BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kajian yuridis terhadap putusan hakim dalam tindak pidana pencurian tanaman jenis anthurium (studi kasus di Pengadilan Negeri Karanganyar)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. Berawal dari sebuah adegan di film Arwah Goyang Karawang, Julia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA

Toddy Anggasakti dan Amanda Pati Kawa. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

Presiden, DPR, dan BPK.

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta )

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan di dalam masyarakat berkembang seiring dengan. tidak akan dapat hilang dengan sendirinya, sebaliknya kasus pidana semakin

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan

BAB I PENDAHULUAN. adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat). yaitu Negara Indonesia

Pembuktian penuntut umum dalam perkara tindak pidana korupsi oleh kejaksaan Sukoharjo. Oleh : Surya Abimanyu NIM: E BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang dianggap sebagai suatu tindakan melanggar hukum

BAB I PENDAHULUAN. adalah termasuk perbankan/building society (sejenis koperasi di Inggris),

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari. Keadaan

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang melekat dan menyatu pada

BAB I PENDAHULUAN. acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

III. METODE PENELITIAN. hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

III. METODE PENELITIAN. penulis akan melakukan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan bermasyarakat sering terjadi kekacauan-kekacauan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana pencurian sering terjadi dalam lingkup masyarakat, yang kadang menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Tindak pidana pencurian dilakukan seseorang dengan berbagai alasan antara lain ingin memiliki barang tersebut, kebutuhan ekonomi, dan lain-lain. Dalam tindak pidana pencurian sering kali, pelaku melakukan suatu tindakan kekerasan saat melakukan tindak pidana pencurian yang bisa mengakibatkan nyawa orang lain melayang atau merugikan orang banyak. Pelaku pencurian selalu melakukan tindakan tersebut kadang tidak hanya seorang tetapi bisa berkelompok yang nantinya mereka melakukan koordinasi untuk mengatur strategi pencurian dan sasaran atau target yang akan di curinya. Definisi pencurian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata curi yang artinya mengambil sesuatu yang bukan haknya ( hak orang lain ) tanpa diketahui pemiliknya, masuk rumah tanpa izin dan membawa kabur barangbarang. Sedangkan dalam KUHP definisi pencurian adalah barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tuhun atau denda paling banyak enam puluh rupiah. Dalam persidangan pencurian kadang pelaku atau terdakwa tidak menggunakan penasehat hukum saat perkaranya di sidangkan di pengadilan dengan berbagai alasan atara lain tidak punya untuk membayar pengacara, maka saat persidangan dilakukan terdakwa tidak terlalu melakukan pembelaan. Kesaksian yang dilakukan oleh para saksi yang di ungkapkan di depan persidangan harus sesuai dengan kenyataan yang dilihat, ada beberapa unsur unsur saksi antara lain saksi harus melihat sendiri, jadi korban atau melakukan perbuatan itu sendiri, sebelum saksi commit membacakan to user atau memberikan keterangan di

