HASIL. Tabel 1 Pertumbuhan galur B. japonicum dan E. coli pada media agar yang mengandung antibiotik

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Bintil Akar

ANALISIS FRAGMEN DNA GENOM YANG TERLIBAT DALAM TOLERANSI ASAM-ALUMINIUM PADA Bradyrhizobium japonicum DINI NURDIANI

KLONING FRAGMEN DNA GENOM YANG TERLIBAT DALAM TOLERANSI ASAM-ALUMINIUM PADA BRADYRHIZOBIUM JAPONICUM

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

KLONING FRAGMEN DNA GENOM YANG TERLIBAT DALAM TOLERANSI ASAM-ALUMINIUM PADA Bradyrhizobium japonicum MELALUI MUTAGENESIS DENGAN TRANSPOSON.

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN bp bp bp

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Konstruksi vektor over-ekspresi gen OsWRKY 1.1 Amplifikasi dan purifikasi fragmen gen OsWRKY76

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon

Kloning Domain KS dan Domain A ke dalam Sel E. coli DH5α. Analisis Bioinformatika. HASIL Penapisan Bakteri Penghasil Senyawa Antibakteri

Keragaman Hayati merupakan cerminan dari keragaman genetik Keragaman Genetik mahluk hidup merupakan hasil perubahan struktur gen yang berlangsung

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

DASAR REKAYASA GENETIKA

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

GENETIKA DASAR Rekayasa Genetika Tanaman. Definisi. Definisi. Definisi. Rekayasa Genetika atau Teknik DNA Rekombinan atau Manipulasi genetik

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

HASIL. Bj 11 (wt) Bj 11 (19) Bj 11 (5) 6 mm 6 mm

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

ADI HADIANA CUCU FITRIANI IGUS JULIUS MOCHAMAD SAEFFULLOH WINDA YUNI DENINTA YANTI SUSILAWATI

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi

REKAYASA GENETIKA. By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

Di dalam bab ini akan dibicarakan pengertian teknologi DNA rekombinan. beserta tahapan-tahapan kloning gen, yang secara garis besar meliputi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Rekayasa genetika. Bio-mol kul ke Erlindha Gangga A

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan:

Gambar 1. Struktur organisasi promoter pada organisme prokariot [Sumber: University of Miami 2008: 1.]

VI. PEMBAHASAN UMUM Rhizobium Sebagai Agen Tranformasi Genetika Alternatif

RNA (Ribonucleic acid)

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA

III. METODE PENELITIAN

diregenerasikan menjadi tanaman utuh. Regenerasi tanaman dapat dilakukan baik secara orgnogenesis ataupun embriogenesis (Sticklen 1991; Zhong et al.

PEMBUATAN DNA REKOMBINAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. ISOLASI DNA GENOM PADI (Oryza sativa L.) KULTIVAR ROJOLELE,

BAB IX. DASAR-DASAR TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN

REKAYASA GENETIKA ( VEKTOR PLASMID )

KLONING. dari kata clone yang diturunkan dari bahasa Yunani klon, artinya potongan yang digunakan untuk memperbanyak tanaman.

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

TINJAUAN PUSTAKA. Mobilitas Unsur Fosfat. Tanah asam adalah pembatas bagi pertumbuhan tanaman karena

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Isolasi DNA genom tanaman padi T0 telah dilakukan pada 118

REKAYASA GENETIKA. Genetika. Rekayasa. Sukarti Moeljopawiro. Laboratorium Biokimia Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada

KONJUGASI PADA BAKTERI

URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4 Vektor klon pgemt-easy dan peta restriksi yang dimiliki (Promega 1999).

BAHAN DAN METODE. ditranskipsi dan produk translasi yang dikode oleh gen (Nasution 1999).

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL Isolat-isolat Bakteri yang Didapatkan

Rekombinasi Gen Penyandi -xilosidase asal Geobacillus Thermoleovorans IT-08 dalam Plasmid Phis1525

HASIL DAN PEMBAHASAN. Fenotipe organ reproduktif kelapa sawit normal dan abnormal.

