PEMASANGAN HABITAT BUATAN ( ARTIFISIAL HABITAT ) DI PERAIRAN UMUM WADUK GAJAH MUNGKUR, WONOGIRI

dokumen-dokumen yang mirip
BEBERAPA JENIS PANCING (HANDLINE) IKAN PELAGIS BESAR YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PPI HAMADI (JAYAPURA)

UJI OPERASIONAL ARTIFISIAL HABITAT DI PERAIRAN UMUM DARATAN DI GAJAH MUNGKUR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN SIDAT DENGAN MENGGUNAKAN BUBU DI DAERAH ALIRAN SUNGAI POSO SULAWESI TENGAH

BAB III BAHAN DAN METODE

DESAIN MESIN PENARIK JARING (POWER BLOCK) BERTENAGA HIDROLIK UNTUK MINI PURSE SEINE

3 METODOLOGI PENELITIAN

CARA PENANGKAPAN, KELIMPAHAN DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN JARING INSANG DI WADUK CIRATA JAWA BARAT

Produksi rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 2: Metode long-line

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur

UJI OPERASIONAL ALAT TANGKAP RAMAH LINGKUNGAN JARING CIKER (JARING TIGA LAPIS ATAU TRAMMEL NET)

Sistem Perikanan Tangkap Ramah Lingkungan sebagai Upaya Menjaga Kelestarian Perikanan di Cilacap

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan

METODE PENANGKAPAN IKAN

BAB III BAHAN DAN METODE

BERITA ACARA PENJELASAN DOKUMEN PENGADAAN. NOMOR : 173/POKJA VIII.ULPBJ/X/2016 TANGGAL : 19 Oktober 2016

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN WADUK SECARA OPTIMAL DAN TERPADU

POMPA TALI 1. PENDAHULUAN 2. URAIAN SINGKAT 3. BAHAN 4. PERALATAN

PENGKAYAAN STOK TERIPANG PASIR (Holothuria scabra) DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU

UJI COBA DAN PENGOPERASIAN ALAT TANGKAP JARING IKAN TERUBUK LAPIS DUA DI PERAIRAN BENGKALIS, PROVINSI RIAU

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

KONSTRUKSI DAN PRODUKTIVITAS RUMPON PORTABLE DI PERAIRAN PALABUHANRATU, JAWA BARAT

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai September 2014 di kebun

TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL MEROPLANKTON PADA MALAM HARI DAN HASIL TANGKAPANNYA DI TELUK CEMPI, NUSA TENGGARA BARAT

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: KEP. 07/MEN/2004 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN BENIH IKAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Budidaya Laut (BBL) stasiun

Karamba jaring apung (KJA) kayu untuk pembesaran ikan kerapu di laut

RANCANG BANGUN KEREKAYASAAN ALAT PENGUKUR KARAPAS RAJUNGAN

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas induk pokok (Parent Stock)

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Jaring Angkat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Jumlah Armada Penangkapan Ikan Cirebon Tahun Tahun Jumlah Motor

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

PENGOPERASIAN ALAT TANGKAP PANCING TONDA DI LAUT BANDA YANG BERBASIS DI KENDARI

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 15/MEN/2009 TENTANG

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Efektifitas Modifikasi Rumpon Cumi sebagai Media Penempelan Telur Cumi Bangka (Loligo chinensis)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Keputusan Kepala Badpedal No. 47 Tahun 2001 Tentang : Pedoman Pengukuran Kondisi Terumbu Karang

3 METODOLOGI PENELITIAN

BUPATI BARITO KUALA PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 64 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN DI KABUPATEN BARITO KUALA

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI

PERIKANAN TUNA SKALA RAKYAT (SMALL SCALE) DI PRIGI, TRENGGALEK-JAWA TIMUR

3 METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

CARA PENANGKAPAN IKAN HIAS YA NG RA MA H LINGKUNGA N

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

memanfaatkan tingkah laku ikan yang menjadi tujuan penangkapan. Hal ini terlihat dari bentuk bubu itu sendiri yang menyerupai batang kayu berlubang

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

Gambar 6 Peta lokasi penelitian.

