BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA TULANG NAPIER DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PERKALIAN BILANGAN CACAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORITIS. A. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

48. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E) A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Komalasari (2013:58-59) pembelajaran berbasis masalah adalah:

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning)

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

STRATEGI PEMBELAJARAN INKUIRI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mempunyai peran penting

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Oleh : Sri Milangsih NIM. S BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Persepsi ini menyebabkan guru terkungkung dalam proses

II. TINJAUAN PUSTAKA. lemah menjadi kuat, dari tidak bisa menjadi bisa. Seperti diakatakan oleh Slameto

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran matematika yang ada di SD Negeri 2 Labuhan Ratu khususnya pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Rini Apriliani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGHITUNG VOLUME PRISMA SEGITIGA DAN TABUNG MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PBI. Nur Aini Yuliati

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Pertemuan 14 dan 15. Materi 1: Problem Based Learning. A. Pengertian Problem Based Learning (PBL)

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah yang dinilai

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi sekarang ini, semua hal dapat berubah dengan cepat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Upaya peningkatan mutu pendidikan perlu dilakukan secara menyeluruh meliputi

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar tingkat SD/MI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), yang meliputi: guru,

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ardi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam yang sesuai dengan kenyataan dan

BAB II Kajian Pustaka

II. KERANGKA TEORITIS. Belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Belajar merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Keterampilan berbahasa terdiri atas empat komponen penting yaitu keterampilan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan suatu permasalahan yang diberikan guru.

Lasyuri, Peningkatan Hasil Belajar...

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Untuk medefinisikan pengertian matematika belum ada kepastian yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

BAB II KAJIAN TEORITIS. Kemampuan berpikir tingkat tingi dapat dikembangkan dalam proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Game Tournament (TGT)

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seorang guru SD yang akan mengajarkan matematika kepada siswanya,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu pengetahuan mendasar yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Matematika Kata Matematika berasal dari kata latin mathematik yang mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti mempelajari. Perkataan itu mempunyai asal kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Kata mathema berarti belajar (berpikir), jadi berdasarkan asal katanya matematika adalah ilmu pengetahuan yang didapat dengan cara berpikir, sehingga pembelajaran matematika ditekankan pada rasio (penalaran), bukan menekankan hasil eksperimen atau hasil observasi. Matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran. (Suwangsih, 2006 : 3) Mata Pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Matematika mengkaji benda abstrak (benda pikiran) yang disusun dalam suatu sistem aksiomatis dengan menggunakan simbol (lambang) dan penalaran deduktif (Sutawijaya, 1997 : 176). Matematika berkenaan dengan ide (gagasan-gagasan), aturanaturan, hubungan-hubungan yang diatur secara logis sehingga matematika berkaitan dengan konsep-konsep abstrak, (Hudoyo, 1990:3). Sebagai guru matematika dalam menanamkan pemahaman seseorang belajar matematika utamanya bagaimana menanamkan pengetahuan konsepkonsep dan pengetahuan prosedural. Salah satu untuk dapat memahami konsep-konsep dan prosedural, guru perlu mengetahui berbagai teori belajar matematika, unsur pokok dalam pembelajaran matematika adalah guru sebagai salah satu perancang proses, proses yang sengaja dirancang selanjutnya disebut proses pembelajaran, siswa sebagai pelaksanaan 5

kegiatan belajar, dan matematika sekolah sebagai objek yang dipelajari dalam hal ini sebagai salah satu bidang studi dalam pelajaran. Tujuan pembelajaran matematika adalah siswa berlatih untuk bertindak atas dasar pemikiran logis, rasional, kritis, cermat, jenius, efektif terhadap perkembangan jaman. Matematika salah satu dasar dalam kehidupan sehari-hari berguna untuk memahami dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang dewasa ini (Djoko Moesono, 2006 : 125). Matematika sebagai bahasa simbolis juga merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, mengkomunikasikan ide atau gagasan (KTSP, 2006 : 15). Menurut Bruner belajar matematika adalah belajar mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat didalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu, (dalam Hudoyo, 1990:48) Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan tekhnologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga atau media lainnya. Bruner melalui teorinya mengungkapkan bahwa dalam proses belajar anak baiknya diberi kesempatan memanipulasi benda-benda atau alat peraga yang dirancang secara khusus dan dapat diotak atik oleh siswa dalam memahami suatu konsep matematika. Melalui alat peraga yang ditelitinya anak akan melihat langsung bagaiman keteraturan dan pola struktur yang terdapat dalam benda yang diperhatikannya. Ada yang berpendapat lain tentang matematika yakni pengetahuan mengenai kuantiti dan ruang, salah satu cabang dari sekian banyak cabang ilmu yang sistematis, teratur, dan eksak. Matematika adalah angka-angka dan perhitungan yang merupakan bagian dari hidup manusia. Matematika menolong manusia menafsirkan secara eksak berbagai ide dan kesimpulankesimpulan.

