BAB II TINJAUAN PUSTAKA. awam dari gingiva adalah gusi. (Harty, 2003). Ciri dari gingiva yang sehat. perdarahan, dan melekat kuat pada gigi.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. (Harty,2003). Perlukaan sering terjadi di dalam rongga mulut, khususnya pada gingiva (Newman dkk, 2002). Luka merupakan kerusakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jintan hitam (Nigella sativa) terhadap jumlah sel Neutrofil pada proses. Tabel 1. Hasil Perhitungan Angka Neutrofil

BAB I PENDAHULUAN. benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami penyembuhan luka (Fedi dkk., 2004). Proses penyembuhan luka meliputi beberapa fase yaitu fase inflamasi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kimia, kini penggunaan obat-obatan herbal sangat populer dikalangan

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit periodontal merupakan radang atau degenerasi pada jaringan yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan mengelilingi gigi. Gingiva terbagi menjadi gingiva tepi, gingiva cekat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mukosa rongga mulut memiliki fungsi utama sebagai pelindung struktur

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Luka merupakan rusaknya integritas kulit, permukaan mukosa atau suatu

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

BAB I PENDAHULUAN. Setelah streptomisin ditemukan pada tahun 1943, ditemukan pula antibiotik lain

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Salah satu bagian terpenting di dalam rongga mulut manusia

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. (kurma). Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu.

BAB 5 HASIL PENELITIAN

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai penyakit. Tumbuhan yang merupakan bahan baku obat tradisional

BAB I PENDAHULUAN. kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Koloni bakteri pada plak gigi merupakan faktor lokal yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengganggu kesehatan organ tubuh lainnya (Kemenkes, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan salah satu gaya hidup masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap

I. PENDAHULUAN. (Nurdiana dkk., 2008). Luka bakar merupakan cedera yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

BAB I PENDAHULUAN. gigi, puskesmas, dan rumah sakit adalah pencabutan gigi. Pencabutan gigi

BAB I PENDAHULUAN. mengurung (sekuester) agen pencedera maupun jaringan yang cedera. Keadaan akut

BAB I PENDAHULUAN. warna gigi. Pada gigi yang mengalami perubahan warna atau diskolorisasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. imunitas gingiva yang salah satu penyebabnya adalah infeksi. Infeksi disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. mulut secara sengaja maupun tidak sengaja. Ulkus traumatikus pada mukosa

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam bidang kedokteran gigi, masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. sistem organ dikarenakan hipersensitivitas terhadap makanan tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eva Anriani Lubis, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. jika dihitung tanpa lemak, maka beratnya berkisar 16% dari berat badan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. stomatitis apthosa, infeksi virus, seperti herpes simpleks, variola (small pox),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai perawatan jaringan periodontal dengan tujuan untuk menghilangkan poket

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Demikian juga tubuh manusia yang diciptakan dalam keadaan

DAYA TAHAN TUBUH & IMMUNOLOGI

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dengan prevalensi yang masih tinggi di dunia. Menurut WHO tahun 2006,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian, Penyebab, dan Cara Pengobatan Hiperkolesterol. bebas (Irawan dan Poestika, 1997 dalam Yudhasari, 2008).

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

I. PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan penyebab kematian ke-2 di dunia yang bukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Area pengamatan dan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. memiliki aktifitas penghambat radang dengan mekanisme kerja

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan rongga mulut yang sering ditemukan pada masyarakat adalah kasus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. koronal prosesus alveolaris (Wolf dan Hassell, 2006). Berbagai tindakan dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan pencabutan gigi adalah sebesar 1:6 bahkan di beberapa daerah lebih besar

BAB I PENDAHULUAN. protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. Bahan-bahan dari alam tersebut dapat berupa komponen-komponen biotik seperti

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang sering terjadi pada kulit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rongga mulut sangat rentan dengan terjadinya perlukaan, termasuk gingiva.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Hayati et al., 2010). Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5-10