BUPATI KEPULAUAN MERANTI

I. PENDAHULUAN. dan lautan. Hutan tersebut mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE

G U B E R N U R SUMATERA BARAT

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

PEDOMAN PEMBANGUNAN PRASARANA SEDERHANA TAMBATAN PERAHU DI PERDESAAN

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock)

3.2.1 Spesifikasi alat tangkap Bagian-bagian dari alat tangkap yaitu: 1) Tali ris atas, tali pelampung, tali selambar

4 HASIL PENELITIAN 4.1 Kondisi Perikanan Tangkap di Lokasi Penelitian Teknologi alat penangkapan ikan

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

2 GAMBARAN UMUM UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP

PANDUAN PRAKTIKUM MATA KULIAH KETEKNIKAN BUDIDAYA IKAN (LUHT4338)

Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) - Bagian 2: Metode longline

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2016 T E N T A N G PEMASANGAN DAN PEMANFAATAN RUMPON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROSEDUR MOBILISASI DAN PEMASANGAN PIPA AIR MINUM SUPLEMEN MODUL SPAM PERPIPAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN POLA KKN TEMATIK

BAB III METODE PROYEK AKHIR. Motor dengan alamat jalan raya Candimas Natar. Waktu terselesainya pembuatan mesin

MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR)

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VII TINJAUAN KHUSUS METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN BALOK

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN ALAT CANTRANG DI PERAIRAN TELUK JAKARTA

KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

G U B E R N U R SUMATERA BARAT

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tingginya dinamika sumberdaya ikan tidak terlepas dari kompleksitas ekosistem

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Bubu ( Traps

ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN JARING INSANG HANYUT DAN KOMPOSISI JENIS IKAN HASIL TANGKAPAN DI SEKITAR PULAU BENGKALIS, SELAT MALAKA

Soal :Stabilitas Benda Terapung

Randy Aditya, Paulus Taru dan Adnan

BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN)

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan 3.3 Metode Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

TEKNIK PENGUKURAN DAN ANALISIS KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG

Transkripsi:

Pemasangan Habitat Buatan...di Perairan Umum Waduk Gajah Mungkur, Wonogiri (Sunarno & Harun) Tersedia online di: http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/btl e-mail:btl.puslitbangkan@gmail.com BULETINTEKNIKLITKAYASA Volume 14 Nomor 2 Desember 2016 p-issn: 1693-7961 e-issn: 2541-2450 PEMASANGAN HABITAT BUATAN ( ARTIFISIAL HABITAT ) DI PERAIRAN UMUM WADUK GAJAH MUNGKUR, WONOGIRI Sunarno dan Harun Balai Besar Penangkapan Ikan Semarang Teregistrasi I tanggal: 04 November 2016; Diterima setelah perbaikan tanggal: 18 November 2016; Disetujui terbit tanggal: 23 November 2016 PENDAHULUAN Sum ber daya perikanan perairan umum merupakan suatu sumber daya alam yang bersifat dapat pulih (renewable), terbuka (open access), dan milik umum (common property). Sifat-sifat tersebut membuka peluang terjadinya eksploitasi berlebih sehingga sumber daya alam tersebut harus dikelola secara rasional agar sumber daya tersebut menjadi lestari. Jumlah nelayan di waduk Gajah Mungkur pada tahun 2010 sebanyak 48 kelompok, dengan jumlah anggota nelayan sebanyak 1260 orang. Produksi perikanan tangkap 2010 sebesar 960 ton yang didominasi oleh ikan nila, patin dan tawes. Alat tangkap yang digunakan meliputi gillnet, branjang, pancing dan perangkap. Hasil tangkapan nelayan di Waduk Gajah Mungkur rata-rata 3-4 kg/perhari, dan pada umumnya bukan nelayan tetap, yang mempunyai alternatif mata pencaharian, seperti bertani, berdagang dan lain sebagainya. Salah satu upaya pemerintah daerah setempat untuk meningkatkan produksi perikanan tangkap adalah dengan cara penebaran benih ikan. Pada tahun 1981-2009 telah dilakukan penebaran benih ikan sebanyak 4.695.733 ekor ikan yang terdiri dari ikan tawes, nila, patin dan karper. Habitat buatan (Artifisial habitat) merupakan suatu bangunan yang tersusun dari benda padat yang ditempatkan di dalam perairan yang berfungsi sebagai tempat berpijah bagi ikan ikan dewasa (spawning ground) dan atau areal perlindungan asuhan dan pembesaran bagi telur serta anak anak ikan (nursery ground) yang bertujuan untuk memulihkan ketersediaan (stocks) sumberdaya ikan. Teknologi habitat buatan di perairan umum mengacu keberhasilan dari teknologi habiatat buatan yang telah banyak dilakukan di laut. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka teknologi habitat buatan di perairan umum daratan harus menyesuaikan karakter ikan, kedalaman perairan, ekosistem dan lingkungan di perairan umum daratan. Tujuan kegiatan perekayasaan adalah menghasilkan desain konstruksi habitat buatan yang sesuai untuk perairan umum daratan dan yang cocok untuk reservat di Waduk Gajah Mungkur POKOK BAHASAN Waktu dan Lokasi Kegiatan uji coba habitat buatan di perairan umum daratan dilakukan di Waduk Gajah Mungkur, Wonogiri - Jawa Tengah pada bulan April 2015. Bahan dan Alat a. Bahan habitat buatan Habitat buatan terdiri dari 3 model yang berbeda, degan bahan yang disajikan pada Tabel 1. b. Alat yang digunakan pada kegiatan ini disajikan pada Tabel 2. 103

