Prosiding Peradilan Agama ISSN:

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. semua mahluk, baik manusia, hewan maupun tumbuhan. Seperti firman Allah

BAB I PENDAHULUAN. menghimpit, menindih atau berkumpul, sedangkan arti kiasanya ialah watha

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam menyalurkan kebutuhan biologisnya. diliputi rasa kasih sayang antara sesama anggota keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERCERAIAN KARENA ISTERI. A. Analisis terhadap Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim karena Isteri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

Pendapat Ulama Hanafiyah dan Ulama Syafi iyah Tentang Penarikan Kembali Harta yang Sudah Dihibahkan (Studi Komparatif)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah Swt. menciptakan manusia di bumi ini dengan dua jenis yang

BAB I PENDAHULUAN. Islam di Indonesia, Jakarta, Departemen Agama, 2001, hlm. 14.

BAB IV. Agama Bojonegoro yang menangani Perceraian Karena Pendengaran. Suami Terganggu, harus mempunyai pertimbangan-pertimbangan yang

BAB I PENDAHULUAN. boleh diadakan persetujuan untuk meniadakannya 1. Diakui secara ijma

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Umumnya bentuk atau cara perceraian karena talak,

A. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Perkara Perceraian Putusan. mediator yang tujuannya agar dapat memberikan alternatif serta solusi yang terbaik

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. perkawinan, tujuan hak dan kewajiban dalam perkawinan.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. 1. Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Perceraian (Putusan. Banyuwangi) perspektif UU No.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi utuh. Dalam syariat Islam ikatan perkawinan dapat putus bahkan

dengan amanat pasal 27 ayat 1 Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman. Peraturan tersebut menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Prosedur adalah tahap-tahap kegiatan untuk menyelesaikan sesuatu. 2

BAB I PENDAHULUAN. adalah berhimpun atau wata, sedangkan menurut syara artinya adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan

ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI'I TENTANG HAKAM TIDAK MEMILIKI KEWENANGAN DALAM MENCERAIKAN SUAMI ISTRI YANG SEDANG BERSELISIH SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. insan (yang berlainan jenis) untuk selama-lamanya sampai ajal menjemput,

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, serta menetapkan hak dan kewajiban masing-masing dari. membangun keluarga yang sehat secara lahir dan batin.

BAB I PENDAHULUAN. wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. untuk selamanya. Tetapi adakalanya karena sebab-sebab tertentu bisa

BAB I PENDAHULUAN. berpasang-pasangan termasuk di dalamnya mengenai kehidupan manusia, yaitu telah

BAB I PENDAHULUAN. sampai matinya salah seorang suami istri. Inilah sebenarnya yang dikehendaki

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SAMPANG. NOMOR: 455/Pdt.G/2013.PA.Spg.

BAB IV. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN NAFKAH ANAK ATAS DASAR EX AEQUO ET BONO DALAM STUDI PUTUSAN No.1735/Pdt.G/2013/PA.

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sunnah, dan ijma', demi menggantikan perpecahan dengan

BAB I PENDAHULUAN. perceraian. Selanjutnya persoalan yang terjadi di Indonesia telah diatur bahwa

BAB IV ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA TENTANG CERAI GUGAT DENGAN ALASAN IMPOTEN. A. Prosedur Cerai Gugat Dengan Alasan Impoten

BAB I PENDAHULUAN. dalam surat ar-rum ayat 21 sebagai berikut: Artinya: Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-nya ialah Dia menciptakan

IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMBIAYAAN MURA<BAH{AH DI BMT MADANI TAMAN SEPANJANG SIDOARJO

ب س م الله ال رح م ن ال رح ی م

BAB I PENDAHULUAN. penerus yang akan melanjutkan garis keturunannya. Untuk melakukan hubungan. biologisnya tersebut maka pernikahan adalah jalannya.

BAB IV HUKUM PERKAWINAN BAGI PENDERITA PENYAKIT IMPOTENSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. tersebut diucapkan sebagai bentuk perjanjian suami atas isterinya, diucapkan

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan pada dasarnya merupakan perilaku makhluk ciptaan. TuhanYang Maha Esa yang tidak hanya terbatas pada diri seorang manusia

Prosiding Peradilan Agama ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan

Kafa ah dalam Pernikahan Menurut Imam Maliki dan Imam Syafi i

BAB V PENUTUP. 1. Pendapat ulama Muhammadiyah dan Nahd atul Ulama (NU) di kota. Banjarmasin tentang harta bersama.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN WANITA HAMIL OLEH SELAIN YANG MENGHAMILI. Karangdinoyo Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro

PUTUSAN Nomor 0930/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. melawan

PUTUSAN Nomor : 0127/Pdt.G/2012/PA.Pas

BAB V PEMBAHASAN. A. Praktek Dan Pemahaman Masyarakat Desa Pinggirsari Kecamatan Ngantru tentang Kafa ah Dalam Perkawinan