Home -- Reproduksi Sel -- Hereditas -- Struktur & Ekspresi Gen. Regulasi Ekspresi Gen Teknologi DNA Rekombinan -- Genom Manusia GLOSSARY

SINTESIS DAN PENGKLONAAN FRAGMEN GEN tat (TRANSAKTIVATOR) HIV-1 KE DALAM VEKTOR EKSPRESI PROKARIOT pqe-80l EKAWATI BETTY PRATIWI

TINJAUAN PUSTAKA Kedelai Toleran Asam Bakteri Bintil Akar

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

Transformasi Plasmid Dengan Sel Bakteri Escherichia coli Menggunakan Metode Heat Shock ISSN: Maya Ekaningtias

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. SINTESIS DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN tat HIV-1 MELALUI

HASIL DAN PEMBAHASAN Transformasi, Kokultivasi, dan Regenerasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

ISOLASI GEN YANG TERLIBAT DALAM PELARUTAN FOSFAT DARI Pseudomonas sp.azm-1 MELALUI MUTAGENESIS DENGAN TRANSPOSON ALI ZUM MASHAR

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan:

BAHAN DAN METODE. Hrp -, IAA +, BPF Hrp -, IAA + + , BPF Hrp. , BPF Hrp -, IAA +, BPF + Hrp. , BPF Hrp. , BPF Hrp. Penambat Nitrogen Penambat Nitrogen

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc.

PRINSIP TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI SEL DAN MOLEKULER Oleh: Ixora Sartika M ISOLASI DNA PLASMID

ABSTRAK. ISOLASI, OPTIMASI AMPLIFIKASI DAN KLONING GEN phoq PADA Salmonella typhi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil konfirmasi dicek dengan elektroforesis gel agarosa 1%.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, merupakan salah satu tumbuhan herba yang banyak mendapat

BAHAN GENETIK SITOPLASMA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

~anthomonas axonopodis pv. glycines

terkandung di dalam plasma nutfah padi dapat dimanfaatkan untuk merakit genotipe padi baru yang memiliki sifat unggul, dapat beradaptasi serta tumbuh

Gambar 2 Vektor pengklonan pgem T Easy

Teknologi DNA Rekombinan

Teknologi DNA Rekombinan

REKAYASA GENETIKA DENGAN MIKROBTA

KLONING DAN OVEREKSPRESI GEN celd DARI Clostridium thermocellum ATCC DALAM pet-blue VECTOR 1

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB XIII. SEKUENSING DNA

REPLIKASI DNA. Febriana Dwi Wahyuni, M.Si.

Pemetaan DNA Plasmid I. Tujuan Memahami pemetaan DNA plasmid dengan pemotongan/restriksi menggunakan beberapa enzim restriksi.

HASIL DAN PEMBAHASAN TICV Isolat Indonesia

BAB in. METODE PENELITIAN

VII. UJI EKSPRESI GEN TcAP1 (APETALA1 KAKAO) PADA TANAMAN MODEL. Abstrak

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AMPLIFIKASI DAN PURIFIKASI GEN NS1 VIRUS DENGUE. Proses amplifikasi gen NS1 virus dengue merupakan tahap awal

Kasus Penderita Diabetes

I. PENDAHULUAN. protein dalam jumlah besar (Reece dkk., 2011). kompeten biasanya dibuat dari inokulum awal dengan konsentrasi 2% ( v / v )

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

SUBKLONING DAN EKSPRESI Gen fim-c S. typhimurium

BAB VII PEMBAHASAN UMUM

Transkripsi:

HASIL Penentuan Resistensi terhadap Antibiotik Ketiga galur B. japonicum BJ11, BJ38, dan KDR15 menunjukkan kemampuannya tumbuh pada media YMA CR 0.0025% yang mengandung antibiotik ampisilin, rifampisin atau tetrasiklin (Tabel 1). Namun demikian ketiga galur tersebut tidak mampu tumbuh pada media YMA CR 0.0025% kanamisin (50 µg/ml). E. coli S171 (λ pir) dengan konsentrasi antibiotik yang sama mampu tumbuh pada media LA yang mengandung ampisilin ataupun kanamisin, tetapi tidak mampu tumbuh pada media LA yang mengandung rifampisin ataupun tetrasiklin (Tabel 1). Hal ini disebabkan karena E. coli S171 (λ pir) membawa plasmid putminitn5km1 yang membawa gen resistensi terhadap kanamisin dan ampisilin (Gambar 1). Tabel 1 Pertumbuhan galur B. japonicum dan E. coli pada media agar yang mengandung antibiotik Sandi galur BJ11 BJ38 KDR15 E.c S171 λpir Ampisilin Kanamisin Rifampisin Tetrasiklin 50 100 25 50 25 50 25 50 Keterangan : = tumbuh; = tidak tumbuh; konsentrasi antibiotik yang digunakan dalam µg/ml Gambar 4 memperlihatkan penampilan pertumbuhan ketiga galur B. japonicum (BJ11, BJ38, dan KDR15) pada media YMA CR 0.0025% rifampisin 50 µg/ml setelah diinkubasi selama 7 hari pada suhu ruang. Ketiga galur tersebut memiliki tipe koloni Large Watery atau berair pada masa inkubasi 8 hari.