depan persidangan maka saksi akan di lakukan sumpah, dengan tujuan saksi memberiakan kesaksian yang sebenarnya dan untuk mengikat moral para saksi bahwa memberikan kesaksian palsu akan berurusan dengan pihak berwenang bahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Apabila para saksi tidak hadir harus dilakukan pemanggilan sebanyak tiga kali secara patut, kalau saksi dalam pemanggilan yang terakhir atau yang ketiga dengan tidak ada alasan yang jelas maka saksi bisa juga di kenakan sanksi pidana di karenakan memperlambat jalannya persidangan. Saksi yang di datangkan di depan persidangan haruslah aktif memberikan keterangan yang sebenarnya guna memperlancar persidangan, saksi saat memberikan kesaksian harus dalam keadaan sehat, tidak tertekan oleh pihak mana pun, apabila saksi sampai tiga kali tidak hadir maka dari penuntut umum atau para penasehat hukum akan melakukan pergantian saksi dengan alasan saksi sakit keras atau meninggal dunia.kekuatan pembuktian saksi dalam kasus pencurian di saat memberikan kesaksian di depan persidangan yang melalui beberapa unsure menjadi saksi yang sesuai dengan peraturan atau undang- undang. Dalam proses Pemeriksaan Pidana di Pengadilan Negeri, ada 3 macam pemeriksaan, yaitu Acara Pemeriksaan Biasa, Acara Pemeriksaan Singkat dan Acara Pemeriksaan Cepat. Proses Pemeriksaan Biasa adalah perkara yang pembuktiannya dan penerapan hukumnya tidak mudah serta sifatnya tidak sederhana. Proses Pemeriksaan Singkat adalah pemeriksaan terhadap perkara kejahatan atau pelanggaran yang tidak termasuk ketentuan pasal 206 dan menurut penuntut umum pembuktian serta penerapan hukum-hukumnya mudah dan sifatnya sederhana (Pasal 306 ayat ( 1 ) KUHAP). Sedangkan Proses Pemeriksaan Cepat adalah proses pemeriksaan terhadap pidana yang diancam denda pidana penjara atau kurungan paling lama 3 bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 7.500 ( tindak pidana ringan / tipiring ) dan perkara penghinaan ringan ( Pasal 205 ayat ( 1 ) KUHAP ). Secara umum tingkatan pemeriksaan dalam hukum acara pidana meliputi penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan sidang pengadilan. Namun prakteknya tahapan-tahapan pemeriksaan commit to perkara user pidana itu akan berakhir pada

saat seseorang itu telah menjalani hukuman dan setelah seseorang menggunakan prosedur upaya hukum, sehingga seseorang itu dinyatakan sebagai pihak yang bersalah. Adapun prosedur pemeriksaan perkara pidana menurut Waluyadi (1999;4 ) adalah sebagai berikut: 1. Penyelidikan Dalam KUHP Pasal 1-5 dikatakan bahwa penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidikan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyelidikan. Menurut Martiman Prodjohamidjodjo (1989;29) mengatakan pada penyelidikan, sasaran ialah suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana. Tidak semua peristiwa yang merugikan masyarakat adalah tindak pidana. Peristiwa yang diselidiki ialah kelakuan manusia yang pada umumnya dilarang dan diancam sebagai hukum. Penyelidikan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari fungsi penyelidikan. Penyelidikan merupakan salah satu cara atau metode dari fungsi penyidikan yang mendahulaui tindakan lain, yaitu penindakan yang berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan dan penyerahan berkas kepada penuntut umum. 2. Penyidikan Penyidikan merupakan tindak lanjut dari proses penyelidikan. Undang-undang memberikan pengertian penyidikan sebagai serangkaian tindakan penyidik dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam KUHAP, untuk mencari serta mengumpulkan bukti-bukti yang sama dengan bukti tersebut dapat membuat jelas tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya (pasal 1-2 KUHAP) yang menjadi inti dari proses penyidikan ini adalah mencari bukti guna menemukan tindakan pidana commit apa to user yang dilakukan. Penyelidikan dan

penyidikan adalah dua fase tindakan yang berwujud satu. Antara keduanya saling berkaitan dan saling mendukung guna menyelesaikan suatu peristiwa pidana. Dalam proses Perkara Pidana harus melalui beberapa tahapan yang semuanya itu mesti dilalui jika ada suatu perkara pidana. Ini dimulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan sidang pengadilan. Berdasarkan permasalahan tersebut,penulis tertarik untuk mengkaji kekuatan pembuktian saksi tindak pidana pencurian dengan judul : TELAAH NORMATIF KESAKSIAN YANG DIBACAKAN PENUNTUT UMUM DAN IMPILKASINYA TERHADAP PEMBUKTIAN KESALAHAN TERDAKWA DALAM PERSIDANGAN PERKARA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN ( STUDI KASUS DALAM PUTUSAN PN SKH NO : 132 / PID. B / 2012 / P. SKH )

