BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara berkembang yang sampai saat ini masih

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah di Bengkel Otomotif Roda 4

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan merupakan salah satu harapan bagi suatu bangsa agar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hasil berupa suatu karya yang berupa ide maupun tenaga (jasa). Menurut Dinas. kualitas kerja yang baik dan mampu memajukan negara.

BAB I PENDAHULUAN. membekali diri dengan ilmu pengetahuan agar dapat bersaing dan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya di Indonesia. Melalui pendidikan orang-orang lebih dapat mengoptimalkan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan nasional bangsa Indonesia di dalam pembukaan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ketenagakerjaan merupakan masalah yang selalu menjadi perhatian utama

KUANTITAS PROPORSI SMK : SMA

BAB I PENDAHULUAN. Rencana siswa setalah lulus Jumlah Persentase (%) Manjadi Pegawai Berwirausaha 8 10 Melanjutkan sekolah Total

BAB I PENDAHULUAN. Tahun Tertinggi yang Ditamatkan

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas sumber daya manusia dipandang sebagai faktor kunci dalam era

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN TIMUR FEBRUARI 2015 *)

KEADAAN KETENAGAKERJAAN BANTEN AGUSTUS 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada Rencana Strategis (Renstra) Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas)

BAB I PENDAHULUAN. untuk berubah dari model pendidikan yang tradisional menjadi pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas ini diupayakan melalui sektor pendidikan baik pendidikan sekolah

I. PENDAHULUAN. Menghadapi dan memasuki persaingan dunia kerja sekarang ini diperlukan SDM

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. ini, banyak usaha atau bahkan industri yang menolak para pelamar kerja karena

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dibandingkan. seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk.

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan pengangguran saat ini masih harus tetap memperoleh perhatian

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017

2015 RELEVANSI MATA PELAJARAN PAKET KEAHLIAN TEKNIK SEPED A MOTOR SMK D ENGAN KOMPETENSI KERJA YANG D IBUTUHKAN D ALAM BID ANG SERVICE SEPED A MOTOR

BAB I PENDAHULUAN. Masalah pengangguran telah menjadi momok yang begitu menakutkan

BAB I PENDAHULUAN. Dimulainya AFTA (Asean Free Trade Area) dan AFLA (Asean Free Labour

BAB I PENDAHULUAN. perwujudan kebijaksanan Link and Match. Dalam prosesnya, PSG ini

Mengharmonisasikan Tenaga Kerja dan Pendidikan di Indonesia Kamis, 14 Januari 2010

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2016

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pendirian Madrasah aliyah sawasta (MA) memiliki banyak

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2015

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Seiring dengan laju pembangunan saat ini telah banyak

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SULAWESI SELATAN FEBRUARI 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan di tengah masyarakat modern memiliki tingkat persaingan yang

BAB I PENDAHULUAN. beban pembangunan jika tidak dikelola dengan baik. Ekonom senior Indonesia

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah

BAB I PENDAHULUAN. jumlah lapangan kerja yang mampu menyerapnya. Masalah pengangguran

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA AGUSTUS 2012

Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 Di Provinsi Sulawesi Barat

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2016

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh kualitas pendidikannya. Suatu pendidikan yang berkualitas,

I. PENDAHULUAN. Teknologi (IPTEK) yang semakin kompleks di berbagai bidang kehidupan. Untuk

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA UTARA FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SULAWESI SELATAN FEBRUARI 2017

KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai hukum dasar, UUD 1945 merupakan sumber hukum tertulis,

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN UTARA FEBRUARI 2015*)

BERITA RESMI STATISTIK

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

KEADAAN KETENAGAKERJAAN INDONESIA AGUSTUS 2009

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya para pencari kerja di Indonesia tidak di imbangi dengan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan juga mempunyai keterampilan. Persyaratan yang di tuntut adalah

BAB I PENDAHULUAN. langsung terhadap perkembangan manusia, terutama perkembangan seluruh aspek

Sumba Barat. Demikian halnya dalam konteks pembangunan di Kabupaten Sumba Barat, Master Plan ini juga telah disinergikan dengan rancangan RPJMD 2010

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. analisis data yang telah dikemukakan pada Bab I, II, III, dan IV, maka beberapa

RELEVANSI KOMPETENSI LULUSAN SMK DENGAN TUNTUTAN DUNIA KERJA. Ricky Gunawan Jurusan Teknik Mesin FPTK UPI

ANALISIS PENGARUH PENGALAMAN KERJA, PENDIDIKAN, DAN PENDAPATAN TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN DI LUWES SWALAYAN WONOGIRI SKRIPSI

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2014

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DKI JAKARTA AGUSTUS 2017

BERITA RESMI STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Shinta Aryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kerja pada umumnya relatif rendah dikarenakan rendahnya pendidikan dan latihan. setiap tahunnya tidak dapat terserap sepenuhnya.