P U T U S A N. Nomor 0596/Pdt.G/2014/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Nomor: 0148/Pdt.G/2010/PA.Spn. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. wanita telah sepakat untuk melangsungkan perkawinan, itu berarti mereka

P U T U S A N SALINAN. Nomor 1638/Pdt.G/2014/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah

BUYUT POTROH SEBELUM PROSESI AKAD NIKAH DI DESA

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PRAKTIK PENJATUHAN TALAK SEORANG SUAMI MELALUI TELEPON DI DESA RAGANG KECAMATAN WARU KABUPATEN PAMEKASAN

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP DISSENTING OPINION DALAM PUTUSAN PERKARA CERAI GUGAT (Studi Putusan Nomor 0164/Pdt.G/2014/PA.Mlg)

TENTANG DUDUK PERKARA

BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan dalam agama Islam disebut Nikah yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang tersebut diberlakukan. Pada prinsipnya masyarakat jahiliyah

BAB I PENDAHULUAN. dengan melangsungkan Perkawinan manusia dapat mempertahankan

و و و) ه م إ م و ا ه ه م ه ا ه

P U T U S A N BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Melawan

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA. wawancara kepada para responden dan informan, maka diperoleh 4 (empat) kasus

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan ini. Salah satu jalan dalam mengarungi kehidupan adalah dengan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dalam agama Islam mempunyai kedudukan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan bahagia yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad Saw. Perkawinan akan

BAB I PENDAHULUAN. Perceraian dalam istilah ahli Fiqih disebut talak atau furqah. Adapun

P U T U S A N BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

P U T U S A N. Nomor: 1150/Pdt.G/2013/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Melawan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

TENTANG DUDUK PERKARA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM MENGABULKAN CERAI GUGAT DENGAN SEBAB PENGURANGAN NAFKAH TERHADAP ISTERI

BAB I PENDAHULUAN. yang mana dimulai dari kelahiran kemudian dilanjutkan dengan perkawinan dan

P U T U S A N. Nomor 0979/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB IV. A. Mekanisme Penundaan Waktu Penyerahan Barang Dengan Akad Jual Beli. beli pesanan di beberapa toko di DTC Wonokromo Surabaya dikarenakan

P U T U S A N. Nomor 0268/Pdt.G/2014/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Melawan

P U T U S A N. Nomor: 0178/Pdt.G/2010/PA.Spn. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor: 1592/Pdt.G/2012/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Melawan

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA

PUTUSAN Nomor : 002/Pdt.G/2011/PA.Mto. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor 0891/Pdt.G/2014/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor: 0016/Pdt.G/2013/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Melawan

BAB II KONSEPSI DASAR TENTANG JUAL BELI DALAM ISLAM.. yang berarti jual atau menjual. 1. Sedangkan kata beli berasal dari terjemahan Bahasa Arab

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun

P U T S A N. Nomor 0828/Pdt.G/2015/PA.Pas BISSMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI

P U T U S A N. Nomor: 1419/Pdt.G/2012/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Melawan

P U T U S A N. Nomor 1268/Pdt.G/2014/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. melawan

Transkripsi:

Prosiding Peradilan Agama ISSN: 2460-6391 Pendapat Ulama Hanafiyah dan Ulama Syafi iyah Tentang Penarikan Analisis Pendapat Imam Syafi i terhadap Pasal 116 (Huruf E) KHI Tentang Kriteria Cacat Badan atau Penyakit yang Dapat Diajukan Sebagai Alasan Perceraian 1 Ruslan Al Azami, 2 Tamyiez Dery, 3 M. Roji Iskandar 1,2,3 Prodi Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah (Hukum Keluarga Islam), Fakultas Syariah, Universitas Islam Bandung, Jl. Tamansari No. 1 Bandung 40116 e-mail: 1 ruslan.alazamibarokallah@gmail.com Abstrak. Perceraian mempunyai arti putusnya ikatan perkawinan atau dengan kata lain memutuskan ikatan perkawinan dengan menggunakan lafaz talaq atau yang seumpama dengannya, baik itu timbulnya dari pihak suami ataupun dari pihak isteri. Dalam KHI terdapat poin-poin alasan-alasan yang dapat dijadikan untuk melakukan perceraian, diantaranya yaitu karena disebabkan cacat badan atau penyakit. Identifikasi masalah yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah pendapat Imam Syafi i tentang kriteria cacat badan atau penyakit yang dapat diajukan sebagai alasan perceraian, ketentuan KHI tentang cacat badan atau penyakit sebagai alasan perceraian dan pendapat Imam Syafi i terhadap pasal 116 (huruf e) KHI tentang kriteria cacat badan atau penyakit yang dapat diajukan sebagai alasan perceraian. Penelitian ini merupakan penelitian pustaka yang bertujuan menganalisa pandangan madzhab imam Syafi i terhadap pasal 116 (huruf e) KHI tentang kriteria cacat badan atau penyakit yang dapat diajukan sebagai alasan perceraian. Dalam penelitian ini penyusun menggunakan pendekatan yaitu metode yuridis normatif, penelitian yuridis normatif adalah penelitian yang mencakup tentang azas-azas hukum, sistematika hukum, perbandingan hukum, dan taraf singkronisasi hukum. Sehingga diharapkan dapat menganalisa dengan jelas pandangan madzhab imam Syafi i terhadap pasal 116 (huruf e) KHI tentang kriteria cacat badan atau penyakit yang dapat diajukan sebagai alasan perceraian, dengan tehnik pengumpulan data melalui penelaahan terhadap bahan-bahan pustaka yang berkaitan dengan permasalahan tersebut. Berdasarkan penelitian, Imam Syafi i menyebutkan, masing-masing dari suami atau istri berhak meminta fasakh, disebabkan karena adanya cacat dari cacat-cacat yang dapat terjadi pada suami istri atau pada salah satu dari keduanya. Dalam Kompilasi Hukum Islam pada pasal 116 huruf e, perceraian dapat terjadi karena alasan terdapat cacat badan pada salah satu pasangan suami atau isteri dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai mana mestinya. Imam Syafi i berpendapat, apabila salah seorang suami atau isteri manemukan pada diri pasangannya cacat fisik atau mental yang menghalangi kelanggengan kehidupan perkawinan, maka salah satu pihak tersebut boleh memilih (khiyar) untuk bercerai atau melanjutkan perkawinannya. Kata Kunci: Kriteria Cacat, Alasan Perceraian A. Pendahuluan Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa 1. dengan dasar saling mencintai, menyayangi, menolong dengan ikhlas, agar tercapainya kebahagiaan hidup. Tujuan perkawinan yang disebutkan dalam kompilasi hukum Islam Pasal 3 yaitu perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan rahmah. Setiap manusia ingin membentuk keluarga harmonis yang penuh dengan kasih sayang, agar sesuai dengan perintah Tuhan yang maha esa. Namun apa yang kita harapkan tidak semua berjalan dengan lancar, walaupun telah berupaya keras mempertahankan kerukunan rumah tangga. Setiap manusia akan 1 Undang-undang Republik Indonesia No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pasal 1. 7

8 Ruslan Al Azami, et al. diuji, akan tetapi setiap ujian yang mereka hadapi di dalam kehidupan berumah tangga ada yang mampu menghadapi ujian dan ada pula yang tidak mampu menghadapinya. Ketika pasangan suami istri tidak mampu menghadapi ujian, maka perceraian menjadi solusi untuk menyelesaikan masalah. Salah satu faktor penyebab terjadinya perceraian ialah karena salah seorang di antara suami-istri menemukan adanya cacat pada diri pasangannya. Sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 116 (huruf e) yaitu salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri. 2 Cacat badan atau penyakit adalah salah satu contoh alasan yang menyebabkan kehidupan rumah tangga tidak lagi harmonis, karena dalam interaksi antara suami dan isteri akan terhambat sehingga menyebabkan salah satu pihak dari suami atau isteri tidak dapat melaksanakan kewajibannya. Namun demikian, dalam keadaan tersebut, Islam khususnya di Indonesia telah diberikan kemudahan dengan keberadaan KHI Pasal 116 (huruf e) yang membolehkan perceraian yang diakibatkan salah satu pihak mengalami kecacatan. Keberadaan pasal tersebut dipandang sebagai suatu jalan bagi kemaslahatan kehidupan manusia. Pasal 116 (huruf e) KHI merupakan bentuk dari ijtihad yang dilakukan oleh para ulama. Meski demikian, pada kenyataannya hasil ijtihad tersebut masih terdapat hal-hal yang belum jelas. Pasal 116 (huruf e) KHI merupakan pasal yang membolehkan pasangan suami isteri untuk memutuskan ikatan perkawinannya, dengan alasan salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit, namun pasal tersebut tidak menjelaskan secara terperinci mengenai batasan-batasan kriteria cacat badan atau penyakit apa saja yang dapat diajukan sebagai alasan untuk bercerai. Dikawatirkan dengan tidak adanya penjelasan mengenai kriteria cacat badan atau penyakit tersebut, seseoarang akan dengan mudahnya mengajukan perceraian dengan alasan pasangannya mengalami cacat badan atau penyakit, padahal pada kenyataanya keadaan cacatnya itu tidak dikategorikan cacat atau penyakit berat yang membuat pasangannya menderita. Menyikapi hal tersebut, dalam menjelaskan kriteria cacat badan atau penyakit yang dialami oleh salah satu pasangan suami istri, apabila salah satu pihak berkeinginan untuk memutuskan ikatan perkawinannya, maka agar tidak sewenangwenang mengajukan perceraian, untuk hal ini diambil pendapat imam mazhab yakni pendapat imam syafi i tentang batasan-batasan kriteria cacat badan yang dapat diajukan sebagai alasan untuk bercerai. Islam telah memberikan ketentuan tentang batas-batas hak dan tanggung jawab bagi suami isteri supaya perkawinan berjalan dengan sakinah, mawaddah, dan rahmah. Bila ada di antara suami isteri berbuat di luar hak dan kewajibannya maka Islam memberi petunjuk bagaimana cara mengatasinya dan mengembalikannya kepada yang hak. Tetapi bila dalam suatu rumah tangga terjadi krisis yang tidak lagi dapat diatasi, maka Islam memberikan jalan keluar berupa perceraian. Meskipun perceraian itu merupakan perbuatan yang halal, namun Allah sangat membenci perceraian tersebut. Sebagai mana dalam hadits Rasulullah Saw. Diriwayatkan Abu dawud dan Ibnu majah, dan disahkan oleh hakim dan 2 Direktorat Pembinaan Badan Pengadilan Agama, Departemen Agama RI, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Direktorat Pembinaan Kelembagaan Hukum Islam Departemen Agama Jakarta, 2000, hal. 29 Volume 2, No.1, Tahun 2016