B. Rumusan Masalah Perumusan masalah dibuat dengan tujuan untuk memecahkan masalah pokok yang timbul secara jelas dan sistematis. Perumusan masalah ini dimaksudkan untuk lebih menegaskan masalah-masalah yang akan diteliti sehingga dapat ditentukan suatu pemecahan yang tepat dan mencapai tujuan yang diinginkan. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah pembacaan kesaksian oleh penuntut umum dalam persidangan perkara pencurian dengan pemberatan sudah sesuai dengan ketentuan KUHAP? 2. Bagaimanakah implikasi kesaksian yang dibacakan penuntut umum terhadap pembuktian kesalahan terdakwa dalam persidangan perkara pencurian dengan pemberatan? C. Tujuan Penelitian Suatu penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas. Tujuan penelitian adalah hal-hal yang hendak dicapai oleh peneliti melalui penelitian yang berhubungan dengan rumusan masalah yang sudah ditetapkan. Tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui yang menjadi pertimbangan Pengadilan Negeri dalam memutuskan kesaksian yang dibacakan penuntut umum terhadap pembuktian kesalahan terdakwa dalam perkara pencurian dengan pemberatan. b. Untuk mengetahui sistem dan teori pembuktian pemutusan Hakim atas kesalahan terdakwa dalam pencurian dengan pemberatan.

2. Tujuan Subyektif a. Untuk mengetahui argumentasi hukum penuntut umum dalam mendalilkan bahwa kesaksian yang dibacakan penuntut umum dan implikasinya terhadap pembuktian kesalahan terdakwa dalam persidangan perkara pencurian dengan pemberatan sudah sesuai dengan ketentuan KUHAP. b. Untuk menambah, memperluas dan mengembangkan pengetahuan dan pengalaman serta pemahaman aspek hukum dalam teori dan praktek di lapangan hukum yang sangat berarti bagi peneliti. c. Memberikan gambaran dan sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan Hukum Acara khususnya Hukum Acara Pidana. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Menambah wacana kepustakaan di bidang ilmu hukum khususnya dalam hal pembacaan kesaksian yang dibacakan penuntut umum dalam persidangan perkara pencurian dengan pemberatan sudah sesuai dengan ketentuan KUHAP. b. Hasil penelitian dapat digunakan untuk menambah referensi di bidang karya ilmiah yang dapat mengembankan ilmu pengetahuan. c. Penelitian ini merupakan latihan dan pembelajaran dalam menerapkan teori yang diperoleh sehingga menambah pengetahuan, pengalaman, daan dokumentasi ilmiah. 2. Manfaat Praktis a. Dapat memberikan masukan khususnya Penuntut Umum terkait dengan pembacaan kesaksian dalam persidangan perkara pencurian dengan pemberatan sudah sesuai dengan ketentuan KUHAP.

b. Dapat dipergunakan sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan langsung dengan penelitian ini. c. Sebagai praktek dan teori penelitian dalam bidang hukum dan juga sebagai praktek dalam pembuatan karya ilmiah dengan suatu metode penelitian ilmiah. E. Metode Penelitian Sebelum peneliti menguraikan tentang metodologi yang digunakan dalam penelitian, terlebih dahulu peneliti akan menguraikan mengenai pengertian dari metodologi. Metodologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu methodos dan logos. Methodouts berarti cara atau metode utama yang digunakan untuk mencapai tujuan. Logos berarti ilmu, jalan dan melalui. Jadi metodologi penelitian adalah ilmu tentang cara-cara untuk mengembangkan dan menguji kebenaran suatu peristiwa. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum doktrinal atau penelitian hukum yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan kepustakaan atau data sekunder belaka yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Metode penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Sesuai dengan metode pendekatan yang digunakan, maka kajian dilakukan terhadap norma-norma dan asas-asas yang terdapat dalam data sekunder dalam bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. 2. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan penelitian dan dengan pendekatan ini, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Pendekatan-

pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statue approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan kasus digunakan dengan menelaah sebuah kasus dan regulasi yang terkait dengan isu hukum yang ada. Regilasi yang digunakan dalam penelitian adalah putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo No. 132 / Pid.B / 2012 / PN.Skh. 3. Sifat Penelitian Sifat penelitian ini adalah Preskriptif dan Terapan. Yaitu sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum. Sifat preskriptif ini merupakan hal substansial yang tidak mungkin dapat dipelajari oleh disiplin lain yang obyeknya juga hukum. 4. Bahan Hukum Dalam penelitian hukum ini penulis menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan-bahan hukum primer bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat yang terdiri dari peraturan perundang-undangan dan peraturan lainnya yang berkaitan (Soerjono Soekanto. 1984 : 6). Sedangkan bahan-bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Adapun bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder tersebut antara lain: a. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian hukum ini meliputi: 1). Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo Nomor: 132 / Pid.B / 2012 / PN.Skh 2). KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) 3). KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)