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

KEADAAN KETENAGAKERJAAN BANTEN AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2014

BERITA RESMI STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya manusia yang berkualitas sangat diperlukan dalam

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

Keadaan Ketenagakerjaan Maluku Utara Agustus 2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kaya sumber daya manusia dengan jumlah

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi membawa dampak perubahan baru, yaitu persaingan

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia. Melalui pendidikan manusia dapat menemukan hal-hal baru yang

BAB I PENDAHULUAN. tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan yang tersedia, sehingga membuat

KEADAAN KETENAGAKERJAAN BANTEN NOVEMBER 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan yang harus dihadapi. Melalui pendidikanlah seseorang dapat memperoleh

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas. Bahan Konferensi Pers Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi Buruh Internasional (ILO) memperkirakan, pengangguran global

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2014

PENGGUNAAN ALAT PENDUKUNG PRAKTIK PADA KOMPETENSI MENGUNAKAN MESIN BUBUT KOMPLEKS

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. erat. Hal ini terbukti dengan adanya fakta bahwa perkembangan ilmu

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA UTARA AGUSTUS 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Agus Komar, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan, ilmu pengetahuan dan teknologi pun berdampak pada pendidikan.

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara berkembang yang sampai saat ini masih banyak jumlah pengangguran sehingga tingkat kemiskinan relatif masih tinggi. Kurangnya ketersediaan tenaga kerja yang dibutuhkan serta kurangnya keterampilan yang dimiliki menjadi penyebab banyaknya pengangguran yang ada. Data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) per Februari 2007 yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, angka pengangguran terbuka berkurang menjadi 9,75 persen dibandingkan dengan periode Agustus 2006 yang besarnya 10,28 persen (kompas, 2008). Meskipun sempat berkurang pada tahun 2007, angka pengangguran di Indonesia pada 2010 diperkirakan akan berada di kisaran 10 persen. Target pertumbuhan ekonomi yang hanya sebesar 5,5 persen dinilai tidak cukup untuk menyerap tenaga kerja di usia produktif (tanggerang online.com, 2009). Padahal pertumbuhan ekonomi tidak akan memberikan manfaat bagi kesejahteraan tanpa adanya kontribusi yang riil terhadap kesempatan kerja. Adanya kesenjangan yang lebar antara jumlah, jenis, dan kualifikasi keahlian yang tersedia dengan kebutuhan pasar kerja dilihat dari sudut pandang pendidikan dan ketenagakerjaan. Dalam hal ini, penyediaan tenaga kerja harus bisa

2 memberikan konstribusi yang jelas agar dapat memenuhi kebutuhan di dalam pasar kerja sehingga dapat mengurangi kesenjangan yang ada. Salah satu penyebabnya adalah adanya kesenjangan antara lulusan pendidikan umum (SMA) dan lulusan pendidikan kejuruan (SMK). Lulusan pendidikan umum (SMA) tidak sepenuhnya memasuki pendidikan yang lebih tinggi, karena kondisi keuangan atau lain hal yang menyebabkan memilih untuk langsung masuk ke dunia kerja tanpa adanya keterampilan yang khusus. Sedangkan lulusan pendidikan kejuruan (SMK) yang jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah lulusan pendidikan SMA juga tidak sepenuhnya memasuki dunia kerja. Sangat ironi memang, program pendidikan SMK yang dipersiapkan untuk mampu memasuki dunia pasar kerja dengan keterampilan yang khusus belum bisa memenuhi kebutuhan dunia pasar kerja. Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo mengatakan, pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional sangat berkomitmen meningkatkan kualitas siswa SMK di seluruh Indonesia. Menurut Bambang, komitmen tersebut sangat diperlukan agar lulusan SMK bisa terserap di berbagai lapangan pekerjaan yang ada. Komitmen itu sekaligus juga untuk mengurangi angka pengangguran. Bentuk komitmen pemerintah tersebut, termasuk juga dengan memperbanyak jumlah SMK di tanah air sejak 2004 silam. (Kompas, 2009). Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Departemen Pendidikan Nasional (Dit. PSMK Depdiknas) menargetkan pada tahun ajaran 2008/2009 sebanyak 1,5 juta lulusan sekolah menengah pertama (SMP) melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah kejuruan (SMK). Target ini

