POLA HUBUNGAN SEKSUAL DAN RIWAYAT IMS PADA GAY DI BALI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Wijaya (2008) pola hubungan seksual merupakan suatu kajian

Situasi HIV & AIDS di Indonesia

Pelibatan Komunitas GWL dalam Pembuatan Kebijakan Penanggulangan HIV bagi GWL

BAB I PENDAHULUAN. Bali, respon reaktif dan proaktif telah banyak bermunculan dari berbagai pihak, baik

BAB I PENDAHULUAN. akan mempunyai hampir tiga kali jumlah orang yang hidup dengan HIV dan AIDS

TINGKAT PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKS TENTANG INFEKSI MENULAR SEKSUAL

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

Dr Siti Nadia M Epid Kasubdit P2 AIDS dan PMS Kementerian Kesehatan RI. Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. Pendahuluan FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN GONORE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS IBRAHIM ADJIE KOTA BANDUNG

SURVEI TERPADU BIOLOGIS DAN PERILAKU

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

BAB I PENDAHULUAN. tinggal dalam darah atau cairan tubuh, bisa merupakan virus, mikoplasma, bakteri,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I Pendahuluan. Penyakit gonore adalah penyakit infeksi menular. yang disebabkan oleh infeksi bakteri

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, makin banyak pula ditemukan penyakit-penyakit baru sehingga

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan bahwa homoseksual bukan penyakit/gangguan kejiwaan.di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. commit to user. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan insidens dan penyebaran infeksi menular seksual (IMS) di seluruh dunia,

ABSTRAK PERBEDAAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU SISWA-SISWI SMA NEGERI X DENGAN SMA SWASTA X KOTA BANDUNG TERHADAP INFFEKSI MENULAR SEKSUAL

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. PMS merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus

BAB 1 PENDAHULUAN. Sifilis merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG HEPATITIS B PADA DOKTER GIGI DI DENPASAR UTARA

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia pelaku transeksual atau disebut waria (Wanita-Pria) belum

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU MAHASISWA/ MAHASISWI TERHADAP INFEKSI MENULAR SEKSUAL DI UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. Epidemi human immunodeficiency virus/acquired immune deficiency

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan

ABSTRACT. Keywords: male female sex, sexual networks, sexually transmitted infections, risk behaviors

Faktor-faktor resiko yang Mempengaruhi Penyakit Menular Seksual

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat

Universitas Sumatera Utara

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PREDISPOSISI DENGAN PERILAKU MEMAKAI KONDOM UNTUK MENCEGAH IMS DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS SANGKRAH KOTA SURAKARTA

HUBUNGAN BEBERAPA FAKTOR DENGAN PERILAKU SEKSUAL BERISIKO IMS PADA WARIA BINAAN PONDOK PESANTREN (PONPES) WARIA SENIN- KAMIS YOGYAKARTA TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

NASKAH PUBLIKASI DISKA ASTARINI I

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Homoseksual pertama kali ditemukan pada abad ke 19 oleh seorang psikolog

Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Tindakan Pencegahan Penularan HIV-AIDS pada Waria di Kota Padang Tahun 2013

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan

UNIVERSITAS UDAYANA PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI PADA SEKAA TERUNA TERUNI DI DESA BENGKALA TAHUN 2015 LUH ANIEK PRAWISANTI

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIK KOMUNITAS DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) DAN HIV/AIDS DI LOKALISASI BANYU PUTIH KABUPATEN BATANG

Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP), 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya

BAB I PENDAHULUAN. melalui hubungan seksual. PMS diantaranya Gonorrhea, Syphilis, Kondiloma

PENGARUH PAPARAN INFORMASI KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA TERHADAP PENGETAHUAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL SISWA SMA DI KECAMATAN BANJARSARI SURAKARTA

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga

ABSTRAK HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU KELOMPOK RISIKO TINGGI TENTANG HIV-AIDS DI KOTA BANDUNG PERIODE TAHUN 2014

