BAB II TINJAUAN FILOLOGIS. filologi yaitu, dimulai dari penjabaran deskripsi BMK, membuat kritik teks,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III KAJIAN ISI. dari pemikiran nenek moyang terdahulu. Dasar pemikiran serta teori-teori dasar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kumpulan beribu ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara

BAB I PENDAHULUAN. yang luas yang mencakup bidang kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan

BUKU MAKRIPATING KAPAL (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS DAN KAJIAN MISTIK)

Kawruh warnining udheng-udhengan (suatu tinjauan filologis) Budi Kristiono C UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. bangunan besar, benda-benda budaya, dan karya-karya sastra. Karya sastra tulis

Nilai Moral Dalam Serat Dongeng Asmadaya (Sebuah Tinjauan Filologi Sastra)

PATHISARI. Wosing těmbung: Sěrat Pangracutan, suntingan lan jarwanipun teks, kalěpasan.

BAB II KAJIAN TEORI. Filologi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu philos yang

UNGGAH-UNGGUHING BASA JAWI*

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara atau kerajaan tentu mempunyai sistem hirarki dalam

FORMAT PENULISAN PKL UNTUK MAHASISWA

TATA TULIS KARYA TULIS ILMIAH

BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN. (Ratna, 2004:34). Metode berfungsi untuk menyederhanakan masalah, sehingga

DAFTAR ISI. Hal I. FORMAT PENULISAN SECARA UMUM... 1 II. BAGIAN-BAGIAN TUGAS AKHIR... 5

BAB III METODE PENELITIAN

TATA TULIS BUKU TUGAS AKHIR. Fakultas Teknik Elektro 1

DAFTAR ISI. Hal I. FORMAT PENULISAN SECARA UMUM... 1 II. BAGIAN-BAGIAN TUGAS AKHIR... 6

Assalamu alaikum Wr. Wb. Sugeng enjang, mugi kawilujengan, kasarasan saha karaharjan tansah kajiwa kasalira kula lan panjenengan sedaya.

SÊRAT PURWAKA SURTI (Suatu Tinjauan Filologis)

INTERNSHIP & CAREER DEVELOPMENT (ICD) FE UNS 1

MEDIA PASINAON MAOS UKARA MAWI AKSARA JAWA KANTHI POP-UP BOOK KANGGE SISWA KELAS VII SMPN 1 IMOGIRI

BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. bahasa, dan sastra (Baried, 1983: 4). Cipta sastra yang termuat dalam naskah,

Mugi kawilujengan, kasarasan saha karaharjan tansah kajiwa kasalira kula lan panjenengan sedaya.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

BAB III OBJEK, METODE, DAN TEKNIK PENELITIAN

B. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi KI Kompetensi Dasar Indikator Pencapaian Kompetensi

Assalamu alaikum Wr. Wb. Sugeng siang, mugi kawilujengan, kasarasan saha karaharjan tansah kajiwa kasalira kula lan panjenengan sedaya.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan bangsa yang sangat kaya. Salah satu kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Tradisi tulis yang berkembang di masyarakat Jawa dapat diketahui melalui

BAB IV PENUTUP. ditarik kesimpulan dan saran sebagai berikut : A. Simpulan. 1. Sêrat Srutjar merupakan naskah jamak. Ditemukan tiga buah naskah yang

Tata Cara Penulisan Laporan Praktikum

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai cipta sastra karena teks yang terdapat dalam teks mengungkapkan

KAJIAN FILOLOGI SÊRAT DWIKARÅNÅ

ANALISIS SEMIOTIK TEKSKIDUNG RUMEKSA ING WENGI

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

Analisis Kesalahan Kalimat Teks Pidato Berbahasa Jawa Siswa Kelas IX di SMP Negeri 1 Kajoran Kabupaten Magelang Tahun Pembelajaran 2014/2015

BAB V PENUTUP. Hasil penelitian dan pembahasan naskah Sêrat Sêkar Wijåyåkusumå dan

PANDUAN PENULISAN LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL)

Bahasa Indonesia UMB TATA TULIS DALAM RAGAM ILMIAH. Kundari, S.Pd, M.Pd. Komunikasi. Komunikasi. Modul ke: Fakultas Ilmu. Program Studi Sistem

TATA CARA PENULISAN BUKU LAPORAN PROYEK AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada kertas, lontar, kulit kayu atau rotan (Djamaris, 1977:20). Naskah

Darmawasita: suntingan teks dan kajian isi BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PANDUAN PENULISAN LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN JURUSAN TEKNIK ELEKTRO POLITEKNIK NEGERI PONTIANAK

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang banyak masyarakat yang berburu naskah-naskah kuna

BAB I PENDAHULUAN. rahmat Allah SWT karena leluhur kita telah mewariskan khazanah kebudayaan

PEDOMAN PENULISAN TUGAS AKHIR TAHUN AKADEMIK 2012/2013

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) A. Kompetensi Inti 1. Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya

SERAT GAREBEG MULUD PB VII (SUNTINGAN TEKS DAN KAJIAN ISI)

BAB III CARA PENULISAN

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Perkembangan Islam di Indonesia khususnya pulau Jawa sangat

PAMBUDIDAYA NGIPUK-IPUK SAHA MEKARAKEN UNGGAH-UNGGUHING BASA JAWI

BUKU PEDOMAN PENULISAN SKRIPSI

8. Jenis bahan naskah

PROPOSAL DAN LAPORAN TUGAS AKHIR 2017

TANGGAP WACANA BUPATI KARANGANYAR WONTEN ING ACARA TATA CARA BANDERA PENGETAN DINTEN AMBAL WARSA PAMARINTAH KABUPATEN KARANGANYAR KAPING 99 WARSA 2016

BAB I PENDAHULUAN. tentang kehidupan, berbagai buah pikiran, gagasan, ajaran, cerita, paham dan

Penyusunan Skripsi dengan Tata Cara Penulisannya

PANDUAN PENULISAN TESIS MAGISTER MANAJEMEN UNIVERSITAS TELKOM

BAB 2 DESKRIPSI NASKAH

SÊRAT PANGLIPUR TIS-TIS (Suatu Tinjauan Filologis)

BAB 1 PENDAHULUAN. dulu sampai saat ini. Warisan budaya berupa naskah tersebut bermacam-macam

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

KAJIAN SEMIOTIK SYAIR SINDHEN BEDHAYA KETAWANG PADA NASKAH SERAT SINDHEN BEDHAYA

ANALISIS NILAI MORAL DAN SOSIOLOGI NOVEL KIRTI NJUNJUNG DRAJAT KARYA R. Tg. JASAWIDAGDA

TRANSLITERASI. Pengertian Transliterasi. Manfaat Transliterasi. Metode Transliterasi. Masalah-Masalah Transliterasi

KAJIAN FILOLOGI SÊRAT SÊKAR WIJÅYÅKUSUMÅ SKRIPSI

NASKAH SÊRAT KAWRUH MAHNITISMÊ (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)

BAB II KAJIAN TEORI. A. Pengertian Filologi. kebudayaan suatu bangsa melalui teks-teks tertulis di dalam naskah-naskah klasik

ILUSTRASI ADALAH PENGGAMBARAN AKAN SESUATU. ILUSTRASI DAPAT BERUPA TABEL DAN GAMBAR (GRAFIK, FOTO, DIAGRAM, BAGAN, PETA, DENAH, DAN GAMBAR LAINNYA).