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. golongan usia (Tarigan, 1993). Di Indonesia penderita karies sangat tinggi (60-

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pencabutan gigi merupakan salah satu jenis perawatan gigi yang

BAB I PENDAHULUAN. luka ini dapat berasal dari trauma, benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai obat tradisional yang dapat dikembangkan secara luas. 1

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satu contoh luka terbuka adalah insisi dengan robekan linier pada kulit dan

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diagnosis (Melrose dkk., 2007 sit. Avon dan Klieb, 2012). Biopsi merupakan

I.PENDAHULUAN. tingkat keparahan luka yang dapat mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kulit merupakan organ terluar pada tubuh manusia yang menutupi

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Gingiva Gingiva merupakan jaringan ikat fibrosa, ditutupi epitel yang mengelilingi dan melekat ke gigi dan tulang alveolar dan meluas ke pertautan muko-gingiva. Pada daerah palatal, gingiva merupakan jaringan yang meyatu dengan mukosa pengunyahan dari palatum keras. Istilah awam dari gingiva adalah gusi. (Harty, 2003). Ciri dari gingiva yang sehat adalah berwarna merah muda, tidak ada edema atau pembengkakan dan perdarahan, dan melekat kuat pada gigi. Gingiva terdiri dari dua bagian yaitu bergerak atau free portion dan bagian gingiva cekat atau attached portion. Gingiva bergerak memiliki permukaan yang halus dan merupakan bagian mahkota dari gingiva. Lebar dari gingiva bergerak antara 1-2 mm dan bentuknya mengikuti cementoenamel junction. Istilah bergerak dapat diartikan bahwa gingiva dapat bergerak jika mendapat tekanan mekanik. Permukaan dari gingiva cekat terlihat seperti kulit jeruk atau biasa disebut stippling, letaknya berada pada akhiran gingiva bergerak sampai pada mukosa alveolar atau mukosa dasar mulut dan lebarnya antara 1-10mm. Bagian palatal tidak memiliki gingiva cekat karena adanya perluasan gingiva bergerak (Sculean, 2010). 7

8 Secara anatomis gingiva dibagi menjadi marginal gingiva, attached gingiva, dan daerah interdental yang dapat dilihat pada gambar 1. Masing-masing bagian gingiva memiliki perbedaan dan variasi dalam hal ketebalan, histologi, struktur, dan fingsinya sebagai perlindungan terhadap kerusakan mekanis maupun kerusakan yang disebabkan oleh mikroba (Newman, 2010). Gambar 1. Anatomi gingiva (Anonim, 2015) 2. Luka dan proses penyembuhan luka Luka merupakan kerusakan atau terputusnya jaringan yang disebabkan oleh rangsang fisik maupun mekanik (Tambayong, 2000). Luka secara klinis diklasifikasikan menjadi luka akut, kronis, dan lanjutan atau kombinasi antara infeksi dengan kerusakan jaringan (Velnar, 2009). Penyembuhan luka secara umum merupakan proses memulihkan jaringan agar kembali seperti asalnya, namun bila tidak memungkinkan

9 akan terbentuk jaringan parut (Tambayong, 2000). Tahap-tahap penyembuhan adalah: a. Koagulasi dan hemostasis Berlangsung segera setelah terjadi luka, fungsi dari koagulasi dan hemostasis adalah melindungi sistem peredaran darah sehingga organorgan vital tetap berjalan dengan semestinya walaupun terjadi perlukaan pada suatu jaringan. Fungsi lainnya adalah untuk menyediakan matriks-matriks yang diperlukan untuk fase selanjutnya pada proses penyembuhan luka (Robson, 2001). b. Inflamasi Fase inflamasi dimulai sejak fase akhir koagulasi dan merupakan kelanjutan dari respon imun humoral dan seluler yang bertujuan untuk menghalangi serangan mikroorganisme. Sel yang berperan pada proses inflamasi adalah neutrofil dan makrofag. Setelah koagulasi dan hemostasis terjadi, pembuluh darah akan mengalami vasodilatasi untuk meningkatkan jumlah darah pada jaringan yang luka. Vasodilatasi pembuluh darah terjadi karena pengaruh adanya kinin, histamin, prostaglandin, dan leukotrin. Vasodilatasi pembuluh darah diikuti pula dengan kenaikan permaebilitas pembuluh darah yang menyebabkan sel neutrofil keluar dari dalam endotel menuju rongga ekstravaskuler yang disebut proses diapedesis. Setelah diapedesis, proses kemotaksis atau tertariknya sel neutrofil ke jaringan perlukaan terjadi, sehingga jumlah neutrofil dalam jaringan luka meningkat

10 untuk melakukan fungsinya yaitu membersihkan debris jaringan luka dan memfagosit patogen (Teller, 2009). Fase inflamasi dimulai sejak awal terjadinya luka sampai hari kelima (Bisono, 2003). Setelah lima hari pasca perlukaan atau yang disebut dengan proses inflamsi tahap akhir, makrofag bekerja untuk membersihkan debris jaringan yang luka dan mensintesis matriks untuk menggantikan neutrofil. Pada fase ini ketika semua patogen telah dilemahkan, jumlah neutrofil seharusnya berkurang melalui mekanisme apoptosis (Velnar, 2009). c. Proliferasi Ketika inflamasi tahap akhir telah berhenti, hemostasis telah dicapai dan respon imun berhasil bekerja di tempat perlukaan, luka akut berlanjut menuju proses perbaikan jaringan. Fase proliferasi dimulai pada hari kelima setelah terjadi perlukaan dan berlangsung selama sekitar 2 minggu. Hal ini ditandai dengan migrasi Neutrofil dan terbentuknya matriks ekstraseluler baru yang terdiri dari fibrin dan fibronektin yang bertindak sebagai pengganti sementara jaringan yang rusak. Pada tingkat makroskopik, fase ini dapat dilihat sebagai melimpahnya jaringan granulasi (Diegelmann, 2004). d. Remodeling Sebagai fase terakhir dari proses penyembuhan luka, fase remodeling berperan dalam perkembangan epitel baru dan pembentukan jaringan baru. Pembentukan matriks ekstraseluler

11 dimulai bersamaan dengan perkembangan jaringan granulasi (Ramasastry, 2005). Sejalan dengan pematangan matriks intraseluler, diameter dari jaringan ikat kolagen meningkat dan jumlah asam hialuronik dan fibronektin berkurang (Baum, 2005). Kolagen kemudian melakukan proses remodeling, aktivitas sintesis dan degradasi kolagen berada dalam keseimbangan. Akhir dari proses ini didapatkan jaringan parut luka yang matang dan memiliki kekuatan 80% dari kulit normal (Perdanakusuma, 2007). 3. Neutrofil a. Morfologi Neutrofil atau yang sering disebut polimorfonuklear (PMN) leukosit, berdiameter 9-15 µm. Neutrofil memiliki nukleus yang khas, terdiri dari 2-5 lekukan yang dihubungkan oleh benang-benang kromatin yang tipis. Pada perempuan, terdapat tambahan pada nukleus, yaitu drumstick yang merupakan kromosom X yang sudah tidak aktif. Neutrofil mengandung sedikit mitokondria dan banyak mengandung glikogen. Tiga tipe granul yang banyak terdapat pada neutrofil dan dapat dilihat lebih lanjut pada gambar 2, adalah: 1) Granul spesifik, berdiameter 0,1 µm, berisi enzim-enzim antimikroba dan agen lain. 2) Granul azurofilik, berdiameter 0,5 µm, mirip dengan lisosom.

12 3) Granul ketiga, berisi gelatinase, cathepsins, dan glikoprotein (Kitchen, 2007). Gambar 2. Struktur neutrofil (Kitchen,2007). Inti neutrofil memiliki dua tipe bentuk, yaitu berbentuk batang (stab) bila lekukan inti melebihi setengah diameter inti dan berbentuk segmen bila inti terbagi menjadi beberapa bagian yang saling dihubungkan dengan benang kromatin (Leeson et al 1996 cit. Surya, 2007). Perbedaan bentuk inti neutrofil berdasarkan pada tingkat kematangan neutrofil. Myeloblas mengawali perkembangan kematangan neutrofil, kemudian berlanjut menjadi promyelosit, myelosit, metamyelosit, neutrofil batang, dan berakhir pada neutrofil segmen atau neutrofil yang telah matang. Deposit neutrofil immature atau neutrofil yang belum matang di jaringan yang luka menandakan bahwa pada jaringan tersebut terdapat suatu respon inflamasi akut yang membutuhkan jumlah neutrofil yang lebih banyak sehingga

13 neutrofil-neutrofil immature juga mengalami proses kemotaksis (Complate Blood Count in Primary Care, 2008). Gambar 3. Proses maturasi neutrofil (Kitchen, 2007). Neutrofil diproduksi oleh sumsum tulang, dan jumlah produksinya akan bertambah seiring dengan adanya respon infeksi. Neutrofil merupakan unsur leukosit yang paling bayak dalam sirkulasi darah. Terdapat sebanyak 4000 10.000 sel neutrofil dalam 1 µl darah. (Abbas & Lichtman, 2009). Menurut Kitchen (2007), nilai normal neutrofil dalam perhitungan jumlah masing-masing penyusun sel darah putih secara terpisah adalah 2-7,5 10 9 /L darah.

14 b. Sifat neutrofil 1) Diapedesis Keluarnya sel neutrofil dari kapiler darah, walaupun ukuran poripori kapiler darah lebih kecil, neutrofil akan menyesuaikan bentuk selnya sehingga dapat keluar dari pembuluh darah dan menuju sel yang mengalami perlukaan. 2) Gerak ameboid Neutrofil dapat bergerak melalui jaringan dengan gerakan ameboid dengan kecepatan 40 µ/menit menuju ke jaringan yang dituju. 3) Kemotaksis Merupakan suatu tarikan ke arah jaringan yang mengalami perlukaan. Neutrofil akan bergerak dan berkumpul ke arah jaringan yang luka. 4) Fagositosis Merupakan fungsi utama dari neutrofil dalam perannya sebagai sistem imun. Sewaktu mendekati sebuah partikel untuk difagositosis, sel-sel neutrofil mula-mula melekat pada reseptor yang ada pada partikel itu kemudian neutrofil akan menonjolkan pseudopodia ke semua jurusan di sekeliling partikel tersebut. Pseudopodia yang berlainan arah anak bertemu satu sama lain dan berinvaginasi ke dalam rongga sitoplasma, kemudian melepaskan diri keluar dari membran sel dan membentk gelembung fagositik

15 atau fagosom. Satu sel neutrofil dapat memfagosit 3-20 bakteri sebelum ia inaktif dan mati (Guyton & Hall, 2007). c. Peran neutrofil dalam proses inflamasi Sel yang pertama kali merespon adanya perlukaan baik karena bakteri, bahan kimia, panas, atau penyebab lainnya adalah neutrofil, namun neutrofil juga merupakan sel yang mengalami kematian paling awal (Kitchen, 2007). Neutrofil kemudian menginvasi daerah peradangan. Permukaan bagian dalam endotel kapiler berubah karena produk yang dihasilkan pada daerah peradangan sehingga memungkinkan neutrofil untuk melekat pada dinding kapiler daerah peradangan. Proses ini disebut proses marginasi. Neutrofil kemudian memasuki daerah peradangan dengan mekanisme diapedesis dan mengalami proses kemotaksis, sehingga neutrofil akan terakumulasi dalam jaringan yang luka. Neutrofil yang telah terkumpul di jaringan perlukaan kemudian melakukan tugasnya yaitu fagositosis. Jumlah neutrofil pada peradangan akut meningkat pesat, sehingga terjadi suatu keadaan yang disebut neutrofilia atau peningkatan jumlah neutrofil dalam darah. Selama peradangan masih terjadi, sejumlah besar neutrofil akan terus dikerahkan dari sumsum tulang ke daerah yang terinfeksi dengan mekanisme yang sama. Setelah proses fagositosis, neutrofil akan mengalami kematian. Beberapa saat kemudian, dalam jaringan radang akan terbentuk rongga yang berisi berbagai jaringan nekrotik, neutrofil mati, makrofag mati, dan cairan

