BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sangat diperlukan pengaturan menggunakan lampu lalulintas. Pengaturan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. simpang terutama di perkotaan membutuhkan pengaturan. Ada banyak tujuan dilakukannya pengaturan simpang sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buah ruas jalan atau lebih yang saling bertemu, saling berpotongan atau bersilangan.

EVALUASI KINERJA SIMPANG HOLIS SOEKARNO HATTA, BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persimpangan adalah titik pada jaringan jalan tempat jalan-jalan bertemu dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk membantu kelancaran pergerakan lalulintas di lokasi tersebut.

2.6 JALAN Jalan Arteri Primer Jalan Kolektor Primer Jalan Perkotaan Ruas Jalan dan Segmen Jalan...

BAB III LANDASAN TEORI. lintas (traffic light) pada persimpangan antara lain: antara kendaraan dari arah yang bertentangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Ruas Jalan A. Data Umum, Kondisi Geometrik, Gambar dan Detail Ukuran

SIMPANG BER-APILL. Mata Kuliah Teknik Lalu Lintas Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM

di kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. lebih sub-pendekat. Hal ini terjadi jika gerakan belok-kanan dan/atau belok-kiri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

Gambar 2.1 Rambu yield

BAB III LANDASAN TEORI

STUDI KINERJA SIMPANG LIMA BERSINYAL ASIA AFRIKA AHMAD YANI BANDUNG

2. Meningkatkan kapasitas lalu lintas pada persimpangan jalan.

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesatnya pembangunan yang berwawasan nasional maka prasarana

DAFTAR ISTILAH KARAKTERISTIK LALU LINTAS. Arus Lalu Lintas. UNSUR LALU LINTAS Benda atau pejalan kaki sebagai bagian dari lalu lintas.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KONDISI DAN KARAKTERISTIK LALU LINTAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. saling berhubungan atau berpotongan dimana lintasan-lintasan kendaraan

EVALUASI SIMPANG BERSINYAL ANTARA JALAN BANDA JALAN ACEH BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. penarik (attractive) dan kawasan bangkitan (generation) yang meningkatkan tuntutan lalu lintas (

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA

DAFTAR ISI JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

BAB III LANDASAN TEORI

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 10 (Sepuluh)

Pengaruh Pemberlakuan Rekayasa Lalulintas Terhadap Derajat Kejenuhan Pada Simpang Jalan Pajajaran dan Jalan Pasirkaliki

TUNDAAN DAN TINGKAT PELAYANAN PADA PERSIMPANGAN BERSIGNAL TIGA LENGAN KAROMBASAN MANADO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keadaan yang sebenarnya, atau merupakan suatu penjabaran yang sudah dikaji.

TUGAS AKHIR EVALUASI DAN PENINGKATAN KINERJA PERSIMPANGAN SEBIDANG PURI KEMBANGAN

EVALUASI DAN PERENCANAAN LAMPU LALU LINTAS KATAMSO PAHLAWAN

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

EVALUASI KINERJA SIMPANG RE.MARTADINATA- JALAN CITARUM TERHADAP LARANGAN BELOK KIRI LANGSUNG ABSTRAK

TINJAUAN PUSTAKA. derajat kejenuhan mencapai lebih dari 0,5 (MKJI, 1997).

PENGANTAR TRANSPORTASI

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN HALAMAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

ANALISIS PENGARUH KINERJA LALU-LINTAS TERHADAP PEMASANGAN TRAFFIC LIGHT PADA SIMPANG TIGA (STUDI KASUS SIMPANG KKA)

EVALUASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL ANTARA JALAN BANDA JALAN ACEH, BANDUNG, DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK KAJI

ANALISIS KARAKTERISTIK DAN KINERJA SIMPANG EMPAT BERSINYAL (Studi Kasus Simpang Empat Telukan Grogol Sukoharjo) Naskah Publikasi Tugas Akhir

BAB 3 METODOLOGI. Tahapan pengerjaan Tugas Akhir secara ringkas dapat dilihat dalam bentuk flow chart 3.1 dibawah ini : Mulai

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Kondisi Lingkungan Jalan Simpang Bersinyal Gejayan KODE PENDEKAT

STUDI KINERJA SIMPANG BERSINYAL JALAN CIPAGANTI BAPA HUSEN BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan dengan pejalan kaki (Abubakar I, 1995).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai pertemuan dari jalan-jalan yang terlibat pada sistem jaringan jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN Umum

ANALISA PENENTUAN FASE DAN WAKTU SIKLUS OPTIMUM PADA PERSIMPANGAN BERSINYAL ( STUDI KASUS : JL. THAMRIN JL. M.T.HARYONO JL.AIP II K.S.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

Teknik Sipil Itenas No.x Vol.xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Juli 2014

Efektifitas Persimpangan Jalan Perkotaan Kasus : Simpang Sudirman & Simpang A.Yani Kota Pacitan. Ir. Sri Utami, MT

TINJAUAN PUSTAKA. Simpang jalan merupakan simpul transportasi yang terbentuk dari beberapa

BAB IV PEMBAHASAN. arus dan komposisi lalu lintas. Kedua data tersebut merupakan data primer

PERENCANAAN LAMPU PENGATUR LALU LINTAS PADA PERSIMPANGAN JALAN SULTAN HASANUDIN DAN JALAN ARI LASUT MENGGUNAKAN METODE MKJI


PENDAHULUAN. Traffic light merupakan sebuah teknologi yang mana kegunaannya adalah untuk mengatasi antrian dan dapat mempelancar arus lalu lintas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu menuju daerah lainnya. Dalam ketentuan yang diberlakukan dalam UU 22 tahun

dengan jarak as 2,0-3,0 m (termasuk mobil penumpang, oplet,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berpenduduk di atas 1-2 juta jiwa sehingga permasalahan transportasi tidak bisa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau

ANALISIS KINERJA SIMPANG BERSINYAL SECARA TEORITIS DAN PRAKTIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Simpang bersinyal diterapkan dengan maksud sebagai berikut:

METODE BAB 3. commit to user Metode Pengamatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manfaatnya (

pendekat/lengan, dimana arus kendaraan dari beberapa pendekat tersebut bertemu dan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. ruas jalan bertemu, disini arus lalu lintas mengalami konflik. Untuk. persimpangan (

ANALISIS KINERJA SIMPANG TIGA PADA JALAN KOMYOS SUDARSO JALAN UMUTHALIB KOTA PONTIANAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V ANALISIS SIMPANG BERSINYAL

STUDI ARUS JENUH PADA PERSIMPANGAN BERSINYAL JALAN ACEH JALAN BANDA BANDUNG

BAB 3 METODOLOGI Metode Pengamatan

BAB III LANDASAN TEORI

TUGAS AKHIR RICKY ZEFRI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelumnya, maka dengan ini penulis mengambil referensi dari beberapa buku dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Waktu hilang total : LTI = 18 KONDISI LAPANGAN. Tipe Lingku ngan Jalan. Hambatan Samping Tinggi/ren dah. Belok kiri langsung Ya/Tidak

EVALUASI PENGENDALIAN LALU LINTAS DENGAN LAMPU PENGATUR LALU LINTAS PADA SIMPANG BERSINYAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional fasilitas simpang dan secara

PERBANDINGAN PENGUKURAN KINERJA SIMPANG BERSINYAL MENGGUNAKAN PROGRAM aasidra 2.0 dan MKJI 1997 (STUDI KASUS: PERSIMPANGAN PAAL 2 MANADO)

MANAJEMEN LALU-LINTAS DAN EVALUASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL (Studi Kasus : Jl. Semolowaru-Jl. Klampis Semolo Timur-Jl.Semolowaru- Jl.

STUDI PENGARUH ADANYA PAGAR PEMBATAS TROTOAR PADA SIMPANG JL.PASIR KALIKI JL.PADJAJARAN, BANDUNG ABSTRAK

Pengaturan lampu lalu lintas pada simpang merupakan hal yang paling

EVALUASI GEOMETRIK DAN PENGATURAN LAMPU LALU LINTAS PADA SIMPANG EMPAT POLDA PONTIANAK

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan

ANALISIS KAPASITAS DAN TINGKAT KINERJA SIMPANG BERSINYAL LAMPU LALULINTAS PADA PERSIMPANGAN JALAN PASIR PUTIH JALAN KAHARUDDIN NASUTION KOTA PEKANBARU

ANALISIS PENGATURAN LAMPU LALU LINTAS DENGAN METODA MKJI (STUDI KASUS SIMPANG BBERSINYAL UIN KALIJAGA YOGYAKARTA)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Simpang jalan adalah simpul jalan raya yang terbentuk dari beberapa

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Umum Pengaturan lalu lintas pada persimpangan merupakan hal yang paling kritis dalam pergerakan lalu lintas. Pada persimpangan dengan arus lalulintas yang besar, sangat diperlukan pengaturan menggunakan lampu lalulintas. Pengaturan dengan lampu lalulintas ini diharapkan mampu mengurangi antrian yang dialami oleh kendaraan dibandingkan jika tidak menggunakan lampu lalulintas. Identifikasi masalah menunjukkan lokasi kemacetan terletak pada persimpangan atau titik-titik tertentu yang terletak pada sepanjang ruas jalan. Sebab-sebab terjadinya kemacetan dipersimpangan biasanya sederhana, yaitu permasalahan dari konflik pergerakan-pergerakan kendaraan yang membelok dan pengendalinya. Permasalahan pada ruas jalan timbul karena adanya gangguan terhadap kelancaran arus lalulintas yang ditimbulkan dari akses jalan, dari bercampurnya berbagai jenis kendaraan atau dari tingkah laku pengemudi. Karena ruas jalan pada persimpangan harus digunakan bersama-sama, maka kapasitas suatu ruas jalan dibatasi oleh kapasitas persimpangan pada kedua ujungnya, disamping itu permasalahan keselamatan umumnya juga timbul dipersimpangan. Sebagai akibat kapasitas jaringan jalan dan keselamatan terutama ditentukan oleh kondisi persimpangan tersebut. Untuk mengurangi jumlah titik konflik yang ada, dilakukan pemisahan waktu pergerakan arus lalulintas. Waktu pergerakan arus lalulintas yang terpisah ini disebut fase. Pengaturan pergerakan arus lalulintas dengan fase-fase ini dapat mengurangi titik konflik yang ada sehingga 21

diperoleh pengaturan lalulintas yang lebih baik untuk menghindari besarnya antrian, tundaan, kemacetan dan kecelakaan. II.2. Kapasitas dan Tingkat Pelayanan Dalam penganalisaan kapasitas, ada suatu prinsip dasar yang objektif yaitu perhitungan jumlah maksimum lalulintas yang dapat ditampung oleh fasilitas yang ada, serta bagaimana kualitas operasional fasilitas tersebut didalam pemeliharaan serta peningkatan fasilitas itu sendiri yang tentunya akan sangat berguna di kemudian hari. Dalam merencanakan suatu fasilitas jalan kita jumpai suatu perencanaan agar fasilitas itu dapat mendekati kapasitasnya. Kapasitas dari suatu fasilitas akan menurun fungsinya jika diperlukan saat atau mendekati kapasitasnya. Kriteria operasional dari suatu fasilitas diwujudkan dengan istilah tingkat pelayanan (Level Of Service), yaitu ukuran kualitatif yang digunakan di Highway Capacity Manual, 1985 dan menerangkan kondisi operasional dalam arus lalulintas dan penilaiannya oleh pemakai jalan (pada umumnya dinyatakan dalam kecepatan, waktu tempuh, kebebasan bergerak, interupsi arus lalulintas, keenakan, kenyamanan, dan keselamatan). Setiap tipe fasilitas telah ditentukan suatu interfal dari kondisi operasional yang dihubungkan dengan jumlah lalulintas yang mampu ditampung disetiap tingkatan. II.2.1. Kapasitas (Capacity) Kapasitas yang diidentifikasikan oleh Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997 sebagai arus lalulintas maksimum yang dapat dipertahankan (tetap) pada suatu bagian jalan dalam kondisi tertentu pada kondisi jalan lalulintas dan kondisi pengendalian pada saat itu (misalnya: rencana geometrik, lingkungan, komposisi lalulintas, dsb; Biasanya dinyatakan dalam kend/jam atau smp/jam). 22

