PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Hutan Register 19 semula ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung berdasarkan

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

I. PENDAHULUAN. kayu, rotan, getah, dan lain-lain, tetapi juga memiliki nilai lain berupa jasa

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1)

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan dan memperbaiki kualitas lingkungan. besar sementara wilayah kawasan lindung dan konservasi menjadi berkurang.

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

commit to user BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai, yang berfungsi menampung,

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai merupakan suatu sistem alam yang menjadi

2016 EVALUASI LAJU INFILTRASI DI KAWASAN DAS CIBEUREUM BANDUNG

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

PENDAHULUAN 1 BAB I. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawah Tengah. DAS Garang terdiri dari tiga Sub DAS yaitu Kripik, Kreo

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV. GAMBARAN UMUM. Kota Bandar Lampung merupakan Ibu Kota Provinsi Lampung. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik. A. Kondsi Geografis

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. mengalami peremajaan secara berkesinambungan (Alibasyah, 1996).

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011)

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

V. SIMULASI LUAS HUTAN TERHADAP HASIL AIR

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam

VI. DISKUSI UMUM DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Kita tidak dapat

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

TINJAUAN PUSTAKA. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

B A B I PE N D A H U L U A N. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Provinsi Lampung yang dikukuhkan berdasarkan Undang-Undang Negara Republik

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

SEMINAR HASIL PENELITIAN

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2015 PROYEKSI KEBUTUHAN AIR BERSIH PENDUDUK KECAMATAN INDRAMAYU KABUPATEN INDRAMAYU SAMPAI TAHUN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya

MODEL USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI BERBASIS KONSERVASI DI DAERAH HULU SUNGAI CIKAPUNDUNG

I. PENDAHULUAN. di Jawa dengan wilayah tangkapan seluas ribu kilometer persegi. Curah

Transkripsi:

PENDAHULUAN Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan dan merupakan salah satu unsur yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia dan mahkluk hidup lainnya di muka bumi. Berdasarkan UU Sumberdaya Air (SDA) No. 7 tahun 2004, (pasal 5) dinyatakan bahwa Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kebutuhannya yang sehat, bersih dan produktif. Hal ini berarti negara wajib menyelenggarakan berbagai upaya untuk menjamin ketersediaan air bagi setiap orang di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan air, kerusakan sumberdaya air juga tidak dapat dihindari. Apabila tidak segera diatasi maka hal ini berpotensi menyebabkan kelangkaan air (water scarcity) di masa yang akan datang. Kerusakan tersebut diakibatkan oleh: (a) pertumbuhan penduduk, (b) pertumbuhan sektor industri dan sektor-sektor lainnya, dan (c) peningkatan aktivitas pembangunan yang mengeksploitasi sumberdaya alam secara intensif dan berlebihan. Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan sektor industri maupun sektor lainnya akan meningkatkan permintaan kebutuhan air dalam jumlah yang cukup besar. Peningkatan kebutuhan air ini tidak diimbangi oleh jumlah air yang tersedia, karena sumberdaya air di dunia termasuk di Indonesia jumlahnya relatif tetap. Aktivitas pembangunan yang mengeksploitasi sumberdaya alam secara intensif dan berlebihan mempercepat kerusakan sumberdaya air sehingga berdampak terhadap penurunan ketersediaan air. Indonesia sebagai negara tropis basah mempunyai curah hujan yang cukup tinggi yaitu 4.000 mm/tahun, namun beberapa daerah memiliki curah hujan yang rendah yaitu 800 mm/tahun. Meskipun potensi curah hujan cukup tinggi, namun pada kenyataannya aliran dasar (base flow) yang terjadi secara kontinyu setiap tahun hanya sekitar 25 30% dari aliran permukaan total. Berdasarkan hasil perhitungan dari data curah hujan, ketersediaan air di Indonesia sebanyak 3.279 Milyar m 3 / tahun sedangkan jumlah kebutuhan air sebesar 88,5 Milyar m 3 /tahun (Pawitan et al., 1997).