Matematika adalah pengetahuan atau ilmu mengenai logika dan problem-problem numerik. Matematika membahas faka-fakta dan hubungan-hubungannya, serta membahas problem ruang dan waktu. Matematika adalah queen of science (ratunya ilmu). (Sutrisman dan G. Tambunan, 1987:2-4) Ruang lingkup pembelajaran matematika terdiri dari berbagai standar kompetensi yang pada akhir pembelajaran harus dapat dikuasai oleh siswa. Standar kompetensi dikelompokkan dalam kepandaian matematika bilangan, pengukuran, geometri, aljabar, statistika dan peluang. Membandingkan bilangan sampai 500 pembelajaran matematika di kelas II SD merupakan salah satu standar kompetensi untuk kurikulum lanjut yang dilakukan harus dicapai oleh peserta didik melalui pengalaman belajar. Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, mengaplikasikan konsep dalam pemecahan masalah. 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisai dan pernyataan matematika. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas masalah. 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Mata pelajaran matematika pada satuan SD / MI meliputi aspek-aspek Bilangan, Geometri dan pengaturan, Pengelolaan data. 2.1.2 Hasil Belajar Hasil belajar pada dasarnya berkaitan pula dengan hasil yang dicapai dalam belajar. Pengertian hasil belajar itu sendiri dapat diketahui dari pendapat ahli pendidikan. Hasil belajar diartikan sebagai keberhasilan

usaha yang dapat dicapai (Winkel, 1998: 162). Hasil belajar merupakan keberhasilan yang dirumuskan guru berupa kemampuan akademik. Winarno Surachmad (1981:2) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan nilai hasil belajar yang menentukan berhasil tidaknya siswa dalam belajar. Hal tersebut berarti hasil belajar merupakan hasil dari proses belajar. Dalam hasil belajar meliputi kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik (Sunaryo, 1983 :4). Hasil belajar menurut Sudjana (1990:22) adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Gagne mengungkapkan ada lima kategori hasil belajar, yakni : informasi verbal, kecakapan intelektul, strategi kognitif, sikap dan keterampilan. Sementara Bloom mengungkapkan tiga tujuan pengajaran yang merupakan kemampuan seseorang yang harus dicapai dan merupakan hasil belajar yaitu : kognitif, afektif dan psikomotorik (Sudjana,1990:22). Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu: 1. Faktor dari dalam diri siswa, meliputi kemampuan yang dimilikinya, motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis. 2. Faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan, terutama kualitas pengajaran. Hasil belajar yang dicapai siswa menurut Sudjana (1990:56), melalui proses belajar mengajar yang optimal ditunjukkan dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1. Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar intrinsik pada diri siswa. Siswa tidak mengeluh dengan prestasi yang rendah dan ia akan berjuang lebih keras untuk memperbaikinya atau setidaknya mempertahankan apa yang telah dicapai. 2. Menambah keyakinan dan kemampuan dirinya, artinya ia tahu kemampuan dirinya dan percaya bahwa ia mempunyai potensi yang tidak kalah dari orang lain apabila ia berusaha sebagaimana mestinya. 3. Hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya, seperti akan tahan lama diingat, membentuk perilaku, bermanfaat untuk mempelajari

