BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Gambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978).

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Subsatuan Punggungan Homoklin

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai.

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

BAB III Perolehan dan Analisis Data

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH BANTARGADUNG

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Foto 3.6 Singkapan perselingan breksi dan batupasir. (Foto diambil di Csp-11, mengarah kehilir).

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Batupasir. Batugamping. Batupasir. Batugamping. Batupasir

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Bab III Geologi Daerah Penelitian

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Batulempung (Gambar 3.20), abu abu kehijauan, lapuk, karbonan, setempat terdapat sisipan karbon yang berwarna hitam, tebal ± 5 30 cm.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Ciri Litologi

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

A. Perlapisan batupasir batulempung dengan ketebalan yang homogen B. Antara batupasir dan batu lempung memperlihatkan kontak tegas

BAB III GEOLOGI DAERAH CILEUNGSI DAN SEKITARNYA

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

batupasir batulempung Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten.

// - Nikol X - Nikol 1mm

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Gambar 3.5 Klasifikasi Batugamping berdasarkan Dunham, 1964 ( Loucks et. Al, 2003)

Batupasir. Batulanau. Foto 3.15 Bagian dari Singkapan Peselingan Batulanau dengan Batupasir pada Lokasi Sdm.5 di Desa Sungapan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Lokasi : G.Walang Nama Batuan : Tuf Gelas

BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS

hancuran yang muncul sebagai breksiasi. Tebal batulempung dalam perselingan sangat bervariasi, dari 20 cm hingga 30 cm.

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Bab 1 Pendahuluan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah

Umur dan Lingkungan Pengendapan Umur Satuan Batupasir-Batulempung berdasarkan hasil analisis foraminifera kecil yaitu N17-N20 atau Miosen

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

Transkripsi:

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan proses yang bersifat membangun atau konstruksional sedangkan eksogen bersifat merusak atau destruksional. Pada dasarnya, analisis geomorfologi dapat dilakukan dengan mempelajari bentuk-bentuk dan kerapatan kontur pada peta topografi maupun citra Shuttle Radar Topographic Mission (SRTM). Bentuk-bentuk dan kerapatan kontur tersebut akan mencerminkan kondisi morfologi yang ada di lapangan. Jika dilihat berdasarkan citra SRTM, maka akan terlihat relief dan perbedaan ketinggian pada daerah penelitian. Analisis yang dilakukan berdasarkan peta topografi kemudian akan dicocokkan atau didukung dengan data pengamatan di lapangan. Bentukbentuk morfologi pada daerah penelitian juga dikontrol oleh litologi yang berbeda. Berdasarkan peta topografi, daerah penelitian memiliki pola-pola tertentu, seperti pola perbukitan, pola aliran sungai, kelurusan sungai, pola lembahan, dan keterdapatan gawir terjal. Pola perbukitan pada daerah penelitian umumnya memiliki arah umum hampir barat-timur, terdapat juga pola perbukitan berarah hampir utara-selatan. Pada pengamatan secara langsung di lapangan, arah umum barat-timur sejajar dengan kedudukan lapisan. Pola perbukitan di daerah penelitian dikontrol oleh jenis litologi yang berbeda. Pola perbukitan di bagian timurlaut peta, dikontrol oleh litologi batugamping. Pola perbukitan di bagian barat dikontrol oleh litologi yang diperkirakan berupa batuan beku andesit. Sebagian besar pola perbukitan pada daerah penelitian dikontrol oleh litologi batupasir dan batulempung. Selain dikontrol oleh litologi, pola perbukitan daerah penelitian 16

Pola Radial merupakan pola sungai yang menunjukkan adanya suatu puncak bukit atau tinggian sebagai sumber atau hulu sungai. Hulu sungai tersebut terbentuk mengitari tinggian bukit dan akan mengalir menjauhi pusat tinggian. Pola ini berada di bagian barat daerah penelitian dan terdapat pada litologi batuan beku andesit, batupasir, dan batulempung. Berdasarkan tipe genetiknya (Thornbury, 1969), sungai pada daerah penelitian terdiri dari empat tipe (Gambar 3-2), yaitu: 1. Sungai Obsekuen Merupakan sungai yang mengalir berlawanan arah dengan kemiringan lapisan batuan, yaitu cabang-cabang hulu Sungai Cijere 2. Sungai Subsekuen Merupakan sungai yang mengalir searah dengan jurus lapisan batuan, yaitu cabang Sungai Cijere dan cabang Sungai Cibadak. 3. Sungai Resekuen Merupakan sungai yang mengalir searah dengan kemiringan lapisan batuan, yaitu cabang Sungai Cijere dan cabang Sungai Cibadak. 4. Sungai Konsekuen Merupakan sungai utama yang mengalir searah dengan kemiringan lapisan batuan regional, yaitu Sungai Cileungsi dan Sungai Cibadak. 19