Apabila dinyatakan dalam nilai Indeks Ketersediaan Air (IKA) dengan jumlah penduduk sekitar 230 juta jiwa pada tahun 2000, maka IKA Indonesia adalah sebesar 14.000 m 3 /orang/tahun. Namun demikian, apabila laju pertumbuhan penduduk tidak terkendali maka nilai IKA akan turun secara drastis hingga ambang toleransi sebesar 1.000 m 3 /orang/tahun (Pawitan et al., 1997). Provinsi Lampung memiliki sumberdaya alam cukup besar, antara lain memiliki luas daratan 35.376 km 2, panjang garis pantai 1.105 km (pulau kecil), serta luas wilayah perairan 16.623,3 km 2. Sebelah selatan dan barat merupakan daerah yang berbukit-bukit sebagai sambungan dari jalur pegunungan Bukit Barisan Selatan dan merupakan hulu dari sungai-sungai yang mengalir di Provinsi Lampung. Bagian tengah dan timur relatif datar berupa rawa-rawa, dan sebagian lagi merupakan habitat mangrove. Sampai saat ini kondisi sumberdaya alam di Provinsi Lampung sudah sangat menghawatirkan akibat adanya berbagai kegiatan pembangunan yang kurang bijaksana. Kondisi topografi di Provinsi Lampung sangat beragam berkisar dari dataran sampai pegunungan. Kondisi demikian sangat potensial menyebabkan peningkatan aliran permukaan dan erosi yang tinggi, yang pada gilirannya dapat menimbulkan dampak negatif baik pada lahan itu sendiri (on site) maupun wilayah hilirnya (off site). Hal ini dapat terjadi manakala pemerintah daerah dan sektor swasta melakukan kegiatan ekploitasi sumberdaya alam khususnya sumberdaya lahan tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air yang memadai (tidak rasional). Umumnya bagian hulu daerah tangkapan air merupakan kawasan hutan, sehingga untuk memperkirakan degradasi sumberdaya air tidak dapat mengabaikan keberadaan dan kondisi hutan. Luas hutan di Provinsi Lampung 1.004.735 ha (30,3 % dari luas daratan), tingkat kerusakan hutan khususnya di kawasan konservasi (Taman Nasional, Cagar Alam, dan Tahura) telah mencapai 43%, hutan lindung 64%, dan hutan produksi mencapai 80% (Dinas Kehutanan Prov. Lampung, 2000). Kerusakan hutan tersebut diperkirakan mempengaruhi kondisi hidrologis DAS bersangkutan. Hal ini sejalan dengan pendapat Sinukaban (2007), bahwa penebangan hutan secara sembarangan di bagian hulu DAS dapat mengganggu distribusi aliran sungai di bagian hilir. 2

Selain itu, penerapan agroteknologi yang tidak sesuai atau kurang memadai dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas air yang mengalir di bagian hilir. Keberadaan Kota Bandar Lampung memiliki peran yang sangat strategis, karena Kota Bandar Lampung merupakan ibukota Provinsi Lampung. Sebagian besar kebutuhan air minum Kota Bandar Lampung dipasok oleh PDAM, dimana sumber air bakunya berasal dari sungai Way Betung. Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dan aktivitas perekonomian Kota Bandar Lampung, maka kebutuhan air juga meningkat. Sementara itu, kondisi biofisik DAS Way Betung semakin menurun, hal ini diindikasikan dengan semakin meningkatnya nilai rasio antara debit maksimum dan debit minimum (Qmax/Qmin). Akibatnya pasokan air bagi masyarakat Kota Bandar Lampung semakin berkurang terutama pada musim kemarau. Berkurangnya pasokan air dapat dilihat dari adanya pergiliran dan pembatasan pengaliran air kepada pelanggan PDAM di beberapa wilayah kecamatan di Kota Bandar Lampung. Bagian hulu DAS Way Betung merupakan kawasan konservasi, yaitu bagian dari Taman Hutan Raya Wan Abdurrahman (Tahura WAR). Tahura WAR ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.408/KPTS-II/93 tanggal 10 Agustus 1993, yang berisi tentang perubahan fungsi dan penunjukan kawasan hutan lindung Gunung Betung (Register 19) seluas 22.244 ha menjadi Tahura, sebanyak 43 % kawasan Tahura WAR telah mengalami kerusakan (Dinas Kehutanan, 1998). DAS Way Betung memiliki luas 5.260 ha, seluas 2.710,0 ha (51 %) berada di dalam kawasan Tahura WAR dan seluas 2.550,0 ha (49 %) berada dalam kawasan budidaya atau areal penggunaan lain (APL) (Lembaga Penelitian Unila, 1996). Saat ini DAS Way Betung kondisinya mulai memprihatinkan, hal ini ditandai dengan fluktuasi debit maksimum/minimum DAS Way Betung relatif cukup besar (>30) (PU Pengairan Prov. Lampung, 1998). Akibatnya sungai Way Betung pada musim kemarau mengalami kekeringan dan pada musim hujan berpotensi menimbulkan banjir, hal ini mengganggu pasokan air baku bagi PDAM Kota Bandar Lampung, sehingga pada musim kemarau air PDAM tidak dapat mengalir secara terus-menerus. 3