aspek lain, kemauan dan kemampuan untuk belajar sendiri dan mengembangkan kreativitasnya. 4. Hasil belajar yang diperoleh siswa secara menyeluruh (komprehensif), yakni mencakup ranah kognitif, pengetahuan atau wawasan, ranah afektif (sikap) dan ranah psikomotorik, keterampilan atau perilaku. 5. Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan diri terutama dalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan mengendalikan proses dan usaha belajarnya. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah terjadinya proses pembelajaran yang ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru setiap selesai memberikan materi pelajaran pada satu pokok bahasan. Hasil belajar pada dasarnya berkaitan pula dengan hasil yang dicapai dalam belajar. Pengertian hasil belajar itu sendiri dapat diketahui dari pendapat ahli pendidikan. Hasil belajar berasal dari kata hasil dan belajar, agar tidak menyimpang dari pengertian sesungguhnya maka perlu dijelaskan. Hasil belajar dari gabungan kata hasil dan kata belajar. Hasil belajar diartikan sebagai keberhasilan usaha yang dapat dicapai (Winkel, 1998: 162). Hasil belajar merupakan keberhasilan yang dirumuskan guru berupa kemampuan akademik. Surachmad (1981:2) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan nilai hasil belajar yang menentukan berhasil tidaknya siswa dalam belajar. Hal tersebut berarti hasil belajar merupakan hasil dari proses belajar. Dalam hasil belajar meliputi kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik (Sunaryo, 1983 :4). Dari berbagai definisi hasil belajar diatas maka yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil belajar matematika yang berupa akademik siswa dalam mencapai standar tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya dan harus dimiliki setelah mengikuti proses pembelajaran. Belajar dipengaruhi pula oleh faktor faktor baik dari dalam maupun dari luar. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar antara lain yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi : masalah kesehatan anak, rasa aman, kemampuan dan minat, kebutuhan

diri anak yang akan dipelajari (Rustiyah, 1945 : 123). Sedangkan faktor eksternalnya meliputi : lingkungan keluarga, iklim, lingkungan sekolah, lingkungan teman, motivasi dari luar (Rustiyah, 1945 : 123) Adapun faktor yang datang dari luar diri anak yaitu dari sekolah tempat anak belajar seperti guru, waktu, sarana prasarana, kurikulum, materi, suasana belajar. Selain faktor faktor yang mempengaruhi hasil belajar, juga siswa mengalami hambatan hambatan dalam belajar adalah kondisi biologis dan psikologis siswa, sikap orang tua, suasana lingkungan sosial ekonomi, keluarga, dan sikap budaya kehidupan keluarga. Untuk dapat meningkatkan belajar dengan baik maka guru harus mengenal anak dengan baik karena setiap anak tidak sama persis kesulitan dan permasalahan yang dihadapinya. Dengan demikian guru harus mampu meneliti kekurangan kekurangan dalam hasil belajar siswa. Hasil belajar yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah hasil akademik yaitu hasil yang dicapai siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar yang telah dirumuskan guru baik berupa segi kognitif, afektif, dan psikomotoriknya dalam proses belajar dan mengajar seorang guru wajib menentukan tujuan pembelajaran. Cara mengukur keberhasilan siswa yaitu guru mampu mengevaluasi belajar siswa. Keberhasilan siswa dapat dilihat dari segi pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan untuk memudahkan guru dalam mengukur keberhasilan belajar siswa maka guru harus menentukan kriteria dalam pembuatan Penelitian Tindakan Kelas. Jadi hasil belajar dapat diartikan sebagai hasil belajar yang telah dicapai siswa setelah mengikuti kegiatan proses belajar mengajar baik yang menyangkut segi kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil yang dimaksud dalam penelitian tindakan kelas ini, berupa hasil belajar akademik. Hasil akademik ini berupa angka kuantitas yang berupa nilai ulangan harian, nilai ulangan semester I tahun 2012/2013 yang ditulis dalam buku rapor. Sedangkan dalam penelitian hasil belajar adalah peningkatan keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Hasil belajar yang dicapai siswa berkaitan erat dengan kesulitan belajar dan keberhasilan belajar. Kesulitan belajar siswa dalam mata