16 jaringan. Campuran tersebut biasanya disebut pus. Setelah proses infeksi dapat ditekan, pus secara bertahap akan mengalami autolisis dan akan terabsorbsi oleh jaringan sekitar sehingga sebagian besar tanda kerusakan jaringan telah hilang (Guyton & Hall, 2007). 4. Jintan Hitam (Nigella sativa) a. Klasifikasi Klasifikasi tanaman jintan hitam menurut ilmu taksonomi adalah sebagai berikut (United States Department of Agriculture, 2007): Kingdom Subkingdom Superdivisi Divisi Klas Subklas Ordo Famili : Plantae : Tracheobionta : Spermatophyta : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Magnoliidae : Ranunculales : Ranunculaceae Genus : Nigella L. Spesies : Nigella sativa L. Arti dari nama ilmiah jintan hitam adalah Nigella yang berarti kehitam-hitaman, dan sativa yang berarti ditanam, dipelihara, atau tidak liar. Sebutan lain Nigella Sativa adalah Jintan Hitam (Indonesia), Kalonji (Hindi), Habbatussauda (Arab), cheveux de Venus / nigell /

17 poivrette (Perancis), Scharzkummel / black caraway (Jerman), nigella (Italia), neguilla (Spanyol), dan Jinten Ireng (Jawa). b. Morfologi Tanaman jintan hitam merupakan jenis tanaman berbunga yang dapat tumbuh setinggi 20 50cm. Seperti yang terlihat pada gambar 4, batang tanaman ini tegak, berkayu dan berbentuk bulat. Daunnya runcing, bercabang, bergaris, dapat berupa daun tunggal atau majemuk dengan posisi tersebar atau berhadapan. Bentuk daun bulat telur berujung lancip, permukaan daun berbulu halus. Tanaman ini memiliki bunga yang memiliki bentuk beraturan, berwarna biru pucat atau putih dengan 5 10 mahkota bunga, dan akan menjadi buah berbentuk kurung bulat panjang. Buahnya keras, berisi 3 7 folikel, masing-masing berisi banyak biji (BPOM RI, 2009). Gambar 4. Nigella sativa. (Muzaedi, 2012).

18 Biji jintan hitam berwarna hitam kusam, permukaannya kasar dengan bagian dalam berminyak dan berwarna putih. Ukuran biji jintan hitam kecil, panjangnya hanya 1,5-3mm. Aroma dari biji jintan hitam ketika dihaluskan menyerupai aroma stroberi. Biji jintan hitam memiliki rasa pahit dan pedas dengan tekstur yang renyah (Peter, 2004). c. Manfaat dan kandungan Biji jintan hitam dilaporkan memiliki kandungan kimia, yaitu minyak atsiri, minyak lemak, limonene, simena, glukosida, saponin, flavonoid, zat pahit, jigelin, nigelon, timokuinon, ditimokuinon, p- simen dan α-pinen. Kandungan kimia inilah yang menjadikan jintan hitam memiliki berbagai macam manfaat (BPOM RI, 2009). Kandungan kimia saponin sebanyak 36%-38% pada biji jintan hitam dikenal memiliki manfaat sebagai antibakteri yang dapat mempercepat proses penyembuhan luka oleh kontaminasi bakteri. Flavonoid dan timokuinon (30%-48%) terbukti memiliki manfaat sebagai antioksidan dan antiinflamasi (Sabirin, 2013). Beberapa manfaat dari jintan hitam adalah: 1) Mencegah rasa sakit akibat kerusakan saraf Penelitian yang dilakukan oleh Abdel-Fattah (2000) menghasilkan kesimpulan bahwa kandungan timokuinon pada jintan hitam mampu mengaktifkan supraspinal µ-1 dan ĸ-opioid

19 sehingga memiliki efek antinociceptive pada stimulus panas, stimulus mekanik, ataupun stimulus mekanik. 2) Antiinflamasi Kandungan timukuinon terbukti sebagai zat yang dapat dimanfaatkan sebagai anti radang atau antiinflamasi degan melemahkan tromboksan B2 seperti pada leukotrin B4 dan C4 pada leukosit peritoneal tikus, sehingga mencegah siklooksigenase dan 5-lipooksigenase yang merupakan jalur metabolisme asam arakidonat secara berurutan (Houghton 1995 cit. Amin & Hosseinzadeh 2015). 3) Mencegah kerusakan sistem pencernaan Suspensi dari jintan hitam terbukti efektif mengobati luka lambung pada hewan coba (Al Mofleh, 2008). 4) Mencegah kerusakan hati Manfaat jintan hitam dalam penyembuhan kerusakan hati dibuktikan dalam penelitian Galhena (2012) dengan efek antiinflamasi sebagai mekanisme perantara. 5) Mencegah kerusakan jantung Penelitian mengenai manfaat jintan hitam terhadap penyembuhan kerusakan jantung telah dilakukan oleh Ebru (2008) dengan meneliti histopatologi penyembuhan jantung hewan coba yang telah diberi perlukaan.

20 6) Antioksidan dan antikanker Kandungan timokuinon dalam jintan hitam terbukti memiliki peran penting dalam mencegah dan mengobati kanker dengan mengatur sel yang menghambat perjalanan sel kanker (Rahmani, 2014). 5. Gel Gel adalah suspensi koloid semipadat atau koloid yang telah mengeras membentuk jeli (Harty, 2013). Sedangkan menurut Syarif (2012), gel merupakan sediaan semi padat yang sedikit cair, kental, dan lengket yang mencair ketika berkontak dengan kulit dan mengering sebagai lapisan tipis. Sifat-sifat dari gel adalah: a. Kental, sedikit cair, dan lengket. b. Thermoreversibel c. Mudah kering dan cukup lama melekat pada kulit d. Non oklusif e. Bahan dasar memiliki efek pelumas, tidak berlemak. Dapat berfungsi sebahai pendingin, dan mudah larut dalam air. 6. Tikus Putih Menurut Adiyati (2011), hewan coba merupakan hewan yang dikembang biakkan untuk digunakan sebagai hewan uji coba. Tikus memiliki karakteristik genetik yang unik, mudah berkembang biak, murah, serta mudah untuk mendapatkannya, oleh karena itu tikus sering digunakan pada berbagai macam penelitian medis. Tikus merupakan hewan yang melakukan aktivitasnya pada malam hari (nocturnal).

21 Tikus putih (Rattus norvegicus) atau biasa dikenal dengan nama lain Norway Rat berasal dari wilayah Cina dan menyebar ke Eropa bagian barat (Sirois 2005). Pada wilayah Asia Tenggara, tikus ini berkembang biak di Filipina, Indonesia, Laos, Malaysia, dan Singapura (Adiyati, 2011). Tikus digolongkan ke dalam Ordo Rodentia (hewan pengerat), Famili Muridae dari kelompok mamalia (hewan menyusui). Tikus putih merupakan strain albino dari Rattus norvegicus. Tikus memiliki beberapa galur yang merupakan hasil pembiakkan sesama jenis atau 15 persilangan. Galur tikus yang sering digunakan untuk penelitian adalah galur Wistar dan Sprague dawley. Tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley dikembangkan dari tikus putih galur Wistar. Gambar 5. memperlihatkan ciri-ciri galur Wistar, yaitu bertubuh panjang dengan kepala lebih sempit, telinga tebal dan pendek dengan rambut halus, mata berwarna merah, dan ekornya tidak pernah lebih panjang dari tubuhnya. Bobot badan tikus jantan pada umur dua belas minggu mencapai 240 gram sedangkan betinanya mencapai 200 gram. Tikus memiliki lama hidup berkisar antara 4 5 tahun dengan berat badan umum tikus jantan berkisar antara 267 500 gram dan betina 225 325 gram. Galur ini berasal dari peternakan Institut Wistar pada tahun 1906 (Sirois, 2005). Klasifikasi tikus putih (Rattus norvegicus) galur Wistar menurut Myres & Armitage (2004): Kingdom Filum : Animalia : Chordata

22 Kelas Ordo Subordo Famili : Mamalia : Rodentia : Sciurognathi : Muridae Sub-Famili : Murinae Genus Spesies : Rattus : Rattus norvegicus Galur/Strain : Wistar Gambar 5. Tikus putih galur Wistar. (Anonim). B. Landasan Teori Gingiva atau dalam bahasa awam disebut gusi merupakan jaringan fibrosa yang menyelimuti gigi dan tulang alveolar. Gingiva yang sehat memiliki ciri berwarna merah muda, permukaannya menyerupai kulit jeruk, tidak ada pembengkakan, perdarahan, ataupun rasa sakit. Perlukaan

23 pada gingiva menyebabkan tubuh mengeluarkan respon alami dalam penyembuhan luka. Tahap- tahap penyembuhan luka yaitu hemostasis dan koagulasi, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Sel neutrofil merupakan sel fagosit pertama yang datang ke daerah perlukaan. Jumlah sekresi sel neutrofil oleh sumsum tulang akan meningkat dengan adanya perlukaan, kemudian sel neutrofil akan beredar melalui aliran darah dan akan menempel pada pembuluh darah yang dekat dengan jaringan perlukaan. Selanjutnya sel neutrofil akan mengalami proses diapedesis atau keluar dari pembuluh darah menuju jaringan ekstraseluler. Jaringan yang luka akan mengeluarkan respon kemotaksis yaitu menarik sel neutrofil agar masuk dan terkumpul dalam jaringan yang luka. Neutrofil yang terkumpul pada jaringan luka akan menjalankan tugasnya memfagosit patogen dan akan mati dalam beberapa jam. Sel neutrofil yang telah mati akan menjadi pus atau nanah yag terkumpul pada jaringan perlukaan dan dapat memperparah proses inflamasi. Setelah fase inflamasi terkontrol, jumlah sel neutrofil akan berkurang kemudian digantikan oleh sel makrofag, dan pus akan berangsur angsur menghilang karena proses autolisis. Daya antiinflamasi dalam biji jintan hitam didapat dari kandungan timokuinon, saponin, dan flavonoid yang ada di dalamnya. Timokuinon akan menghambat jalur siklooksigenasi dan lipooksigenase yang merupakan jalur terjadinya respon inflamasi. Jika proses inflamasi singkat, maka proses penyembuhan luka akan berjalan lebih cepat.

24 C. Kerangka Konsep Gingiva Perlukaan Gingiva Pemberian Gel Biji Jintan Hitam (Nigella Sativa) Flavonoid Timokuinon Penyembuhan Luka Koagulasi & hemostasis Inflamasi Proliferasi Remodeling Neutrofil D. Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah pemberian gel biji jintan hitam (Nigella sativa) berpengaruh menurunkan jumlah sel neutrofil pada proses penyembuhan luka gingiva.