BAB II KAJIAN PUSTAKA TENTANG KONSEP DIRI REMAJA PUTRI YANG MEMILKI IBU TIRI. jangka waktu yang singkat, konsep diri juga bukan merupakan pembawaan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969.

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan orang lain. Stuart dan Sundeen (dalam Keliat,1992).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang- orang yang

BAB II KAJIAN TEORI. seseorang karena konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode penting dalam rentang kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I PENDAHULUAN. terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1980). bukan pula orang dewasa yang telah matang.

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Konsep Diri Pengertian Konsep Diri. Hurlock (1990) mengemukakan, konsep diri merupakan inti dari pola

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan, terutama

Bab II Tinjauan Teori

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan sehari-hari, kita banyak menjumpai keluarga yang tidak

BAB II LANDASAN TEORI

MAKALAH PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN KONSEP DIRI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Studi Komparatif Mengenai Konsep Diri Anggota Senior dan Anggota Junior pada Komunitas Cosplay di Kota Bandung

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Fase perkembangan tersebut meliputi masa bayi, masa kanak-kanak,

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki hak untuk dapat hidup sehat. Karena kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 20 tahun sampai 30 tahun, dan mulai mengalami penurunan pada usia lebih dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keyakinan, pandangan, dan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri.

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB II TINJAUAN TEORITIS

ASSALAMUALAIKUM WR.WB PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2010

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

BAB II TINJAUAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepercayaan Diri Anak Usia Remaja. yang berkualitas adalah tingkat kepercayaan diri seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. Kasus perceraian di Indonesia saat ini bukanlah menjadi suatu hal yang asing

BAB I PENDAHULUAN. beradaptasi di tengah kehidupan masyarakat yang lebih luas.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Hasil Belajar. Seluruh pengetahuan, keterampilan, kecakapan dan perilaku siswa

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar tahun dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. mengharapkan pengaruh orangtua dalam setiap pengambilan keputusan

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

golongan ekonomi menengah. Pendapatan keluarga rata-rata berada pada kisaran lima jutaan rupiah perbulan dengan sebagian besar ayah bekerja sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi

HUBUNGAN ANTARA SELF BODY IMAGE DENGAN PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI REMAJA. Skripsi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. sepasang suami istri namun juga keinginan setiap anak di dunia ini, tidak seorang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KERANGKA TEORI. dilarang. 1 Teori labeling memiliki dua proposisi, pertama, perilaku menyimpang bukan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibandingkan pertengahan masa kanak-kanak bagi remaja itu sendiri maupun

TINJAUAN PUSTAKA Remaja Karakteristik Remaja Jenis Kelamin

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak

Membangun Konsep Diri Positif Pada Anak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN oleh: Dr. Lismadiana,M.Pd

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

Transkripsi:

10 BAB II KAJIAN PUSTAKA TENTANG KONSEP DIRI REMAJA PUTRI YANG MEMILKI IBU TIRI A. Konsep diri 1. Pengertian Konsep Diri Konsep diri bukan merupakan hasil sekali jadi yang terbentuk dalam jangka waktu yang singkat, konsep diri juga bukan merupakan pembawaan dari lahir, melainkan melalui proses perkembangan dari beribu-ribu pengalaman I, me, dan mine yang dibeda-bedakan dan mengumpul sedikit demi sedikit (Burn, 1993). Pada tahun 1922, Cooley memperkenalkan teori diri kaca cermin dengan pemikirian bahwa konsep diri seseorang dipengaruhi oleh apa yang diyakini individu tentang apa pendapat orang lain terhadap dirinya, ia mendapat hubungan ini diantara kesadaran diri dan pendapat-pendapat orang lain yang dibayangkan mengenai seseorang di dalam pikiran (Burn,1993). Mead dalam Burn (1993) menyatakan diri dari setiap individu berkembang sebagai hasil dari hubungannya dengan proses-proses aktivitas sosial dan pengalaman berhubungan dengan individu lainnya. Bagi Mead, konsep diri merupakan suatu objek yang timbul di dalam interaksi sosial sebagai suatu hasil perkembangan dari perhatian individu tersebut mengenai bagaimana orang-orang bereaksi kepadanya.