BAB 1 : PENDAHULUAN. manusia lainnya sebagai makhluk yang selalu digerakkan oleh keinginan-keinginan

The applicability of VCT information card during outreach works of clients of female sex workers in Denpasar Bali Indonesia

UNIVERSITAS UDAYANA PEMANFAATAN MODEL REGRESI LOGISTIK DALAM ANALISIS FAKTOR DETERMINAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL PADA PEKERJA SEKS PEREMPUAN DI

FAKTOR-FAKTOR RISIKO KEJADIAN GONORE (Studi pada Pekerja Seks Komersial di Objek Wisata Pangandaran Kabupaten Ciamis Tahun 2009)

Skripsi Ini Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Syarat. Untuk Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh: NORDINA SARI J

BAB I PENDAHULUAN Pada Januari hingga September 2011 terdapat penambahan kasus sebanyak

Informasi Epidemiologi Upaya Penanggulangan HIV-AIDS Dalam Sistem Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan modal awal seseorang untuk dapat beraktifitas dan

Sugiarto Program Studi Kesehatan Masyarakat, STIKES Harapan Ibu Jambi

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah

Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun Saptorini**) **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

I. PENDAHULUAN. pasangan yang sudah tertular, maupun mereka yang sering berganti-ganti

Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang 2)

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa sembuh, menimbulkan kecacatan dan juga bisa mengakibatkan kematian.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit HIV/AIDS dan penularannya di dunia meningkat dengan cepat, sekitar 60 juta orang di dunia telah

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial yang utuh bukan hanya bebas penyakit atau kelemahan dalam segala aspek

BAB 1 PENDAHULUAN. Pola penyakit yang masih banyak diderita oleh masyarakat adalah penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Veneral Disease ini adalah Sifilis, Gonore, Ulkus Mole, Limfogranuloma Venerum

BAB I PENDAHULUAN. seksual disebut infeksi menular seksual (IMS). Menurut World Health Organitation

ABSTRAK. Kata Kunci: Karakteristik Umum Responden, Perilaku Mencuci Tangan, Diare, Balita

1 Universitas Kristen Maranatha

SKRIPSI. Sripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1987). Penyakit Menular Seksual (PMS) dewasa ini kasuanya semakin banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan karakteristik..., Sarah Dessy Oktavia, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit

VOLUME I No 1 April 2013 Halaman 29-36

BAB I PENDAHULUAN. menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama sel T CD-4

PEDOMAN WAWANCARA PERILAKU TRANSGENDER (WARIA) DALAM UPAYA PENCEGAHAN HIV/AIDS DI PUSKESMAS TELADAN KOTA MEDAN TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar. penduduknya berusia tahun dan 90% diantaranya

PARTISIPASI PEMILIK HPR TERHADAP PROGRAM PENCEGAHAN PENYAKIT RABIES DI DESA ABIANSEMAL DAN DESA BONGKASA PERTIWI KECAMATAN ABIANSEMAL KABUPATEN BADUNG

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-journal) Volume 4, Nomor 3, Juli 2016 (ISSN: )

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Homo berasal dari kata Yunani yang berarti sama, dan seks yang berarti

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Yayasan Vesta Indonesia merupakan salah satu lembaga swadaya masyarakat

Transkripsi:

Cempaka & Kardiwinata Vol. No. 2 : 84-89 POLA HUBUNGAN SEKSUAL DAN RIWAYAT IMS PADA GAY DI BALI Pande Putu Ayu Rissa Cempaka P, Made Pasek Kardiwinata 2,2 School of Public Health Udayana University, Denpasar-Bali email: rissacempaka@yahoo.co.id 2 email: pkardiwinata@yahoo.com ABSTRAK Homoseksual merupakan kelompok berisiko dalam penyebaran penyakit infeksi. Di Indonesia homoseksual merupakan kelompok yang termaginalkan sehingga sangat sulit dijangkau untuk melakukan intervensi maupun memberikan edukasi mengenai kesehatan reproduksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pola hubungan seksual dan riwayat infeksi menular seksual/ims pada gay khususnya di Denpasar dan Badung. Penelitian ini merupakan deskriptif cross sectional dengan besar sampel 45 gay, teknik sampling yang digunakan adalah snowball, bersedia mengisi kuesioner. Kemudian data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa selama tiga bulan terakhir sebanyak 77,8% gay memiliki pola hubungan multi seksual patner dengan rata-rata jumlah patner tiap orang sebanyak 5 patner dan 6,7% pernah memiliki riwayat infeksi menular seksual. Persentase gay yang menggunakan kondom sebanyak 57,8% dan baru 65,4 % menyatakan menggunakan kondom secara konsisten Disarankan bagi dinas kesehatan untuk melakukan pendekatan guna memudahkan pemberian edukasi kepada gay. Bagi masyarakat khususnya gay disarankan untuk menggunakan kondom secara konsisten sebagai pencegah penularan IMS Kata Kunci: Pola Hubungan Seksual, Riwayat IMS, Gay ABSTRACT Homosexual is a risk group who has an important role the spread of infectious diseases. In Indonesia, homosexual is excluded group, making it very difficult reach them to intervene and and Badung. This research was a crossectional descriptive study, with strategy sampling is using snowball technique. The sample size was 45 gays who fill out questionnaire, It was analyzed descriptively. The result showed that 77.8% gay had relationship with multiple sex partners, by 5 people per person. The percentage of gay who used condoms was 57.8%., 65.4% claim to used condoms It shows that most of gay have multiples sex partners. Recommendation for the Department of Health is to increase approach to facilitate education for gay. For the community, particularly gay is recommended to use condoms consistently to prevent transmission of STDs. Keywords: 84

Arc. Com. Health Desember 202 ISSN: 977230239009 PENDAHULUAN Gay merupakan sebutan untuk laki-laki yang menyukai lakilaki, berdasarkan survei terpadu biologis perilaku tahun 200, jumlah rata-rata gay di enam kota (Medan, Batam, Jakarta, Bandung, Surabaya dan Malang) adalah sebanyak 766.800 (STBP, 200). Gay merupakan kelompok termarginalkan yang memiliki faktor risiko dalam penyebaran IMS. 29%-34% gay di kota-kota besar Indonesia (Jakarta, Bandung, Surabaya) telah terinfeksi satu atau lebih IMS seperti gonore dan sifilis (STBP, 2007). Pada tahun 200 sifilis pada gay di Indonesia meningkat prevalensinya dari 4% menjadi 3% (STBP, 200). IMS yang tidak diobati memiliki ratarata 6-0 kali lebih tinggi menularkan atau terjangkit HIV selama hubungan seksual (KPA, 20). Salah satu perilaku berisiko pada gay adalah hubungan seksualmultiple partnership, sampai saat ini pola multiple partnership apakah berbentuk concurrent atau sekedar serial monogamous, jumlah pasangan dan lama waktu terlibat dalam multiple partenership, dan frekwensi pemakaian kondom terkait dengan tipe hubungan di dalam multiple partnership, belum diketahui dengan jelas. oleh sebab itu tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pola hubungan seksual dan riwayat IMS pada gay di Bali. METODE Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif ( cross sectional), dilakukan pada Nopember 20 sampai dengan Juli 202. Populasi penelitian adalah gay yang berada di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Besar sampel sebanyak 45 gay, cara pengambilan sampel menggunkan teknik sampling nonprobabilitas yaitu snowball. Snowball dimulai dengan mengidentifikasi seseorang gay yang memenuhi kriteria penelitian, kemudian diminta untuk memberi keterangan mengenai gay lainya, jadi setiap gay yang diusulkan oleh gay yang telah diwawancarai sebelumnya akan dijadikan sampel dalam penelitian. Data diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner kemudian di analisis secara deskriptif, disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan narasi. Pola hubungan seksual adalah jumlah pasangan seksual yang dimiliki oleh gay dengan kriteria: multiple partnership (apabila gay memiliki lebih dari satu patner seks dalam 3 bulan terakhir), single partnership (apabila gay memiliki satu patner seks dalam tiga bulan terakhir), tidak memiliki pasangan (apabila gay tidak memiliki pasangan seks dalam tiga bulan terkahir), sedangkan riwayat IMS adalah penyakit infeksi seksual yang pernah diderita oleh gay (ada riwayat pernah menderita satu atau lebih IMS) HASIL DAN PEMBAHASAN Vol. No. 2 : 84-89 Berdasarkan Tabel, sebanyak 5,2% gay merupakan kelompok umur 20-25 tahun, 64,4% lulusan SMA, 73,3% bekerja sebagai pegawai swasta, dan 82,2% bertempat tinggal di Denpasar. Berdasarkan pola hubungan seksual, 77,8% gay memiliki pola hubungan multiple partnership, selain melakukan hubungan seksual dengan pasangan tetap maupun pacar, rata-rata gay juga melakukan hubungan seksual dengan mitra, PSK, maupun pasangan seksual lainnya yang dikenal melalui jejaring sosial atau pada suatu acara-acara tertentu di café maupun di bar (Tabel 2). Jumlah pasangan seksual tiap gay dalam tiga bulan terakhir rata-rata 5 orang dengan intensitas seksual rata-rata 26 kali dalam kurun waktu bersamaan tiga bulan 85

Cempaka & Kardiwinata Vol. No. 2 : 84-89 Tabel. Karakteristik Sampel Berdasarkan Kelompok Umur, Pendidikan, Pekerjaan, dan Tempat Tinggal Frekuensi Persentase Karakteristik Gay N = 45 (%) Kelompok Umur (tahun) <20 20-25 26-30 3-35 36-40 >40 Pendidikan SMP SMA Diploma S S2 Pekerjaaan Tidak Bekerja Pegawai Swasta Wirausaha Guru Tempat Tinggal Luar Wilayah Bali Luar wilayah Denpasar/Badung Denpasar Badung Tabel 2. Pola Hubungan Seksual dan Riwayat IMS pada Gay 5 23 6 4 6 4 29 3 8 6 33 5 4 2 37 2 Frekuensi N = 45 Pola Hubungan Seksual Multiple Partnership 35 77,8 Single Partnership 8 7,8 Tidak memiliki pasangan 2 4,4 Riwayat IMS Sifilis 2 4,5 Gonorre 2,2 Tanpa riwayat IMS 42 93,3, 5,2 3,3 8,9 3,3 2,2 8,9 64,4 6,7 7,8 2,2 3,3 73,3, 2,2 8,9 4,5 82,2 4,5 Persentase (%) terakhir. Pola hubungan tersebut mengarah pola hubungan concurrent partnership, bukan serial partnership karena gay memiliki banyak pasangan seksual dalam kurun waktu bersamaan. Secara umum concurrent partnerships adalah hubungan seksual dimana seorang individu mempunyai hubungan seksual secara bersama dengan lebih dari satu orang, hal ini kebalikan dari hubungan yang secara berurutan ( serial partnerships) dimana seseorang terlibat hubungan seksual hanya dengan satu orang saja, tidak overlap (Hudson, 996 dalam Mah TL, 2008). 86