23 Gambar 4 Penampilan pertumbuhan B. japonicum toleran asamal galur BJ11, KDR15, dan BJ38 pada media YMA CR 0.0025% rifampisin 50 µg/ml setelah inkubasi selama 8 hari pada suhu ruang. Berdasarkan kemampuan tumbuh galurgalur tersebut pada media agar yang mengandung antibiotik, pada penelitian ini dapat ditentukan media YMA CR 0.0025% kanamisin (50 µg/ml) rifampisin (50 µg/ml) digunakan sebagai media seleksi hasil konjugasi. Karena galurgalur B. japonicum sensitif terhadap kanamisin tetapi resisten rifampisin, sedangkan E. coli resisten kanamisin tetapi sensitif terhadap rifampisin, maka hasil seleksi pada proses konjugasi adalah koloni B. japonicum yang tumbuh pada media seleksi tersebut. Mutagenesis dengan Transposon dan Seleksi Mutan B. japonicum Sensitif AsamAl Transposon minitn5km1 yang dibawa plasmid put dalam E. coli S171 (λ pir) telah berhasil ditransfer ke B. japonicum toleran asamal melalui konjugasi. Konjugasi bakteri dilakukan pada tiga waktu inkubasi mating yaitu 12, 18, dan 24 jam. Frekuensi tertinggi dicapai oleh galur BJ11 pada waktu inkubasi mating 24 jam sebesar 7.1x10 6 sel/resipien, sedangkan frekuensi terendah dicapai oleh galur BJ38 sebesar 6.1x10 8 pada waktu inkubasi mating 12 jam (Tabel 2). Frekuensi konjugasi dari galur BJ11 dan KDR15 cenderung meningkat sampai waktu inkubasi mating 24 jam. Untuk galur BJ38 frekuensi konjugasinya meningkat sampai waktu inkubasi mating 18 jam dan mengalami penurunan

24 setelah waktu inkubasi 24 jam. Berdasarkan hasil konjugasi pada ketiga galur B. japonicum tersebut dengan menggunakan donor E. coli S171 (λ pir) terlihat bahwa penambahan lama waktu inkubasi mating dapat dilakukan antara 1824 jam untuk mendapatkan frekuensi konjugasi yang lebih tinggi dibandingkan waktu inkubasi 12 jam. Tabel 2 Frekuensi konjugasi putminitn5km1 dari E. coli S171 (λ pir) ke B. japonicum pada tiga waktu inkubasi mating yang berbeda Konjugasi Bakterial BJ11 x E. coli S171 λpir BJ38 x E. coli S171 λpir KDR15 x E. coli S171 λpir Frekuensi konjugasi (sel/resipien) 12 jam 18 jam 24 jam 6.7x10 7 1.1x10 6 7.1x10 6 6.1x10 8 6.6x10 7 1.3x10 7 3.4x10 6 5.1x10 6 6.3x10 6 Koloni transkonjugan yang diperoleh dari hasil konjugasi diuji sensitivitasnya pada media Ayanaba (ph 4.5; Al 50 µm) untuk menentukan koloni B. japonicum transkonjugan yang sensitif asamal. Koloni transkonjugan yang sensitif tidak mampu tumbuh atau terhambat pertumbuhannya pada media asamal, sedangkan koloni transkonjugan yang tetap toleran mampu tumbuh pada media tersebut. Koloni yang sensitif diduga telah mengalami penyisipan transposon pada gen yang terlibat dalam toleransi asamal sehingga tidak mampu tumbuh pada media asamal dan transkonjugan sensitif ini selanjutnya diberi nama mutan sensitif asamal (acidal sensitive= AAS). Hasil seleksi transkonjugan dari galur BJ11 dan BJ38 diperoleh masingmasing tiga mutan sensitif asamal yaitu dengan sandi galur AAS11.1, AAS11.2, dan AAS11.5 yang dihasilkan dari galur BJ11 serta AAS38.1, AAS38.2, dan AAS38.3 yang dihasilkan dari galur BJ38. Hasil seleksi transkonjugan yang dihasilkan dari galur KDR15 diperoleh satu mutan sensitif asamal dengan sandi galur AAS15.2. Selanjutnya satu mutan yang dihasilkan dari galur BJ11, yang didesain sebagai AAS11.2 digunakan sebagai model untuk analisis genetika molekuler toleransi asamal pada B. japonicum.