Secara umum, kapasitas dijelaskan sebagai jumlah kendaraan dalam satu jam dimana orang atau kendaraan diperkirakan dapat melewati sebuah titik atau potongan lajur jalan yang seragam selama periode waktu tertentu. Sedangkan, kapasitas lengan persimpangan adalah tingkat arus maksimum yang dapat melewati persimpangan melalui garis berhenti (stop line) dan menuju keluar tanpa mengalami tundaan pada arus lalulintas, keadaan jalan dan pengaturan lalulintas tertentu. Dalam penganalisaan digunakan periode waktu selama 15 menit dengan mempertimbangkan waktu tersebut interval terpendek selama arus yang ada stabil. Pada perhitungan kapasitas harus ditetapkan bahwa kondisi yang ada seperti kondisi jalan, kondisi lalulintas dan sistem pengendalian tetap. Hal-hal yang terjadi yang membuat suatu perubahan dari kondisi yang ada mengakibatkan terjadinya perubahan kapasitas pada fasilitas tersebut. Sangat dianjurkan dalam penentuan kapasitas, perkerasan dan cuaca dalam keadaan baik. Dalam menentukan kapasitas, ada beberapa kondisi yang harus diperhitungkan, yaitu : 1. Kondisi Jalan (Roadway Condition) Kondisi ini berkaitan dengan karakteristik geometrik suatu jalan antara lain yaitu fasilitas, lingkungan yang terbina, jumlah lajur atau arah, bahu jalan (shoulder), lebar lajur, kebebasan lateral, kecepatan rencana, alinemen horizontal dan vertikal. 23

2. Kondisi Lalulintas (Traffic Condition) Kondisi lalulintas tergantung pada karakteristik lalulintas yang menggunakan fasilitas lalulintas tersebut antara lain yaitu pendistribusian tipe kendaraan, jumlah kendaraan dan pembagian lajur yang ada serta arah distribusi lalulintas. 3. Kondisi Pengendalian (Control Condition) Kondisi ini tergantung pada tipe dan rencana khusus dari alat pengendalian yaitu peraturan yang ada (peraturan lokal yang ada). Hal yang sangat mempengaruhi ini adalah lokasi, jenis dan waktu sinyal lalulintas disamping tanda-tanda dan yield dari lajur yang digunakan serta lajur belok. II.2.1.1. Metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997 Analisa kapasitas adalah penilaian terhadap jumlah maksimum lalulintas yang dapat dialirkan oleh fasilitas yang tersedia. Namun begitu, analisis ini tidak berarti apa-apa jika hanya memfokuskan kepada kapasitas saja. Biasanya pemakaian terhadap fasilitas yang tersedia jarang sekali dimanfaatkan pada tingkat kapasitas penuh. Kapasitas persimpangan dengan lampu lalulintas didasarkan pada konsep arus jenuh (Saturation Flow) per siklus. Kapasitas lengan persimpangan atau kelompok lajur dinyatakan dengan persamaan 2.1 yang merupakan persamaan umum dalam penentuan kapasitas untuk setiap metode. C = S x g/c Dimana: C = Kapasitas untuk lengan atau kelompok lajur (smp/jam) 24

S = Arus jenuh, yaitu arus berangkat rata-rata dari antrian dalam pendekat selama sinyal hijau (smp/jam hijau) g = Waktu hijau (det) c = Waktu siklus, yaitu selang waktu untuk urutan perubahan sinyal yang lengkap (yaitu antara dua awal hijau yang berurutan pada fase yang sama) II.2.2. Tingkat Pelayanan (Level Of Service) Tingkat pelayanan menurut Highway Capacity Manual (HCM), 1985, adalah suatu pengukuran kualitatif yang menggambarkan kondisi operasional dalam suatu aliran lalulintas, dan persepsinya oleh pengendara atau penumpang. Pada umumnya, tingkat pelayanan menjelaskan suatu kondisi yang dipengaruhi oleh kecepatan, waktu perjalanan, kebebasan untuk bergerak, gangguan lalulintas, kenyamanan, kenikmatan dan keamanan. Tingkat pelayanan dibagi atas tingkatan : A, B, C, D, E dan F. Pada kondisi operasional yang paling baik dari suatu fasilitas dinyatakan dengan tingkat pelayanan A, sedangkan untuk kondisi yang paling jelek dinyatakan dengan tingkat pelayanan F. Hubungan antara besarnya tundaan henti kendaraan (detik) dengan tingkat pelayanan dapat kita lihat pada tabel berikut : 25

