonomi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pertumbuhan ekonomi dan dapat menyempurnakan penelitian-penelitian sejenis berikutnya.