Bahan hukum sekunder yang akan digunakan penulis berupa publikasi, yang meliputi: buku-buku, jurnal, dan teks mengenai Hukum Acara Pidana, khususnya yang berhubungan dengan Telaah normatif kesaksian yang dibacakan penuntut umum dan implikasinya terhadap pembuktian kesalahan terdakwa dalam persidangan perkara pencurian dengan pemberatan (Studi kasus dalam putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo Nomor: 132 / Pid.B / 2012 / PN.Skh) 5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Pada penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan penulis untuk mengumpulkan bahan hukum yaitu: a. Studi Kepustakaan (Library Research) Studi kepustakaan merupakan sumber utama yang digunakan penulis sebagai dasar teori maupun sebagai data pendukung. Dalam studi kepustakaan ini peneliti mengkaji dan mempelajari buku, arsiparsip, dan dokumen maupun peraturan-peraturan yang berhubungan dengan masalah penelitian. b. Cyber Media Pengumpulan data melalui internet dengan cara melakukan download berbagai artikel yang berhubungan dengan telaah normatif kesaksian yang dibacakan penuntut umum dan implikasinya terhadap pembuktian kesalahan terdakwa dalam persidangan perkara pencurian dengan pemberatan. 6. Teknik Analisa Bahan Hukum Analisa Bahan Hukum adalah proses mengorganisasikan dan mengumpulkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan. Analisa data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah analisa data silogisme yaitu suatu proses penarikan kesimpulan secara deduktif.

Untuk lebih memudahkan mempelajari konsep analisis interaksi penelitian ini dibuat bagan sebagai berikut: Pengumpulan Data Reduksi Data Sajian Data Kesimpulan Dengan model analisis ini, maka penulis harus bergerak di antara empat sumbu kumparan itu selama pengumpulan data, selanjutnya bolak-balik di antara kegiatan reduksi, penyajian data, dan penarikan kesimpulan selama sisa waktu penelitian. Aktivitas yang dilakukan dengan proses ini komponen-komponen tersebut akan didapat dan benar-benar mewakili dan sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Setelah analisis data selesai maka hasilnya akan disajikan secara diskriptif, yaitu dengan jalan apa adanya sesuai dengan masalah yang diteliti dan data diperoleh. Setelah semua data dikumpulkan, kemudian diambil kesimpulan dan langkah tersebut harus urut tetapi berhubungan terus-menerus, sehingga membentuk siklus (HB. Sutopo, 1999: 13). F. Sistematika Penulisan Hukum Dalam penulisan skripsi terdapat suatu sistematika tertentu yang harus dipenuhi oleh peneliti. Untuk memberikan gambaran secara lebih jelas terhadap skripsi yang telah peneliti buat, maka peneliti akan mengemukakan garis-garis besar skripsi ini, hal ini ditujukan agar mempermudah mempelajari seluruh isinya. Skripsi ini disusun dengan sistematika yang terdiri dari empat bab yang masing-masing babnya akan terbagi dalam sub bab, susunannya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika skripsi BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini diuraikan tinjauan pustaka yang meliputi tinjauan umum tentang pembuktian, tinjauan umum mengenai putusan pengadilan, dan tinjauan umum mengenai sistem atau teori pembuktian dalam Hukum Acara Pidana BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini diuraikan tentang hasil penelitian yang membahas tentang apa yang menjadi pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan pemidanaan dalam perkara pencurian dengan pemberatan (Studi Kasus dalam Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo No. 132 / Pid.B / 2012 / PN.Skh) BAB IV PENUTUP Dalam bab ini diuraikan tentang kesimpulan dari hasil pembahasan dan saran-saran terkait permasalahan yang ada. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN