TINJAUAN PUSTAKA Wheat Bran (Dedak Gandum Kasar) Wheat bran atau yang lebih dikenal dedak gandum kasar, merupakan hasil samping proses penggilingan gandum menjadi tepung terigu. Azhar (2002) menyatakan bahwa wheat bran adalah bagian luar yang kasar dari biji gandum yang terpisah karena pembersihan dan pemecahan gandum dalam proses penggilingan menjadi tepung. Menurut Ikhsanudin (2010) hasil samping proses penggilingan gandum terdiri dari millrun, shorts dan bran kasar. Millrun adalah seluruh fraksi yang dihasilkan dari tepung terigu. Shorts merupakan fraksi hasil samping gandum yang terutama terdiri dari red dog dan germ. Bran kasar adalah hasil penggilingan setelah didapatkan tepung terigu tetapi tidak termasuk red dog. Bran terdiri dari kulit luar (epidermis), kulit kedua (epicarp), testa, dan aleuron. Bran tersusun dari serat, mengandung vitamin B dan elemen mineral, sedangkan lapisan aleuronnya kaya akan protein dan vitamin B, terutama asam nikotinat (niasin). Red dog adalah hasil samping proses penggilingan gandum setelah bran kasar dan germnya. Karakteristik penampang biji gandum terlihat pada Gambar 1. Gambar 1. Karakteristik Penampang Biji Gandum (Triticum sp) Sumber : Europen Flour Milling Association (2012) 3
Proses penggilingan gandum menjadi tepung terigu melalui beberapa proses. Proses tersebut antara lain dalam gudang penyimpanan biji gandum dilakukan proses pra pembersihan, kemudian mengalami proses pembersihan I, pembersihan II dan terakhir proses penggilingan untuk mendapatkan tepung terigu. Pada proses penggilingan tersebut dihasilkan hasil samping berupa wheat bran dan wheat pollard. Wheat bran memiliki tekstur yang lebih besar dibandingkan dengan pollard (Bogasari, 1999). PT. Bogasari Flour Mills menghasilkan tepung terigu sebesar 10.500 metrik ton per hari dari pabrik yang berada di Jakarta dan 5.500 metrik ton dari pabrik yang berada di Surabaya sehingga akan menghasilkan hasil samping masing-masing sebesar 2.625 dan 1.375 metrik ton per hari (Sugijianto, 2000). Proses penggilingan gandum di PT. Indofood Sukses Makmur Bogasari Flour Mills menghasilkan 74% tepung terigu dan hasil sampingan sebesar 25-26%. Hasil samping terbesar berupa bran sebanyak 13%, pollard 10% dan 3% lainnya untuk bahan kayu lapis (Wardani, 2002). Kandungan nutrient wheat bran menurut literatur disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan Nutrient Wheat Bran (100%BK) Zat nutrisi (%) A B Bahan kering 86.00 87.00 Protein 16.86 18.16 Abu 7.56 - Lemak 4.65 5.52 Serat Kasar 11.05 11.95 BETN 59.88 - Sumber : A: Bogasari(1999), B : Leeson dan Summers (2005) Dedak gandum kasar sangat potensial sebagai pakan ternak karena mempunyai protein 18.16% dan energi metabolis 3.672 kkal/kg ransum (Leeson dan Summers, 2005). Menurut Lorenz dan Kulp (1991) protein dedak gandum kasar lebih tinggi daripada protein tepung terigu. Selain itu, dedak gandum kasar mengandung vitamin yang jauh lebih banyak daripada tepung terigu. Asam amino pembatas pada dedak gandum kasar adalah methionin dengan nilai kimiawi 37.84% (Tabel 2). 4
Tabel 2. Kandungan asam amino dan vitamin dedak gandum kasar dan nilai kimiawi dedak gandum kasar Zat nutrisi Dedak gandum kasar 1) Asam amino (%) Nilai kimiawi dedak gandum kasar (%) 2) Lisin 4.50 52.32 Histidin 2.80 100.00 Argini 6.00 88.88 Asam aspartic 7.30 60.38 Treonin 3.50 61.40 Serin 4.60 51.68 Asam glutamik 20.80 133.33 Prolin 6.90 143.75 Glisin 5.50 137.50 Alanin 4.90 73.13 Sistin - - Valin 5.10 69.86 Metionin 1.40 37.84 Isoleusin 3.80 38.46 Leusin 6.70 65.69 Tirosin 2.10 42.86 Fenilalanin 4.00 62.50 Protein 17.70 Vitamin (µg/g bk) Tiamin 13.20 Riboflavin 5.50 Niasin 171.4 Biotin 0.16 Folasin 1.59 Asam Panthotenik 31.70 Vitamin B6 13.00 Sumber : 1. Lorenz dan Kulp (1991), 2. Hasil perhitungan data Lorenz dan Kulp (1991) dan Amarican Egg Board (2002) 5
Jenis Fermentasi Fermentasi secara umum dibagi menjadi dua menurut jenis medium yaitu fermentasi medium cair (liquid state fermentation,lsf) dan fermentasi medium padat (solid state fermentation, SSF) (Muchtadi et al., 1992). Fermentasi medium cair diartikan sebagai fermentasi yang melibatkan air sebagai fermentasi yang melibatkan air sebagai fase kontinu dari sistem pertumbuhan sel yang bersangkutan atau substrat baik sumber karbon maupun mineral terlarut sebagai partikel-partikel dalam fase cair. Fermentasi medium padat merupakan proses fermentasi yang berlangsung dalam substrat tidak terlarut, namun mengandung air yang cukup sekalipun tidak mengalir bebas. Fermentasi pada penelitian ini menggunakan fermentasi medium padat. Fermentasi medium (substrat) padat mempunyai kandungan nutrient per volume jauh lebih pekat sehingga hasil per volume dapat lebih besar. Produksi protein mikroba untuk pakan ternak dari keseluruhan hasil fermentasi dapat dilakukan dengan pengeringan sel-sel mikroba dan sisa substrat. Fermentasi substrat padat dengan kapang mempunyai keuntungan, yaitu : medium yang digunakan relatif sederhana, ruang yang diperlukan untuk peralatan fermentasi relatif kecil karena air yang digunakan sedikit, inokulum dapat disiapkan secara sederhana, kondisi medium tempat pertumbuhan fungi mendekati kondisi habitat alaminya, aerasi dihasilkan dengan mudah karena ada ruang udara diantara tiap partikel substrat, dan produk yang dihasilkan dapat dipanen dengan mudah (Harjo et al., 1989). Secara umum, media fermentasi harus menyediakan semua zat makanan yang dibutuhkan oleh mikroba untuk memperoleh energi, pertumbuhan, bahan pembentuk sel dan biosintesis produk produk metabolis (Rachman, 1989). Menurut Presscott dan Dunn (1982) menyatakan bahwa bahan bahan seperti onggok, dedak padi dan dedak gandum dapat digunakan sebagai medium fermentasi meskipun kadang-kadang masih memerlukan penambahan sumber nitrogen dan unsur unsur mineral. Menurut Akmal (2008), faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi medium padat diantaranya yaitu : 1. Kadar air : kadar air optimum tergantung pada substrat, organisme dan tipe produk akhir. Kisaran kadar air yang optimum adalah 50-75%. Kadar air 6
yang tinggi akan mengakibatkan penurunan porositas, pertukaran gas, difusi oksigen, volume gas, tetapi meningkatkan resiko kontaminasi dengan bakteri. 2. Temperatur : Temperatur berpengaruh pada laju reaksi biokimia selama proses fermentasi. 3. Pertukaran gas : Pertukaran gas antara fase dengan substrat padat mempengaruhi proses fermentasi. Fermentasi menggunakan Aspergillus niger Proses fermentasi terjadi melalui serangkaian reaksi biokimiawi yang mengubah bahan kering bahan menjadi energi (panas), molekul air (H 2 O) dan CO 2 (Fardiaz, 1988). Energi untuk pertumbuhan kapang dapat berasal dari karbohidrat, protein, lemak, mineral, dan zat lain pada substrat (wheat bran). Kapang merupakan mikroorganisme oleaginous yang paling tepat untuk menghasilkan lemak dibandingkan dengan bakteri dan khamir. Hal ini disebabkan karena kapang lebih mudah ditangani, dapat mendegradasi sumber karbon (C) yang kompleks dan mampu tumbuh cepat pada limbah serta dapat menghasilkan berbagai asam lemak (Sumanti et al., 2009). Perubahan bahan kering dapat terjadi karena pertumbuhan mikroorganisme, proses dekomposisi substrat dan perubahan kadar air. Perubahan kadar air terjadi akibat evaporasi, hidrolisis substrat atau produksi air metabolik (Gervais 2008). Fermentasi dapat didefinisikan sebagai perubahan gradual oleh enzim beberapa bakteri, khamir dan jamur (Hidayat et al. 2006). Kadar air mempengaruhi pertumbuhan bakteri dan dinamika yang terjadi selama proses ensilase karena air dibutuhkan untuk sintesis protoplasma mikroorganisme dan melarutkan senyawa organik. Selama fermentasi, terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga terjadi perubahan ph, kelembaban, aroma dan beberapa gizi lainnya (Paderson, 1971). Pertumbuhan kapang juga dipengaruhi oleh ph, suhu, dan kebutuhan oksigen yang diatur cermat (Smith et.al., 1980). Thanh dan Wu (1976) menyatakan bahwa pertumbuhan kapang yang maksimal perlu ditunjang dengan kandungan nutrient dasar yang merupakan sumber karbon, nitrogen, energi, mineral, dan vitamin. Jamarun et al. (2001) menjelaskan bahwa kapang yang mempunyai pertumbuhan dan perkembangbiakan yang baik akan merubah lebih banyak 7
komponen penyusun media menjadi suatu massa sel, sehingga akan terbentuk protein yang berasal dari tubuh kapang itu sendiri dan dapat meningkatkan protein kasar dari bahan. Sehingga dengan adanya penambahan bahan anorganik dan semakin besar penambahan bahan anorganik dapat semakin meningkatkan kadar protein. Peningkatan kandungan protein yang sejalan dengan pertumbuhan kapang (jamur) dikarenakan tumbuhnya jamur terdiri dari elemen yang mengandung nitrogen. Selain itu enzim yang dihasilkan oleh jamur juga merupakan protein (Noferdiman et al., 2008). Menurut Perlman (1979), enzim ekstraseluler yang dihasilkan di dalam sel mikroba dan dikeluarkan dari sel ke medium fermentasi untuk menghidrolisis dan mendegradasi komponen kompleks substrat menjadi senyawa yang lebih sederhana yang mudah larut dan lebih mudah diserap oleh mikroba, selanjutnya akan dapat membantu pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba itu sendiri. Hal ini didukung oleh Garraway dan Evans (1984) yang menyatakan dinding sel jamur mengandung 6.3% protein, sedangkan membran sel pada jamur yang berhifa mengandung protein 25-45% dan karbohidrat 25-30%. Sedangkan menurut Saono (1974) sel kapang mengandung protein sebesar 13-44%. Pertumbuhan jamur menggunakan karbon dan nitrogen untuk komponen sel tumbuh jamur (Musnandar, 2004). Hal ini terjadi karena selama fermentasi, kapang Aspergillus niger menggunakan zat gizi (terutama karbohidrat) untuk pertumbuhannya dan kandungan protein meningkat. Pertumbuhan miselia kapang dapat meningkatkan kandungan serat kasar karena terbentuknya dinding sel yang mengandung selulosa (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). Dinding sel terdiri dari karbohidrat, seperti selulosa, hemiselulosa, pektin, dan bagian non karbohidrat (Winarno et al, 1983). Aspergilus niger adalah kapang anggota genus Aspergilus, famili Eurotiaceae, ordo Eutiales, sub kelas Plectomycetetidae, kelas Ascomycetes, sub divisi Ascomycotina dari divisi Amastigmycota, Aspergilus niger mempunyai kepala yang besar, dipak secara padat, bulat dan berwarna hitam coklat atau ungu coklat (Gambar 2). Kapang ini mempunyai bagian yang khas yaitu hifa aseptat, spora yang bersifat aseksual dan tumbuh memasang di atas stigma, mempunyai sifat aerobik, sehingga dalam pertumbuhannya memerlukan oksigen dalam jumlah yang cukup. Aspergilus niger termasuk mikroba mesofilik dengan pertumbuhan maksimum pada 8
suhu 35 C 37 C. Derajat keasaman untuk pertumbuhan mikroba ini adalah 2-8.8 tetapi pertumbuhannya akan lebih baik pada kondisi asam atau ph yang rendah (Fardiaz, 1989). Ciri-ciri umum dari Apergillus niger antara lain : warna konidia kelam atau hitam kecoklatan dan berbentuk bulat, bersifat temofilik, tidak terganggu pertumbuhannya karena adanya peningkatan suhu, dapat hidup dalam kelembapan nisbi 80, dapat menguraikan benzoate dengan hidroksilasi menggunakan enzim benzoate-4 hidroksibenzoat menjadi 4-hidroksibenzoat, memiliki enzim 4- hidroksibenzoat hidroksilase yang dapat menghidroksilase 4-hidroksilasibenzoat menjadi 3,4-dihudroksi benzoate, natrium dan formalin dapat menghambat pertumbuhan Aspergillus niger, dapat hidup dalam spons, dapat merusak bahan pangan yang dikeringkan atau bahan uang memiliki kadar garam tinggi, dan dapat mengakumulasi asm sitrat. Gambar 2. Aspergillus niger Sumber : Singh et al. (2011) Aspergillus niger adalah salah suatu jenis mikroorganisme yang berkemampuan baik dalam menghasilkan enzim. Beberapa jenis enzim yang penting penerapannya dalam bidang industri pertanian yang dapat dihasilkan oleh Aspergillus niger adalah amilase, selulase (Frazier dan Westhoff, 1981) dan amiloglukosidase (Blain, 1975). Enzim yang dapat menghidrolisis ikatan β(1-4) pada selulosa adalah selulase. Mekanisme hidrolisis selulosa oleh enzim selulase dapat dilihat pada Gambar 3. 9
Gambar 3. Mekanisme hidrolisis selulosa Sumber : Wikipedia (2012) Beberapa hasil penelitian dilaporkan bahwa penggunaan Aspergillus niger dalam proses fermentasi adalah yang terbaik. Tarram (1995) meneliti onggok yang difermentasi dengan Aspergillus niger selama enam hari dan mampu meningkatkan protein murni 25.75% dan kehilangan bahan kering 16.8%. Penelitian Palinggi (2003) menghasilkan bahwa dedak halus yang diinkubasikan dengan Aspergillus niger sebanyak 5 g/kg bahan dan kemudian ditambah air 100%, kandungan proteinnya meningkat dari 10% menjadi 18.30%. Menurut Kompiang (1993), fermentasi Aspergillus niger pada onggok dapat meningkatkan kadar proteinnya dari 1-2% menjadi 18-25% yang ditambahkan dengan mineral. Akmal dan Mairizal (2003) menyatakan bahwa pada proses fermentasi pada bungkil kelapa dengan menggunakan Aspergillus niger dapat meningkatkan protein kasar dari 22.41 menjadi 35.27%. Peningkatan protein disebabkan peningkatan aktivitas mikroba yang mengubah nitrogen anorganik menjadi protein sel. Raharjo et.al (2000) menyatakan bahwa evaluasi nilai nutrisi pollard gandum terfermentasi dengan Aspergillus niger dapat meningkatkan kandungan protein pollard meningkat lebih dari 100% dan meningkatkan kandungan komponen serat 27-34%. Menurut Bintang et al. (1998) menjelaskan bahwa kandungan gizi bungkil inti sawit setelah difermentasi dengan Aspergillus niger dapat meningkatkan kandungan protein kasar sebesar 76.60%, 10
protein sejati sebesar 33.83%, dan kadar abu sebesar 121.43%, serta dapat menurunkan kandungan lemak kasar sebesar 30.21%. Peningkatan kandungan protein juga dilaporkan oleh Zurriyati (1995) bahwa protein murni elod sagu meningkat sebesar 14.97% dari 1.52% menjadi 16.49% setelah difermentasi dengan Aspergillus niger. Menurut Mirwandhono dan Zulfikar (2004), menyatakan bahwa Apergillus niger sampai fermentasi 6 hari masih melakukan perombakan terhadap bahan kering yang ditandai dengan masih tumbuhnya miselia dan kandungan lemak kasar semakin turun karena kapang telah mencapai pertumbuhan yang eksponensial. Mirwandhono dan Zulfikar (2004) menyatakan limbah kelapa sawit yang difermentasi dengan Aspergillus niger mengalami kehilangan bahan kering sekitar 20-37%. Menurut Mirwandhono et al. (2006), menyatakan bahwa fermentasi 2 sampai 4 hari dapat menurunkan serat kasar, akan tetapi pada fermentasi 6 hari serat kasar kembali mengalami peningkatan serat kasar seiring dengan pertumbuhan jamur yang semakin pesat dan terjadi juga penurunan lemak kasar. Menurut Miskiyah (2006), penurunan lemak disebabkan karena Aspergillus niger dapat memproduksi enzim lipase sehingga lemak yang terkandung di dalam bahan dapat menurun. Suhartono (1989) dan Wang et al. (1996), selain menggunakan karbohidrat sebagai sumber energi, kapang juga dapat memanfaatkan lemak sebagai sumber energi untuk pertumbuhannya. Taram (1995) melaporkan bahwa perlakuan lama fermentasi dengan jenis kapang Aspergillus niger selama 6 hari pada onggok, mampu meningkatkan kandungan protein murni dari 0.75% sampai 25.72%, kandungan serat kasar dari 15.46% menjadi 16.80%, dan kadar abu dari 2.25% menjadi 4,24%, sedangkan perubahan bahan kering dari 22.72% menjadi 13.75%. Menurut Suhartono (2001) fermentasi onggok dengan Aspergillus niger pada lama fermentasi 6 hari mampu meningkatkan kadar abu dari 0.75% menjadi 4.05%, protein kasar dari 1.85% menjadi 5.03%, dan menurunkan serat kasar dari 8.40% menjadi 6.64%. Menurut penelitian Putri et al. (2009) lama fermentasi Aspergillus niger yang terbaik pada onggok adalah selama enam hari karena mampu meningkatkan kandungan protein kasar dari 2.56% menjadi 4.47%, kadar abu dari 4.34% menjadi 4.47%, dan menurunkan kandungan serat kasar dari 6.74% menjadi 5.26%. 11
Pertumbuhan Mikroorganisme Pertumbuhan mikroorganisme merupakan puncak aktivitas fsiologis yang saling mempengaruhi secara berurutan. Proses pertumbuhan ini sangat kompleks mencakup pemasukan nutrient dasar dari lingkungan ke dalam sel, konversi bahanbahan nutrient menjadi energi dan berbagai konstituen vital sel serta perkembang biakan. Pertumbuhan mikroorganisme ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa sel serta kecepatan pertumbuhan tergantung lingkungan dan kimia. Menurut Gadjar dan Wellyzar (2006) pertumbuhan kapang mempunyai beberapa fase, antara lain : 1. Fase lag, yaitu fase penyesuaian sel-sel dengan lingkungan pembentukan enzim-enzim untuk mengurai substrat. 2. Fase akselerasi, yaitu fase mulainya sel-sel membelah dan fase lag menjadi fase aktif. 3. Fase eksponensial, merupakan fase perbanyakan jumlah sel yang sangat banyak, aktivitas sel sangat meningkat, dan fase ini merupakan fase yang penting bagi kehidupan fungi. Pada awal fase-fase ini kita dapat memanen enzim-enzim dan akhir pada fase ini. 4. Fase deselerasi, yaitu waktu sel-sel mulai kurang aktif membelah, kita dapat memanen biomassa sel atau senyawa-senyawa yang tidak lagi diperlukan oleh sel. 5. Fase stasioner, yaitu fase jumlah sel yang bertambah dan jumlah sel yang mati relatif seimbang. Kurva pada fase ini merupakan garis lurus yang horizontal. Banyak senyawa metabolit sekunder yang dapat dipanen pada fase ini. 6. Fase kematian dipercepat, jumlah sel-sel yang mati lebih banyak daripada selsel yang masih hidup. Kurva pertumbuhan suatu kapang dapat dilihat pada Gambar 4. Soeprijanto et al.(2009) menambahkan bahwa kapang Aspergillus niger melewati fase adaptasi dimulai pada jam ke 8, dilanjutkan dengan fase eksponensial pada jam ke 16-24. Fase stasioner merupakan jumlah kapang yang tumbuh sama dengan kapang yang mati, fase stasioner terjadi pada jam ke 40-100. Setelah jam ke 100 terjadi penurunan biomassa kapang yang mati lebih banyak yang tumbuh. 12
Gambar 4. Kurva pertumbuhan kapang: 1. fase lag, 2. fase akselerasi, 3. fase eksponensial, 4. fase deselerasi, 5. fase stationer, dan 6. fase kematian, Sumber : Gandjar dan Wellyzar (2006) 13