TEKNIK DAN TATA CARA PENULISAN LAPORAN MAGANG

BAB III CARA PANALITEN. metode deskriptif. Miturut pamanggihipun Sudaryanto (1988: 62) metode

Format Skripsi Tujuan instruksional khusus:

FORMAT PROPOSAL PENELITIAN REGULER

SULUK DEWARUCI. (Suatu Tinjauan Filologis dan Kajian Isi)

KAJIAN FILOLOGI SÅHÅ PRANATANING GÊSANG ING SÊRAT PURWÅKARÅNÅ. Yesi Permata Eko Wardani

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

Tiyang Tani lan Tikus: Mewariskan Nilai Budu Pekerti bagi Anak melalui Dongen Klasik Jawa. Oleh : Supartinah Dosen PGSD FIP UNY

BAB I PENDAHULUAN. pikir manusia demi menunjang keberlangsungan hidupnya. Dalam Kamus Besar

TEKNIK ILUSTRASI DALAM PENULISAN ARTIKEL ILMIAH WASMEN MANALU

AMANAT DALAM CERITA MINTARAGA GANTJARAN KARYA PRIJOHOETOMO

TINJAUAN FILOLOGI DAN AJARAN MORAL DALAM SÊRAT DRIYABRATA

PEDOMAN TEKNIS PENULISAN TUGAS AKHIR MAHASISWA

SUNTINGAN TEKS DAN NILAI KEPAHLAWANAN DALAM ANGLINGWULAN MBÊDHAH KELANI (Suatu Tinjauan Filologis)

SÊRAT DONGÈNG BRAMBANG BAWANG SAHA DONGÈNG ARUMSARI (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)

Serat Pawukon di Surakarta (Sebuah Kajian Filologis dan Kodikologis)


SÊRAT SULUK ARTA-ARTI (Suatu Tinjauan Filologis)

TEKNIK ILUSTRASI DALAM PENULISAN ARTIKEL ILMIAH

LAMPIRAN I PERATURAN FAKULTAS NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG TATA PEMBENTUKAN PERATURAN FAKULTAS FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

RENCANA PELAKSANAAN PEMBALAJARAN

MEDIA PASINAON DOLANAN ULAR TANGGA CANGKRIMAN MIGUNAKAKEN PROGRAM MACROMEDIA FLASH PROFESSIONAL 8 KANGGE SISWA SMP KELAS VII

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teks yang ditulis dengan huruf bahasa daerah atau huruf Arab-Melayu. Naskah

BAB I PENDAHULUAN PEDOMAN PENULISAN KARYA ILMIAH ( SKRIPSI, TESIS, DISERTASI, ARTIKEL, MAKALAH, DAN LAPORAN PENELITIAN )

menyusun teks lisan sesuai unggahungguh. berbagai keperluan. C. Tujuan Pembelajaran

I. STRUKTUR PENULISAN TUGAS AKHIR. Susunan struktur Penulisan Tugas Akhir adalah sebagai berikut :

BAB V PENUTUP. ditemukan dua varian naskah, yaitu naskah Sêrat Driyabrata dengan nomor

BAB 4 PENUTUP. dan melakukan wawancara, kesulitan-kesulitan yang dialami oleh mahasiswa

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN FILOLOGIS Pada bab II ini menguraikan tentang tinjauan filologis yang dilakukan terhadap naskah BMK. Hal ini dilakukan untuk membahas permasalahan secara mendalam yang ada di dalam naksah. Tinjauan dilakukan sesuai dengan cara kerja filologi yaitu, dimulai dari penjabaran deskripsi BMK, membuat kritik teks, membuat suntingan teks yang dilengkapi dengan aparat kritik, dan terakhir terjemahan. A. Deskripsi Naskah Deskripsi naskah adalah suatu gambaran dan rincian mengenai wujud fisik naskah maupun isi naskah secara garis besar dengan tujuan untuk mempermudah pengenalan terhadap naskah beserta konteks isinya. Dalam bab ini, menguraikan deskripsi naskah BMK. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mendeskripsikan naskah antara lain menyangkut informasi atau data mengenai: (1) judul naskah; (2) nomor naskah; (3) tempat penyimpanan naskah; (4) asal naskah; (5) keadaan naskah; (6) ukuran naskah; (7) tebal naskah; (8) jumlah baris pada setiap halaman naskah; (9) huruf, aksara, tulisan; (10) cara penulisan; (11) bahan naskah; (12) bahasa naskah; (13) bentuk teks; (14) umur naskah; (15) identitas pengarang atau penyalin; (16) asalusul naskah; (17) fungsi sosial naskah; (18) iktisar teks/cerita (Emuch: 1986,2). Di bawah ini paparan mengenai hal tersebut : 40

41 1. Judul Naskah Buku maripating kapal (selanjutnya disingkat BMK). Judul tersebut terdapat pada sampul luar naskah. Selain itu terdapat juga pada teks BMK halaman 1 yaitu : punika makripat dhatêng kapal, pambuka katrangan Terjemahan: ini makrifat tentang kuda, keterangan awal Gambar 18: Sampul luar naskah BMK Gambar 19: Judul naskah terdapat dalam teks ( Naskah BMK hlm.1)

42 2. Nomor Naskah Naskah BMK terdapat pada beberapa katalog yaitu, A. Katalog Descriptive Catalogus of the Javanese manuscripts and Printed Book in the Main Libraries of Surakarta and Yogyakarta (Girardet Sutanto, 1983:384) pada nomor kodek 25565. B. Javanese Literature in Surakarta Manuscrips Volume 2 Manuscripts of The Mangkunegaran Palace (Nancy K. florida, 2000:388) dengan nomor kodek MN 579 N6 SMP 16-17/11. A. Katalog lokal Perpustakaan Reksa Pustaka Mangkunegaran katagori fauna flora halaman 23 nomor kodek N6. Adapun yang tertulis pada sampul luar naskah BMK adalah nomor kodek N6 3. Tempat Penyimpanan Naskah Naskah ini tersimpan di Perpustakaan Reksapustaka, Pura Mangkunegaran Surakarta. Dibuktikan dengan adanya cap atau stempel berbentuk oval tertulis KANTOOR REKSOPOESTOKO MANGKOENEGARAN pada lembaran kosong halaman pertama sebelum teks, dan halaman terakhir teks.

43 Gambar 18. Cap kepemilikan (Kantoor Reksopoestoko Mangkoenagaran) ( Naskah BMK lembar pertama setelah sampul depan) 4. Asal Naskah Tidak diketahui. 5. Keadaan Naskah Naskah ini secara umum dalam keadaan masih baik, yaitu tulisannya masih bisa dibaca, kertasnya masih mudah dibolak-balik. Sebagian besar lembaran naskah masih dalam satu jilidan, walaupun ada yang sudah lepas dari jilidan. Naskah BMK ini pada awalnya mempunyai halaman yang berisi teks sebanyak 31 halaman, akan tetapi setelah dilakukan observasi ke tempat penyimpanan naskah, yaitu Perpustakaan Reksa Pustaka Pura Mangkunegaran naskah ini hanya memuat 29 halaman saja. Setelah dilakukan analisis secara mendalam naskah ini ternyata tidak memiliki halaman 5 dan 6. Padahal, pada naskah BMK ini telah dilakukan penyelamanat berupa penempatan naskah pada box hitam. Akan tetapi hal ini tidak bisa mencegah kerapuhan kertas seiring berjalannya waktu. Sehingga peneliti menyimpulkan bahwa 1 lembar teks telah rapuh dan terlepas dari jilidannya yang hanya berupa ikatan tali jahit dan kemudian hilang.

44 6. Ukuran Naskah Tabel. 1 Ukuran Naskah BMK Ukuran lebar naskah Panjang Lebar 19 cm 14, 3 cm Ukuran teks (ruang tulisan) Panjang Lebar 17 cm 9,3 cm Ukuran margin Kanan Kiri Atas Bawah 2,2 cm 2,8 cm 1,5 cm 0,5 cm 7. Tebal naskah a. Tebal naskah adalah : 0,5 cm. b. Jumlah total halaman : 35 hlm. c. Jumlah halaman yang berisi teks : 29 hlm. d. Jumlah halaman yang hilang : 2 hlm. e. Halaman kosong sebelum teks : 1 lmb. f. Halaman sampul : 2 lmb.

45 8. Jumlah Baris Per Halaman Jumlah baris tiap halaman pada naskah BMK tidak selalu sama. Jumlah baris pada teks rata rata 19 baris per halaman. Jumlah baris pada teks yang dilengkapi dengan gambar ilustrasi rata-rata 4 baris per halaman. 9. Huruf, Aksara, Tulisan Huruf Aksara : Jawa : Jawa Carik Tulisan : Jarak antarbaris dan jarak antarhuruf teratur, Jarak antar baris dan antar huruf renggang sehingga mudah dibaca. Ditulis dengan tinta berwarna hitam dari awal hingga akhir teks. 10. Cara Penulisan a. Teks BMK ditulis dengan memanfaatkan kedua sisi kertas, yaitu bagian depan dan belakang atau recto verso. Penulisan diawali dari kanan ke kiri, memenuhi arah lebarnya. BMK merupakan teks yang berbentuk prosa atau gancaran. Dalam hal pengaturan paragraf, penulis menggunakan tanda pada seperti pada teks tembang. Tanda tersebut digunakan secara konsisten. b. Penulisan tanda baca dalam naskah BMK berupa pada lingsa ( ) dan pada lungsi ( ) sebagai keterangan titik. Selain digunakan sebagaimana mestinya, tanda koma atau pada lingsa digunakan juga sebagai penanda angka.

46 c. Cara Penomoran halaman tidak ada, hanya saja dilakukan penambahan dari tangan ketiga memakai angka Arab menggunakan pensil di sudut bawah sebelah kanan setiap halaman teks. d. Gambar yang memuat ilustrasi dalam naskah BMK diletakkan di tengah-tengah halaman. Teks sebagai keterangan ditulis di bawah gambar. Gambar 20: Gambar ilustrasi naskah BMK (Naskah BMK hlm.9) e. Penulisan naskah BMK juga mengalami beberapa kesalahan tulis, oleh karena itu diperlukan cara untuk pembenaran tulisan tersebut. Yaitu (a) mencoret atau mengarsir huruf yang dianggap

47 salah, (b) menggosok huruf yang dianggap salah, (c) memberikan dua sandhangan swara. Gambar 21: Pembetulan kesalahan tulis dengan dicoret atau diarsir (Naskah BMK hlm.23) Gambar 22: Pembetulan kesalahan tulis dengan kesalahan tulis dihapus (Naskah BMK hlm.20) Gambar 23: Pembetulan kesalahan tulis dengan kesalahan tulis diberi dua sandhangan swara (Naskah BMK hlm.13) 11. Bahan Naskah Naskah ini ditulis menggunakan media berupa buku tulis dengan kertas folio putih bergaris, tetapi sudah berubah warna menjadi kecoklatan. Hal ini disebabkan oleh cuaca dan termakan usia. Sampul naskah adalah soft cover atau kertas karton tipis berwarna hijau lurik.

48 12. Bahasa Naskah Teks dalam naskah ini menggunakan bahasa Jawa baru ragam krama. Akan tetapi terdapat penggunaan istilah sains atau ilmu pengetahuan yang membahas tentang pertumbuhan dan perkembangan kuda. Misalnya: poèl, rampas, lungse. Terdapat juga istilah mistik Islam atau tasawuf. Misalnya: makripat, wiradat ing dzad supe, dan wiradat ing dzad awon. 13. Bentuk Teks Naskah ini berbentuk gancaran yaitu prosa. Akan tetapi setiap awal paragraf dimulai dengan penanda bait/pada seperti pada teks naskah yang berbentuk tembang. setiap bab diakhiri dengan garis horizontal mengarah pada lebar teks. 14. Umur Naskah Umur naskah tidak dicantumkan tersurat maupun tersirat. Tidak ditemukan tanda-tanda untuk mengetahui umur naskah. Penentuan umur naskah BMK dapat diperkirakan berdasarkan bahasa yang digunakan, bentuk teks, dan penggunaan nama tokoh yang ada di dalam teks. A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk teks gancaran atau prosa. Berdasarkan pendapat J.J.Ras (1985) perkembangan penulisan menggunakan bentuk prosa di wilayah Jawa dilakukan selama abad ke-19.

49 C. Nama tokoh yang ada di dalam teks adalah terdapat pada teks halaman dua Sadaya wau tanpa samar awit mawi wawaton trang, ingkang sampun kayakinakên kaliyan ingkang Sinuhun Kalijaga, tuwin sampun kangupakatakên dhatêng para wali sadaya. Sampun mupakat sah mila kagêm waton ing karaton. Dening pratelanipun ing ngandhap punika. Terjemhan: Semua hal di atas dibahas secara jelas dengan menggunakan dasar yang jelas, yang sudah diyakinkan oleh Sinuhun Kalijaga, dan sudah disetujui oleh para wali. Sudah mufakat sah apabila keterangan yang membahasa tentang kuda ini digunakan sebagai dasar di Keraton. Adapun rinciannya di bawah ini. Dari kutipan ini terdapat nama salah satu tokoh Walisanga, yaitu Sinuhun Kalijaga atau yang biasa dikenal dengan Sunan Kalijaga. Berdasarkan keterangan diatas, maka naskah BMK diperkirakan ditulis kurang lebih sekitar akhir tahun 1900-an M. 15. Identitas Pengarang atau Penyalin Dalam naskah ini tidak ditemukan nama pengarang atau penyalin (anonim). Akan tetapi ditemukan catatan di akhir teks yang bertuliskan lêbda turangga yang berarti orang yang mahir dalam ilmu pengetahuan tentang kuda. 16. Asal-Usul Naskah Tidak diketahui asal-usul naskah yang tersimpan di Perpustakaan Reksa Pustaka Pura mangkunegaran.

50 17. Fungsi Sosial Naskah Fungsi sosial naskah BMK tidak ada, tetapi mempunyai fungsi sosial teks karena di dalam naskah BMK terdapat kandungan ilmu pengetahuan yang membahas kuda secara mendalam. Naskah BMK berfungsi sebagai bacaan umum lebih bermanfaat apabila dibaca oleh masyarakat yang berhubungan dengan hewan khususnya kuda. Dalam naskah BMK ini, dijelaskan sifat kuda sesuai umurnya. 18. Iktisar Teks/Cerita Naskah berjudul BMK berisi tentang pertumbuhan dan perkembangan kuda dari lahir bêlo hingga menjadi utamaning turangga kuda yang siap untuk ditunggangi atau bisa digunakan untuk meringankan pekerjaan manusia, dan kuda yang sudah tua lungse atau sudah tidak digunakan lagi. Dalam menjelaskan keadaan perkembangan kuda, penulis menerangkan lebih detail perihal jumlah, bentuk, warna gigi dan sifat kuda sesuai dengan umurnya. Bahkan dilengkapi dengan gambar ilustrasi mengenai keadaana perkembangan gigi bêlo hingga kuda dewasa.

51 B. Kritik Teks Kritik teks merupakan langkah awal dalam kerja filologi guna mendapatkan suntingan teks. Pengertian kritik naskah menurut Paul Maas dalam Darusuprapta (1984) ialah menempatkan teks pada tempat yang sewajarnya, memberikan evaluasi terhadap teks, meneliti atau mengkaji lembaran naskah, lembaran bacaan naskah yang mengandung kalimat atau rangkaian kata-kata tertentu. Metode kritik teks secara umum dapat dibedakan menjadi dua yaitu untuk metode edisi naskah tunggal dan metode edisi naskah jamak. Adapun yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode naskah tunggal. Dalam langkah kerja ritik teks ditemukan kelainan atau varian dalam penulisan naskah BMK, varian-varian tersebut meliputi lacuna, adisi, hypercorrect, dan ketidakkonsistenan kata. Hal ini kemudian dikelompokan menjadi beberapa jenis sebagai berukut: a. Lacuna : huruf, kata, kalimat, bait yang terlewati b. Adisi : bagian dari kata, suku kata, maupun kelompok kata yang kelebihan. c. Hypercorrect : perubahan ejaan karena pergeseran lafal. Pengelompokan kelainan atau varian naskah BMK disusun dalam bentuk. tabel untuk mempermudah pemahaman dibuat singkatan sebagai berikut: No. hlm. br : Nomor urut : Halaman varian penulisan pada teks BMK : Baris. Letak varian kata dalam teks BMK. Perhitungan baris dimulai dari paling atas baris 1 sampai bawah.

52 @ : edisi teks didasarkan pada pertimbangan linguistik # : edisi teks didasarkan pada konteks kalimat Tabel 2. Daftar kata yang termasuk dalam katagori Lacuna huruf No hlm br Teks BMK Edisi Arti 1. 2 14 Naming 6 ingkang Hanya 6 yang atas naming ingkang inggil inggil # 2. 4 11 Naming 6 ingkang inggil # Hanya 6 yang atas naming ingkang inggil 3. 18 11 Katumpakan Ditunggangi #@ 4. 18 16 Katupakan Poma@ Nasehat 5. 20 4 Pema Poma@ Nasehat 6. 18 17 Pema Panggalih@ # Pikiran Pagalih

53 7. 20 10 Panggalih@ # Pikiran 8. 22 14 Pagalih Panggalih@ # Pikiran 9. 25 17 Pagalih Panggalih@ # Pikiran Pagalih Tabel 3. Daftar kata yang termasuk dalam katagori Adisi huruf No hlm br Teks BMK Edisi Arti 1. 14 6 Bêlo@ Anak kuda 2. 13 10 3. 24 11 Bêllo Lungseng Lungse@# Dawêg@ Tidak digunakan lagi Sudah selesai Dangwêg

54 Tabel 4. Daftar kata yang termasuk dalam katagori Hypercorrect No hlm Br Teks BMK Edisi Arti 1. 1 4 Sagêd@ Bisa 2. 1 16 Sagêt pupak#@ Lengkap 3. 1 12 Nupak Sagêd@ Bisa 4. 2 5 Sagêt Kayakinakê n@# Diyakinkan 5. 2 8 Kayakimakên kamupakata kên@# Dimufakatka n 6. 7 4 kangupakatakên Wujudipun @ Bentuk Wujutipun

55 7. 13 3 Sagêd@ Bisa 8. 14 8 Sagêt Wiradat@ Cara 9. 14 8 Wiradad dzat@ sifat 10. 16 8 dzad Wiradat@ Cara 11. 16 9 Wiradad dzat@ sifat 12. 16 17 dzad Lantip@ Cerdas 13. 17 3 Lantib Bandhang@ # Berlari kencang Dhandhang

56 14. 17 6 Taksih@ Masih 15. 17 7 Têgsih Untunipun# Giginya 16. 17 19 Untonipun Sagêd@ Bisa 17. 18 12 Sagêt Bandhang@ # Berlari kencang 18. 19 10 Dhandhang Pambandha ngipun@# Berlarinya 19. 21 7 Pandhandhangipun Wiradat@ Cara 20. 21 7 Wiradad dzat@ sifat dzad

57 21. 23 8 Wiradat@ Cara 22. 23 8 Wiradad dzat@ sifat 23. 23 10 dzad Wiradat@ Cara 24. 23 11 Wiradad dzat@ sifat 25. 23 17 dzad Wiradat@ Cara 26. 23 17 Wiradad dzat@ sifat 27. 24 13 dzad Wiradat@ Cara Wiradad

58 28. 24 14 dzat@ sifat 29. 25 5 dzad Wiradat@ Cara 30. 25 5 Wiradad dzat@ sifat 31. 26 8 dzad Wiradat@ Cara 32. 26 9 Wiradad dzat@ sifat 33. 28 9 dzad Wiradat@ Cara 34. 28 9 Wiradad dzat@ sifat dzad

59 35. 30 5 Wiradat@ Cara 36. 30 6 Wiradad dzat@ sifat dzad C. Suntingan Teks Menurut Edwar Djamaris (1991) tujuan penyuntingan naskah adalah, pertama untuk mendapatkan kembali teks yang mendekati asli, teks yang autoritatis. Kedua untuk membebaskan teks dari segala macam kesalahan yang terjadi pada waktu penyalinannya sehingga teks itu dapat dipahami sebaik-baiknya. Secara umum penyuntingan teks dapat dibedakan dari jenis naskah yang akan disunting. Naskah tunggal atau yang berjumlah satu, dilakukan dengan dua metode, yaitu metode standard dan metode diplomatik. Sementara pada naskah jamak, atau naskah yang berjumlah lebih dari satu dapat dilakukan dengan metode gabungan dan metode landasan. Analisis suntingan teks naskah BMK, menggunakan metode standar. Dalam suntingan teks BMK disertai pedoman keterangan yang digunakan dalam menyajikan suntingan teks beserta aparat kritiknya sebagai berikut : a. Dalam suntingan teks, huruf kapital digunakan untuk menulis nama orang. Sedangkan kata atau kelompok kata lainnya ditulis dengan huruf kecil.

60 b. Simbol huruf /ê/ seperti ini dibaca seperti membaca kata bahasa Jawa êndhog yang berarti telur. Adapun contoh kata pada bahasa Indonesia seperti menara. c. Simbol huruf /è/ seperti ini dibaca seperti membaca kata bahasa Jawa yèn,yang berarti jika. Adapun contoh kata pada bahasa Indonesia seperti sukses. d. Simbol huruf /e/ seperti ini dibaca seperti membaca kata bahasa Jawa endah yang berarti indah. Adapun contoh kata pada bahasa Indonesia seperti sate. e. Penulisan kata dasar yang berakhiran huruf /h/ dan mendapat akhiran /e/, /-a/, /-an/, /-ane/, /-anira/ dalam penulisan aksara Jawa sering ditulis dengan fonem /y/ atau /w/. Adapun dalam suntingan teks, fonem akan ditulis dengan /h/. Misalnya penulisan kata kagaliya ditansliterasikan kagaliha kagaliya = kagaliha f. Pemakaian tanda hubung untuk penulisan kata ulang (reduplikasi) dalam teks misalnya kata ngatiyati ditransliterasikan ngati-ati. ngatiyati= ngati-ati. g. Penulisan dwipurwa (reduplikasi parsial) misalnya penulisan kata wawaton ditransliterasikan menjadi wêwaton.

61 wawaton = wêwaton. h. Penulisan teks dengan penggunaan (ô) dibaca [ɔ] langsung disunting misalnya penulisan kata sumongga ditransliterasikan sumangga. sumongga = sumangga. i. Kekhasan penulisan teks penggunaan sa rekan pada kata santasa dan manusa yang berarti sentausa dan manusia langsung disunting menjadi santosa dan manungsa. satasa = santosa manusa = manungsa j. Kesalahan penulisan kata yang terletak pada halaman 13 baris ke-12 dari atas seharusnya dapat dibaca pratelanipun akan tetapi karena huruf pa mendapat dua sandhangan swara berupa taling dan wulu, maka langsung disunting dan dibetulkan. pratelanipun k. Penulisan kata bayu atotipun langsung disunting bayu ototipun disesuaikan dengan penggunaan bahasa pada Jogjakarta dan Surakarta.

62 l. Dalam teks, tedapat angka Arab dalam kurung [1], [2], [3] sebagai tanda pergantian halaman dalam teks asli BMK. m. Penggunaan angka Arab berukuran kecil berada di atas kata 1,2,3 dst menunjukkan kritik teks yang disertai usulan kata terdapat di catatan kaki. Berikut ini adalah sajian suntingan teks naskah BMK disertai dengan aparat kritik sebagai kritik teks yang kemudian diusulkan pembetulan pada catatan kaki. Suntingan Teks BUKU MAKRIPATING KAPAL [1] Punika makripat dhatêng kapal, pambuka katrangan ingkang anjalari sagêt 1 sumêrêp ing wanci umuripun kapal. Awit kapal lair sangking biyungipun, ngantos dumugi sêpuh lungse botên kangge. Utawi pambuka katrangan, ingkang jalari sagêt 2 sumêrêp sadaya kawontênan manahipun ing kapal sadèrèngipun nupak. 3 Inggih kapal awit lair sangking biyungipun, ugi ngantos dumugi sê-[2] puh lungse botên kangge. Sadaya wau tanpa samar awit mawi wêwaton trang, ingkang sampun kayakimakên 4 kaliyan ingkang Sinuhun Kalijaga, tuwin sampun kangupakatakên 5 dhatêng para wali sadaya. Sampun mupakat sah mila kagêm waton ing Karaton. Dening pratelanipun ing ngandhap punika. Kapal bêlo awit lair sangking biyungipun, untu ingkang ngandhap naming 6 ingkang nginggil 6 i-[3]ji. Punika tanpa mawi cêmêng saha lêkok, tuwin warni alitalit pêthak. Manawi sampun kalampahan umur 1000 dintên, dados kirang langkung 1 sagêd @ 2 sagêd @ 3 pupak #@ 4 kayakinakên @# 5 kamupakatakên @# 6 naming 6 #

63 kapal bêlo umur 3 taun, punika wiwit poèl. Têgêsipun awit angrêntahakên untu bêlo amung sajodho ingkang têngah, ngantos dumugi umur 2000 dintên. Dados kirang langkung kapal bêlo umur 6 taun punika, rêntah-[4]ipun untu bêlo têlas. Inggih punika ingkang kawastanan rampas. Dening rampasipun wau manawi sampun kalampahan sataun. Dados kapal umur 7 taun punika, untu ingkang ngandhap naming 7 ingkang nginggil 6 iji wau wontên cêmêngipun sadaya ngantos dumugi umur 3000 dintên. Dados kirang langkung kapal umur 9 taun. Wondening [5] 8, [6] 9, [7] ni jêne, kados jênenipun jagung. Utawi waradin papak, tuwin warni wujutipun 10 untu agêng-agêng. Wondening sadaya katranganipun untu kapal wau, ingkang dados têtêngêr ing wanci umuripun kapal, kados ing ngandhap punika. [8] punika untu kapal bêlo awit lair sangking biyungipun, dumugi umur 3 taun. [9] 7 naming 6 # 8 halaman terlepas dari jilidan dan hilang. 9 halaman terlepas dari jilidan dan hilang. 10 wujudipun @

64 punika untu kapal umur 7 taun ngantos dumugi umur 9 taun. [10] punika untu kapal umur 10 taun tumindak ngantos dumugi umur 12 taun. [11]

65 punika untu kapal umur 13 taun tumindak ngantos dumugi umur 14 taun. [12] punika untu kapal umur 16 taun tumindak dumugi umur 18 taun sapanginggilipun. Lêbda turangga [13] punika makripat pambuka katrangan ingkang anjalari saget 11 sumêrêp, sadaya kawontênan manahipun ing kapal sadèrèngipun numpak. Inggih kapal awit 11 sagêd @

66 lair sangking biyungipun, ugi ngantos sêpuh lungseng 12 botên kangge. Wondening pratelanipun kados ing ngandhap punika. [14] punika untu kapal bêlo awit lair sangking biyungipun, ngantos dumugi umur 1000 dintên. Dados kirang langkung kapal bêllo 13 umur 3 taun. Punika kawuningan wiradad 14 ing dzad 15 supe. Ingkang anjalari nuwuhakên kawontênanipun manah, inggih supe. [15] 12 lungse @# 13 bêlo @ 14 wiradat @ 15 dzat @

67 punika untu kapal bêlo umur 4 taun tumindak. Wiwit angrêntahakên untu bêlo sajodho ingkang têngah, ngantos dumugi umur 2000 dintên. Dados kirang langkung kapal umur 6 taun. Punika anggènipun ang-[16]rêntahakên untu bêlo têlas. Anaming kapal bêlo ing nalika umur 4 taun tumindak, ngantos dumugi umur 6 taun wau, punika kadunungan wiradad 16 ing dzad 17 2 bab. Ingkang 1 bab kêndho bayu ototipun. Ingkang 2 bab èngêt. Dening èngêt wau, ingkang anjalari nuwuhakên kawontênanipun manah lantib 18 dhatêng pangajaran. Mila wau kapal bêlo ingkang dawêg [17] wanci umur sumantên, bilih katumpakan malah dhandhang 19 dhatêng pangajaran. 16 wiradat @ 17 dzat @ 18 lantip @ 19 bandhang @#

68 Anaming sami sumêrêpa, kapal wau manawi têgsih 20 untonipun 21 bêlo, bilih ngantos kaajar nyirig sapanunggilanipun, punika anggènipun dawêg kadunungan kêndho bayu ototipun Kalajeng kêndho sapanginggilipun, wau kapal bêlo bilih sampun rampas untonipun bêlo, punika botên sagêt 22 dados ka-[18]pal. Inggih kalajêng dados bêlo sapanginggilipun. Malah wêwah wulonipun lajêng tuwuh gèmbèl, kados ing nalika dawêg lair sangking biyungipun. Mangka kapal ingkang dawêg wanci umur sumantên wau, bilih katupakan 23 tansah dhandhang 24 dhatêng pangajaran. Malah kapara miwiti dhatêng kasagêdan. Amila pema 25 ingkang santosa ing pagalih. 26 Ingkang tansah èngêt, manawi numpa-[19]k kapal ingkang dawêg wanci umur sumantên. Punika amung kaèmplokana kimawon. Parlu naming nêdahakên margi ing radinan. Sampun pisan-pisan ananduki pandhandhangipun 27 kapal dhatêng pangajaran wau. Tur punika sangking kajêngipun pun kapal bêlo piyambak. Bilih ngantos dipunturuti, inggih lajêng sande kapal. Kados ingkang [20] sampun kapratelakakên ing ngajêng wau. Amila pema 28 wawêling punika ingkang tansah èngêt. Ingkang punika ing sarèhning sampun katrangakên mênggah ing pangagêman, kula amung sumangga ing pagalih. 29 [21] 20 taksih @ 21 untunipun # 22 sagêd @ 23 katumpakan # 24 bandhang @# 25 poma @ 26 panggalih @# 27 pambandhangipun @# 28 poma @ 29 panggalih @#

69 punika untu kapal umur 7 taun ngantos dumugi umur 3000 dintên. Dados kirang langkung kapal umur 9 taun. Punika kadunungan wiradad 30 ing dzad 31 birahi. Ingkang anjalari nuwuhakên kawontênanipun manah, sura tanpa duga, mangkrak murkangkara, nir baya wiweka, [22] tan langgêng lana. Ingkang makatên ing saèstonipun wau kapal tansah awon. Amila sami sumêrêpa, sadaya putra wayah kula ingkang sami rêmên ngingah kapal, tuwin rêmên nitih jaran, manawi kapal dawêg wanci umur sumantên, tamtu kadunungan ingkang makatên. Punika ing pagalih 32 sampun ngantos gêla tuwin cuwa, bilih ngantos gêla cuwa, mangka kapal kalampahan ngantos kabucal. [23] inggih punika bêgjanipun ingkang dumugèkakên ngingah, margi punika mangke, kapal wau manawi sampun dumugi ing wanci umuripun kadunungan wiradad 33 ing 30 wiradat @ 31 dzat @ 32 panggalih @# 33 wiradat @

70 dzad 34 awon. Lajêng kadunungan wiradad 35 ing dzad 36 sae, lêstantun sapanginggilipun. Amila sami kagaliha, wau kewan dawêg wanci umur kadunungan wiradad 37 ing dzad 38 awon. Inggih sampun bo-[24]tên kenging karaosakên. Ingkang awit manusya punika, sami-sami titahipun Hyang Maha Suci wontên ing ngalam donya. Punika botên wontên ingkang nyamèni ewadening manusya wau. Bilih dangwêg 39 ing wanci umur kadunungan wiradad 40 ing dzad 41 ingkang nuwuhakên angkara murka, dêgsura nir baya wiweka. Mungkuring parikrama, punika awis ingkang kenging [25] kaèngêtakên. Dening punika mangke, manawi sampun dumugi ing wanci umur kadunungan wiradad 42 ing dzad 43 ingkang nuwuhakên sae, punika mèh tanpa kaèngêtakên. Wau sadaya pratingkahipun ingkang awon kados dening mantun piyambak. Mila sadaya ingkang sami rêmên kapal, ing sarèhning sampun katrangakên, mênggah ing pangagêman, kula amung sumangga ing pagalih. 44 [26] 34 dzat @ 35 wiradat @ 36 dzat @ 37 wiradat @ 38 dzat @ 39 dawêg @ 40 wiradat @ 41 dzat @ 42 wiradat @ 43 dzat @ 44 panggalih @#

71 punika untu kapal umur 10 taun tumindak, ngantos dumugi umur 4000 dintên. Dados kirang langkung kapal umur 12 taun. Punika kadunungan wiradad 45 ing dzad 46 madya wêrda. Têgêsipun satêngah sêpuh. Inggih punika mêmpêng ingkang anjalari nuwuh-[27]akên kawontênanipun manah. Wiwit tata kautamaning turangga, sampun kathah manahipun ingkang lana, lêstantun sapanginggilipun. [28] 45 wiradat @ 46 dzat @

72 punika untu kapal umur 13 taun tumindak, ngantos dumugi umur 5000 dintên. Dados kirang langkung kapal umur 15 taun. Punika kadunungan wiradad 47 ing dzad 48 purwa wêrda. Têgêsipun wiwit sêpuh. Ingkang anjalari nuwuhakên kawontênani- [29] pun manah. Têtêp kautamaning turangga, jatmika nayaning aswa, nala surasaranta, titi têtêg ngati-ati, tan kewran sakèhing tatali, lêstantun sapanginggilipun. [30] punika untu kapal umur 16 taun tumindak, dumugi sapanginggilipun. Punika kadunungan wiradad 49 ing dzad 50 tuhu wêrda. Têgêsipun sampun têmên sêpuh. Ingkang anjalari nuwuhakên cêkak napas. Sudanipun ing roh, inggih punika kapal ingkang ka- [31]wastanan sêpuh lungse botên kangge. Amargi kapal punika wosipun ingkang dipunpitados amung satunggal, inggih amung napasipun. Mangka punika napasipun sampun cêkak, lêstantun sapanginggilipun. Sampun sah. cêtha lêbda turangga. 47 wiradat @ 48 dzat @ 49 wiradat @ 50 dzat @

73 D. Terjemahan Terjemahan adalah pemindahan bahasa dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Pemindahan bahasa ini tidak bisa terlepas dari unsur makna. Makna yang ada dalam bahasa sumber seharusnya juga sama dengan makna dalam bahasa sasaran. Hasil terjemahan yang baik adalah kesesuaian makna dari bahasa sumber ke bahasa sasarannya. Proses terjemahan tidak hanya mengubah atau memindahkan sebuah teks dari bahasa sumber ke bahasa sasaran, akan tetapi juga memindahkan kandungan isi, pengetahuan sesuai dengan makna dalam bahasa asalnya. Secara garis besar, Catford (1974) membagi terjemahan menjadi tiga jenis : 1. Terjemahan kata per kata : terjemahan yang tiap-tiap kata teks bahasa sumber diikuti oleh kata-kata yang sepadan dalam bahasa sasaran. Jenis terjemahan ini terikat oleh bentuk. Kata kerja dalam bahasa sumber juga harus diikuti kata kerja dalam bahasa sasaran, jika dalam bahasa sumber berupa kata benda terjemahannya juga kata benda, dan semacamnya. 2. Terjemahan harfiah : terjemahan antara terjemahan kata per kata dan terjemahan bebas, berada di antara terjemahan kata per kata dan terjemahan bebas. Menerjemahkan secara harfiah dimulai dari menerjemahkan kata per kata kemudian gramatikanya disesuaikan dengan bahasa sasaran 3. Terjemahan bebas : terjemahan yang tidak terikat oleh bentuk satuansatuan kebahasaan. Satuan kata dalam teks sumber terjemahannya tidak harus berupa kata, tetapi boleh berupa frase atau kalimat.

74 Dari ketiga jenis terjemahan di atas, untuk memperoleh interpretasi isi yang terkandung dalam naskah, maka digunakan jenis terjemahan bebas. Dalam penelitian naskah Jawa, hasil alih aksara akan diterjemahkan ke dalam bahasa nasional atau Bahasa Indonesia. Terjemahan Teks Buku Makrifat Tentang Kuda [1] ini makrifat tentang kuda, keterangan awal tentang kuda yang bisa digunakan sebagai acuan penunjuk umur kuda. Mulai dari kuda terlahir dari induknya, sampai tua lungse dan tidak bisa digunakan lagi, atau keterangan yang bisa digunakan untuk penunjuk sifat kuda secara keseluruhan sebelum kuda bergigi lengkap, yaitu kuda yang terlahir dari induknya hingga tua lungse [2] dan tidak bisa digunakan lagi. Semua hal di atas dibahas secara jelas dengan menggunakan dasar yang jelas, yang sudah diyakinkan oleh Sinuhun Kalijaga, dan sudah disetujui oleh para wali. Sudah mufakat sah apabila keterangan yang membahasa tentang kuda ini digunakan sebagai dasar di Keraton. Adapun rinciannya di bawah ini. Anak kuda yang lahir dari induknya, gigi yang ada pada rahang bawah ada 6 buah dan rahang atas berjumlah 6 [3] buah. Gigi-gigi ini tidak berwarna hitam dan berlekuk-lekuk, akan tetapi berbentuk kecil-kecil berwarna putih. Apabila kuda sudah memasuki umur 1000 hari, jadi kurang lebih anak kuda telah berumur 3 tahun ini mulai poèl. Poèl artinya merontokan gigi anak kuda dimulai dari sepasang gigi yang berada di tengah, hal ini terjadi sampai umur 2000 hari. Jadi kurang lebih anak kuda yang telah berumur 6 tahun ini, peristiwa merontokan [4] gigi selesai.

75 Ketika kuda sudah merontokan gigi dan kemudian digantikan dengan gigi yang baru maka dinamakan rampas. Adapun peristiwa rampas itu apabila sudah terjadi selama setahun. Jadi kurang lebih kuda berumur 7 tahun ini, gigi yang ada di rahang bawah berjumlah 6 buah dan rahang atas berjumlah 6 buah dan semuanya berwarna hitam. Sampai mencapai umur 3000 hari. Jadi kurang lebih kuda berumur 9 tahun. Adapun [5], [6], [7] gigi anak kuda berwarna jêne yaitu putih kekuning-kuningan, seperti warna jêne pada warna jagung, atau berbentuk rata dan rapi. Gigi-gigi kuda yang berwarna jêne ini berbentuk besar-besar. Adapun semua keterangan gigi kuda di atas dijadikan sebagai penunjuk dan acuan umur kuda, rinciannya seperti di bawah ini. [8] ini adalah gigi anak kuda yang terlahir dari induknya hingga berumur 3 tahun.[9]