pelajaran matematika dapat diketahui dari ciri cirinya, dimana anak didik atau siswa tidak mampu belajar sehingga hasil dibawah potensi intelektualnya (Ross, 1974 : 103). Menurut Lerner (1931 : 367) dalam buku pendidikan bagi anak berkesulitan belajar, (Abdurrahman, 1999 :262) adalah kekurangan pemahaman tentang simbol, nilai tempat, perhitungan, penggunaan proses yang keliru dan tulisan yang tidak terbaca. Menurut Abdurrahman (1996:6) bahwa kesulitan belajar adalah ketidakmampuan belajar. Menurut Kuffman dan Lloyd (1985:14) bahwa kesulitan belajar adalah gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologis dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaaan bahasa atau tulisan. Gangguan tersebut memungkinkan menampakkan diri dalam bentuk kesulitan mendengarkan, berfikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja atau berhitung. Jadi kesulitan belajar matematika disebabkan rendahnya kemampuan intelegensi, banyaknya terkait dengan kesulitan memahami konsep. Gejala adanya kesulitan belajar meliputi : hasil yang rendah dibawah rata rata kelompok kelas, hasil yang dicapai dengan usaha yang tidak seimbang, lambat dalam melakukan tugas belajar, menunjukkan sikap kurang wajar, menunjukan tingkah laku yang berlainan (Supriyono, 1991 : 89). Jenis kesulitan belajar menurut Amti, (1992 : 67) masalah belajar pada dasarnya digolongkan atas : sangat cepat dalam belajar, keterlambatan akademik, lambat belajar, penempatan kelas, kurang motivasi dalam belajar, sikap dan kebiasaan yang buruk dalam belajar dan kehadiran disekolah sering tidak masuk. Dengan demikian bahwa anak yang perlu mendapat bantuan dari guru dalam hal ini adalah layanan bimbingan belajar, agar peserta didik dapat melaksanakan kegiatan belajar secara baik dan terarah. 2.1.3 Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) Model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) merupakan salah satu model pembelajaran inkuiri, yaitu suatu rangkaian kegiatan belajar mengajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan

menyelidiki secara sistematis, kritis, analitis, dan logis sehingga dapat menemukan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri (Gulo, 2002). Menurut Ibrahim dan Nur (2000), model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) adalah suatu pembelajaran yang menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna, yang dapat memberikan kemudahan kepada siswa untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) adalah model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran (Nurhadi dan Senduk, 2003). Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaranproblem Based Instruction (PBI) adalah model pembelajaran yang menuntut siswa berfikir kritis untuk memecahkan masalah yang telah dirumuskan. Belajar dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) adalah berpusat pada siswa dan mendorong inkuiri serta berpikir bebas, seluruh proses belajar mengajar yang berorientasi pada Problem Based Instruction (PBI) adalah membantu siswa untuk menjadi mandiri. Peran utama guru dalam Problem Based Instruction (PBI) adalah membimbing atau memfasilitasi, sehingga siswa dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan mampu menyelesaikan masalah secara efektif. Proses belajar Problem Based Instruction (PBI) dibentuk dari ketidakteraturan dan kompleksnya masalah yang ada di dunia nyata. Hal tersebut digunakan sebagai pendorong bagi siswa untuk belajar mengintegrasikan dan mengorganisasi informasi yang didapat, sehingga nantinya dapat selalu diingat dan diaplikasikan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang akan dihadapi. Menurut Ibrahim dan Nur (2000) model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) mempunyai ciri-ciri dan tujuan sebagai berikut: a. Ciri-ciri model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) : 1. Pengajuan pertanyaan atau masalah Problem Based Instruction (PBI) mengorganisasikan pengajaran dengan masalah yang nyata dan sesuai dengan pengalaman keseharian siswa.

2. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin Masalah dan solusi pemecahan masalah yang diusulkan tidak hanya ditinjau dari satu disiplin ilmu (biologi/kesehatan), tetapi dapat ditinjau dari berbagai diplin ilmu lain misal ekonomi, sosiologi, geografi, politik dan hukum. 3. Penyelidikan autentik Problem Based Instruction (PBI) mengharuskan siswa melakukan penyelidikan terhadap masalah nyata melalui analisis masalah, observasi maupun eksperimen. Siswa dapat mengumpulkan informasi dari berbagai sumber pembelajaran untuk menyelesaikan permasalahan, dan mengembangkan hipotesis terhadap penyelesaian masalah yang dikemukakan. 4. Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya Problem Based Instruction (PBI) menuntut siswa menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak (poster, puisi, laporan, gambar, dll) dalam menjelaskan atau mewakili penyelesaian masalah yang mereka temukan, kemudian memamerkan produk tersebut. 5. Kerjasama Problem Based Instruction (PBI) dicirikan oleh siswa yang bekerjasama berpasangan maupun dalam kelompok kecil, bekerjasama memberikan motivasi dan mengembangkan keterampilan berpikir melalui tukar pendapat serta berbagai penemuan. b. Tujuan model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) Adapun tujuan model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) adalah sebagai berikut: 1. Membantu siswa mengembangkan kemampuan berfikir dan pemecahan masalah serta kemampuan intelektual. 2. Belajar berbagai peran orang dewasa melalui keikutsertaan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi. Adapun kelebihan dari model pembelajaran Problem Based Intruction (PBI) adalah sebagai berikut : 1. Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benarbenar diserapnya dengan baik.

2. Dilatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain. 3. Dapat memperoleh dari berbagai sumber. Ibrahim dan Nur (2000), menyebutkan bahwa model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) merupakan model pembelajaran yang berlandaskan tiga hal berikut : a. Teori Dewey dalam kelas demokratis. Sekolah seharusnya mencerminkan masyarakat yang lebih besar dan kelas merupakan laboratorium untuk pemecahan masalah yang nyata. Dewey juga menganjurkan agar pembelajaran di sekolah lebih bermanfaat. Manfaat terbaik dapat dilakukan siswa dalam kelompok-kelompok kecil untuk menyelesaikan proyek yang menarik dan merupakan pilihan mereka sendiri. b. Pendapat Piagget dan Vygotsky dalam teori kontruktivisme. Piagget dan Vygotsky adalah tokoh pengembang konsep kontruktivisme yang didasarkan pada teori kognitif Piagget. Pandangan kontruktivisme kognitif mengemukakan bahwa siswa dalam segala usia secara aktif terlibat dalam proses perolehan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri. Mereka berpendapat bahwa, paedagogi yang baik melibatkan siswa pada situasi yang memberi kesempatan pada mereka untuk melakukan percobaan sendiri, mencoba memanipulasi tanda-tanda, memanipulasi simbolsimbol, bertanya dan menemukan sendiri jawabannya, mencocokkan apa yang mereka lihat pada saat lain dan membandingkan temuannya dengan temuan anak lain. c. Pendapat Brunner dalam teori pembelajaran penemuan Menurut Brunner pembelajaran menekankan penalaran induktif dan proses inkuiri. Dalam teori tersebut dikenal adanya Scaffolding sebagai suatu proses dimana seseorang siswa dibantu guru atau orang lain yang memilki kemampuan lebih dalam menuntaskan masalah tertentu sehingga dapat melampaui kapasitas perkembangannya. Ketiga teori diatas mendukung model Problem Based Instruction (PBI), karena dalam teori tersebut menekankan bahwa dalam pembelajaran siswa dituntut untuk memperoleh pengetahuan sendiri.

Pengetahuan tersebut diperoleh dengan cara mencari informasi untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan materi pelajarannya. Penanaman sikap-sikap ilmiah melalui model pembelajaran yang tepat, cenderung berpengaruh pada pembinaan sikap secara keseluruhan, terutama sikap positif terhadap lingkungan (Sholahuddin, 2001). Problem Based Instruction (PBI) mengembangkan sikap-sikap ilmiah seperti ingin tahu, berpikir kritis, dan berhipotesis. Pembelajaran tentang pengelolaan lingkungan dengan model Problem Based Instruction (PBI) mengajak siswa ke situasi masalah nyata yang dialami masyarakat, menurut Ibrahim (2000) situasi masalah nyata memberi kesempatan siswa untuk melihat, merasakan, memunculkan keterkaitan, dan motivasi inkuiri. Guru yang menggunakan pembelajaran model Problem Based Instruction (PBI) berusaha menunjukkan kepada siswa, bahwa materi pengelolaan lingkungan yang dipelajari sebenarnya dekat bahkan berinteraksi langsung dengan pengalaman keseharian mereka, akibatnya pembelajaran dapat berlangsung penuh makna. Langkah-langkah model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih. 2. Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. 3. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, mengumpulkan data, hipotesis, pemecahan masalah 4. Guru membantu siswa dalam merencanakan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya 5. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses proses yang mereka gunakan.

