BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. tinggi. Keadaan ini dapat dijadikan modal Indonesia dalam menanggapi

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. benua dan dua samudera mendorong terciptanya kekayaan alam yang luar biasa

I. PENDAHULUAN. Fauna (CITES), P. pruatjan masuk ke dalam daftar Appendix I yang dinyatakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang banyak. keanekaragaman jenis. Gena spesies yang beranekaragam ini adalah modal

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ASSALAMU ALAIKUM WR. WB. SELAMAT PAGI DAN SALAM SEJAHTERA UNTUK KITA SEKALIAN

POTENSI, PERTUMBUHAN, DAN REGENERASI RAMIN (Gonystylus spp.) DI HUTAN ALAM DI INDONESIA 1)

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA DAN LAPORAN... PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN...

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

BAB I PENDAHULUAN. flora yang dapat ditemukan adalah anggrek. Berdasarkan eksplorasi dan

BAB I PENDAHULUAN. Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah. kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis),

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

PILIHAN KEBIJAKAN UNTUK PENYELAMATAN RAMIN DI INDONESIA 1)

Asrianny, Arghatama Djuan. Laboratorium Konservasi Biologi dan Ekowisata Unhas. Abstrak

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam artikel Konflik Manusia Satwa Liar, Mengapa Terjadi? yang ditulis

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar,

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG

BAB I PENDAHULUAN. endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati dianggap sangat penting untuk kehidupan

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial)

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis letak Indonesia berada di daerah tropis atau berada di sekitar

Evolusi, Spesiasi dan Kepunahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada usia dini anak mengalami masa keemasan yang merupakan masa dimana

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

LAPORAN PENYELENGGARA DAN SAMBUTAN

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

Keberadaan lahan gambut selalu dikaitkan dengan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Kondisi lahan gambut yang unik dan khas menjadikan

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang

CAPAIAN OUTPUT DAN OUTCOME

I. PENDAHULUAN. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa dilindungi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebagai negara megadiversity (Auhara, 2013). Diperkirakan sebanyak jenis

2015 KESESUAIAN LAHAN D I TAMAN KEANEKARAGAMAN HAYATI KIARA PAYUNG UNTUK TANAMAN END EMIK JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. hewan langka di Indonesia yang masuk dalam daftar merah kelompok critically

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. alam. Dalam International Union for Conservation of Nature (IUCN)

1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN. Banteng (Bos javanicus d Alton 1823) merupakan salah satu mamalia

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari tepi laut hingga dataran tinggi. Familia Pandanaceae terdiri dari

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

POTRET KEBIJAKAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Oleh: Rony Megawanto

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN RESTORASI EKOSISTEM

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA, BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Tropis. Hal ini dikarenakan Indonesia memiliki posisi geografi yang sangat

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan

I. PENDAHULUAN. Ekosistemnya dalam pasal 20 ayat 1 dan 2 serta Peraturan Pemerintah No. 77

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhamad Adnan Rivaldi, 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, maka perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN TUMBUHAN DAN SATWA

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS UNTUK EKOSISTEM TERPADU RIMBA ASISTEN DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN WILAYAH DAN SEKTOR KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.83/Menhut-II/2014 TENTANG

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai megadiversity country. Sebagai negara kepulauan yang

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai makluk hidup mulai dari bakteri, cendawan, lumut dan berbagai jenis

DINAS KEHUTANAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

KAJIAN KONSERVASI EBONI {Diospyros celebica Bakh.) Samedi dan Ilmi Kurniawati

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ...

BAB I PENDAHULUAN. daya alam non hayati/abiotik. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

IV. KONDISI UMUM. Gambar 3. Peta Lokasi PT. RAPP (Sumber: metroterkini.com dan google map)

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Konservasi. Macan Tutul Jawa. Strategi dan Rencana Aksi. Tahun PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

TAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak di antara dua benua, Asia dan Australia, merupakan negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan lainnya dipisahkan oleh lautan sehingga membuat empat puluh tujuh ekosistem yang sangat berbeda antara satu dengan yang lainnya. Hal ini menjadikan Indonesia negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Hutan merupakan komponen penting dari lingkungan hidup. Pelaksanaan silvikultural secara konvensional dan teknik pemuliaan memberikan kontribusi yang signifikan untuk pengembangan hutan tanaman. Pemuliaan secara tradisional selalu berhadapan dengan permasalahan siklus reproduktif yang lama, pengendalian penyakit dan hama. Bioteknologi dapat menyediakan informasi yang lebih lengkap dan akurat untuk memahami organisasi genom dan fungsi tiap gen. Pengelolaan hutan dengan hasil yang lestari akan tercapai apabila besarnya hasil hutan yang dipungut sama dengan atau lebih kecil dari pertumbuhannya dan berlangsung secara terus-menerus. Sebagai akibat dari perambahan dan eksploitasi hutan, banyak spesies pohon yang terancam dan perlu tindakan serius dengan konservasi. Destruksi dan fragmentasi habitat 1