25 Uji Pembentukan Bintil Akar B. japonicum termasuk spesies bakteri tumbuh lambat yang dapat membentuk bintil akar baik pada tanaman dari genus Macroptilium maupun Glycine (Perret et al. 2000). Ketiga galur B. japonicum BJ11, KDR15, dan BJ38 beserta mutannya dapat membentuk bintil pada tanaman siratro (Macroptilium atropupureum) atau kedelai (Glycine max). Galur BJ11, BJ38, dan AAS38.3 tidak mampu membentuk bintil pada tanaman siratro, tetapi mampu membentuk bintil pada tanaman kedelai. Gambar 5 menampilkan bintil akar yang terbentuk pada tanaman siratro yang diinokulasi dengan galur liar (wild type= WT) KDR15 dan mutannya (AAS15.2). Waktu yang dibutuhkan untuk membentuk bintil pada tanaman siratro lebih cepat (15 hari) dibandingkan pada tanaman kedelai (30 hari). Jumlah dan letak bintil yang terbentuk cenderung beragam pada masingmasing galur yang diuji (Tabel 3). A) B) Gambar 5 A) Bintil akar tanaman siratro yang terbentuk inokulasi dengan B. japonicum KDR15 (WT), dengan B) Bintil akar tanaman siratro yang terbentuk hasil inokulasi dengan mutan AAS15.2 (ditunjukkan dengan anak panah).

Tabel 3 Hasil uji pembentukan bintil akar pada tanaman siratro (Macroptilium atropupureum) dan kedelai (Glycine max) Sandi galur Tipe liar BJ11 BJ38 KDR15 Mutan AAS11.2 Tanaman inang Bintil akar yang terbentuk yang digunakan Hari ke Jumlah Letak kedelai 30 4 3AU/1AS siratro 15 0 kedelai 30 7 5AU/2AS siratro 15 0 kedelai td siratro 15 4 3AU/1AS kedelai td siratro 15 3 AU AAS38.3 kedelai 30 7 AS siratro 15 0 AAS15.2 kedelai td siratro 15 5 4AS/1AU Keterangan: AU = akar utama; AS = akar sekunder; td = tidak dilakukan 26 Isolasi DNA Genom Pengapit Transposon dengan Inverse PCR dan Kloning Produk Inverse PCR Amplifikasi DNA genom pengapit transposon yang berukuran 0.8 kb (Gambar 6A) dari galur mutan AAS11.2 telah berhasil diperoleh melalui inverse PCR. Ligasi fragmen DNA genom pengapit transposon yang berukuran 0.8 kb ke dalam pgemt Easy menghasilkan plasmid rekombinan pgemt11 ( 3.8 kb). Peta plasmid rekombinan pgemt11 ditampilkan pada Gambar 6B. Plasmid rekombinan pgemt11 telah berhasil dikonstruksi dan diintroduksikan ke dalam sel inang E. coli DH5 α. Hal ini ditunjukkan dengan hasil verifikasi plasmid rekombinan yang dipotong dengan EcoRI menghasilkan dua pita DNA yaitu pita berukuran ~3 kb (vektor pgemt) dan DNA sisipan (fragmen DNA genom hasil inverse PCR) yang berukuran 0.8 kb (Gambar 7A). Selain itu verifikasi dengan PCR pada plasmid rekombinan juga diperoleh pita DNA hasil amplifikasi yang berukuran sekitar 0.8 kb (Gambar 7B).

27 A) (kb) M 1 12 B) 3.0 2.0 pgemt11 ( 3.8 kb) 0.85 0.8 kb Gambar 6 A) Elektroforesis gel agarosa DNA genom pengapit transposon yang berhasil diamplifikasi dengan inverse PCR dari genom mutan B. japonicum sensitif asamal AAS11.2 (1) dan M= marker DNA 1 kb ladder plus. B) Peta plasmid rekombinan pgemt11 ( 3.8 kb). A) kb 12 M 1 2 B) (kb) M 1 2 12 3.0 2.0 3 kb (vektor = pgemt Easy) 3.0 2.0 0.85 0.8 kb (insert) 0.85 0.8 kb Gambar 7 A) Hasil Elektroforesis gel agarosa plasmid rekombinan. M= Marker DNA 1 kb ladder plus, 1 dan 2= pgemt11 yang dipotong dengan EcoRI. B) Hasil verifikasi DNA sisipan (insert) dalam plasmid rekombinan dengan PCR pada gel agarosa 1%. M= Marker DNA 1 kb ladder plus, 1 dan 2= pita DNA insert yang diamplifikasi dengan PCR. Analisis Sekuen DNA Genom yang Terlibat dalam Toleransi AsamAl Fragmen DNA pengapit tranposon dari mutan AAS11.2 (0.8 kb) pada plasmid rekombinan pgemt11 telah disekuen dengan menggunakan primer universal M13R dan M13F. Hasil sekuensing DNA diperoleh 764 nukleotida. Analisis sekuen dengan menggunakan program BLASTX melalui situs European Bioinformatics Institute (EBI) menunjukkan similaritas dengan putative inner