2.2 Hasil Penelitian Yang Relevan Kristanti (2008), Mulyani (2009), dan Eny (2011) masing-masing menggunakan model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) karena berhasil meningkatkan hasil belajar siswa. Kristanti (2008) mengajar di SD 5 Bae Kecamatan Bae, Kabupaten Kudus hasil penelitian Siklus I 37,8%, Siklus II 62,8% dan Siklus III 85, 7%, Mulyani (2009) mengajar di SD Negeri 4 Kalirejo, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus hasil penelitian Pra Siklus 33%, Siklus I 66%, dan Siklus II 94, 4%, Eny mengajar di SD 5 Bae, Kecamatan Bae, Kabupaten Kudus hasil penelitian Pra Siklus 58,82%, Siklus I 64,71%, Siklus II 88,24%. Berdasarkan dari penelitian diatas membuktikan bahwa penggunaan model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) siswa dalam pemahaman dan hasil belajar meningkat. Oleh karena itu sangat tepat diterapkan dalam penelitian tindakan kelas ini yaitu upaya peningkatan hasil belajar siswa pelajar matematika kelas II SD 5 Bae Kecamatan Bae Kabupaten Kudus dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI). 2.3 Kerangka Pikir Hasil belajar siswa kelas 2 SD 5 Bae Kecamatan Bae Kabupaten Kudus rendah karena guru masih menggunakan metode ceramah, belum menggunakan metode dan model pembelajaran yang sesuai dengan materi pembelajaran sehingga siswa kurang aktif dalam mengikuti proses pembelajaran. Sehingga berdasarkan latar belakang masalah ini penulis ingin mengetahui apakah penggunaan model pembelajaran Prolem Based Instruction (PBI) dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas 2 SD 5 Bae Kecamatan Bae Kabupaten Kudus semester I tahun pelajaran 2012/2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar matematika siswa SD 5 Bae Kecamatan Bae Kabupaten Kudus semester I tahun pelajaran 2012/2013 melalui model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI). Hal tersebut dibuktikan dengan adanya peningkatan ketuntasan belajar siswa dari kondisi awal 7 siswa atau 29,17%. Pada Siklus I ketuntasan belajar sebanyak 8 siswa dengan tingkat ketuntasan belajar mencapai 33,33% kemudian siswa yang mencapai ketuntasan belajar hingga akhir siklus II dalam penelitian ini menjadi 20 siswa atau 83,33%.

Berdasarkan hasil penetian tersebut di atas diharapkan guru kelas 2 agar sedapat mungkin menggunakan model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) dalam mengajarkan materi membandingkan bilangan 1-500, karena dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan juga guru hendaknya dapat menciptakan belajar yang menyenangkan siswa dalam mengikuti pembelajaran. Adapun guna memperjelas uraian di atas, berikut adalah skema pelaksanaan tindak penelitian : Kondisi Awal Guru Belum menerapkan model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) Siswa : Prestasi belajar siswa kelas II SD 5 Bae Kecamatan Bae Kabupaten Kudus Semester I Tahun 2012/2013 masih rendah Tindakan Guru menerapkan model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) Pelaksanaan Siklus I Kondisi Akhir Diduga melalui penerapan model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) dapat meningkatkan prestasi belajar pada Siswa Kelas II SD 5 Bae Kecamatan Bae Kabupaten Kudus Semester I Tahun 2012/2013 dapat meningkat Pelaksanaan Siklus II 2.4 Hipotesis Tindakan Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah : penggunaan model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas II SD 5 Bae Kecamatan Bae Kabupaten Kudus Semester I Tahun 2012 / 2013.