BTL Vol. 14 No. 2 Desember 2016 : 103-107 Table 1. Spesifikasi bahan pada habitat buatan di Waduk Gajah Mungkur, Wonogiri. No Habitat Buatan Tipe 1 Tipe 2 Tipe 3 1 Bahan utama Partisiplastik Partisiplastik Partisiplastik 2 Pelampung Pipaparalon 4 - Pipaparalon 3 3 Pemberat Cor/batu - Cor/batu 4 Penyangga - Bambu - 5 Talipengikat PA mono no. 400 PA mono no. 400 PA mono no. 400 PE 3 mm PE 3 mm PE 3 mm 6 TaliUtama PE 8 mm - PE 8 mm 7 Talikolong - PE 8 mm - 8 Atraktor Genting - Genting Ijuk Ijuk Ijuk Klobot jagung Klobot jagung Klobot jagung Plastik band Plastik band Plastik band Tabel 2. Alat yang digunakan untuk pembuatan habitat buatan di Waduk Gajah Mungkur No. Instrumen / Peralatan Keterangan 1. Meteran / mistar Untuk mengukur komponen habitat buatan 2. Timbangan Untuk menimbang komponen habitat buatan 3. Gergaji besi Untuk memotong pipa pralon 4. Lem fox Untuk merekatkan sambungan pipa pralon 5. Kamera digital Untuk mendokumentasikan kegiatan 6. Alat tulis Mencatat hasil pengujian 7. Form isian Untuk memudahkan dalam proses pengisian 8. Gunting Untuk memotong tali temali 9. Coban Untuk menghubungkan partisi 10. GPS Untuk mengetahui posisi pemasangan c. Sarana Apung Sarana apung yang digunakan pada kegiatan ini adalah perahu motor tempel dan rakit (Gambar 1). Perahu dan rakit ini digunakan untuk mengangkut dan membawa modul, bambu, rangkaian pelampung pralon, pemberat, dan atraktor untuk proses penerjunan dan penenggelaman di Waduk Gajah Mungkur. Metode 1. Desain habitat buatan Kontruksi habitat buatan untuk Perairan Umum Daratan Waduk Gajah Mungkur dibuat supaya berfungsi sebagai nursery ground dan feeding ground, sehingga semua jenis ikan baik yang berada di dasar maupun dipermukaan dapat berlindung di habitat buatan tersebut. Habitat buatan dibuat dalam dua model, yaitu model yang menetap di dasar perairan dan model yang menggantung mengikuti permukaan perairan. Habitat buatan akan dipasang di zona konservasi Wiroko yang mempunyai karakteristik pasang tertinggi mencapai kedalaman 9 m, sedangkan surut terendah mempunyai kedalaman 1.5-2 m. Gambar 1. Sarana apung yang digunakan untuk penurunan habitat buatan Habitat buatan tipe ini harus mampu menjadi tempat berlindung bagi ikan-ikan kecil maupun ikan yang mau memijah, terutama untuk ikan-ikan yang mempunyai swimming layer di permukaan. Sebagi pelampung adalah menggunakan pipa paralon 4 inci dengan ukuran 2 x 2 m. Sedangkan partisi akan digantung di setiap sudut dan tengah paralon dengan pemberat atraktor genting. Dititik pusat paralon diberi tali yang menghubungkan dengan pemberat sehingga tidak bisa bergeser.tipe ini dibuat sebanyak 8 modul (Gambar 2-4). 104