28 membrane protein yang disandikan oleh gen yhfk (79% identity; 84% similarity, Evalue= 1.0xe 100 ) dari Salmonella typhimurium (nomor akses Q8ZLK8). Pada Salmonella protein tersebut berfungsi sebagai efflux transporter. Hasil pensejajaran (alignment) dari sekuen tersebut terlihat pada Gambar 8. Gambar 8 Hasil pensejajaran (alignment) homologi antara sekuen fragmen DNA genom yang terlibat dalam toleransi asamal pada B. japonicum dengan S. typhimurium.

PEMBAHASAN Mutagenesis dengan transposon minitn5km1 melalui proses konjugasi pada tiga galur B. japonicum toleran asamal (BJ11, BJ38, dan KDR15) menghasilkan frekuensi konjugasi yang berkisar antara 10 8 10 6 sel/resipien artinya untuk memperoleh satu koloni transkonjugan dibutuhkan sel B. japonicum sebanyak 10 6 10 8 sel. Untuk mendapatkan koloni transkonjugan yang sensitif asamal dari hasil mutagenesis dengan transposon dibutuhkan frekuensi konjugasi yang tinggi, karena transposon minitn5km1 yang berukuran 1835 bp menyisip secara acak pada kromosom B. japonicum, sehingga kemungkinan untuk menyisip pada gen toleransi asamal sangat rendah. Frekuensi konjugasi tertinggi yang dicapai galur BJ11 (7.1x10 6 sel/resipien) lebih tinggi bila dibandingkan hasil konjugasi pada Magnetospirillum magneticum (2.7x10 7 sel/resipien) dengan menggunakan plasmid yang sama (Wahyudi et al. 2001), ataupun pada Bartonella henselae (10 9 sel/resipien) menggunakan put/km (minitn5 dengan Km r ) (Dehio & Meyer 1997). Frekuensi transkonjugasi dari BJ11 tersebut cukup untuk menghasilkan B. japonicum sensitif asamal seperti yang dilaporkan pada penelitian ini. Plasmid put yang berperan sebagai pembawa transposon minitn5km1 diturunkan dari pgp704 dan memiliki origin of replication (ori) dari plasmid R6K yang hanya dapat bereplikasi pada bakteri penghasil protein π seperti di dalam λ pir lisogen dari E.coli K12. Plasmid ini juga membawa orit dari plasmid RP4 yang dapat menghasilkan proses transfer yang efisien ke sel resipien yang diperantarai fungsi mobilisasi RP4 di dalam donor. Selain itu put membawa tnp* yaitu mutan gen tnp dari IS50 R yang menyandikan transposase yang dibutuhkan untuk perpindahan (transposisi) minitn5 (Lorenzo et al. 1990). Setelah terjadi transfer putminitn5km1 dari E. coli S171 (λpir) ke sel B. japonicum melalui konjugasi, transposon minitn5km1 menyisip secara acak pada kromosom B. japonicum. Proses ini dapat menghasilkan insersi yang stabil, karena gen transposase berada di luar transposon minitn5km1 (Herrero et al. 1990). Sementara itu put tidak dapat bereplikasi di dalam sel B. japonicum karena untuk memulai replikasi membutuhkan fungsi protein pir (protein