Kondisi DAS Way Betung saat ini (eksisting) sangat komplek, dan secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut : a) Terjadinya perubahan penggunaan lahan. Kegiatan masyarakat yang menyebabkan perubahan penggunaan lahan di bagian hulu DAS Way Betung antara lain : (1) adanya tekanan penduduk terhadap lahan dan perambahan hutan, hal ini diindikasikan dengan tingginya kepadatan penduduk di sekitar Tahura WAR termasuk didalamnya DAS Way Betung. Wilayah ini dikelilingi oleh 5 kecamatan yang memiliki 35 Desa/Kelurahan dan berbatasan langsung dengan kawasan hutan. Kepadatan penduduk desa/kelurahan sekitar kawasan Tahura WAR baik secara absolut maupun pertanian relatif tinggi, dengan mata pencaharian utama pertanian (50,9 %) diikuti buruh sebesar 36,3 %, sisanya dengan mata pencaharian lain-lain (Setiawan, 2000). Sebagai akibat dari mata pencaharian utama masyarakat disektor pertanian, maka kebutuhan lahan pertanian sangat besar. Hal ini mengakibatkan bertambahnya jumlah perambah hutan. Keberadaan perambahan hutan diindikasikan dengan ditemukannya perladangan liar di Tahura WAR seluas 5.198 ha (23,4 %) (Dinas Kehutanan, 1998). (2) adanya kegiatan Hutan Kemasyarakatan (HKm), kegiatan HKm ini dilatarbelakangi dengan krisis ekonomi/moneter yang melanda Indoensia pada tahun 1997/1998. Setelah melalui verifikasi dan klarifikasi, Departemen Kehutanan mengeluarkan Sertifikat Izin Pengusahaan Hutan Kemasyarakatan (Sementara) dengan Surat Keputusan No. 21/IV/PHK-2/1999 tanggal 13 November 1999. Sertifikat diberikan kepada 7 (tujuh) Kelompok Pengelola dan Pelestari Hutan (KPPH) untuk mengelola Hutan Kemasyarakatan seluas 492,7 ha di kawasan Tahura WAR selama 5 (lima) tahun dengan berbagai ketentuan yang telah disepakati bersama. Lahan garapan KPPH tersebut berada di dalam DAS Way Betung. Adanya kegiatan perambahan hutan dan kegiatan HKm mengakibatkan meningkatnya luas lahan pertanian atau kebun campuran. Aktivitas petani perambah hutan dan kegiatan HKm pada umumnya belum menerapkan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air (agroteknologi) yang memadai. Kondisi demikian baik secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan kondisi hidrologi DAS Way Betung menurun. Hal ini ditunjukkan dengan penurunan debit minimum 4

rata-rata S. Way Betung dari 1,1 m 3 /det tahun 1997 menjadi 0,9 m 3 /det tahun 2002 (Lembaga Penelitian Unila, 2003). (b) Defisit kebutuhan air bersih. Jumlah penduduk Kota Bandar Lampung tahun 2006 sebesar 809.860 jiwa dengan tingkat pertumbuhan 2,1-2,5 % pertahun. Pertumbuhan industri tahun 2004 2006 meningkat sebesar 12,6 %, yang ditunjukkan dengan peningkatan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Bandar Lampung sebesar 7,7 % (Bandar Lampung dalam Angka, 2004 dan 2006). Pertumbuhan penduduk dan ekonomi yang demikian menyebabkan permintaan terhadap air bersih semakin meningkat dari tahun ke tahun, di sisi lain pasokan air oleh PDAM hanya mampu melayani 22,2 % dari jumlah penduduk Kota Bandar Lampung. Lembaga Penelitian Unila (2003) melaporkan bahwa kebutuhan air bersih kota Bandar Lampung tahun 2002 sebanyak 36,4 Juta m 3 /tahun, sedangkan pasokan dari PDAM 9,9 juta m 3 /tahun, dan pasokan air tanah sebesar 20,9 Juta m 3 /tahun, sehingga terjadi defisit sebesar -5,5 Juta m 3 /tahun. Selanjutnya seiring dengan pertumbuhan penduduk dan industri, maka diperkirakan pada tahun 2010 defisit air bersih mencapai -16,1 Juta m 3 /tahun. Akibat keterbatasan pasokan air bersih dari PDAM masyarakat membuat sumur gali (dangkal) maupun sumur bor (dalam) untuk memenuhi kebutuhan air bersihnya. (c) Kontribusi pengguna air terhadap biaya rehabilitasi sumberdaya air. Salah satu manfaat ekonomi dari DAS Way Betung adalah nilai penggunaan langsung berupa nilai uang yang diperoleh dari pelanggan PDAM Kota Bandar Lampung. Tahun 2004 penerimaan PDAM sebesar Rp.13.629.281.380; dengan jumlah pelanggan sebanyak 28.744, selanjutnya tahun 2006 penerimaan PDAM sebesar Rp.16.073.406.261; dengan jumlah pelanggan sebanyak 33.411 (Bandar Lampung Dalam Angka, 2004 dan 2006). Selain itu, di dalam DAS Way Betung juga terdapat Taman Wisata Bumi Kedaton (TWBK), dimana secara tidak langsung memanfaatkan sumberdaya air untuk menarik pengunjungnya. Selain tempat wisata, terdapat industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang menggunakan sumber air dari DAS Way Betung. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 6 tahun 2007, tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Serta 5

Pemanfaatan Hutan, menyatakan bahwa biaya rehabilitasi DAS dapat diambil dari jasa lingkungan yang dihasilkan oleh kawasan konservasi, termasuk didalamnya adalah pemanfaatan air (Dephut, 2007). Pengguna air yang lainnya adalah masyarakat yang ada di bagian hulu, berupa penggunaan air untuk kepentingan rumah tangga dan pertanian padi sawah. Namun yang menjadi permasalahan adalah sampai saat ini belum ada metode/ acuan/referensi kontribusi dana rehabilitasi hutan dan lahan dari pengguna air Way DAS Betung. Permasalahan Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang menyebabkan kerusakan sumberdaya air di DAS Way Betung adalah sebagai berikut: 1. Terdapat perubahan penggunaan lahan hutan menjadi lahan pertanian, kebun campuran, pertanian lahan kering, semak belukar dan permukiman di hulu DAS Way Betung. Penyebab perubahan penggunaan lahan tersebut antara lain adanya kegiatan perambahan hutan (ilegal) dan kegiatan HKm (legal). Kegiatan pertanian di kawasan hulu DAS pada umumnya tidak menerapkan teknologi konservasi tanah dan air (agroteknologi) yang memadai, sehingga mempengaruhi kondisi biofisik DAS Way Betung. Selain itu, perubahan penutupan lahan diduga menyebabkan peningkatan koefisien aliran permukaan (run off coefficient), yang pada gilirannya menyebabkan penurunan kualitas fungsi hidrologi DAS Way Betung. 2. Terjadi kekurangan pasokan air bersih untuk Kota Bandar Lampung terutama pada musim kemarau. Hal ini disebabkan adanya perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi kebun campuran, pertanian lahan kering, semak belukar dan permukiman di kawasan hulu DAS Way Betung. Perubahan penggunaan lahan tersebut menyebabkan penurunan kapasitas infiltrasi dan peningkatkan aliran permukaan. Akibat selanjutnya akan menurunkan debit rata-rata minimum sungai Way Betung, yang pada gilirannya menurunkan pasokan air baku bagi PDAM Kota Bandar Lampung. 3. Manfaat ekonomi sumberdaya air DAS Way Betung yang digunakan oleh PDAM, Wisata, AMDK, rumah tangga hulu dan pertanian padi sawah sampai saat ini belum memberikan konstribusi (Cost Sharing) yang memadai untuk 6

kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan. Hal ini disebabkan karena belum adanya metode/acuan/referensi kontribusi dana rehabilitasi hutan dan lahan dari pengguna air DAS Way Betung. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran pemecahan masalah DAS Way Betung disajikan pada Gambar 1. Keberadaan DAS Way Betung sangat penting bagi Kota Bandar Lampung, dimana sungai Way Betung merupakan sumber utama air baku PDAM Kota Bandar Lampung. Namun saat ini kondisi hidrologi DAS Way Betung sudah mengalami degradasi, hal ini diindikasikan dengan penurunan debit minimum rata-rata, dan peningkatan fluktuasi debit (Lembaga Penelitian Unila, 2003). Kerusakan DAS Way Betung antara lain disebabkan oleh perubahan penggunaan lahan, dari lahan hutan menjadi lahan kebun campuran, pertanian lahan kering, semak belukar dan permukiman. Perubahan penggunaan lahan ini, antara lain disebabkan adanya tekanan penduduk terhadap lahan dan adanya kegiatan HKm di bagian hulu DAS tersebut. Aktivitas tersebut menyebabkan penurunan debit rata-rata minimal sungai Way Betung, sehingga pada gilirannya menurunkan pasokan air baku bagi PDAM Kota Bandar Lampung terutama pada musim kemarau. Di lain pihak, pertumbuhan penduduk dan industri di bagian hilir menyebabkan pertambahan kebutuhan air bersih, sehingga PDAM pada saat ini hanya mampu melayani 22,2 % kebutuhan air bersih Kota Bandar Lampung. Adanya peningkatan kebutuhan penduduk terhadap lahan baik untuk kegiatan pertanian, perumahan, industri, rekreasi, maupun kegiatan lain akan menyebabkan perubahan penggunaan lahan. Sesungguhnya perubahan penggunaan lahan yang paling besar pengaruhnya terhadap kelestarian sumberdaya air adalah perubahan hutan menjadi penggunaan lainnya seperti, pertanian, kebun campuran, permukiman dan industri. Penggunaan lahan yang tidak bijaksana/rasional akan menyebabkan curah hujan yang jatuh sebagian besar akan menjadi aliran permukaan (Run-Off) yang terus hilang ke laut. Selain itu, dapat menyebabkan terjadi kelebihan air yang tidak termanfaatkan pada saat musim hujan (banjir) dan pada gilirannya terjadi kekeringan pada saat musim kemarau. 7

Lembaga Penelitian Unila (2003) melaporkan bahwa total kebutuhan air Kota Bandar Lampung tahun 2002 sebesar 36,4 Juta m 3 /tahun terdiri dari kebutuhan rumah tangga 32,5 Juta m 3 /tahun, fasilitas umum 0,05 juta m 3 /tahun dan kebutuhan industri/jasa 3,8 Juta m 3 /tahun. Bandar Lampung memiliki curah hujan rata-rata 1.918,3 mm/tahun, dengan asumsi curah hujan merata pada DAS Betung, maka potensi air tersedia adalah sebesar 90,5 Juta m 3 /tahun. Apabila koefisien aliran permukaan diasumsikan sebesar 25 %, maka potensi air yang dapat digunakan sebesar 67,9 Juta m 3 /tahun, sehingga jumlah air tersebut dapat memenuhi kebutuhan air bersih Kota Bandar Lampung. Namun pada kenyataaanya telah terjadi defisit air sebesar -5,5 Juta m 3 /tahun, yang berarti telah terjadi degradasi fungsi hidrologi DAS Way Betung. Terjadinya defisit air diakibatkan oleh adanya perubahan penggunaan lahan yang menyebabkan penurunan kapasitas infiltrasi tanah sehingga menurunkan pengisian (recharge) air bawah tanah (ground water) yang menjadi sumber air pada musim kemarau. Akibat selanjutnya adalah terjadinya peningkatan aliran permukaan, sehingga sebagian besar air hujan yang jatuh akan mengalir dan langsung terbuang ke laut dalam waktu yang relatif pendek. Hal ini menimbulkan potensi banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Hal ini sesuai dengan pendapat Sinukaban (2007), bahwa berkurangnya infiltrasi ke dalam tanah yang mengalami erosi di bagian hulu DAS menyebabkan pengisian kembali (recharge) air bawah tanah (ground water) juga berkurang yang mengakibatkan kekeringan dimusim kemarau. Untuk itu, penataan penggunaan lahan yang optimal dengan penerapan agroteknologi yang mampu menekan erosi dan meminimumkan fluktuasi aliran permukaan harus dilakukan agar kelestarian sumberdaya air dapat terjaga. Pengelolaan DAS Way Betung sebagai sumberdaya air tidak dapat terlepas dari sistem pengelolaan DAS yang berkelanjutan. Hal ini selaras dengan pernyataan Sinukaban (2006), bahwa pengelolaan sumberdaya air adalah upaya pengelolaan yang diarahkan untuk menyediakan air guna memenuhi kebutuhan yang beragam secara memadai baik dari segi kualitas, kuantitas, tempat, waktu maupun harga. Strategi pengelolaan DAS bertujuan untuk meningkatkan ketersediaan air guna memenuhi kebutuhan air yang terus meningkat sekaligus mengurangi banjir pada musim hujan, serta meningkatkan produktivitas pertanian 8

dan pendapatan petani, yang pada gilirannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berkaitan dengan penataan penggunaan lahan untuk pengembangan sumberdaya air yang berkelanjutan, maka diperlukan penerapan teknologi konservasi/agroteknologi pada setiap bidang lahan yang mampu meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah dan menurunkan aliran permukaan. Beberapa bentuk agroteknologi yang dapat diterapkan antara lain: pembuatan terras, check dam, guludan, rorak, pemberian mulsa, pertanian lororng (alley cropping), dan penanaman menurut kontur. Alternatif teknologi konservasi yang terpilih disamping mampu meningkatkan infiltrasi juga dapat menekan erosi dan mampu mengurangi aliran permukaan. Penerapan agroteknologi akan mampu mengurangi fluktuasi debit aliran dan meningkatkan ketersediaan (distribusi) air DAS Way Betung. Keberhasilan penerapan teknologi konservasi/agroteknologi pada suatu bidang lahan dapat dievaluasi dari besarnya erosi yang terjadi. Erosi aktual yang terjadi harus lebih kecil atau sama dengan erosi yang dapat ditoleransi (E tol). Agar pemilihan alternatif teknologi konservasi tanah dapat memenuhi persyaratan di atas, yaitu efektif dalam mengurangi erosi dan menurunkan fluktuasi aliran permukaan, maka pemilihan teknologi konservasi dapat dilakukan dengan menggunakan model prediksi erosi Universal of Soil Loss Equation (USLE), karena model USLE ini berfungsi baik untuk skala plot atau usahatani (Tarigan dan Sinukaban, 2000). Selanjutnya dalam upaya memadukan kepentingan konservasi tanah dan air dengan ketersediaan dana rehabilitasi, maka perlu dilakukan optimalisasi penggunaan lahan yang dapat mengkompromikan berbagai kepentingan (beberapa tujuan) tersebut. Salah satu metode optimalisasi yang dapat digunakan untuk mengakomodasi berbagai tujuan tersebut adalah model Multiple Goal Programming (Program Tujuan Ganda), model ini dapat mengakomodasi berbagai tujuan tersebut (Nasendi dan Anwar, 1985; Mulyono, 1991). Program Tujuan Ganda dapat digunakan untuk mencari solusi pengembangan sumberdaya air yang berkelanjutan melalui optimalisasi penggunaan lahan dan penerapan teknologi konservasi/agroteknologi di DAS 9