Pemasangan Habitat Buatan...di Perairan Umum Waduk Gajah Mungkur, Wonogiri (Sunarno & Harun) 2. Pemasangan habitat buatan Gambar 2 : Habitat buatan tipe 1 Gambar 3 : Habitat buatan tipe 2 Gambar 4 : Habitat buatan tipe 3 Merakit Rumah Ikan Satu sub modul tersusun dari 5 set keranjang partisi plastik, oleh karenanya proses perakitan di darat dalam satu modul hanya tinggal 4 set keranjang partisi plastik yang proses perakitannya sebagai berikut (Gambar 5) : - Siapkan 4 partisi plastik vertikal dan 2 partisi plastik horizontal - Partisi-partisi tersebut dirangkai menjadi satu menggunakan ikatan dari tali PA mono (senar) - Konstruksi habitat buatan (m enggantung dipermukaan), dengan perincian sebagai berikut : - Memotong pipa paralon Æ 4 dengan ukuran 4 meter - Menyambung ujung dan tengah paralon dengan knee dan tee - Merangkai partisi-partisi menjadi submodul tingkat 2 dan submodul tingkat 3 - Memasang atraktor plastik band, ranting pohon berduri dan ijuk pada bagian badan submodul - Memasang tali untuk menghubungkan submodul dengan pelampung paralon - Memasang tali untuk menambah atraktor genting pada ujung submodul - Mempersiapkan bambu-bambu Æ 10 cm agar terbentuk 34 x 34 m sebagai pembatas area - Merangkai bambu pembatas rangkap 3 secara horisontal - Memasang atraktor ranting pohon berduri pada ujung-ujung submodul - Memasang tali untuk menambah atraktor genting pada ujung submodul - Memasang tali untuk menambahkan paving cor sebagai pemberat (dipasang ketika akan dilakukan pemasangan di waduk) 3. Tahapan-tahapan pemasangan habitat buatan adalah : a. Menancapkan tiang bambu secara vertikal sebanyak 4 buah sebagai pembatas area habitat buatan; b. Merangkai bambu pembatas secara horisontal sepanjang 34 m yang terdiri dari bambu rangkap 3 ; c. Mengaitkan bambu pembatas, bambu tiang pancang dengan kolong di tiap sisinya. Hal ini dimaksudkan agar ketika air pasang / surut, bambu pembatas akan menyesuaikan naik atau turun 105