TABEL 2.1 Kriteria tingkat pelayanan pada persimpangan bersinyal Tingkat Pelayanan Tundaan Henti Tiap Sumber : Highway Capacity Manual, 1985 Kendaraan (detik) A 0,5 B 5,1 15,0 C 15,1 25,0 D 25,1 40,0 E 40,1 60,0 F 60,0 II.3. Tipe-tipe Fasilitas Highway Capacity Manual, 1985 membuat suatu teknik penganalisaan yang mencakup suatu interval yang luas tentang fasilitas-fasilitas untuk jalan biasa (street), jalan raya (highway), fasilitas transit, fasilitas pejalan kaki dan fasilitas bagi sepeda. Adapun fasilitas-fasilitas ini dikelompokkan atas 2 (dua) golongan yaitu : 1. Arus tak terganggu (Uninterrupted Flow) Pada fasilitas ini tidak memiliki elemen-elemen yang tetap seperti tanda-tanda lalulintas serta kondisi arus lalulintas yang terjadi merupakan hasil interaksi antara kendaraan pada arus tersebut, geometrik dan karakteristik lingkungan pada jalan tersebut. 26

2. Arus terganggu (Interrupted Flow) Pada fasilitas ini elemen tetap yang menyebabkan gangguan berkala terhadap arus lalulintas seperti tanda-tanda lalulintas, rambu-rambu jalan, tipe pengendalian pulau-pulau jalan, marka lalulintas dan lain-lain yang sudah dimiliki. Arus terganggu dan tidak terganggu diatas hanyalah suatu istilah yang menjelaskan fasilitas bukan kualitas arus lalulintas pada waktu tertentu. Bagi fasilitas terganggu pengaruh dari gangguan-gangguan tetap tersebut harus benarbenar diperhitungkan. Hal ini dapat kita lihat misalnya pada sebuah lampu lalulintas, pembagian lama waktu harus disesuaikan dengan keadaan dari pergerakan arus lalulintas yang terjadi di persimpangan. Pertimbangan dengan adanya elemen-elemen yang tetap seperti kondisi fisik lapangan belum cukup di dalam penentuan kapasitas tetapi masih diperlukan pertimbangan pengaturan pemakaian waktu yang tepat dan sesuai terhadap pergerakan arus lalulintas dari persimpangan tersebut. II.4. Persimpangan II.4.1. Pengaturan Lalulintas di Simpang Masalah-masalah yang ada di simpang dapat dipecahkan dengan cara meningkatkan kapasitas simpang dan mengurangi volume lalulintas. Untuk meningkatkan kapasitas simpang dapat dilakukan dengan melakukan perubahan rancangan simpang, seperti pelebaran cabang simpang serta pengurangan arus lalulintas dengan mengalihkan ke rute-rute lain. Tetapi kedua cara tersebut kurang efektif, karena akan mengarah kepada meningkatnya jarak perjalanan. Pemecahan masalah, terbatasnya kapasitas simpang maupun ruas jalan secara sederhana dapat dilakukan dengan pelebaran jalan, biasanya terbentur pada masalah biaya yang perlu 27

disediakan serta tidak selamanya mampu memecahkan permasalahan yang terjadi. Pemecahan manajemen lalulintas semacam ini seringkali justru menyebabkan permasalahan lalulintas bertambah buruk. Alternatif pemecahan lain adalah dengan metode sistem pengendalian simpang yang tergantung kepada besarnya volume lalulintas. Faktor-faktor yang harus diperhitungkan dalam memilih suatu sistem simpang yang akan digunakan yaitu : Volume lalulintas dan jumlah kendaraan yang belok Tipe kendaraan yang menggunakan simpang Tata guna lahan yang ada disekitar simpang Tipe simpang Hirarki jalan Lebar jalan yang tersedia Kecepatan kendaraan Akses kendaraan pada ruas jalan Pertumbuhan lalulintas dan distribusinya Strategi manajemen lalulintas Keselamatan lalulintas Biaya pemasangan dan pemeliharaan 28

II.4.2. Daya Guna Lampu Lalulintas Daya guna lampu lalulintas pada simpang dapat dievaluasi dari seberapa jauh suatu sistem lampu lalulintas dapat memenuhi fungsi yang diharapkan, yaitu : Mengurangi waktu tundaan Meningkatkan kapasitas simpang Sedapat mungkin mempertahankan laju pergerakan Fasilitas penyebrangan bagi pejalan kaki Meningkatkan keselamatan Jumlah dan tingkat kecelakaan merupakan ukuran dari tiap kecelakaan yang mungkin terjadi untuk menentukan daya guna keselamatan pada simpang. Tundaan dan kapasitas simpang sangat tergantung dari lay-out geometrik simpang, konflik arus lalulintas dan metode pengendalian simpang yang dipakai. II.4.3. Pengaturan Waktu Lalulintas Dalam pengoperasian sinyal lampu lalulintas dapat dikategorikan kepada jenis perlengkapan yang digunakan, yaitu : 1. Operasional waktu sinyal tetap (Fixed Time Operation) Simpang dengan pengaturan waktu lampu lalulintas tetap (Fixed Time Operation) dalam pengoperasiannya menggunakan waktu siklus dan panjang fase yang diatur terlebih dahulu dan dipertahankan untuk suatu periode tertentu. Panjanng siklus dan fase adalah tetap selama interval tertentu, sehingga tipe ini merupakan bentuk pengendalian lampu lalulintas yang paling murah dan sederhana. 29

