BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tiongkok adalah negara besar yang terkenal di seluruh dunia dan memiliki Tembok Besar (Great Wall) yang diakui sebagai salah satu dari 7 keajaiban dunia. Tiongkok merupakan negara yang memiliki penduduk terbanyak di dunia yaitu 1.339.724.852 jiwa (Sensus 2010) 1. Orang Tiongkok tidak hanya tersebar di negara Tiongkok, mereka juga tersebar di negara lain termasuk Indonesia. Di Indonesia, orang-orang Tionghoa menyebar hampir di seluruh pulau. Hal ini dibuktikan dengan adanya kampung Pecinan atau kampung Cina di kota-kota besar di Indonesia. Sebagian besar dari orang-orang Tionghoa di Indonesia menetap di pulau Jawa. Daerah-daerah di Indonesia yang ditempati orang Tionghoa antara lain: Sumatera Utara, Bangka-Belitung, Sumatera Selatan, Lampung, Lombok, Kalimantan Barat, Banjarmasin dan beberapa tempat di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara. 2 Orang Tiongkok yang pertama datang di Indonesia adalah seorang pendeta agama Budha, bernama FaXian ( 法显 ). Dalam sejarah Tiongkok 1 Wikipedia, Republik Rakyat Tiongkok, http://id.wikipedia.org/wiki/republik_rakyat_tiongkok (diakses 10 Februari 2015). 2 Wikipedia, Tionghoa-Indonesia, http://id.wikipedia.org/wiki/tionghoa-indonesia (diakses 10 Februari 2015).
lama dijelaskan bahwa orang Tiongkok merantau ke Indonesia terjadi pada masa akhir pemerintahan dinasti Tang. Daerah yang pertama kali didatangi adalah Palembang, yang pada saat itu merupakan pusat perdagangan kerajaan Sriwijaya. Kemudian para perantau ini pergi ke pulau Jawa untuk mencari rempah-rempah. Banyak dari mereka kemudian yang menetap di daerah pelabuhan pantai utara pulau Jawa. Sejak itulah banyak orang Tiongkok yang datang ke Indonesia. Sampai abad pertengahan ke-19 suku Hokkian merupakan dominant group, 3 Mereka termasuk yang pandai berdagang. Orang Tiongkok yang banyak menetap di luar pulau Jawa adalah suku bangsa Tiochiu, yang mempunyai kepandaian bertani. Orang Kanton datang ke Indonesia memiliki keahlian dalam bidang pertukangan. Jumlah orang Kanton ini dibandingkan dengan suku bangsa Tiongkok yang lainnya, termasuk jumlah yang kecil. Mereka banyak yang menetap di daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Bangka dan Sumatera Tengah. Suku bangsa Hakka datang ke Indonesia pada tahun 1850 1931 pada mulanya mereka menjadi buruh pada perusahaan-perusahaan nasional, tetapi sekarang mereka banyak menguasai pertambangan. Kemudian banyak diantara mereka yang pergi ke pulau Jawa sebagai pedagang atau buruh, sehingga perkembangan orang Tiongkok suku bangsa Hakka ini lebih pesat. 4 3 kelompok yang paling banyak jumlahnya dan paling berkuasa. Pada saat itu suku Hokkian merupakan suku Tiongkok yang jumlahnya paling banyak dibanding suku Tiongkok lainnya. 4 Drs.Hidajat Z.M, Masyarakat dan Kebudayaan Cina Indonesia, Bandung: Tarsito, 1993, hal. 65 67.
Pada tahun 1755 akibat perjanjian Giyanti, Yogyakarta menjadi daerah Kraton Kasultanan. Sejak saat itu mulai banyak orang yang berdatangan ke Yogyakarta, termasuk orang Tionghoa. Mereka datang dengan tujuan untuk berdagang. 5 Menurut Sejarawan Universitas Gadjah Mada, Arif Akhiat, akibat terpecahnya Kraton Mataram yang terbagi menjadi Kasunanan dan Kasultanan, Yogyakarta menjadi Kraton Kasultanan yang memiliki daerah teritorial sendiri berupa perkebunan. Belanda saat itu membutuhkan tenaga yang dapat mengontrol perkebunan tersebut. Orang Tionghoa yang pandai memanfaatkan peluang pada saat itu masuk ke proyek perkebunan tersebut sebagai perantara, baik dalam urusan finansial sampai distribusi. Melihat peran orang Tionghoa tersebut, Belanda mengakui keberadaan mereka sebagai masyarakat pribumi. 6 Maka, dari situlah etnis Tionghoa berkembang di Yogyakarta. Awalnya, orang Tionghoa menetap di kampung Kranggan, lalu atas seijin Kasultanan Yogyakarta akhirnya mereka diperbolehkan tinggal di selatan Kranggan, utara dan selatan rel kereta api hingga Pasar Gede atau Pasar BeringHarjo. 7 Masuknya orang-orang Tionghoa ke Indonesia membawa pengaruh dibidang: budaya, ekonomi, sosial, politik, dan sebagainya. Budaya Tionghoa merupakan budaya yang paling kompleks dan sudah tersebar ke berbagai penjuru dunia seiring dengan banyaknya orang Tiongkok yang 5 Darmasugito, 200 tahun Kota Yogyakarta (7-10-1756 1-10-1956), Yogyakarta: Kanisius, 1956, hlm. 7. 6 Tomi Sujatmiko, Berikut, Sejarah Masuknya Tionghoa di Yogyakarta, http://krjogja.com/read/249210/berikut-sejarah-masuknya-tionghoa-di-yogyakarta.kr (diakses 1 Juli 2015) 7 Darmasugito, Loc cit, hal. 23.