Way Betung, maka penelitian ini dirancang dengan tolok ukur layak erosi, layak aliran permukaan, dan penerapan teknologi konservasi sesuai dengan potensi dana rehabilitasi yang bersedia dibayarkan oleh pengguna air (WTP). Salah satu metode pendekatan yang dapat digunakan untuk menetapkan alokasi dana rehabilitasi yang berasal dari pemanfaatan sumberdaya air adalah dengan analisis permintaan dan penawaran (Sugiarto et al., 2002). Analisis permintaan dan penawaran suatu atas barang atau jasa (air) berkaitan dengan interaksi antara pembeli dan penjual sehingga akan mempengaruhi tingkat harga. Penggabungan permintaan pembeli dan penawaran penjual dapat menunjukkan bagaimana interaksi antara pembeli dan penjual menentukan harga keseimbangan atau harga pasar untuk suatu komoditas tertentu. Dalam hal ini harga air yang akan dijual sudah memasukkan komponen biaya rehabilitasi didalamnya. Rancangan pengembangan alternatif perencanaan sumberdaya air terdiri dari sub model erosi, sub model aliran permukaan, dan penghitungan potensi biaya rehabilitasi dengan pendekatan penilaian (valuasi) manfaat ekonomi sumberdaya air. Sub model erosi dirancang menurut struktur model USLE (Universal of Soil Loss Equation) (Wischmeier dan Smith, 1978). Model ini digunakan untuk menduga besarnya erosi yang terjadi pada satuan lahan setiap skenario pengembangan. Tolok ukur sub model ini adalah laju kehilangan tanah yang masih dapat dibiarkan (Tolerable Soil Loss : E tol ) menurut konsep Wood dan Dent (1983). Penerapan teknik konservasi/agroteknolgi yang mampu menurunkan erosi hingga lebih kecil atau sama dengan Etol dinilai layak erosi. Sub model aliran permukaan menggunakan metode Soil Conservation Services (SCS), model ini digunakan untuk menduga volume aliran permukaan bulanan yang dihasilkan oleh setiap skenario pengembangan. Untuk menilai manfaat air (valuasi ekonomi) pendekatan yang akan digunakan yaitu dengan metode Willingnes to Pay/Accept atau kesediaan untuk membayar (KUM) biaya rehabilitasi hutan pengguna air. 10

Kondisi Sosekbud DAS WAY BETUNG (Existing) Kondisi Biofisik 1. Pemanfaat Ekonomi Air : PDAM, AMDK, Wisata, RT. Hulu, Pertanian Sawah Hulu 2. Belum ada kontribusi pemanfaat air untuk biaya rehabiltasi hutan (Cost sharing) 1. Tekanan penduduk thd lahan 2. Perambahan hutan dan HKm 3. Perubahan penggunaan lahan (Hutan mjd: Kb.Camp, Semak, Pert.Lhn.Krg, dan Permukiman) Tidak tersedia biaya rehabilitasi hutan dan lahan Degradsi DAS Way Betung 1. Peningkatan fluktuasi debit (1:48) 2. Penurunan debit minimum rata-rata 1,1m 3 /det ( 97) mjd 0,92 m 3 /det ( 02) 3. PDAM kekurangan pasokan air baku, terutama pada saat musim kemarau Diperlukan biaya Diperlukan pengembangan SDA untuk menjamin ketersediaan air Penggalian dana rehabilitasi hutan dari pemanfaat air dengan metode WTP (Willingnes To Pay) Penyusunan pengembangan alternatif perencanaan SDA untuk menjamin ketersediaan air Ketersediaan Biaya Rehabilitasi lahan Erosi < E tol (USLE) Qmax/ Qmin < 30 (SCS) Pengembangan Alternatif Perencanaan SDA Terbaik (Pendekatan Program Tujuan Ganda) Simulasi Biaya Rekomendasi Pengembangan Alternatif Terbaik Untuk Kelestarian Sumberdaya Air Gambar 1. Kerangka pemikiran pemecahan masalah DAS Way Betung 11