Pada keadaan tertentu, tipe ini tidak efisien dibandingkan tipe aktual karena tidak memperhatikan perubahan-perubahan yang terjadi pada volume arus lalulintas. Sehingga untuk kebutuhan pengendalian dimana lebih baik jika dipakai lebih dari satu pengaturan (multi-setting) untuk situasi yang berbeda dalam satu hari. Pada umumnya periode waktu berhubungan dengan waktu sibuk dalam satu hari yaitu pagi, siang hari dan sore hari. 2. Operasional sinyal tidak tetap (Actuated Operation) Sistem ini mengatur waktu siklus dan panjang fase secara berkelanjutan disesuaikan dengan kedatangan arus lalulintas setiap saat. Kemudian ditentukan nilai waktu hijau maksimum dan minimum. Alat detektor dipasang disetiap cabang simpang untuk mendeteksi kendaraan yang lewat, kemudian data disimpan dalam memori lalu diolah untuk mendapatkan nilai tambah waktu diatas nilai waktu hijau minimum untuk suatu cabang simpang. Oleh karena itu sistem pengaturan ini sangat peka terhadap situasi dan sangat efektif jika diterapkan meminimumkan tundaan pada simpang tersebut. Terdapat dua jenis traffic actuated operation, yaitu semi actuated operatin dan fully actuated operation. Operasional waktu sinyal separuh nyata (semi actuated operation) ditetapkan pada simpang dimana arus lalulintas pada jalan utama jauh lebih besar daripada jalan yang lebih kecil. Sebuah alat deteksi dipasang dijalan minor untuk mengetahui kedatangan kendaraan dari jalan tersebut, dan diatur sedemikian rupa sehingga jalan mayor selalu mendapat sinyal lampu hijau lebih lama. 30

Operasional waktu sinyal yang nyata fully actuated operation ditempatkan pada simpang dimana arus lalulintas relatif sama disetiap cabang simpang tetapi distribusinya bervariasi dan berfluktuasi. Detektor ditempatkan disetiap cabang simpang. Pada simpang fully actuated operation ini untuk tiap-tiap cabang simpang ditentukan waktu maksimum dan minimumnya. Arus lalulintas yang memasuki suatu simpang akan bervariasi dari waktu kewaktu selama satu hari, sehingga akan dibutuhkan waktu siklus yang bervariasi. Kondisi ini tidak menjadi masalah bagi sistem pengaturan traffic actuated operation, sedangkan untuk pengaturan lampu lalulintas waktu tetap perlu ditentukan waktu siklus yang dapat menghindari terjadinya tundaan yang berlebihan pada suatu arus lalulintas tinggi. Keuntungan yang dapat dipeoleh dari pengoperasian waktu sinyal tetap (fixxed ime operation) adalah : Waktu mulai (start) dan lama interval yang tetap sehingga memudahkan untuk mengkoordinasikannya dengan lampu lalulintas yang berdekatan. Tidak dipengaruhi kondisi arus lalulintas pada suatu waktu tertentu. Lebih dapat diterima pada kawasan dengan volume arus pejalan kaki yang tetap dan besar. Biaya instalasi yang lebih murah dan sederhana serta perawatan yang lebih mudah Pengemudi dapat memperkirakan fase. Keuntungan pemakaian lampu lalulintas dengan waktu tidak tetap (actuated operation) adalah : Efisiensi persimpangan maksimum karena lama tiap fase disesuaikan dengan volume pergerakan yang melewati persimpangan. 31

Dapat menyediakan fsilitas berhenti (stop) dan jalan (go) secara terus menerus tanpa penundaan yang berarti. Secara umum menurunkan tundaan pada persimoangan terisolasi. II.4.4. Parameter-Parameter Pengaturan Lampu Lalulintas Parameter-parameter yang biasa digunakan dalam perencanaan waktu lampu lalulintas adalah : 1. Intergreen Periode (waktu antar hijau) Waktu antar hijau atau intergreen periode adlah waktu yang diperlukan untuk pergantian antara waktu hijau pada suatu fase awal ke suatu fase berikutnya, merupakan periode kuning+merah semua antara dua fase sinyal yang berurutan (detik). Waktu minimum yang diperuntukkan pada periode ini adalah selama 4-6 detik. Atau dimana waktu semua sinyal beberapa saat tetap sebelum pergantian sinyal berikutnya yang disebut antara (interval) dan pertukaran tersebut selama waktu kuning (amber) dan merah semua (all red) yang disebut pertukaran antara (change interval). Kendaraan yang akan membelok kekanan dapat bergerak membelok kekanan selama intergreen periode ini. Intergreen periode juga merupakan penjumlahan antara waktu kuning, dalam desain umumnya diambil selama 3 detik, dengan waktu all red, dalam desain umumnya diambil selama 2 detik. Waktu merah semua ini dipergunakan untuk membersihkan (clearence time) daerah persimpngan dari kendaraan yang terjebak saat melintasi persimpangan sebelum pergerakan fase selanjutnya. Lama waktu antar hijau bergantung pada ukuran lebar persimpangan dan kecepatan kendaraan. 32

Di Indonesia waktu antar hijau dialokasikan sebagaimana yang ditunjukkan dalam tabel berikut: Tabel 2.2 Lama waktu antar hijau (detik/fase) Ukuran Simpang Lebar Jalan (m) Waktu Antar-hijau (detik/fase) Kecil 6-9 4 Sedang 10-14 5 Besar 14 6 Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997 2. Waktu Hijau Minimum dan Waktu Hijau Maksimum Waktu hijau minimum adalah waktu hijau yang diperlukan oleh pejalan kaki untuk menyeberangi suatu ruas jalan. Lamanya waktu hijau ini ditentukan 7-13 detik. Pada sistem pengaturan Traffic actuated control jika terjadi arus lalulintas yang terus menerus menyala. Untuk menghindari hal tersebut maka diperlukan batas hijau maksimum. Waktu hijau maksimum ini ditentukan sebesar 8-68 detik. 3. Arus Jenuh (Saturation Flow) Kapasitas suatu simpang ditentukan oleh kapasitas tiap-tiap cabang simpang pada suatu persimpangan. Dua faktor yang menentukan kapasitas cabang simpang yaitu, kondisi fisik cabang simpang, seperti lebar jalan, jari-jari belok dan kelandaian cabang simpang serta jenis kendaraan yang akan melalui simpang 33