menyebabkan banyak spesies yang berkurang jumlah populasinya. Status sumber genetik tanaman hutan dapat ditelusuri dengan melihat ukuran variasi genetik dan sistem perkawianannya pada setiap spesies. Distribusi variasi genetik suatu spesies pada dasarnya sangat berperan dalam perubahan jangka panjang serta kemungkinan untuk bertahan hidup. Oleh karena itu, penilaian variasi genetik merupakan kunci utama dalam pengembangan konservasi. Hutan tropik basah dataran rendah di Kalimantan dan Sumatera mempunyai kekayaan alam berupa pohon dengan keragaman jenis yang bervariasi dari satu tempat ke tempat lain. Penyebarannya dapat mencapai wilayah sangat luas dan beberapa di antaranya bersifat endemik, yaitu jenis yang dapat tumbuh di suatu tempat. Hal ini antara lain terkait dengan faktor edafik, klimatik, dan genetik. Ramin (Gonystylus bancanus (Mig.) Kurz.) dikenal sebagai salah satu jenis pohon utama penyusun hutan rawa gambut pada tanah organik (gambut) terutama yang mengalami genangan air secara periodik dan juga daerah yang tidak tergenang hingga ketinggian 100 m di atas permukaan laut (Airy Shaw, 1954). Ramin termasuk jenis tanaman yang memiliki kecenderungan hidup mengelompok dengan sebaran terbatas. Sebelum mengalami eksploitasi yang besar-besaran, penyebaran jenis Ramin di Indonesia hampir terdapat di hutanhutan rawa/gambut di seluruh kepulauan Indonesia. Ramin juga dikenal sebagai tanaman yang tumbuh lambat dengan jumlah pemudaan rendah. Musim berbunga 2

dan berbuahnya tidak menentu dan daya viabilitas benih juga rendah, sehingga sulit untuk dibudidayakan. Dalam studi dinamika tegakan Ramin yang dilakukan oleh Tim Terpadu Ramin pada tahun 2003, 2004 dan 2005, dilaporkan bahwa jumlah individu Ramin berukuran besar di hutan alam yang belum ditebang cenderung lebih banyak dibandingkan dengan yang berukuran kecil. Pola ukuran sebaran yang demikian ini mencerminkan suatu sifat populasi pohon hutan yang sulit melakukan regenerasi. Saat ini penyebaran Ramin dalam skala besar hanya ditemui di daerah Sumatera (Riau, Jambi, Selat Karimata, Sumatera Selatan) dan Kalimantan (Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan). Dengan nilai komersilnya yang tinggi, pohon ini disukai oleh banyak orang dan akibatnya banyak ditebang, baik secara legal maupun illegal. Penebangan secara legal maupun ilegal ini telah meluas, tidak hanya di hutan produksi saja tapi sampai merambah ke kawasan konservasi. Kendala pertumbuhan dan pengembangan Ramin menjadi hutan tanaman dalam skala besar dan konservasi secara konvensional adalah: 1. Ramin tidak berbuah sepanjang tahun bahkan dalam lima sampai tujuh tahun sekali berbuah, sementara buah/biji yang dihasilkan tergolong biji rekalsitran (tidak tahan lama disimpan). 2. Pertumbuhan Ramin sangat lambat baik pada tingkat anakan maupun pohon dewasa, rata-rata kurang dari 0,5 cm/tahun. 3

3. Karakteristik ramin (Gonystylus bancanus (Mig.) Kurz.) yang hanya tumbuh pada hutan rawa gambut cukup menjadi kendala dalam pengelolaan kelestarian Ramin pada hutan alam maupun pembangunan Ramin sebagai hutan tanaman. Berdasarkan hasil pemetaan satelit yang dilakukan oleh Badan Planologi Departemen Kehutanan tahun 2002, menunjukkan adanya penyusutan luas hutan rawa gambut yang terdapat di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Hasil kajian lapangan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor menunjukkan bahwa dalam 20 tahun terakhir potensi Ramin mengalami penurunan sekitar 90%. Potensi Ramin pada tahun 1983 sekitar 131 juta m 3 dan pada tahun 2005 sekitar 15 juta m 3. Menurut laporan International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN 2006) Ramin termasuk tumbuhan dalam kategori kritis (critically endangered) atau sudah mulai terancam punah dan sekarang sudah dimasukkan dalam daftar Convension on International Trade in Endangered Species of Wildlife Fauna and Flora (CITES). Dengan makin langkanya kayu Ramin serta sulitnya mengembangbiakan Ramin secara konvensional maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui dan mempertahankan keragaman genetik tanaman Ramin. Keragaman genetik sangat penting dalam konservasi karena keragaman genetik yang tinggi akan sangat membantu suatu populasi beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang 4