Arc. Com. Health Desember 202 ISSN: 977230239009 Istilah concurrent partnerships pertama disebutkan dalam literature epidemiologi lebih dari 5 tahun yang lalu (Hudson, 996 dalam Mah TL, 2008). Perbedaan prevalensi HIV diantara dan didalam beberapa negara dapat ditentukan secara partial oleh berbagai tingkat concurrent sexual partnerships, Hunson juga membuat hipotesis tingginya tingkat viremia selama selama infeksi awal, epidemi HIV akan cenderung terjadi dalam populasi dengan pasangan yang overlap. Peningkatan concurrency mempunyai dampak signifikan terhadap penularan HIV daripada peningkatan jumlah pasangan (Mah, 2008). Hubungan seksual pada gay dilakukan secara oral maupun anal seks dengan frekuensi penggunaan kondom pada gay sebesar 57,8%, dari 57% (26 gay) tersebut tidak semuanya konsisten menggunakan kondom, yang konsisten hanyak 65,4% (7 gay) Dalam penelitian ini, gay memiliki perilaku yang sangat berisiko terkena IMS, tapi jumlah gay yang memiliki riwayat IMS sangat sedikit hanya sebanyak 4,5% gay pernah menderita sifilis dan sebanyak 2,2% gay pernah menderita gonore. Jadi dari 45 gay hanya 3 orang gay yang mengaku pernah menderita infeksi menular seksual seperti sifilis dan gonore. Kemungkinan ini disebabkan karena pengumpulan data dilakukan hanya dengan menggunakan kuesioner, jadi bisa saja ada gay yang kurang jujur saat mengisi kuesioner sehingga banyak terjadi negatif palsu dalam hasil penelitian. Untuk itu, agar mendapatkan angka yang valid dan mencegah negatif palsu, sebaiknya kejadian IMS pada gay dinyatakan dengan melakukan pemeriksaan laboratorium. Angka kejadian IMS pada gay dalam penelitian ini kecil. Padahal sebagian besar gay memiliki pola hubungan multiple partnership dan tidak dibarengi dengan penggunaan kondom yang konsisten. Vol. No. 2 : 84-89 Menurut Astutik (20) jumlah pasangan seksual yang banyak merupakan faktor risiko terjadinya IMS. Gay dengan banyak pasangan seksual memiliki risiko 9 kali lebih tinggi terkena IMS dibandingkan dengan gay yang tidak memiliki banyak pasangan seksual. Selain itu kejadian IMS juga dipengaruhi oleh kebiasaan penggunaan kondom (Hartono, 2009). Menurut Hernawati (2005) dalam Hartono (2009) memiliki pasangan seksual rata-rata lebih dari 5 pasangan dan tanpa menggunakan kondom, sangat berisiko tinggi dalam penyebaran IMS. Dalam berhubungan seksual akan terjadi perlukaan pada jaringan sehingga melalui luka tersebut virus dapat masuk dan menginfeksi tubuh. Untuk itu sangat penting pemakaian kondom secara konsisten. Menurut hasil penelitian Ratnawati (2002) dalam Hartono (2009), perilaku oral dan anal dalam berhubungan seksual merupakan perilaku yang sangat berisiko terhadap terjadinya IMS. Untuk itu penggunaan kondom pada gay yang sudah cukup tinggi juga harus didukung dengan penggunaan kondom secara konsisten. Penggunaan kondom secara konsisten pada gay sangat sedikit. Berdasarkan hasil penelitian Maurice Kwong-Lai et al. (20) menunjukan 43% pria yang sering melakukan seksual secara anal sama sekali tidak pernah menggunakan kondom, ini karena mereka mengira pasangan seksual mereka sehat dan bebas dari penyakit. Selain itu, dalam hasil perilaku populasi paling berisiko dan kepuasan layanan bali yang dilakukan oleh KPA tahun 200, dari 266 gay, yang menggunakan kondom secara konsisten baru sebanyak 97 orang atau sebesar 36%, padahal penggunaan kondom merupakan salah satu cara pencegahan. Sangat sedikit sekali kampanye kampanye yang dilakukan pemerintah mengenai homoseksualitas, padahal gay memiliki 87