11 Konsep tentang diri merupakan hal yang penting bagi kehidupan individu, karena konsep diri dapat menentukan bagaimana individu tersebut bertindakdalam berbagai situasi (Calhoun & Acoxcella, dalam Rola, 2006). Menurut Rogers dalam Burn (1993) istilah konsep diri digunakan untuk menunjuk pada cara seseorang memandang dan merasakan dirinya sendiri. Jadi konsep diri mempengaruhi arah aktivitas, sebagai sumber inisiatif dan mengarahkannya. Menurut Yusuf dalam Sholehah (2009), konsep diri dapat diartikan sebagai: 1) Persepsi, keyakinan, perasaan/sikap seseorang tentang dirinya sendiri. 2) Kualitas penafsiran individu tentang dirinya sendiri. 3) Suatu sistem pemaknaan individu tentang dirinya sendiri dan pandangan orang lain tentang dirinya. Konsep diri dapat membentuk stuktur kognitif kita untuk melakukan sesuatu yang positif maupun yang negatif. a. Komponen konsep diri 1) Perceptual/psychal konsep diri, citra seseorang tentang penampilan dirinya secara fisik. 2) Conceptual dan psychological konsep diri, konsep seseorang tentang kemampuan dan ketidakmampuan dirinya (psikis).

12 3) Attitudinal, yang menyangkut perasaan seseorang tentang dirinya dan sikapnya terhadap keberadaan dirinya sekarang dan masa depan, sikapnya terhadap penghargaan, kebahagiaan dan keterhinaannya. b. Dimensi konsep diri 1) Dimensi pengetahuan Apa yang kita ketahui tentang diri. Dalam benak manusia terdapat beberapa julukan yang mengambarkan dirinya; usia, kelamin, kebangsaan suku, pekerjaan dan lainnya. 2) Dimensi harapan Pada saat individu mempunyai satu set pandangan tentang siapa dirinya ia pun mempuyai satu set pandangan tentang kemungkinan dirinya akan menjadi apa di masa depan. Dengan demikian individu mempunyai pengharapan terhadap dirinya. Pengharapan ini merupakan ideal self. Apapun harapan ataupun tujuan tersebut, akan mendorong individu ke arah masa depannya dan akan memandu kegiatan dalam kehidupannya. 3) Dimensi penilaian Merupakan penilaian diri kita sendiri. Individu menjadi penilai bagi dirinya sendiri yang setiap saat mengukur apakah dirinya bertentangan dengan saya dapat menjadi apa? yaitu pengharapan

13 kita terhadap diri kita sendiri dan saya seharusnya menjadi apa? yang menjadi standar bagi diri kita. Sementara itu melengkapi pendapat diatas, Fitts dalam Agustiani (2006) membagi konsep diri dalam dua dimensi kelompok, yaitu: 1) Dimensi internal Merupakan penilaian yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia di dalam dirinya. Dimensi internal terbagi kedalam tiga bentuk: a) Diri identitas (identity self) Bagian paling dasar dalam konsep diri dan mengacu pada pertanyaan siapa saya? dalam pertanyaan tersebut mencakup label-label dan simbol-simbol yang diberikan kepada self oleh individu yang bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya. Seiring bertambahnya usia individu, pengetahuan tentang dirinya juga betambahm sehingga ia dapat melengkapi keterangan tentang dirinya dengan hal-hal yang lebih kompleks. b) Diri pelaku (behavioral self) Merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya, yang berisikan segala kesadaran mengenai apa yang dilakukan oleh dirinya. Hal ini juga berkaitan erat dengan diri identitas. Diri yang adekuat akan menunjukkan adanya keserasian antara diri identitas

14 dengan diri pelakunya, sehingga ia dapat mengenali dan menerima, baik diri, sebagai identitas mupun sebagai pelaku. c) Diri penerima/penilai (judging self) Diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu standar dan evaluator. Kedudukannya adalah sebagai perantara antara diri identitas dan diri pelaku. Diri penilai menentukan kepuasan seseorang akan dirinya atau seberapa jauh seseorang menerima dirinya. Kepuasan diri yang rendah akan menimbulkan harga diri (self esteem) yang rendah pula dan akan mengembangkan ketidakpercayaan yang mendasar pada dirinya. Sebaliknya, bagi individu yang memiliki kepuasan diri yang tinggi, kesadaran dirinya lebih realistis, sehingga lebih memungkinkan individu yang bersangkutan untuk melupakan keadaan dirinya dan memfokuskan energi serta perhatiannya ke luar diri, dan pada akhirnya dapat berfungsi lebih konstruktif. 2) Dimensi eksternal Pada dimensi ini, individu menilai dirinya sendiri melalui hubungan dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta halhal lain diluar dirinya. Dimensi ini dapat dibedakan dalam lima bentuk, yaitu:

15 a) Diri fisik (physical self) Diri fisik menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara fisik. Dalam hal ini terlihat persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara fisik. Dalam hal ini terlihat persepsi seseorang mengenai kesehatan dirinya, penampilan dirinya (cantik, jelek, menarik, atau tidak), dan keadaan tubuhnya. b) Diri etik-moral (moral-ethic self) Bagian ini merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya dilihat dari standar pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi seseorang mengenai hubungan dengan tuhan, kepuasan seseorang akan kehidupan agamanya dan nilai-nilai moral yang dipegangnya, yang meliputi batasan baik dan buruk. c) Diri pribadi (personal self) Diri pribadi merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang keadaan pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan dengan orang lain, tetapi dipengaruhi oleh sejauh mana individu merasa puas terhadap pribadinya atau sejauh mana ia merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat. d) Diri keluarga (family self) Diri keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri seseorang dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga. Menunjukkan sejauh mana seseorang merasa adekuat terhadap dirinya sendiri

16 sebagai anggota keluarga serta peran maupun fungsi yang dijalankan sebagai anggota dari suatu keluarga. e) Diri sosial Penilaian individu terhadap interaksi dirinya dengan orang lain maupun lingkungannya. 2. Sumber informasi konsep diri Menurut Burns (1993) terdapat 3 sumber konsep diri: a. Diri fisik dan citra tubuh Belajar tentang apa yang merupakan diri dan apa yang bukan melalui pengalaman langsung, dan mengenal persepsi terhadap dunia fisik tanpa satupun mediasi sosial, merupakan langkah pertama anak dalam perjalanan hidupnya. Konsep diri pada awalnya adalah citra tubuh, sebuah gambaran yang dievaluasikan mengenai diri fisik. Seorang individu yang menerima pernyataan-pernyataan yang menjelaskan dirinya di dalam ungkapan-ungkapan yang berkaitan dengan keadaan fisiknya dan ditambah pula dengan kepribadiannya yang didasarkan kepada persepsi orang lain tentang tubuhnya kemungkinan besar untuk memasukkan persepsi-persepsi ini kedalam konsepnya sendiri mengenai tubuhnya, citra tubuhnya, yang membentuk bagan yang cukup besar dan menonjol dari konsep diri keseluruhannya.

17 Konsep diri seseorang tidak disebabkan oleh tipe tubuh seperti ini atau itu, tapi mungkin saja penampilan fisik seseorang memainkan sebuah bagian yang penting sejauh kadar umpan balik yang ia dapatkan (Burn,1993). b. Bahasa dan perkembangan konsep diri Bahasa timbul untuk membantu proses diferensiasi yang berlangsung lambat dari diri orang-orang lain, begitu pula untuk memudahkan pemahaman atas banyaknya umpan balik dari orangorang di sekitarnya. c. Umpan balik dari orang-orang yang dihormati 1) Orang tua Orang tua memberi arus informasi yang konstan tentang kondisi anak. Orang tua menetapkan standar penghargaan bagi anak mereka. Bagaimanapun perlakuan orang tua terhadap anak akan menimbulkan pemikiran bahwa mereka memang pantas diperlakukan seperti itu. 2) Kawan sebaya Dalam beberapa waktu mereka akan merasa masih cukup dengan kasih sayang yang mereka peroleh dari orang tua. Namun kemudian mereka membutuhkan penerimaan dari anak-anak lain yang ada dalam kelompok. Jika dalam pergaulan dengan teman

18 sebaya ia tidak mendapatkan penerimaan yang diharapkan, maka konsep dirinya akan terganggu. 3) Masyarakat Dalam masyarakat terdapat norma-norma yang kemudian diserap oleh remaja dan menilai dirinya sendiri sesuai dengan norma sosial. Norma itu masih relative, tidak mutlak benar. Maka individu harus memutuskan norma mana yang akan diikuti dan dijauhi. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri Menurut Syaiful dalam Rahman (2009) menyebutkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perkembangan konsep diri, antara lain: a. Usia Konsep diri terbentuk seiring dengan bertambahnya usia, dimana perbedaan ini lebih banyak berhubungan dengan tugas-tugas perkembangan. Pada masa kanak-kanak, konsep diri seseorang menyangkut hal-hal disekitar diri dan keluarganya. Pada masa remaja, konsep diri sangat dipengaruhi oleh teman sebaya dan orang yang dipujanya. Sedangkan remaja yang kematangannya terlambat, yang diperlakukan seperti anak-anak, merasa tidak dipahami sehingga cenderung berperilaku kurang dapat menyesuaikan diri. Sedangkan

19 masa dewasa konsep dirinya sangat dipengaruhi oleh status sosial dan pekerjaan, dan pada usia tua konsep dirinya lebih banyak dipengaruhi oleh keadaan fisik, perubahan mental maupun sosial. b. Inteligensi Inteligensi mempengaruhi penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya, orang lain dan dirinya sendiri. Semakin tinggi taraf intreligensinya semakain baik penyesuaian dirinya dan lebih mampu bereaksi terhadap rangsangan lingkungan atau orang lain dengan cara yang dapat diterima. Hal ini jelas akan meningkatkan konsep dirinya, demikian pula sebaliknya. c. Pendidikan Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi akan meningkatkan prestisenya. Jika prestisenya meningkat maka konsep dirinya akan berubah lebih baik. d. Status Sosial Ekonomi Status sosial seseorang mempengaruhi bagaimana penerimaan orang lain terhadap dirinya. Penerimaan lingkungan dapat mempengaruhi konsep diri seseorang. Penerimaan lingkungan terhadap seseorang cenderung didasarkan pada status sosial ekonominya. Maka dapat dikatakan individu yang status sosialnya tinggi akan mempunyai konsep diri yang lebih positif dibandingkan individu yang status sosialnya rendah.

20 e. Hubungan Keluarga Seseorang yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang anggota keluarga akan mengidentifikasikan diri dengan orang lain dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama. Bila tokoh ini sesama jenis, maka akan tergolong untuk mengembangkan konsep diri yang layak untuk jenis seksnya. f. Orang Lain Kita mengenal diri kita dengan mengenal orang lain terlebih dahulu. Bagaimana anda mengenal diri saya, akan membentuk konsep diri saya. Sullivan menjelaskan bahwa individu diterima orang lain, dihormati dan disenangi karena keadaan dirinya, individu akan cenderung bersikap menghormati dan menerima dirinya. Sebaliknya, bila orang lain selalu meremehkan dirinya, menyalahkan dan menolaknya, ia akan cenderung tidak akan menyenangi dirinya. Sebuah penelitian Miyamoto dan Dornbusch (Rahman,2009) mencoba mengkorelasikan penilaian orang lain terhadap dirinya sendiri dengan skala lima angka dari yang paling jelek sampai yang paling baik. Yang dinilai adalah kecerdasan, kepercayaan diri, daya tarik fisik, dan kesukaan orang lain terhadap dirinya. Dengan skala yang sama mereka juga menilai orang lain. Ternyata, orang-orang yang dinilai baik oleh orang lain, cenderung memberikan skor yang tinggi juga dalam

21 menilai dirinya. Artinya, harga diri sesuai dengan penilaian orang lain terhadap dirinya. g. Kelompok Rujukan (Reference Group) Yaitu kelompok yang secara emosional mengikat individu, dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep dirinya. ciri orang yang memiliki konsep diri negatif ialah peka terhadap kritik, responsif sekali terhadap pujian, mempunyai sikap hiperkritis, cenderung merasa tidak disenangi orang lain, merasa tidak diperhatikan, dan bersikap pesimis terhadap kompetisi. Sedangkan remaja yang memilki konsep diri positif adalah remaja yang menilai dan meyakini dirinya sebagai seorang yang mampu penting, berhasil, dan berharga. Remaja tersebut merasa bahwa ia seorang yang berharga, menghargai dirinya sebagaimana dia sekarang ini, tidak mencela terhadap apa yang ia lakukan dan suatu keadaan dia merasa dirinya positif terhadap dirinya sendiri (Lidyana,2004). Ditambahkan oleh Burn (1993) yang mengatakan bahwa suatu konsep diri yang positif dapat disamakan dengan evaluasi diri yang positif, penghargaan diri yang positif, perasaan harga diri yang positif, dan sebuah penerimaan diri yang positif.

22 B. Remaja Istilah remaja atau adolescence berasal dari kata latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah ini mempunyai arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 1980). Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintergrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak (Piaget, dalam Hurlock, 1980) Ditinjau dari sudut perkembangan fisik, remaja merupakan tahap perkembangan fisik dimana alat-alat kelamin manusia mencapai kematangannya. Secara anatomis berarti alat-alat kelamin khususnya dan keadaan tubuh pada umumnya memperoleh bentuk yang sempurna (Sarwono, 2006). 1. Batasan remaja Tahun 1974 WHO memberikan definisi tentang remaja, yang memiliki tiga kriteria: a. Individu berkembang di saat pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual. b. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari anak-anak menjadi dewasa. c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keaadaan yang relatif lebih mandiri (Muangman, dalam Sarwono, 2006).

23 d. WHO menetapkan batas usia remaja adalah 10-20 tahun. Di Indonesia, batasan remaja yang mendekati batasan PBB tentang pemuda adalah kurun usia 14-24 tahun (Sarwono, 2006) C. Konsep Keluarga tiri Keluarga tiri merupakan bentukan dari pernikahan kembali dengan keadaan salah satu atau kedua pasangan membawa minimal satu anak atau lebih dari pernikahan sebelumnya ( Berger, Grinwald, & Pasley dalam Christian, 1999). D. Karakteristik Remaja yang memiliki orang tua tiri Dalam kondisi memiliki anggota keluarga baru akan menyebabkan keadaan yang berbeda-beda pada individu, terlebih ketika memiliki orang tua baru yang menggantikan salah satu orangtua kandung kita. Menurut Freeman dalam Santrock (2003) remaja yang mengikuti pernikahan kembali dari orang tuanya akan dilanda masalah perilaku. Hal itu disebabkan oleh tugas perkembangan mereka sebagai seorang remaja, maka akan lebih sulit bagi mereka menerima orang tua baru tersebut. Hal ini juga dikutkan oleh paparan dari Hetherington dalam Santrock (2003) bahwa anak akan mendapatkan masalah lebih banyak apabila ia mulai mendapatkan ibu atau ayah tiri saat usianya sembilan tahun atau lebih, dibandingkan dengan anak yang usianya sembilan tahun ke bawah. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh kelekatan anak dengan orang tua kandung yang lebih lama daripada anak mendapatkan orang tua tiri ketika anak berusia

24 kurang dari Sembilan tahun. Kelekatan yang semakin besar menyababkan sulitnya anak menerima keberadaan orang tau tirinya. Mengikuti pernikahan kembali merupakan sebuah ketakutan tersendiri bagi seorang remaja putri, meskipun akan timbul permasalahan terbesar dari remaja putra mengenai keadaan tersebut. Seiring waktu, remaja putra cenderung lebih mampu menyesuaikan diri dengan keberadaan orang tua tirinya dibandingkan remaja putri (Santrock,2003). Penelitian terdahulu menemukan bahwa hubungandalam keluarga tiri kurang kohesif terutama hubungan anak dengan orang tua tiri, hubungan mereka cenderung memiliki jarak, lebih kofliktual dibangdingkan dengan hubungan pada pernikahan pertama (Bray, Grindwald, Hines, Lhinger, Tallnan, & Pasley dalam Crhistian, 1999) E. Konsep Ibu tiri Ibu tiri merupakan ibu yang menjadi istri ayah kandung. Hal ini merupakan hasil dari pernikahan kembali ayah kandung karena berbagai macam hal. Kematian ibu kandung atau perceraian antara orang tua kandung. Ibu tiri inilah yang akan menggantikan posisi ibu kandung dengan segala hak dan kewajiban yang sama dengan ibu kandung (Kartono, 1986) Menjadi seorang ibu tiri merupakan hal yang tidak mudah, banyak pandangan-pandangan negatif yang beredar di kehidupan sehari-hari mengenai ibu tiri. kejamnya perlakuan ibu tiri, yang disebabkan karena iri terhadap kasih

25 sayang yang diberikan suami kepada anak kandungnya menjadi bahasan yang sering terdengar di masyarakat. Namun menurut Kartono (1986), seorang ibu tiri akan bersikap baik atau kejam bukan hanya karena konstitusi ibu tiri itu sendiri melainkan juga dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya, relasinya dengan lingkungan sekitar dan keluarganya. Posisi sebagai seorang ibu tiri adalah posisi yang lebih sulit dibandingkan seorang ayah tiri, hal ini juga disebutka oleh Hoffman dalam Winoto (2006) bahwa keluarga dengan kehadiran ibu tiri akan lebih berpotensi untuk timbul masalah daripada keluarga dengan kehadiran ayah tiri. Beberapa alasan mengapa ibu tiri lebih sulit daripada ayah tiri, disebutkan Hoffman dalam Marthanya (2002) yaitu: 1. Anak tidak dapat menerima kehadiran ibu pengganti. Hubungan anak dengan ibu kandung diyakini jauh lebih lekat dibandingkan dengan hubungan anak dengan ayah kandung. Keadaan ini menyebabkan anak sulit menerima sosok pengganti ibu dibandingkan menerima pengganti ayah. 2. Harapan yang berlebih terhadap ibu tiri dan anak tiri. Hal ini yang sering terjadi pada awal pembentukan keluarga tiri, harapan agar ibu tiri tersebut bias menggantikan sebagaimana posisi ibu kandungnya. Terkadang harapan tersebut jauh dari realistis. 3. Ibu tiri cenderung mencoba mengobati masa lalu anak.

26 Jika ibu tiri melakukan hal ini, maka anak menggunakan rasa frustasi ibu tiri untuk melawannya.kurangnya tokoh panutan menjadikan ibu tiri kesulitan untuk mencari dukungan dan nasihat. 4. Tidak adanya tokoh panutan menjadi masalah bagi anak. Kemungkinan besar anak atidak dapat menemukan teman yang memiliki karakter keluarga yang sama dengan dirinya. Anak dapat saja terjebak kedalam stereotipe negatif tentang ibu tiri yang kejam. Hal ini merupakan hal menyulitkan bagi posisi ibu tiri, di satu sisi masyarakat seolah mengharapkan keadaan yang menyenangkan dan penuh kasih sayang dari seorang ibu tiri, dan di sisi lain masayarakat juga menggambarkan perlakuan kejam dari seorang ibu tiri. F. Karakteristik Remaja Putri yang Memilki Ibu Tiri Anak yang memiliki ibu tiri akan lebih banyak menemui masalah pada anak yang berusia remaja. Anak tiri yang berusia remaja akan lebih sulit manerima keadaan orang tua tirinya. Seperti yang dikatakan oleh Hethrington dalam Santrock (2003) bahwa anak akan mendapat masalah lebih banyak apabila ia mulai mendapatkan keluarga tiri ketika usianya sembilan tahun atau lebih, dibandingkan dengan anak yang mendapatkan keluarga tiri ketika usianya

27 sembilan tahun kebawah. Kemungkinan hal ini terjadi karena remaja telah lebih lama hidup bersama dengan keluarga sebelumnya. Jenis kelamin juga mempengaruhi penerimaan remaja terhadap ibu tirinya. Remaja putri lebih sulit menerima keberadaan ibu tiri dibandingkan remaja putra (Papernow dalam Winoto, 2006). Menurut Kartono (1986) ada beberapa penyebab mengapa remaja laki-laki lebih bisa mentolerir keberadaan ibu tirinya daripada remaja perempuan, yaitu: 1. Adanya odiepus complex yang infantile pada diri anak dengan orangtua lawan jenisnya, dalam hal ini remaja putri terhadap ayahnya. Hal ini menyebabkan remaja putri merasa adanya ancaman terhadap hubungannya dengan ayah kandungnya. 2. Karena relasi emosional remaja laki-laki lebih akrab dengan ayah terutama pada masa adolecence, menyebabkan remaja laki-laki cenderung bersikap acuh tak acuh terhadap keberadaan ibu tirinya. 3. Remaja laki-laki cenderung tidak emosional daripada remaja perempuan, sehingga mereka cenderung tidak memperdulikan ibu tirinya.