30 initiation of replication) dari inangnya, sehingga setelah proses transfer plasmid ini tidak dapat dipertahankan pada sel inang B. japonicum atau dinamakan suicide vector. Sebelumnya Wahyudi et al. (1998) melaporkan hasil konjugasi antara B. japonicum 11, 33, dan 43 dengan E. coli S171 λ pir (putminitn5km1) menggunakan perbandingan antara sel donor dan resipien (10:1) pada waktu inkubasi mating 12 jam diperoleh frekuensi konjugasi 10 9 sel/resipien. Penambahan waktu inkubasi 1824 jam dan perbandingan yang sama antara sel donor dan resipien (1:1) pada ketiga galur B. japonicum yaitu BJ11, BJ38, dan KDR15 menghasilkan frekuensi konjugasi yang lebih tinggi dibandingkan waktu inkubasi 12 jam. Galur BJ11 dan BJ38 frekuensi konjugasinya meningkat 10 kali lipat setelah waktu inkubasi 18 dan 24 jam. Tetapi untuk galur KDR15 peningkatan frekuensi konjugasi pada tiga waktu inkubasi mating masih pada kisaran yang sama yaitu 10 6 sel/ resipien. Pada kondisi yang optimal, beberapa plasmid hampir 100% dapat mentransfer dirinya sendiri ke sel lain setiap terjadi kontak antar sel. Sistem transfer dari plasmid RP4 memungkinkan efisiensi transfer yang tinggi dari sel donor ke sel resipien, karena plasmid ini bersifat promiscuous sehingga dapat mentransfer dirinya sendiri ke berbagai bakteri gram negatif (Snyder & Champness 1997). Namun frekuensi transposisi dari Tn5 sendiri secara in vivo dipengaruhi oleh inangnya (Goryshin & Reznikoff 1998). Perbedaan frekuensi konjugasi juga dapat dipengaruhi oleh perangkat sistem sel yang dimiliki bakteri (Wahyudi 2004). Jadi kemungkinan waktu inkubasi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi transfer plasmid dari sel donor ke sel resipien. Namun sistem sel inang sendiri juga menentukan efisiensi transposisi dari Tn5, sehingga terdapat perbedaan nilai frekuensi konjugasi diantara ketiga galur B. japonicum ataupun diantara spesies bakteri yang menggunakan plasmid yang sama. Koloni B. japonicum tanskonjugan yang diperoleh dari hasil konjugasi secara konsisten dapat tumbuh pada media YMA CR 0.0025% rifampisin kanamisin. Hal ini menunjukkan proses transfer transposon minitn5km1 telah berhasil dilakukan dengan adanya sel B. japonicum yang tidak hanya resisten

31 rifampisin tetapi juga resisten terhadap kanamisin. Mutan sensitif asamal diperoleh dari hasil seleksi koloni mutan B. japonicum pada media Ayanaba (ph 4.5; Al 50 µm) yang diduga telah mengalami insersi pada gen yang menyandikan toleransi asamal, sehingga tidak mampu tumbuh pada media Ayanaba ph 4.5 dan konsentrasi Al 50 µm. Menurut Ayanaba et al. (1983), setelah waktu inkubasi 10 hari galur toleran dapat tumbuh dengan baik dan pada media yang menggunakan indikator ph yaitu bromcresol purple (BCP) dan bromcresol green (BCG). Hal ini menunjukkan adanya perubahan ph dengan adanya perubahan warna media. Sedangkan galur yang sensitif tidak dapat tumbuh sampai waktu inkubasi 25 hari. Tujuh mutan sensitif asamal diperoleh dari hasil seleksi koloni transkonjugan galur BJ11, BJ38, dan KDR15 yang telah mengalami insersi transposon pada kromosomnya. O Hara et al. (1989) melaporkan bahwa galur Rhizobium meliloti toleran pada media asam dikarenakan galur tersebut mempunyai kemampuan untuk mempertahankan ph intraseluler (phi) antara 7.2 dan 7.4 ketika ph eksternalnya rendah (ph 5.6). Sedangkan pada empat galur mutan R. meliloti WSM419 yang genomnya disisipi dengan Tn5 tidak dapat tumbuh pada ph 5.6. Hal ini menunjukkan galur mutan kehilangan kemampuan untuk mempertahankan phinya. Pada bakteri neutrofil, pemeliharaan phi membutuhkan sistem transport elektron, ATPase untuk translokasi proton, dan antiporter proton/kalium (Booth 1985). Penyisipan transposon pada suatu gen dapat menimbulkan gen tersebut tidak terekspresi (inaktif) (Snyder & Champness 1997). Gengen yang berperan dalam nodulasi dan fiksasi N 2 pada B. japonicum tidak terdapat pada plasmid seperti halnya Rhizobium, akan tetapi terdapat pada kromosom (Barbour et al. 1992). Jika transposon minitn5km1 menyisip pada gen nod yang berperan dalam pembentukan bintil pada B. japonicum, maka akan menimbulkan inaktivasi dari gen tersebut dan akibatnya B. japonicum tidak mampu membentuk bintil pada tanaman inangnya. Wahyudi et al. (1998) melaporkan dari 25 koloni transkonjugan B. japonicum yang mengalami insersi transposon minitn5km1 pada kromosomnya terdapat 1 koloni transkonjugan yang tidak mampu membentuk bintil. Pada penelitian ini mutan sensitif asamal dari ketiga galur B. japonicum BJ11, BJ38, dan KDR15 masih mampu membentuk bintil akar pada