terjadi di lingkungan sekitarnya, termasuk mampu beradaptasi terhadap penyakitpenyakit yang ada di alam. Bertambah dan punahnya suatu tumbuhan masih menjadi misteri alam dan ini harus ada bukti secara genetik bukan lagi hanya sekedar daftar atau deskripsi morfologi tumbuhan. Untuk itu bagi Indonesia yang merupakan negara terkaya ke-2 dalam hal keragaman genetik di dunia tidaklah sia-sia bila penelitian molekuler modern mulai diterapkan. Menurut Na iem (2001), Keragaman genetik menempati posisi kunci dalam program pemuliaan, karena optimalisai atau maksimalisasi perolehan genetik akan sifat-sifat tertentu akan dapat dicapai manakala ada peluang untuk melakukan seleksi gen untuk sifat yang diinginkan. Pengetahuan mengenai keragaman genetik merupakan modal dasar bagi para pemulia untuk pengembangan dan perbaikan tanaman. Lengkong (1998) menyatakan bahwa pengetahuan tersebut sangat penting, karena (1) memiliki kemampuan untuk membedakan individu dalam spesies secara tepat yang sangat diperlukan dalam program pemuliaan tanaman, (2) memiliki kemampuan dalam mengidentifikasi beberapa genotifa secara tepat yang sangat penting bagi program pemuliaan, terutama untuk perbanyakan secara klonal, (3) pendugaan tingkat keragaman merupakan langkah penting untuk mengidentifikasi gen-gen yang berpotensi dalam program pemuliaan tanaman. Pada saat ini pemuliaan lebih diarahkan pada analisis DNA. Analisis DNA dapat memberikan informasi tentang lokus, kromosom dan genom secara 5

menyeluruh. Oleh karena itu penanda molekuler digunakan dalam pemuliaan. Penanda molekuler dapat memberikan informasi lengkap dan akurat sehingga dapat mendukung keberhasilan pemuliaan yang pada saat ini sangat dibutuhkan untuk beberapa spesies tanaman hutan. Oleh karena itu untuk mengetahui hubungan kekerabatan baik dalam maupun antar populasi Gonystylus bancanus (Mig.) Kurz. digunakan penanda RAPD. Digunakannya penanda RAPD karena relatif mudah untuk dilakukan, biaya yang digunakan relatif murah. Oleh karena Gonystylus bancanus (Mig.) Kurz. merupakan tanaman tahunan sehingga RAPD dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi awal untuk mengetahui hubungan kekerabatan populasi Gonystylus bancanus (Mig.) Kurz. yang diuji. Selain mempunyai keuntungan dalam segi teknis yaitu relatif sederhana, kuantitas DNA yang dibutuhkan hanya sedikit (dibutuhkan 5-25 ng DNA dalam setiap reaksi PCR) bahkan hingga 1,5 ng DNA (Pandey et al, 1996). Secara teknis untuk melakukan ekstraksi tanaman Gonystylus bancanus (Mig.) Kurz. sangat sulit sehingga pengunaan RAPD sangat tepat untuk digunakan dalam Identifikasi Keragaman genetik Gonystylus bancanus (Mig.) Kurz. 6

B. Perumusan Masalah 1. Bagaimanakah tingkat keragaman genetik didalam dan antar populasi Gonystylus bancanus (Mig.) Kurz. dari 10 populasi yang diuji menggunakan penanda molekuler RAPD? 2. Bagaimanakah jarak genetik antar populasi Gonystylus bancanus (Mig.) Kurz. dari 10 populasi yang diuji menggunakan penanda molekuler RAPD? 3. Bagaimanakah hubungan kekerabatan antar populasi Gonystylus bancanus (Mig.) Kurz.? C. Batasan Masalah Pada penelitian ini peneliti melakukan identifikasi keragaman genetik dengan penanda RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) yang diambil dari Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Riau dan Jambi. D. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui tingkat keragaman genetik di dalam populasi Gonystylus bancanus (Mig.) Kurz. dari 10 populasi yang diuji menggunakan penanda molekuler RAPD. 2. Mengetahui jarak genetik antar populasi Gonystylus bancanus (Mig.) Kurz. dari 10 populasi yang diuji menggunakan penanda molekuler RAPD. 3. Mengetahui hubungan kekerabatan antar populasi Gonystylus bancanus (Mig.) Kurz. 7

E. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tingkat keragaman genetik dalam dan antar populasi dan hubungan kekerabatan antar populasi Gonystylus bancanus (Mig.) Kurz. dengan lebih lengkap. 2. Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai informasi dalam melakukan manajemen tanaman hutan terkait dengan upaya perlindungan dan pengelolaan hutan tropik dan Hutan Tanaman Industri (HTI). 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk aplikasi terhadap program konservasi dan pemuliaan Gonystylus bancanus (Mig.) Kurz. 4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi kajian bagi penelitian selanjutnya. 8