Analisis optimalisasi dengan program tujuan ganda, fungsi tujuannya adalah meminimumkan simpangan atau deviasi dari kendala tujuan yang ada, dalam hal ini adalah erosi dan fluktuasi aliran permukaan. Output program tujuan ganda menghasilkan skenario pengembangan yang paling optimal apabila deviasi pada tolok ukur erosi dan tolok ukur fluktuasi aliran permukaan minimal dengan penerapan agroteknologi yang implementasinya disesuaikan dengan biaya rehabilitasi yang tersedia. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini antara lain: 1. Mengkaji dampak perubahan penggunaan lahan DAS Way Betung terhadap kondisi hidrologi/sumberdaya air. 2. Mengkaji nilai ekonomi sumberdaya air DAS Way Betung. 3. Menyusun pengembangan perencanaan sumberdaya air berkelanjutan DAS Way Betung. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan bermanfaat bagi berbagai pihak, antara lain : 1. Sebagai bahan masukan kepada pembuat kebijakan (Policy Maker) dan stakeholsders lainnya, terutama yang berkaitan dengan kebijakan pengelolaan DAS Way Betung untuk kelestarian sumberdaya air. 2. Sebagai sumber informasi bagi stakehoders, terutama yang berkaitan dengan pelestarian sumberdaya air khususnya Provinsi Lampung dan Indonesia pada umumnya. 3. Pengembangan ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan konsep pengembangan sumberdaya air yang mempertimbangkan penerapan agroteknologi dan nilai ekonomi pemanfaatan air. Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian Batasan dan ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Lokasi penelitian adalah DAS Way Betung, yang berada di Provinsi Lampung. DAS Way Betung bagian hulu termasuk dalam kawasan konservasi yaitu 12

Taman Hutan Raya Wan Abdurrachman (Tahura WAR) sedangkan bagian hilir termasuk kawasan budidaya/areal penggunaan lain (APL). 2. Aspek biofisik yang diteliti antara lain kondisi penggunaan lahan, kelas kemiringan lereng, dan jenis tanah. 3. Aspek hidrologi yang diteliti adalah curah hujan, debit sungai Way Betung yang meliputi: debit rata-rata, debit maksimum, debit minimum, fluktuasi debit dan koefisien aliran permukaan tahunan. 4. Manfaat ekonomi sumberdaya air yang diteliti adalah manfaat ekonomi secara langsung meliputi : pemanfaatan air oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), pemanfaatan air oleh industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), pemanfaatan air oleh tempat wisata, pemanfaatan air untuk kepentingan rumah tangga di hulu DAS Way Betung, serta pemanfaatan air untuk kepentingan pertanian padi sawah hulu. 5. Penyususunan pengembangan alternatif perencanaan sumberdaya air DAS Way Betung antara lain didasarkan pada UU No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Selain itu, disusun skenario pengembangan sumberdaya air dengan kombinasi antara rehabilitasi hutan dengan agroteknologi (alley cropping). 6. Agroteknologi adalah teknologi konservasi tanah dan air yang dapat menurunkan erosi hingga lebih kecil atau sama dengan erosi yang diperbolehkan (erosi <TSL) dan mampu menurunan fluktuasi aliran permukaan sesuai yang diharapkan (<30). 13