tersebut. Kapasitas suatu cabang simpang ditentukan berdasarkan pada kondisi fisik cabang simpang pada suatu persimpangan ditunjukkan oleh suatu parameter yang disebut arus jenuh (saturation flow). Aus jenuh adalah antrian arus lalulintas pada saat awal waktu hijau yang dapat melewati garis stop pada suatu lengan secara terus menerus selama waktu hijau dari suatu antrian tidak terputus. Arus lalulintas jenuh pada suatu persimpangan merupakan kapasitas lengan tersebut persiklus. Secara ideal pengukuran arus jenuh lebih baik dilakukan di lapangan, akan tetapi pengukuran arus jenuh dengan estimasi diperlukan ketika akan dilakukan pemasangan lampu lalulintas pada persimpangan maupun untuk memodifikasi keadaan sinyal lampu lalulintas (signal setting) yang telah ada berkenaan dengan perubahan geometri persimpangan, alokasi lajur dan susunan fase. Estimasi arus jenuh didasarkan pada hasil penelitian sebelumnya dari sejumlah persimpangan pada masa tertentu. Aspek-aspek yang mempengaruhi arus jenuh secara umum adalah faktor lingkungan, tipe lajur, kemiringan dan komposisi lalulintas. Estimasi empiris yang pernah dilakukan pada setiap metode pengukuran arus jenuh dikembangkan atas dasar pertimbangan pengaruh faktor-faktor tersebut. Metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997 menetapkan arus jenuh sebagai fungsi lebar jalur yang sama. Terdapat banyak persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung arus jenuh (S) ini diantaranya adalah : 34

3.1. Metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997 Metode perhitungan arus jenuh yang diberikan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKIJ) 1997 ditentukan bahwa arus lalulintas yang mengalir pada saat waktu hijau dapat disalurkan oleh suatu pendekatan. Penetuan arus jenuh dasar (Sₒ) untuk setiap pendekatan yang diuraikan dibawah ini : Untuk pendekatan tipe P (Protected), yaitu arus terlindung: Sₒ = 600 x We smp/jam hijau Dimana, Sₒ = arus jenuh dasar (smp/jam) We = lebar jalan efektif (m) Gambar 2.2 Arus jenuh dasar untuk pendekatan tipe P Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKIJ), 1997 35

Berdasarkan pada nilai jenuh dasar Sₒ yang menggunakan lebar pendekatan, maka besar arus jenuh dipengaruhi oleh komposisi kendaraan yakni dengan membagi kendaraan yang lewat atas jenis kendaraan penumpang, kendaraan berat dan sepeda motor yang merupakan bagian dari arus lalulintas. Faktor-faktor yang mempengaruhi besar arus jenuh adalah jumlah lajur dalam kelompok lajur yang bersangkutan, lebar lajur, persentase kendaraan yang lewat, kemiringan memanjang jalan, adanya lajur parkir dan jumlah manuver parkir perjam, pengaruh penyesuaian kota dan penduduk, hambatan samping sebagai fungsi-fungsi dari jenis lingkungan jalan dan pengaruh membelok kekanan dan kekiri. Persamaan matematis untuk menyatakan hal diatas digunakan dalam perhitungan arus jenuh sebagai berikut : S = S0 x Fcs x Fsf x Fp x Frt x Flt smp/jam (2.3) Dimana: S = Arus jenuh untuk kelompok lajur yang dianalisis, dalam kendaraan perjam waktu hijau (smp/jam) S0 = Arus jenuh dasar untuk setiap pendekatan (smp/jam) Fcs = Faktor penyesuaian ukuran kota dengan jumlah penduduk Fsf = Faktor penyesuaian hambatan samping sebagai fungsi dari jenis lingkungan c = Faktor penyesuaian kelandaian jalan 36

Fp = Faktor penyesuaian terhadap parkir Frt = Faktor penyesuaian belok kanan (hanya berlaku untuk pendekatan tipe P, jalan dua arah) Flt = Faktor penyesuaian belok kiri (hanya berlaku untuk pendekatan tipe P, tanpa belok kiri langsung) Gambar 2.3 Arus jenuh dasar untuk pendekatan tipe O tanpa belok kanan terpisah Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKIJ), 1997 37

3.1.1. Faktor penyesuaian a. Faktor penyesuaian ukuran kota Fcs Tabel 2.3 Faktor penyesuaian ukuran kota Fcs Penduduk kota Faktor penyesuaian ukuran kota (juta jiwa) >3,0 1,0 3,0 0,5 1,0 0,1 0,5 < 0,5 1,05 1,00 0,94 0,83 0,82 Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997 b. Faktor penyesuaian hambatan samping Fsf Tabel 2.4 Faktor penyesuaian tipe lingkungan, hambatan samping dan kendaraan tak bermotor Lingkungan jalan Hambatan Samping Tipe fase Rasio kendaraan tak bermototr 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 Tinggi Terlawan 0,93 0,88 0,84 0,79 0,74 0,70 Terlindung 0,93 0,91 0,8 0,87 0,85 0,80 38