76 ini adalah gigi kuda berumur 7 tahun hingga berumur 9 tahun. [10] ini adalah gigi kuda berumur 10 tahun berjalan hingga berumur 12 tahun. [11]

77 ini adalah gigi kuda berumur 13 tahun berjalan hingga berumur 14 tahun. [12] ini adalah gigi kuda berumur 16 tahun berjalan hingga berumur 18 tahun dan seterusnya. Lebda turangga [13] ini makrifat tentang kuda, keterangan awal tentang kuda yang bisa digunakan penunjuk dan acuan sifatkuda sebelum ditunggangi, yaitu mulai kuda yang terlahir dari induknya, hingga tua lungse dan tidak bisa digunakan lagi. Adapun rinciannya tertera di bawah ini. [14]

78 ini gigi anak kuda mulai terlahir dari induknya, sampai berumur 1000 hari. Jadi kurang lebih anak kuda berumur 3 tahun. Pada umur ini, dinamakan keadaan sifat lupa. Yang menyebabkan keadaan sifatnya itu adalah lupa. [15]

79 ini gigi anak kuda berumur 4 tahun. Anak kuda ini mulai merontokan gigi-giginya dimulai dari sepasang gigi yang berada di tengah, sampai berumur 2000 hari. Jadi kurang lebih kuda berumur 6 tahun, peristiwa [16] merontokannya habis. Sementara itu anak kuda ketika memasuki umur 4 tahun, sampai berumur 6 tahun ini dinamakan keadaan yang menyangkut 2 sifat. Yaitu bab 1 keadaan mulai mengendor otot-ototnya. Yang bab 2 ingat. Adapun ingat ini, yang menyebabkan tumbuhnya keadaan sifat kuda yang cerdas dalam pembelajaran. sehingga anak kuda yang sudah [17] genap usia sekian jika ditunggangi justru berlari kencang terhadap pembelajaran. Akan tetapi ketahuilah, bahwa kuda itu apabila masih mempunyai gigi anak kuda jika sampai diajari berjalan, berlari-lari kecil dan seterusnya ini bisa dilakukan saat keadaan mulai mengendor otot-ototnya. Ini tidak bisa menjadi [18] kuda. Akan tetapi tetap menjadi anak kuda seterusnya. Justru akan tumbuh bulu hingga lebat, seperti ketika kuda terlahir dari induknya. Maka kuda yang sudah genap berumur sekian, jika ditunggangi akan selalu berlari kencang pada pembelajaran. justru akan mulai bisa dikendalikan. Sehingga harus serius kukuh pada pikirannya. Yang selalu [19] diingat apabila menunggangi kuda yang genap berumur sekian ini adalah ikutilah kemauannya saja. Hanya perlu mengajarinya berjalan di jalan yang rata. Jangan sekali-kali menambah kecepatan lari kuda pada saat pembelajaran. juga ini dari keinginan anak kuda itu sendiri. Bila sampai dituruti kemudian kuda itu tidak mau diajari lagi, seperti yang sudah dijelaskan di atas. Maka akhirnya kuda ini akan selalu ingat. Yang seperti ini karena sudah [20] dijelaskan bagaimana cara memperlakukan kuda selanjutnnya saya hanya mempersilahkan berfikir ulang. [21]

80 ini adalah gigi kuda berumur 7 tahun hingga berumur 3000 hari. Jadi kurang lebih kuda berumur 9 tahun ini, ketepatan masa kuda dalam sifat birahi. Yang menyebabkan keadaan sifat dan sifatini adalah serba tanpa dugaan, hanya teriakteriak, tanpa bisa berhati-hati [22] tidak lestari selamanya. Keadaan seperti ini sebenarnya ketika kondisi kuda senantiasa galak. Sehingga ketahuilah anak cucu saya semua yang menyukai memelihara kuda, juga menyukai menunggang kuda, apabila kuda genap umur sekian ini, pasti dalam keadaan seperti ini. Sehingga jangan sampai kecewa dan menyesal karena apabila sampai kecewa maka kuda bisa-bisa akan kalian buang. [23] Akan tetapi beruntunganlah bagi orang yang memelihara dan hingga bisa ternak kuda. Kuda apabila sudah sampai pada umur keadaan sifat buruk, kemudian keadaan sifat baik dan lestari seterusnya. Sehingga mari dipikirkan kembali ketika kuda genap berumur keadaan sifat buruk. Yaitu jangan sampai dirasakan. [24] Karena manusia dan hewan adalah sama-sama mahluk Tuhan yang Maha Suci yang ada di alam dunia ini. keadaan ini tidak ada yang menyamai walaupun manusia itu. Apabila kuda genap pada umur keadaan sifat yang menyebabkan kemarahan, tidak

81 mengerti tata krama, tidak berhati-hati pada keburukan, hilangnya kerumitan itu, inilah pelajaran mahal yang harus selalu [25] diingat. Adapun saat nanti apabila sudah pada umur keadaan sifat yang menumbuhkan kebaikan, kejadian di atas sudah dilupakan. Semua itu kelakuan yang buruk seperti sembuh sendiri. Sehingga semua orang yang menyukai kuda, karena sudah diterangkan di atas bagaimana merawat dan memperlakukannya, saya hanya mempersilahkan dipikir ulang. [26] ini adalah gigi kuda selama berumur 10 tahun hingga berumur 4000 hari. Jadi kurang lebih kuda berumur 12 tahun ini keadaan sifat madya wêrda, maksudnya setengah tua. Yaitu keadaan kuda dalam keadaan yang menumbuhkan [27] sifat rajin. Mulai dari keutamaan turangga, sudah banyak keadaan hatinya yang tetap, lestari seterusnya. [28]

82 ini adalah kuda selama berumur 13 tahun hingga umur 5000 hari. Jadi kurang lebih kuda berumur 15 tahun ini keadaan sifat purwa wêrda, maksudnya mulai tua. Yang menyebabkan tumbuhnya keadaan [29] hati. Tetap keutamaan turangga, tingkah laku yang sopan, hati yang merasa sedih, teliti cermat dan hati-hati, tidak menyerah pada banyaknya rintangan, lestari seterusnya. [30] ini gigi kuda memasuki umur 16 tahun, seterusnya sampai kuda mati. Ini dinamakan keadaan sifat tuhu wêrda, maksudnya sudah benar-benar tua. Pada umur ini, nafas

83 kuda mulai pendek. Berkurangnya roh. Yang seperti inilah kuda yang disebut [31] tua lungse dan tidak dapat digunakan lagi. Karena inti yang dicari pada kuda hanya satu yaitu nafasnya. Maka nafas kuda yang pendek-pendek itu sudah lestari sampai kuda mati. Sudah sah. Jelas lêbda turangga