3 dicanangkan dalam rangka meningkatkan rasio jumlah siswa SMK:SMA/MA mencapai 70:30 pada 2014. Direktur Pembinaan SMK Joko Sutrisno mengatakan, Depdiknas mendorong peningkatan jumlah siswa SMK untuk memenuhi target Rencana Strategis Depdiknas. Disebutkan bahwa rasio siswa SMK:SMA/MA pada 2009 ditargetkan 40:60. Saat ini rasionya 43:57, target untuk 2009 relatif sudah tercapai di 2008. Permasalahan utama dari program kebijakan pemerintah ini adalah minat siswa untuk melanjutkan ke SMK yang masih rendah. Menurut data dari Depdiknas mengenai jumlah siswa yang melanjutkan ke sekolah menengah, angka melanjutkan ke SMK masih rendah dibandingkan dengan yang melanjutkan ke SMA. Rasio jumlah siswa SMA dan SMK adalah 70 : 30. Muchlas Samani (2000:1) mengemukakan bahwa kebanyakan siswa masih menganggap SMK sebagai sekolah kelas dua. Banyak yang beranggapan bahwa siswa SMP yang melanjutkan ke SMK adalah mereka yang tidak tergolong tinggi kemampuan dasarnya, kemudian memiliki ketakutan kalah bersaing dengan teman yang pandai sehingga takut tidak diterima di SMA yang memunculkan persepsi bahwa masuk ke SMK bukan karena pilihan. Ada juga yang beranggapan bahwa siswa SMP yang melanjutkan ke SMK adalah mereka yang tidak akan melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi namun ingin langsung mencari pekerjaan. Dalam hal ini, pencitraan positif mengenai SMK di masyarakat mulai ditumbuhkembangkan. Namun, apakah dengan pencitraan ini akan meningkatkan

4 minat untuk masuk ke SMK sacara konsisten ataukah hanya untuk sesaat yang akhirnya akan mengalami penurunan yang sangat tajam. Berdasarkan hal tersebut, maka analisis mengenai implikasi kebijakan peningkatan siswa SMK, tampaknya harus diletakkan pada tataran pencitraan publik di satu sisi, dengan peningkatan mutu, efektivitas dan efisiensi, relevansi, dan keberlanjutan program di sisi lainnya. Berdasarkan hal-hal di atas, maka kajian dan evaluasi kebijakan ini disampaikan dengan meninjau minat siswa SMP. B. Identifikasi Masalah Pendidikan dalam proses sosialisasi merupakan tahapan penting yang dilalui oleh setiap orang agar bisa menjadi bagian di dalam masyarakatnya. Melalui pendidikan setiap individu bisa belajar mengambil posisi dan peran tertentu di dalam suatu komunitas. Lebih dari itu, pendidikan juga merupakan saluran mobilitas yang amat menentukan proses mobilitas sosial, terutama di dalam masyarakat dengan stratifikasi sosial terbuka atau semi terbuka. Dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi di masyarakat, pendidikan juga memiliki pengaruh untuk dapat mengahasilkan tenaga kerja sesuai dengan bidangnya. Dalam hal ini, pendidikan yang tujuannya untuk dapat menghasilkan tenaga kerja yaitu SMK. Namun masih banyak masyarakat yang memilih untuk melanjutkan sekolah dari SMP ke SMA dibanding ke SMK. Adanya persepsi dari siswa mengenai SMK baik positif maupun negatif menjadi faktor munculnya minat pada siswa.

5 C. Pembatasan dan Perumusan Masalah Penelitian evaluasi kebijakan rasio SMK dan SMA ini dibatasi pada besarnya minat siswa SMP untuk masuk ke SMK di kota Bandung. Perumusan Masalah pada penelitian ini adalah: 1. Seberapa besar minat siswa SMP untuk melanjutkan sekolah ke SMK? 2. Faktor yang banyak memunculkan minat pada siswa SMP untuk dapat melanjutkan sekolah ke SMK? D. Tujuan Tujuan dari penelitian ini, adalah: 1. Mengetahui seberapa besar minat siswa SMP untuk melanjutkan sekolah ke SMK 2. Mengetahui faktor yang banyak memunculkan munat pada siswa SMP untuk dapat melanjutkan sekolah ke SMK E. Penjelasan Istilah dalam Judul Evaluasi adalah penilaian dari suati proses. Kebijakan Peningkatan Rasio SMK dan SMA adalah keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam meningkatkan rasio perbandingan SMK dan SMA. Minat siswa SMP adalah keinginan siswa untuk melanjutkan sekolah ke SMA atau SMK.

6 SMA adalah Sekolah Menengah Atas, sekolah lanjutan sekolah menengah pertama, sekolah ini disiapkan untuk siswa yang akan melanjutkan pendidikannya ke tingkat perguruan tinggi. SMK adalah Sekolah Menengah Atas, merupakan sekolah lanjutan setelah sekolah menengah pertama. Sekolah ini melatih keterampilan siswa agar siap masuk dunia kerja F. Manfaat Manfaat yang dapat di ambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menyediakan informasi yang relevan untuk pembuat kebijakan, evaluasi ini dapat dimanfaatkan untuk menilai dan meningkatkan kualitas serta kebijakan program 2. Untuk sekolah, dapat memberikan konstribusi dalam memberikan informasi mengenai siswa yang ingin melanjutkan pendidikannya setelah mereka lulus dari SMP.