Komersial Sedang Terlawan 0,94 0,89 0,8 0,80 0,75 0,70 (COM) Terlindung 0,94 0,92 0,8 0,88 0,86 0,82 Rendah Terlawan 0,95 0,90 0,8 0,81 0,76 0,70 Pemukiman (RES) Terlindung 0,95 0,93 0,90 0,89 0,87 0,80 Tinggi Terlawan 0,96 0,91 0,8 0,81 0,78 0,72 Terlindung 0,96 0,94 0,92 0,89 0,86 0,80 Sedang Terlawan 0,97 0,92 0,8 0,82 0,79 0,70 Terlindung 0,97 0,95 0,93 0,90 0,87 0,85 Rendah Terlawan 0,98 0,93 0,8 0,83 0,80 0,70 Terlindung 0,98 0,96 0,94 0,91 0,88 0,80 Akses Tinggi / Sedang / 0,85 0,80 0,75 Terbatas (RA) Rendah Terlawan 1,0 0,95 0,90 Terlindung 1,0 0,98 0,95 Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997 0,93 0,90 0,80 c. Faktor penyesuaian kelandaian Fg Gambar 2.3. Faktor penyesuaian kelandaian Fg Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997 39

d. Faktor penyesuaian parkir Fp Gambar 2.4. Faktor penyesuaian untuk pengaruh parker dan lajur belok kiri yang pendek Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997 e. Faktor penyesuaian belok kanan Frt Hanya untuk tipe P dengan median dua arah Fp Gambar 2.5. Rasio Belok Kanan Frt Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997 40

f. Faktor penyesuaian belok kiri Flt Hanya untuk tipe P dengan belok kiri langsung Gambar 2.4. Faktor penyesuaian untuk pengaruh belok kiri Flt Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997 Namun begitu, arus jenuh tersebut diatas berlaku tipe pendekatan terlindung P (Protected), sedangkan untuk tipe terlawan arus jenuh dasar ditentukan oleh data empiris yang berlaku di Indonesia. 41

g. Faktor Waktu siklus sebelum penyesuaian h. Faktor jumlah kendaraan antri Gambar 2.7. Penetapan arus siklus sebelum penyesuaian Gambar 2.8. Jumlah kendaraan antri (smp) yang tersisa dari fase hijau sebelumnya i. Faktor peluang untuk pembebanan lebih Pol 42

Gambar 2.9. Perhitungan jumlah antrian (NQmax) dalam smp j. Faktor penetapan tundaan lalu lintas rata-rata (DT) Gambar 3.0. Penetapan tundaan lalu lintas rata-rata (DT) 43

4. Waktu Hilang (lost time) Waktu hilang pada konsep pergerakan memberikan selang waktu diantara permulaan waktu menyala hijau aktual dan permulaan waktu hijau efektif yang disebut kehilangan awal (start lost). Atau pada konsep fase kehilangan waktu awal merupakan keterlambatan awal bergerak (lost time due to start) dan tidak ada penambahan waktu antara hijau (intergreen) sebagaimana yang terdapat pada konsep pergerakan. Penjumlahan dari waktu antara hijau dan kehilangan waktu awal (strt lag), dan tambahan waktu akhir (end lag) adalah waktu yang masih dapat dimanfaatkan kendaraan pada waktu kuning (amber) untuk melintasi persimpangan. Dengan persamaan matematis, waktu hilang pada konsep pergerakan dapat ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut: l= a-b (2.4) Dimana, l = waktu hilang (detik) a = start lag (detik) b = end lag Waktu hilang total pada persimpangan merupakan jumlah seluruh waktu hilang pada setiap lengan persimpangan yang dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut: L = l (2.5) Dimana, L = Waktu hilang total (deik) 44

5. Faktor Ekivalen Jenis Kendaraan Jenis jenis kendaraan yang melewati suatu simpang yang diekivalenkan dalam satuan mobil penumpang (smp) yang yang bergantung dari efek yang diakibatkan terhadap mobil penumpang. Faktor ekivalen ini diambil berdasarkan metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997 karena sesuai dengan jenis jenis kendaraan yang ada dikota Medan dan dapat dilihat pada table berikut : Tabel 2.5 Angka ekivalensi kendaraan JENIS KENDARAAN smp Kendaraan Ringan (LV) 1,00 Kendaraan Berat (HV) 1,30 Sepeda Motor (MC) 0,20 Kendaraan Tak Bermotor (UM) 0,50 Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997 6. Waktu hijau efektif (effective green time) Waktu hijau efektif adalah waktu yang dapat digunakan untuk melewatkan kendaraan dalam satu fase, terdiri atas waktu hijau dan sebagian waktu kuning. 45

Gambar 3.1 Model dasar diagram sinyal lalu lintas Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997 Pada gambar diatas dapat dilihat hubungan antara arus yang dilewatkan dengan waktu pada periode hijau. Daerah dibawah kurva menunjukkan jumlah kendaraan yang melewati garis henti selama waktu hijau (green time). Daerah di dalam kurva tidak dapat ditentukan dengan mudah sehingga diambil suatu model penyederhanaan berupa persegi panjang dimana tinggi persegi panjang tersebut menunjukkan arus jenuh sedangkan lebar persegi panjang menunjukkan waktu hijau efektif. Dari definisi waktu hilang tersebut daitas dapat ditunjukkanhubungan antara periode waktu hijau aktual dengan periode waktu hijau efektif pada persamaan beriku : g b + a = G + I atau : g + l = G + I (2.6) 46