BTL Vol. 14 No. 2 Desember 2016 : 103-107 Gambar 5 : Merakit konstruksi pelampung dan partisi habitat buatan Pemasangan habitat buatan pada suatu perairan adalah suatu kegiatan untuk merekayasa perairan tersebut menjadi perairan yang subur akan sumberdaya ikan. Proses terbentuknya perairan tersebut menjadi perairan yang subur setelah melalui proses bertahap dan keterkaitan banyak pihak, baik eksternal maupun internal. Pemikiran sederhana adalah setelah habitat buatan tersebut terpasang kem udian menjadi tem pat berkum pul serta berlindungnya ikan dalam jumlah banyak dan terus menerus, maka daerah perairan tersebut telah dapat dikatakan menjadi daerah perairan yang subur. Agar habitat buatan yang terpasang disukai ikan untuk tempat berkumpul dan berlindung, maka diperlukan suatu kondisi perairan yang sesuai serta daya pikat rumah ikan yang menarik, sehingga rumah ikan dapat berfungsi dan berkembang dengan baik sesuai harapan. Kondisi lingkungan perairan adalah hal yang sangat mutlak untuk persyaratan dalam pemasangan rumah ikan. Maka untuk memasang rumah ikan pada suatu perairan, harus dipilihkan suatu lokasi yang tepat, berdasarkan study kelayakan perairan. Persiapan lebih lanjut adalah menaikkan seluruh bahan, komponen dan peralatan ke atas perahu / rakit. Semua peralatan kerja dan komponenkomponen habitat buatan yang akan dipasang dinaikkan ke atas rakit / perahu. Adapun komponenkomponen dan peralatan yang harus disiapkan dan dinaikkan ke atas kapal adalah sebagai berikut : - Peralatan kerja (papan luncur, gunting, pisau dan coban yang sudah berisi tali senar No. 700). - 10 set pelampung paralon. - 16 buah pelampung botol. - 88 batang bambu sebagai pembatas area artifisial habitat. - 10 modul type I yang terdiri dari 40 submodul tingkat 3 dan 50 submodul tingkat 2 yang sudah dilengkapi dengan genting, stripping plastik, dan ijuk sebagai atraktor. - 64 modul type II yang terdiri dari submodul tingkat 3 yang sudah dilengkapi dengan genting, stripping plastik, dan ijuk sebagai atraktor. - 40 modul type III yang terdiri dari 40 submodul tingkat 3 yang sudah dilengkapi dengan genting, stripping plastik, dan ijuk sebagai atraktor. - 16 pemberat balok beton @ 10 kg. - 1 set tiang penuntun (lengkap dengan tali temali dan pemberatnya). Bila semua komponen dan peralatan kerja sudah dimuat dan ditata di atas perahu / rakit, maka perahu / rakit berangkat menuju ke calon lokasi pemasangan habitat buatan ke tengah perairan waduk. 4. Monitoring habitat buatan Setelah dilakukan pemasangan, 1 bulan kemudian dilakukan monitoring untuk melihat kondisi habitat buatan. Berdasarkan hasil monitoring, jenis ikan yang banyak ditemukan adalah ikan nila. 106

Pemasangan Habitat Buatan...di Perairan Umum Waduk Gajah Mungkur, Wonogiri (Sunarno & Harun) Gambar 6 : Hasil monitoring ikan yang tertangkap pada habitat buatan KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA 1) Desain habitat buatan yang dibuat pada perairan umum daratan di Waduk Gajah Mungkur adalah model yang menggantung mengikuti permukaan perairan dan model yang menetap di dasar perairan. 2) Model menggantung dipermukaan merupakan model yang dapat dikembangkan sesuai dengan karakter perairan Waduk Gajah Mungkur 3) Hasil monitoring diperoleh bahwa pada habitat buatan telah teridentifikasi jenis ikan dominan yaitu ika nila dalam kondisi matang gonad dan sudah memijah. William S.Jr and Lucian M. Sprague. 1991. Artificial habitats for marine and fresh water fisheries. Academic Press, Inc. San Diego, California. Abib Tirtowiyadi, 2002. Keragaan Pemanfaatan Terumbu Karang Secara Umum di Indonesia, BPPI Semarang Agung Riyadi. 2010. Penerapan Terumbu Karang Buatan (Rumpon) di Perairan Kutai Kartanegara Kalimantan Tengah. J. Hidrosfir Indonesia Vol. 5 No. 2 Hal.63-71. 107