32 tanaman inangnya, siratro maupun kedelai (Tabel 3). Kemungkinan transposon minitn5km1 hanya menyisip pada gen yang terlibat dalam toleransi asamal dan tidak terkait dengan gen untuk pembentukan bintil akar. Fragmen DNA genom pengapit transposon dari mutan B. japonicum AAS11.2 telah berhasil diisolasi dengan teknik inverse PCR menghasilkan fragmen yang berukuran 0.8 kb (Gambar 6A). Teknik inverse PCR terdiri dari tiga tahap yaitu pemotongan dengan enzim restriksi yang tidak memotong pada bagian transposon, ligasi fragmen DNA membentuk lingkaran monomerik, dan produk ligasi digunakan sebagai substrat untuk amplifikasi dengan PCR menggunakan primer dekat ujung sekuen minitn5km1 yang diarahkan ke luar dari transposon. Produk inverse PCR adalah molekul DNA linier utas ganda dan titik temu antara daerah upstream dan downstream dapat diidentifikasi sebagai situs restriksi dari enzim yang digunakan untuk menghasilkan fragmen linier untuk self ligasi (Wahyudi et al. 2001). Wahyudi et al. (2001) melaporkan hasil amplifikasi DNA genom pengapit transposon minitn5km1 pada M. magneticum dengan teknik inverse PCR menghasilkan produk yang berukuran 1.34.7 kb yang diamplifikasi dari 14 mutan nonmagnetik. DNA genom mutan B. japonicum AAS11.2 dipotong dengan EcoRV yang tidak memotong pada bagian transposonnya dan ligasi dari fragmen hasil pemotongan dengan EcoRV memungkinkan amplifikasi dari DNA genom pengapit transposon di bagian upstream dan downstream dari minitn5km1 dengan inverse PCR. Amplikon yang berukuran 0.8 kb hasil inverse PCR tersebut merupakan DNA genom yang diduga terlibat dalam toleransi B. japonicum terhadap cekaman asamal, karena insersi transposon pada bagian tersebut menimbulkan B. japonicum toleran asamal menjadi sensitif (tidak mampu tumbuh) pada media dengan cekaman asamal (ph 4.5; Al 50 µm). Menurut Glenn & Dilworth (1994), berdasarkan hasil mutagenesis dengan Tn5 pada R. meliloti kemungkinan terdapat lebih dari 20 gen yang terlibat dalam toleransi asam. Goss et al (1990), melaporkan insersi Tn5 pada lokus act (acid tolerance) dari R. meliloti WSM419 menimbulkan hambatan baik pada pertumbuhan maupun pemeliharaan phi pada kondisi asam dan pada klon hasil insersi Tn5 tersebut menampilkan empat lokus yang unik, dua diantaranya berada dalam

33 fragmen 4.4 kb hasil pemotongan dengan EcoRI. Pada penelitian ini fragmen yang berukuran 0.8 kb yang diperoleh dari hasil insersi minitn5km1 kemungkinan hanya merupakan bagian dari salah satu gen yang terlibat dalam toleransi B. japonicum terhadap asamal. Fragmen DNA hasil purifikasi produk inverse PCR selanjutnya diligasi dengan vektor pgemt Easy ( 3.0 kb) yang telah dirancang untuk TAcloning dimana vektor telah dibuat linier hasil pemotongan dengan EcoRV dan ditambahkan timidin pada ujung 3 di kedua sisinya. Hal ini dapat meningkatkan efisiensi ligasi produk PCR ke dalam plasmid karena resirkularisasi vektor dapat dicegah dan mempersiapkan produk PCR yang kompatibel dengan menambahkan deoksiadenosin pada ujung 3 di kedua sisinya. Selain itu, vektor pgemt Easy memiliki situs restriksi yang dapat dipotong oleh banyak enzim pada bagian multiple cloning site (MCS)nya yang memungkinkan pelepasan kembali DNA sisipan dengan menggunakan satu enzim restriksi seperti EcoRI, BstZI dan NotI. Ligasi dari fragmen DNA pengapit transposon yang berukuran 0.8 kb pada bagian MCS plasmid pgemt Easy menghasilkan plasmid rekombinan yaitu pgemt11( 3.8 kb). Peta plasmid rekombinan tersebut ditampilkan pada Gambar 6B. Bagian MCS dari plasmid pgemt Easy tepat berada pada coding region peptida α dari enzim βgalaktosidase, sehingga dapat dilakukan seleksi biruputih dari koloni transforman setelah plasmid rekombinan diintroduksikan ke sel inang E. coli DH5 α pada cawan LA ampisilin Xgal. Koloni putih diambil untuk isolasi dan verifikasi plasmid rekombinan. Verifikasi dilakukan dengan mengambil kembali DNA sisipan menggunakan enzim EcoRI dan hasil pemotongannya ditampilkan pada Gambar 7A. Verifikasi dengan PCR menggunakan plasmid rekombinan sebagai template dan primer yang sama berhasil dilakukan. Amplikon yang diperoleh berukuran 0.8 kb (Gambar 7B). Hal ini menunjukkan kloning fragmen DNA pengapit transposon dari mutan AAS11.2 telah berhasil dilakukan. Analisis sekuen fragmen DNA genom pengapit transposon (764 basa nukleotida) yang terlibat dalam toleransi asamal dilakukan dengan program BLASTX untuk mengetahui protein yang disandikan oleh sekuen tersebut (Claverie & Notredame 2003). Sekuen tersebut memiliki similaritas dengan

34 putative inner membrane protein (protein membran dalam) yang disandikan oleh gen yhfk dari Salmonella typhimurium yang berfungsi sebagai efflux transporter. Pompa efflux merupakan protein transport yang terlibat dalam ekstrusi substrat yang bersifat toksik dari dalam sel ke lingkungan. Proteinprotein ini ditemukan pada bakteri gram positif maupun negatif bahkan pada organisme eukariotik. Pada kingdom prokariota terdapat lima famili efflux transporter yang utama yaitu MF (major facilitator), MATE (multidrug and toxic efflux), RND (resistancenodulationdivision), SMR (small multidrug resistance), dan ABC (ATP binding cassette). Seluruh sistem ini meggunakan proton motive force sebagai sumber energi kecuali famili ABC yang menggunakan hidrolisis ATP (Webber & Piddock 2003). ParraLopez et al. 1994 melaporkan tentang protein dari Salmonella typhimurium yang dibutuhkan dalam resistensinya terhadap senyawa antimikrob dan transport K. Protein tersebut sangat identik (99%) dengan NAD binding protein TrkA dari E. coli yaitu suatu komponen yang memiliki afinitas yang rendah terhadap K. Selain itu protein tersebut memiliki similaritas dengan protein KefC yang merupakan protein efflux yang diregulasi oleh glutathione yang berhubungan dengan transport K. Pada BBA yang toleran asam dibutuhkan kemampuan untuk memelihara phi yang memungkinkan bagi pertumbuhan sel yaitu dengan memelihara keseimbangan proton influx dan efflux serta adanya sensor phe yang dapat mengaktifkan sistem regulator intraseluler. Mekanisme yang mungkin terlibat dalam toleransi asam pada BBA diantaranya dengan menurunkan permeabilitas membran terhadap H, pemompaan ion H keluar sel, mempertahankan ph sitoplasma, pembasaan media dengan ekskresi senyawa alkalin, aktivasi transkripsi dari protein yang terinduksi pada ph rendah, adanya sensor ph lingkungan, adanya regulator yang menjadi perantara antara sensor dan DNA, aktivasi transkripsi gen ATR (acid tolerance response), ekspresi gen act, dan peranan Ca 2 yang belum terdefinisi dalam toleransi asam (Glenn & Dilworth 1994). Berdasarkan hasil analisis sekuen yang menunjukkan adanya homologi gen toleransi asamal pada AAS11.2 dengan protein yang berfungsi sebagai efflux transporter kemungkinan pada B. japonicum toleran asamal, protein ini berperan untuk memelihara gradien proton dengan memompa ion H keluar sel

35 sehingga dapat mempertahankan phinya. Menurut teori kemiosmotik Peter Mitchel dengan adanya transport atom hidrogen yang melibatkan NADH dehidrogenase menghasilkan gradien ph dan potensial elektrokimia melintasi membran dimana di dalam sitoplasma bermuatan negatif dan alkalin sementara di luar membran bermuatan positif dan bersifat asam (Madigan et al. 2003). Riccillo et al. (2000) melaporkan hasil karakterisasi mutan Rhizobium tropici CIAT89913T2 yang mengandung insersi tunggal Tn5luxAB pada gen yang memiliki similaritas yang tinggi dengan gen gshb dari E.coli yang menyandikan glutathione synthetase. Tingkat kelimpahan kalium dan ph intraseluler pada mutan lebih rendah dibandingkan galur liarnya. Homeostasis phi belum difahami dengan lengkap, tetapi telah diasumsikan tentang adanya keterlibatan ion Na dan K. Sedangkan hasil analisis mutan R. leguminosarum bv. viciae dan Sinorhizobium meliloti menunjukkan bahwa sekuen yang berukuran 5.1 dan 3.2 kb hasil insersi Tn5 pada mutan WR114 dan RT327 menunjukkan bahwa gen tersebut menyandikan ATPase untuk transport kation yang sebelumnya telah diberi nama gen actp (acid tolerance Ptype ATPase) (Reeve et al. 2002).