II.4.5. Waktu Siklus Optimum Suatu Simpang Waktu siklus adalah panjang waktu yang diperlukan dari rangkaian urutan fase sinyal lalu lintas (siklus). Lama waktu siklus dari suatu sistem operasional sinyal lalu lintas dengan waktu tetap (fixed time) mempengaruhi tundaan rata rata dari kendaraan yang melewati persimpangan. Dari parameter diatas dapat ditentukan besarnya waktu siklus optimum suatu simpang, dan terdapat suatu parameter lain yang digunakan untuk menentukan waktu siklus optimum ini yaitu nilai IFR, yang merupakan perbandingan antara volume lalu lintas dalam smp dengan arus jenuh dalam smp. Waktu siklus harus mampu melewatkan arus lalu lintas sedemikian rupa sehingga dapat meminimumkan tundaan yang terjadi. Waktu siklus yang terlalu singkat menimbulkan banyak terjadi waktu hilang dan keterlambatan bergerak (starting delay), sehingga pengaturan dengan lampu lalu lintas menjadi tidak efisien. Jika waktu siklus terlalu besar maka arus lalu lintas akan dilewatkan pada sebagian waktu hijau dan tidak ada kendaraan yang tertahan digaris henti. Kendaraan yang dilewatkan pada sebagian waktu hijau berikutnya merupakan kendaraan yang datang kemudian dengan jarak kedatangan yang panjang. Pada kondisi dimana arus lalu lintas yang ada bertambah besar sehingga terjadi antrian pada cabang simpang. Dengan demikian, waktu siklus yang terlalu panjang juga tidak memberikan kebaikan dalam operasional sinyal lalu lintas. Untuk itu, penentuan waktu siklus yang optimum dapat ditentukan dengan menggunakan tundaan rata rata yang dialami setiap kendaraan sebagai dasar penurunan rumus. Waktu siklus optimum dengan kriteria tundaan minimum dapat dihitung dengan rumus : 47

Dimana, Co Co = 1,5 LTI + 5 (2.7) 1 FR = Waktu siklus optimum (detik) LTI = Total lost time selama satu cycle time (detik) IFR = Perbandingan arus persimpangan ( Perbandingan antara arus Q dengan saturation flow S ) Nilai waktu siklus ini dibatasi dengan batasan minimum 25 detik dan batas maksimum sebesar 120 detik. Waktu hiaju untuk masing masingfase ditentukan dengan rumus : gi = Qi / Si (Co - LTI) (2.8) IFR Dimana : Qi = Arus pada arah i (smp) Si = Arus jenuh pada arah i (smp) II.4.6. Tundaan Tundaan (delay) dapat didefinisikan sebagai ketidak nyamanan pengendara, borosnya konsumsi bahan bakar dan kehilangan waktu perjalanan. Dalam mengevaluasi tingkat pelayanan suatu persimpangan bersinyal perlu diketahui waktu tunda henti (stopped time delay ) adalah waktu yang digunakan sebuah kendaraan untuk berhenti dalam suatu antrian pada saat menunggu untuk memasuki sebuah persimpangan. Sedangkan waktu tunda henti rata rata (average stopped time delay), dinyatakan dalam detik / kendaraan adalah jumlah waktu tunda henti yang dialami oleh semua kendaraan pada sebuah jalan atau kelompok lajur selama satu periode waktu yang ditentukan, dibagi dengan volume 48

Total kendaraan yang memasuki persimpangan pada jalan untuk kelompok lajur dalam waktu yang sama. Banyak metode yang dapat digunakan unutk menentukan tundaan rata rata yang dialami kendaraan pada persimpangan. Berikut ini adalah persamaan yang digunakan dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, unutk menentukan tundaan rata rata setiap pendekat akibat pengaruh timbale balik dengan gerakan gerakan lainnya pada simpang sebagai berikut : DT = c x A + NQ 1 x 3600 (2.9) C Dimana : DT C = Tundaan lalu lintas rata rata (detik / smp) = Waktu siklus (detik) A = 0,5 x (1 - GR) 2 (1 GR x DS) GR DS NQ 1 C = Rasio hijau (g/c) = Derajat kejenuhan = Jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (smp) = Kapasitas (smp/jam) II.4.7. Antrian Antrian suatu kendaraan adalah gangguan yang terjadi secara berkala akibat adanya sinyal atau lampu lalu lintas pada persimpangan. Atau dengan kata lain, antrian merupakan banyaknya kendaraan yang menunggu pada suatu persimpangan. 49

Persamaan yang digunakan untuk menentukan panjang antrian rata rata N yang terjadi pada suatu cabang persimpangan adalah : NQ = NQ 1 + NQ 2 (2.12) Untuk DS > 0,5 NQ 1 = 0.25xCx (2.13) Untuk DS 0,5 ; NQ 1 = 0 NQ 2 = c x x (2.14) Dimana : NQ 1 NQ 2 DS GR C c = Jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (smp) = Jumlah smp yang datang selama fase merah (smp) = Derajat kejenuhan = Rasio hiaju = Kapasitas (smp/jam) = Waktu siklus (det) Dalam waktu memperkirakan antrian yang terjadi dimodelkan dalam segmen segmen waktu yang pendek dan pada saat kondisi arus lalu lintas, kapasitas dan persinyalan dalam keadaan konstan. Teori dasar yang dipergunakan dalam menganalisa bergantung pad waktu (time dependent queueing). Setelah indikasi hijau menyala, terjadilah suatu gaya gerak permulaan dari posisi dalam antrian yang patut untuk diperhitungkan. Headway pertama dimulai dengan menghitung waktu 50

dari permulaan waktu hijau sampai kebagian belakang dari kendaraan pertama yang melewati garis kerb. Begitulah seterusnya untuk perhitungan headway ketiga, keempat, kelima, sampai antrian berakhir. Saat lampu hijau menyala, seorang pengendara akan melihat sinyal hijau tersebut dan menjalankan kendaraannya serta mengadakan suatu percepatan melintasi garis kerb. Untuk kendaraan kedua, percepatan yang dialaminya lebih besar dari percepatan kendaraan pertama. Hal ini disebabkan adanya pertambahan ruang bagi si pengendara unutk dapat lebih cepat mencapai kecepatan yang diinginkannya sampai melintasi garis kerb akibat kendaraan pertama telah lebih dahulu bergerak. Pada kendaraan ketiga, keempat, hingga ke n selanjutnya headway yang terjadi akan semakin kecil akibat reaksi awal yang semakin berkurang dan percepatan yang konstan dan pada kendaraan ke n, headway yang terjadi relative konstan pula. 51