memilih untuk bermigrasi ke luar negeri. Budaya Tionghoa mencerminkan nilai luhur, kebiasaan dan bakti kepada leluhur. Meskipun budaya Tionghoa adalah salah satu kebudayaan yang paling tua di dunia yang sudah ada sejak berabad-abad yang lalu, tetapi budaya Tionghoa mampu bertahan hingga saat ini. Berikut beberapa kebudayaan yang masih dibawa dan dilakukan hingga saat ini 8 : 1. Festival Musim Semi atau Tahun Baru Imlek ( 春节 ) Tahun Baru Imlek biasanya dirayakan oleh masyarakat Tiongkok hingga kini dengan sangat meriah, dengan menggantung berbagai macam pernak-perniknya, seperti lampion merah, menempel kertas merah bertuliskan fu ( 福 ) yang artinya rezeki dengan tujuan agar rezeki selalu masuk kedalam rumah mereka sepanjang tahun, menyiapkan angpao, sampai pesta kembang api dan tarian naga serta barongsai. 2. Festival Yuan Xiao atau Cap Go Meh ( 元宵节 ) Festival Yuan Xiao atau biasa dikenal dengan perayaan Cap Go Meh jatuh setiap tanggal 15 bulan pertama penanggalan Imlek. Umumnya yang ada dalam Festival Cap Go Meh ini adalah disajikan pertunjukan tarian barongsai, naga (liong), atraksi beladiri wushu, pergelaran alat musik tradisional China, pertunjukan tarian khas negeri Tiongkok, dan sebagainya. 8 Herman Tan, 8 Festival Budaya Orang Tionghoa, http://www.tionghoa.info/8-festival-budayaorang-tionghoa/ (diakses 10 Februari 2015)
3. Festival Duan Wu ( 端午节 ) Festival Duan Wu sudah ada sejak 2000 tahun yang lalu. Hingga saat ini, ada dua kegiatan yang terus dilakukan masyarakat Tiongkok, yakni makan Bak Chang dan perlombaan perahu naga. Salah satu asal usul dari festival Duan Wu ini adalah untuk mengenang patriot Qu Yuan yang mati bunuh diri dengan terjun ke sungai karena kecintaan dan kesetiaannya pada negara/dinasti Chu. Festival ini dilangsungkan setiap tanggal 5 bulan 5 penanggalan Imlek. 4. Festival Qing Ming atau Ceng Beng ( 清明节 ) Festival Qing Ming atau Ceng Beng adalah hari di mana masyarakat Tiongkok melakukan ziarah ke kuburan leluhurnya (orang tua, sanak family) juga membersihkannya dan bersembahyang di makam sambil membawa buah-buahan, kue, makanan, serta karangan bunga. Hari Ceng Beng biasanya jatuh pada tanggal 5 April kalender Masehi. Kegiatan ini bertujuan sebagai bentuk penghormatan (mengenang) kepada leluhur atau keluarga yang telah meninggal. 5. Festival Musim Gugur atau Festival Kue Bulan ( 中秋节 ) Festival musim gugur atau biasa disebut dengan Tiong Ciu Pia (makan kue pia), merupakan hari raya panen. Festival musim gugur dimulai sekitar zaman dinasti Xia dan Sheng (2000-1600 SM). Pada dinasti Ming dan Qing, tradisi ini menjadi lebih populer. Muncul beberapa kebiasaan seperti menanam pohon musim gugur, menyalakan lentera dan tari naga. Tradisi yang paling utama yang sampai sekarang
masih ada adalah berkumpul bersama keluarga untuk menikmati bulan sambil menikmati panganan khas kue bulan sambil meminum arak atau teh. Orang Tionghoa yang datang dan menetap di Indonesia membentuk komunitas sendiri dengan mempertahankan adat kebiasaan kebudayaan dari tradisi leluhurnya. Di Yogyakarta, banyak orang Tionghoa yang sering mengadakan perayaan-perayaan budaya untuk melestarikan kebudayaan Tiongkok. Banyak dari mereka yang membentuk perkumpulan atau paguyuban Tionghoa di Yogyakarta. Semua perkumpulan atau paguyuban tersebut terbentuk sebagai wadah partisipasi masyarakat Tionghoa agar mereka dapat berbaur dan rukun dengan semua lapisan masyarakat. Selain itu, untuk mengadakan perayaan atau festival budaya Tiongkok, dan untuk mempersatukan warga Tionghoa agar mereka tidak lupa akan budaya mereka sendiri. Salah satu perkumpulan yang setiap tahunnya mengadakan perayaan budaya Tiongkok adalah Jogja Chinese Art and Culture Centre (selanjutnya disebut dengan JCACC). Perkumpulan ini terbentuk sebagai wujud partisipasi dalam pengembangan budaya. Perkumpulan ini menangani seni dan budaya warga Tionghoa, baik untuk pertunjukkan ataupun ritual-ritual tertentu seperti perayaan Imlek dan Cap Gomeh, Peh Cun, dan Festival Kue Bulan. JCACC juga sudah cukup terkenal di kalangan masyarakat dengan kegiatan budaya Tionghoa yang diadakannya. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka penulisan ini mengambil judul Peran Jogja Chinese Art and
Culture Centre (JCACC) terhadap Kelestarian Kebudayaan Tionghoa sebagai laporan Tugas Akhir. 1.2 Rumusan masalah Berdasarkan uraian diatas, maka dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu : 1. Bagaimana sejarah adanya JCACC? 2. Mengapa JCACC bergerak di bidang kebudayaan Tionghoa? 3. Mengapa empat belas paguyuban Tionghoa yang ada di Yogyakarta bergabung dengan JCACC? 4. Aktivitas apa saja yang dilakukan oleh JCACC? 1.3 Batasan masalah Dalam penulisan tugas akhir ini, tidak semua dijelaskan secara detail tetapi ada batasan-batasan masalah agar tidak keluar topik pembahasan dalam penulisan, batasan-batasan masalah tersebut antara lain: 1. Penelitian dilakukan hanya di organisasi Jogja Chinese Art and Culture Centre (JCACC). 2. Tidak meneliti organisasi Tionghoa lain secara detail. 1.4 Tujuan penelitian Setiap penelitian tentu mempunyai tujuan. Penelitian tentang JCACC juga mempunyai tujuan, yaitu :
1. Menjelaskan sejarah dibentuknya JCACC. 2. Menjelaskan peran JCACC dalam kegiatan kebudayaan Tionghoa di Yogyakarta. 3. Memaparkan hubungan JCACC dengan empatbelas organisasi Tionghoa lain dalam melestarikan budaya Tionghoa. 4. Memaparkan kegiatan dan aktivitas yang dilakukan JCACC. 1.5 Manfaat penelitian Penelitian tugas akhir ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada: 1. Bagi mahasiswa Menambah pengetahuan tentang budaya Tionghoa. Dapat ikut serta melestarikan kebudayaan Tionghoa. 2. Bagi perguruan tinggi Mendapatkan hubungan baik dengan organisasi JCACC. Memperkenalkan program studi bahasa mandarin ke JCACC. 3. Bagi tempat observasi Memperkenalkan kepada semua orang tentang JCACC. Menjadikan tempat rekomendasi bagi masyarakat yang ingin bergabung melestarikan kebudayaan Tionghoa di Yogyakarta.
1.6 Metode pengumpulan data Tugas akhir ini disusun berdasarkan bahan pustaka, berupa buku, internet, skripsi, koran dan sumber-sumber yang berkaitan dengan tugas akhir ini. Terutama artikel yang memuat kegiatan dan aktivitas dari JCACC. Studi pustaka, digunakan untuk memperoleh data mengenai sejarah dan kegiatan dari organisasi JCACC. Sumbernya berupa buku, artikel yang berkaitan dengan pokok bahasan. Study pustaka ini bertujuan untuk mengetahui adanya JCACC dan mempermudah dalam pelaksanaan wawancara dengan narasumber yang mengetahui banyak tentang JCACC. Wawancara, dilakukan dengan memberi pertanyaan - pertanyaan yang berkaitan dengan JCACC. Narasumbernya yaitu Ketua I dan Sekretaris JCACC, yang dapat menjawab dan memberikan keterangan secara lengkap dan tidak terbatas. 1.7 Sistematika Penulisan Penulisan tugas akhir dengan judul Peran Jogja Chinese Art and Culture Centre (JCACC) terhadap Kelestarian Kebudayaan Tionghoa, terdiri dari empat bab, yaitu: 1. Bab pertama Pendahuluan, menjelaskan latar belakang penulisan. Sub bab berikutnya ada rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode pengumpulan data dan sistematika penulisan.
2. Bab kedua berisi tentang tinjauan pustaka dan landasan teori yang menjelaskan persamaan dan perbedaan dari penelitian organisasi Tionghoa lainnya serta menjelaskan budaya, seni, organisasi dan Tionghoa. 3. Bab ketiga membahas tentang Jogja Chinese Art and Culture Centre (JCACC), yaitu latar belakang, tujuan, dan struktur organisasi dari Jogja Chinese Art and Culture Centre (JCACC). Dan juga memaparkan tentang peran Jogja Chinese Art and Culture Centre (JCACC) terhadap kelestarian budaya Tionghoa dan membahas hubungan Jogja Chinese Art and Culture Centre (JCACC) dengan organisasi lain di Yogyakarta 4. Bab keempat membahas tetang pandangan masyarakat Tionghoa Yogyakarta terjadap keberadaan Jogja Chinese Art and Culture Centre (JCACC). 5. Bab kelima adalah penutup yang berisi kesimpulan dan saran.