22

23

24

25

3.2.1 Satuan Batulempung Satuan Batulempung merupakan satuan tertua pada daerah penelitian. Daerah penyebaran berada di tengah hingga selatan daerah penelitian dan menempati sekitar 30% dari luas daerah penelitian. Satuan ini ditandai dengan warna hijau pada peta geologi. Singkapan ditemukan di sepanjang Sungai Cibadak dan Sungai Cijere bagian selatan (Lampiran E-1). Singkapan pada satuan ini berada dalam kondisi lapuk hingga segar dengan arah jurus umum adalah W-E. Satuan ini memiliki ketebalan yang paling besar dalam daerah penelitian. Berdasarkan rekonstruksi penampang geologi, tebal satuan ini mencapai lebih dari 1.200 m. Ketebalan ini bukan merupakan ketebalan sebenarnya karena pada daerah penelitian tidak ditemukan kontak stratigrafi pada satuan yang lebih tua. Ciri Litologi Terdiri dari batulempung dengan sisipan batupasir dan batugamping. Struktur sedimen berupa paralel laminasi, dan load cast, serta dijumpai adanya ichnofossil berupa Cruziana (Foto 3-6) (Tucker, 2003). Di beberapa tempat, terlihat struktur menyerpih pada batulempung. Batulempung, warna abu-abu gelap, getas, karbonatan dengan ketebalan batulempung berkisar antara 2-5 m (Foto 3-8). Batupasir, warna abu-abu kecoklatan, ukuran butir halus, porositas baik, pemilahan baik, kemas tertutup, karbonatan, mineralogi kuarsa dengan ketebalan berkisar antara 10cm - 2m. Lanau, warna abu-abu, getas, karbonatan dengan ketebalan berkisar antara 0,5-1 cm. Batugamping, warna abu-abu terang, ukuran butir pasir, porositas baik, pemilahan baik, kemas tertutup dengan ketebalan berkisar antara 15-25 cm (Foto 3-7). Semakin muda, ketebalan batulempung semakin berkurang. Litologi pada satuan ini umumnya bersifat karbonatan. Analisis kalsimetri memberikan hasil bahwa di beberapa tempat terdapat lempung napalan dan napal berdasarkan klasifikasi Pettijohn (1957 op. cit.. Koesoemadinata, 1985). Akan tetapi hasil tersebut tidak dijadikan acuan karena Penulis berpendapat data yang dihasilkan kurang akurat akibat kurang baiknya sampel batuan yang diambil. 27

28

Foto 3-8. Batulempung, warna abu-abu gelap, getas, karbonatan, tebal ±4 meter (PCH 6-7). Foto menghadap ke timur. Analisis petrografi pada sayatan tipis batupasir (Lampiran A-1), menunjukkan bahwa batupasir memiliki tekstur klastik, terpilah baik, kemas terbuka. Butiran (40%) terdiri dari butiran kuarsa sebanyak 35% dan opak sebanyak 5%, berukuran pasir halus (0,04-0,1 mm) berbentuk membundar tanggung. Matriks berupa lempung (5%) dan matriks karbonatan (25%) yang disertai adanya kristal-kristal kalsit. Semen kalsit (15%) mengisi ruang antar butiran. Porositas berupa intergranular (15%). Batupasir tersebut berjenis batupasir karbonatan berdasarkan komposisi karbonatannya (40%). Sayatan tipis pada batugamping di lokasi PCH 6-9 (Lampiran A-3) menunjukkan bahwa batugamping memiliki tekstur klastik, terpilah sedang, kemas terbuka. Butiran (40%) terdiri dari fragmen fosil berupa foraminifera sebanyak 30%, alga berbentuk pecah-pecah sebanyak 1%, pecahan koral sebanyak 5% dan butiran detritus berupa kuarsa sebanyak 1% dan opak sebanyak 3%, berukuran pasir halus (0,02-0,3 mm), berbentuk membundar tanggung. Matriks (30%) berupa mikrokristalin kalsit (mikrit). Semen (25%) berupa mikrospar kalsit. Porositas interpartikel (5%). Batugamping tersebut berjenis Packstone jika mengacu pada klasifikasi Dunham (1962). 29

Kesebandingan Stratigrafi Analisis batuan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa Satuan Batulempung ini dapat disetarakan dengan Formasi Cibulakan (Martodjojo, 1984) atau Formasi Jatiluhur (Sudjatmiko, 1972 op. cit. Martodjojo, 1984). Hubungan Stratigrafi Pada satuan ini, hubungan dengan satuan yang lebih tua tidak dapat diketahui karena tidak tersingkap di daerah penelitian. Hubungan dengan satuan yang lebih muda (Satuan Batupasir-Batulempung) diperkirakan berupa sesar naik dilihat berdasarkan bukti-bukti adanya gejala struktur. 3.2.2 Satuan Batupasir-Batulempung Satuan Batupasir-Batulempung diendapkan secara selaras di atas Satuan Batulempung pada daerah penelitian. Daerah penyebaran berada di tengah hingga utara daerah penelitian dan menempati sekitar 35% dari luas daerah penelitian. Satuan ini ditandai dengan warna kuning pada peta geologi. Singkapan ditemukan di sepanjang Sungai Cileungsi dan Sungai Cijere bagian utara (Lampiran E-1). Singkapan pada satuan ini berada dalam kondisi lapuk hingga segar dengan arah jurus umum adalah W-E. Berdasarkan rekonstruksi penampang geologi, tebal satuan ini mencapai lebih dari 675 m. Ketebalan ini bukan merupakan ketebalan sebenarnya karena pada daerah penelitian tidak ditemukan kontak stratigrafi pada satuan yang lebih muda maupun yang lebih tua. Ciri Litologi Terdiri dari batupasir berseling dengan batulempung (Foto 3-10) dan sisipan batugamping (Foto 3-11). Struktur sedimen berupa paralel laminasi, perlapisan bersilang (Foto 3-9), dan load cast. Pada beberapa tempat, batulempung memperlihatkan tekstur pecahan concoidal dengan jelas. Batupasir, warna abu-abu kecoklatan, ukuran butir halus, porositas baik, pemilahan baik, kemas tertutup, 31

karbonatan, mineralogi kuarsa. Mengasar ke atas dengan ketebalan berkisar antara 7cm - 8m. Batulempung, warna abu-abu gelap, getas, karbonatan dengan ketebalan berkisar antara 10cm - 4 m. Lanau, warna abu-abu, getas, karbonatan dengan ketebalan berkisar antara 0,5-1 cm. Batugamping, warna abu-abu terang, ukuran butir pasir, porositas baik, pemilahan baik, kemas tertutup, dengan ketebalan berkisar antara 15-100 cm. Pada satuan ini batupasir semakin menebal ke atas, sedangkan batulempung tipis pada bagian awal kemudian menebal di bagian tengah dan menipis lagi di bagian atas. Foto 3-9. Batupasir, warna abu-abu kecoklatan, ukuran butir halus, porositas baik, pemilahan baik, kemas tertutup, karbonatan, mineralogi kuarsa. Mengasar ke atas. Terlihat struktur sedimen berupa perlapisan bersilang (PCH 11-5). Foto menghadap baratlaut. 32

Foto 3-10. Perselingan antara batupasir dengan batulempung. Batulempung, warna abu-abu gelap, getas, karbonatan. (PCH 12-3). Foto menghadap barat. Foto 3-11. Foto menunjukkan singkapan batugamping klastik. Warna abu-abu terang, ukuran butir pasir, pemilahan baik. (PCH 15-1). Foto menghadap utara. 33

Analisis petrografi pada sayatan tipis batupasir (Lampiran A-5) menunjukkan bahwa batupasir memiliki tekstur klastik, terpilah sedang, kemas terbuka. Butiran (40%) terdiri dari butiran kuarsa sebanyak 35% dan opak sebanyak 5%, berbentuk membundar tanggung-membundar. Matriks berupa lempung (15%). Semen kalsit (15%). Porositas berupa intergranular (30%). Batupasir tersebut berjenis quartzwacke jika mengacu pada klasifikasi Folk (1974). Analisis kalsimetri memberikan hasil bahwa di beberapa tempat terdapat lempung murni berdasarkan klasifikasi Pettijohn (1957 op. cit. Koesoemadinata, 1985). Akan tetapi hasil tersebut tidak dijadikan acuan karena Penulis berpendapat data yang dihasilkan kurang akurat akibat kurang baiknya sampel batuan yang diambil. Umur Analisis mikropaleontologi dilakukan pada contoh batuan di lokasi PCH 3-1 (Lampiran B-1) dan PCH 12-13 (Lampiran B-2). Analisis mikrofosil terhadap kandungan fosil foraminifera kecil planktonik menunjukkan kisaran umur dari Satuan Batupasir-Batulempung adalah N12,5 hingga N16 (Bolli, dkk, 1985) pada Kala Miosen Tengah hingga Awal Miosen Akhir. Lingkungan Pengendapan Analisis mikropaleontologi dilakukan pada contoh batuan di lokasi PCH 3-1 (Lampiran B-1) dan PCH 12-13 (Lampiran B-2). Analisis mikrofosil terhadap kandungan fosil foraminifera kecil bentonik menunjukkan bahwa lingkungan pengendapan Satuan Batupasir-Batulempung berada dalam zona Neritik Tengah (Rawenda, dkk, 1983 op. cit. Maryunani, 1999). Mekanisme pengendapan pada Satuan Batupasir-Batulempung memerlukan arus yang berubah-ubah. Untuk mengendapkan material berukuran lempung diperlukan arus suspensi, sedangkan untuk material berukuran pasir diperlukan arus yang lebih besar (Koesoemadinata, 1985). Hal ini dapat dijelaskan dalam Diagram 34

Hjulstorm (Gambar 3-5). Selain itu, struktur perlapisan sedimen yang terdapat pada satuan ini umumnya berupa perlapisan sejajar. Kesebandingan Stratigrafi Berdasarkan ciri litologi dan analisis batuan yang telah dilakukan, Satuan Batupasir-Batulempung ini dapat disetarakan dengan Formasi Cibulakan (Martodjojo, 1984) atau Formasi Jatiluhur (Sudjatmiko, 1972 op. cit. Martodjojo, 1984). Hubungan Stratigrafi Pada satuan ini, hubungan dengan satuan yang lebih tua berupa kontak struktur yaitu sesar naik sedangkan hubungan dengan satuan yang lebih muda (Satuan Batugamping) diperkirakan berupa sesar naik yang terlihat berdasarkan gawir terjal dan menjemari di bagian utara daerah penelitian. 3.2.3 Satuan Batugamping Daerah penyebaran berada di tengah hingga utara daerah penelitian dan menempati sekitar 15% dari luas daerah penelitian. Singkapan ditemukan di utara daerah penelitian dengan morfologi perbukitan (Lampiran E-1). Satuan ini ditandai dengan warna biru pada peta geologi. Singkapan pada satuan ini berada dalam kondisi lapuk hingga segar dengan arah jurus umum pada batugamping klastiknya (Foto 3-13) adalah NE-SW. Daerah penyebaran batugamping terumbu (Foto 3-12) berada pada bagian timur dan timurlaut dari satuan ini sedangkan penyebaran batugamping klastiknya lebih ke arah barat. Berdasarkan rekonstruksi penampang geologi, tebal satuan ini mencapai lebih dari 250 m. Ketebalan ini bukan merupakan ketebalan sebenarnya karena pada daerah penelitian tidak ditemukan kontak stratigrafi pada satuan yang lebih muda. Ciri Litologi Berupa batugamping berwarna abu-abu terang kecoklatan, terdiri dari batugamping klastik (packstone) dan batugamping terumbu (boundstone) (Dunham, 35

36

Analisis petrografi pada sayatan tipis batugamping di lokasi PCH 2-2 (Lampiran A-7) menunjukkan bahwa batugamping memiliki tekstur klastik, terpilah buruk, kemas terbuka. Butiran (53%) terdiri dari fragmen fosil berupa alga sebanyak 15%, bryozoa sebanyak 2%, dan foraminifera sebanyak 36%, berbentuk utuh dan pecah-pecah, berukuran 1,38-5mm. Matriks (22%) berupa lumpur karbonat dan mulai terekristalisasi menjadi mikrokristalin kalsit (mikrit). Semen (20%) berupa mikrospar kalsit mengisi ruang dalam butiran. Porositas interpartikel (5%) Berdasarkan klasifikasi Dunham (1962), batugamping tersebut berjenis packstone. Sayatan tipis pada batugamping di lokasi PCH 2-5 (Lampiran A-9), menunjukkan bahwa batugamping memiliki tekstur klastik, terpilah buruk, kemas terbuka. Butiran (50%) terdiri dari fragmen fosil berupa alga sebanyak 10%, pecahan koral sebanyak 10%, moluska sebanyak 5%, dan foraminifera sebanyak 23%, berbentuk utuh dan pecah-pecah, berukuran 0,5-2mm. Matriks (25%) berupa lumpur karbonat dan mulai terekristalisasi menjadi mikrokristalin kalsit (mikrit). Semen (20%) berupa mikrospar kalsit. Porositas interpartikel (5%). Batugamping tersebut berjenis packstone jika mengacu pada klasifikasi Dunham (1962),. Umur Analisis mikropaleontologi dilakukan pada contoh batuan di lokasi PCH 2-2 dan PCH 2-5 (Lampiran B-5). Analisis mikrofosil terhadap kandungan fosil foraminifera besar menunjukkan kisaran umur dari Satuan Batugamping adalah Te5 hingga Tf2 (Vander Vlerk dan Umbgrove, 1927 op. cit. Pringgoprawiro, dan Kapid, 2000). Lingkungan Pengendapan Pada satuan ini sulit untuk menentukan lingkungan pengendapan berdasarkan foraminifera kecil bentoniknya. Akan tetapi, dari asosiasi lingkungan dengan ciri litologinya, satuan ini diperkirakan diendapkan pada lingkungan back reef, karena masih dipengaruhi oleh suplai sedimen klastik halus yang membutuhkan lingkungan 37

dengan arus yang relatif tenang. Martodjojo (1984) juga memperkirakan satuan ini terdapat pada lingkungan lagoon atau back reef. Kesebandingan Stratigrafi Berdasarkan ciri litologi dan analisis batuan yang telah dilakukan, Satuan Batugamping ini dapat disetarakan dengan Formasi Klapanunggal (Effendi, 1974 op. cit. Martodjojo, 1984) atau Formasi Parigi (Frei, 1931 op. cit. Martodjojo, 1984). Hubungan Stratigrafi Pada satuan ini, hubungan dengan satuan yang lebih tua berupa kontak struktur yaitu sesar naik yang diinterpretasikan dari keterdapatan gawir terjal yang memanjang barat-timur. Di bagian barat satuan ini, hubungannya adalah menjari dengan Satuan Batupasir-Batulempung akibat bertemunya dua sedimen yang berasal dari sumber yang berbeda. Hubungan menjari ini berdasarkan pada umur pengendapan yang relatif sama dengan Satuan Batupasir-Batulempung. 3.2.4 Satuan Intrusi Andesit Daerah penyebaran berada di barat daerah penelitian dan menempati sekitar 5% dari luas daerah penelitian. Satuan ini ditandai dengan warna merah pada peta geologi. Pada satuan ini tidak ditemukan adanya singkapan segar yang dapat mencerminkan kondisi litologinya. Oleh sebab itu, batas satuan dari Satuan Intrusi Andesit berupa garis putus-putus yang menunjukkan bahwa batas tersebut diperkirakan. Batas tersebut diperkirakan dari keterdapatan penyebaran bongkah dalam area satuan ini serta keterdapatan bongkah yang berukuran sangat besar di setiap hulu sungai yang dekat dengan satuan ini (Foto 3-14). 38

Ciri Litologi Pengambilan contoh batuan dilakukan pada bongkah yang diperkirakan dapat mewakili Satuan Intrusi Andesit. Foto 3-14. Foto-Foto yang menunjukkan keterdapatan bongkah-bongkah batuan beku di area sekitar Satuan Intrusi Andesit. Bongkah-bongkah seperti ini tidak ditemukan di lokasi lain yang jauh dari daerah yang diperkirakan. Analisis petrografi pada sayatan tipis batuan beku (Lampiran A-11), menunjukkan bahwa batuan beku memiliki tekstur holokristalin, berbutir 0,125-2,75 mm, hipidiomorfik-alotriomorfik granular. Terdiri dari plagioklas sebanyak 33%, piroksen sebanyak 15%, kuarsa sebanyak 2%, opak sebanyak 5% dengan massa dasar (45%) yang terdiri dari plagioklas, opak, piroksen, dan gelas. Tekstur khas hialofilitik. Batuan beku tersebut dikategorikan sebagai batuan beku andesit piroksen jika mengacu pada Williams, dkk (1954). 39

Umur Penentuan umur satuan ini mengacu pada Effendi, dkk (1998) yang menyatakan bahwa intrusi andesit di daerah penelitian terjadi pada Kala Pleistosen. Hubungan Stratigrafi Satuan intrusi andesit ini diperkirakan memiliki hubungan yang tidak selaras dengan Satuan Batupasir-Batulempung dan Satuan Batulempung. Penamaan intrusi berdasarkan tekstur pada sayatan tipis yang berupa hialofilitik (Lampiran A-11). 3.2.5 Satuan Aluvial Daerah penyebaran berada di Sungai Cileungsi dan menempati sekitar 5% dari luas daerah penelitian. Satuan ini ditandai dengan warna abu-abu pada peta geologi. Dari pengamatan di lapangan, diperkirakan tebal satuan ini lebih dari 5-10 meter. Ciri Litologi Satuan aluvial daerah penelitian terdiri dari material lepas berukuran pasir sampai bongkah yang berupa pasir, batupasir kuarsa, batuan beku andesit, dan batugamping (Foto 3-15). Kebundaran material berkisar antara menyudut hingga membundar. Material-material tersebut merupakan hasil erosi dari satuan batuan yang lebih tua. 40

Foto 3-15. Menunjukkan material-material lepas sebagai hasil erosi batuan yang lebih tua. Foto diambil di Sungai Cileungsi menghadap timurlaut (atas) dan menghadap ke selatan (bawah). Umur Satuan ini berumur Resen karena proses pembentukannya masih berlangsung hingga saat ini. 41

yang lebih tua. Hubungan Stratigrafi Satuan Aluvial memiliki hubungan yang tidak selaras dengan satuan batuan 3.3 Struktur Geologi Struktur geologi yang terdapat pada daerah penelitian berupa antiklin dan sinklin yang berarah relatif barat-timur, sesar-sesar naik berarah relatif barat-timur, dan sesar-sesar geser berarah timurlaut-baratdaya dan baratlaut-tenggara. Bukti-bukti di lapangan yang dapat menunjukkan adanya struktur tersebut antara lain berupa kekar gerus (shear fracture), kekar tarik (gash fracture), zona hancuran, pergeseran sumbu-sumbu lipatan, cermin sesar, dan perubahan kedudukan lapisan. Sumbu-sumbu lipatan pada daerah penelitian memiliki arah sumbu relatif barat-timur. Berdasarkan arah sumbu tersebut dapat diperkirakan bahwa arah tegasan utama pada daerah penelitian relatif utara-selatan. Struktur perlipatan yang terdapat pada daerah penelitian antara lain Antiklin dan Sinklin Pondokpasar, Antiklin Parungponteng, Antiklin dan Sinklin Cijere. Sesar-sesar naik pada daerah penelitian memiliki arah yang relatif sejajar dengan arah sumbu lipatan. Sesar-sesar naik tersebut adalah Sesar Naik Cioray, Sesar Naik Leuwibilik, Sesar Naik Cijere, dan Sesar Naik Cibadak. Arah kemiringan bidang sesar naik umumnya ke arah selatan. Sesar-sesar geser pada daerah penelitian memiliki pola umum berarah timurlaut-baratdaya. Sesar-sesar tersebut antara lain Sesar Geser Nanggerang dan Sesar Geser Parungponteng. Kedua sesar ini merupakan sesar geser mengiri. Akan tetapi didapatkan juga sesar geser berarah baratlaut-tenggara yang merupakan sesar geser menganan. Sesar ini terdapat di sekitar Sesar Geser Mengiri Nanggerang. Sesarsesar geser menganan ini diinterpretasikan sebagai sesar antitetik dari sesar geser mengiri. 42

Arah-arah umum dari struktur geologi tersebut juga dapat ditafsirkan berdasarkan pola-pola kelurusan dari citra SRTM. Pola kelurusan lembahan pada daerah penelitian merupakan pola yang ditafsirkan sebagai akibat dari sesar-sesar yang terbentuk atau rekahan. Analisis lebih lanjut mengenai struktur geologi akan dibahas lebih rinci pada bab selanjutnya (Bab 4). 43