Cempaka & Kardiwinata Vol. No. 2 : 84-89 faktor risiko yang tinggi dalam penyebaran IMS (KPA, 20). Untuk itu, gay yang merupakan hidden population sebaiknya ditingkatkan pemberian intervensi dan kampanye kampanye pencegahan IMS seperti memberikan edukasi mengenai pentingnya penggunaan kondom secara konsisten, penggunaan kondom secara konsisten merupakan cara yang paling sederhana yang dapat dilakukan sebagai tindakan pencegahan penyebaran IMS. Kelemahan Penelitian ini adalah ) sampel penelitian adalah gay yang merupakan hidden populasi jadi sangat sulit dijangkau selain itu pertanyaan yang ditujukan kepada responden sangat sensitif, sehingga sebagian besar gay tidak mau didampingi saat pengisian kuesioner; 2) Jumlah gay yang memiliki riwayat penyakit infeksi menular seksual pada penelitian ini hanya 3 orang, kemungkinan hal ini terjadi karena tidak semua gay menjawab dengan jujur sebaiknya penelitian dilakukan dengan metode uji laboratorium. UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih kepada semua pihak yang telah memberi dukungan selama penelitian ini. Terimakasih kepada Yusda, Theo, dan Ocha yang telah banyak memberikan informasi. DAFTAR PUSTAKA Astutik, Y.D. (20). Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Gonore Pada Waria di Surabaya Tahun 20. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Erlangga. Available: d. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). (2008). Kita Suarakan MDGs Demi Pencapaiannya di Indonesia. Laporan. Indonesia. Bolan, G. (202). Screening for Sexually SIMPULAN DAN SARAN Sebanyak 77,8% gay memiliki pola hubungan seksual multiple partnership dengan rata-rata jumlah partner 5 orang. Persentase gay yang menggunakan kondom sebesar 57,8%. Dari 57,8% gay yang menggunakan kondom, 65,4% gay menyatakan menggunakan kondom secara konsisten, dan 6,7% gay pernah memiliki riwayat terinfeksi menular seksual. Disarankan bagi Dinas Kesehatan untuk melakukan pendekatan guna memudahkan pencatatan kasus dan pemberian edukasi kepada gay mengenai penggunaan kondom secara konsisten untuk mencegah penularan IMS. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan mampu melakukan penyempurnaan dan melanjutkan penelitian ini untuk mengetahui jejaring seksual pada gay, mengenai riwayat IMS pada gay Disease (STD) Prevention at CDC. (Accessed: 25 Januari 202). Centers for Disease Control and Prevention. (202). Condoms and STDs: Fact Sheet for Public Health Personnel. Available: v (Accessed: 29 Januari 202). Hartono, A. (2009). Faktor Risiko Kejadian Penyakit Menular Seksual (PMS) pada Komunitas Gay Mitra Strategis Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Yogyakarta. Skripsi. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta. KPA Nasional. (2007). Strategi Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS 2007-200. Jakarta. 88

Arc. Com. Health Desember 202 ISSN: 977230239009 KPA Nasional, (20). Laporan KPA Nasional Tahun 200. Available: aidsindonesia.or.id (Accessed: 2 Mei 202). KPA Provinsi Bali. (200). Survey Perilaku Populasi Paling berisiko dan Kepuasan Layanan Bali. Laporan. Bali. Mah, T.L., & Halperin, D.T. (2008). Concurrent Sexual Partnerships and the HIV Epidemics in Africa: Evidence to Move Forward. Harvard School of Public Health. Boston, MA,USA. Poon, Kwong-Lai Maurice, et al. (20). Condom Use Among East and Southeast Vol. No. 2 : 84-89 in Toronto. The Canadian Journal of Human Sexuality, 20(3): 67. Surveilans Terpadu-Biologis Perilaku. (2007). Rangkuman Surveilans Lelaki yang Suka Lelaki. Available: www.aidsindonesia.or.id ( Accessed: 28 Januari 202). Surveilans Terpadu-Biologis Perilaku. (200). Rangkuman Surveilans Lelaki yang Suka Lelaki. Available: www.aidsindonesia.or.id ( Accessed: 28 Januari 202). 89