Pendapat Ulama Hanafiyah dan Ulama Syafi iyah Tentang Penarikan Analisis Pendapat Imam Syafi i 9 rajihkan oleh Abu Hatim kemursalahannya. Dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhu dari Nabi, beliau bersabda: ع ن ا ب ن ع م ر ق ل : ق ل ر س ول ا هلل ص أب غض ا ل لل إ ل الل ه الط ل ق.) رواه ابوداودوابن ما جه ( Perkara halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talaq. (diriwayatkan Abu Dawud dan Ibnu Majah). 3 Talaq itu dibenci bila tidak ada suatu alasan yang benar, sekalipun Nabi SAW. Menamakan talaq sebagai perbuatan yang halal. Karena ia merusak perkawinan yang mengandung kebaikan-kebaikan yang dianjurkan oleh agama. 4 Berdasarkan pemaparan di atas, penelitian ini adalah mengenai pendapat imam madzhab tentang kriteria cacat badan yang dapat diajukan sebagai alasan perceraian. Perlu dijelaskan kedudukan hukumnya sesuai syariat Islam dan mencari solusinya. Penulis yakin karena Islam dengan kesempurnaan ajarannya, dan keluhurannya tidak akan meninggalkan suatu permasalahan kemanusiaan tanpa memberikan jalan keluarnya, tidak ada kedustaan di dalamnya karena Islam adalah agama Allah yang lurus. Adapun untuk tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui pendapat Imam Syafi i tentang kriteria cacat badan atau penyakit yang dapat diajukan sebagai alasan perceraian, untuk mengetahui ketentuan KHI tentang cacat badan atau penyakit sebagai alasan perceraian serta untuk mengetahui analisis pendapat Imam Syafi i terhadap pasal 116 (huruf e) KHI tentang kriteria cacat badan atau penyakit yang dapat diajukan sebagai alasan perceraian. B. Landasan Teori Pada bagian ini penulis menguraikan pendapatnya imam Syafi i tentang kriteria cacat badan atau penyakit yang dapat diajukan sebagai alasan perceraian dan mencari keterangan di dalam kompilasi hukum Islam tentang perceraian karena cacat badan atau penyakit. Sebelumnya penulis menguraikan terlebih dahulu biografi Imam Syafi i, dari mulai nama, pendidikan, karya-karyanya, metodologi imam syafi i dalam penetapan hukum, ketentuan perceraian dari mulai pengertian, rukun dan syarat perceraian dan hukum perceraian, serta ketentuan metode ijtihad yang dipakai oleh imam syafi i mengenai permaslahan perceraian karena cacat badan atau penyakit yang dapat dijadikan sebagai alasan perceraian. Dalam istilah agama, cerai atau talaq artinya melepaskan ikatan perkawinan atau bubarnya hubungan perkawinan. 5 Secara bahasa (etimologi), talaq artinya melepaskan ikatan dan membebaskan. Sedangkan menurut istilah (termilogi) Al-Jaziri dalam kitabnya Al-fiqh ala Al-madzahib Al- Arbaah merumuskan dengan terjemahan bebas oleh Farid As ari Talaq ialah menghilangkan ikatan perkawinan atau 3 Ibnu majah, dalam Sunan Ibnu Majah, juz 1, Bab Thalaq Hadits ke. 2018, hal. 650 4 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 8, Alih Bahasa Mohammad Thalib, Bandung: PT. Al-Ma arif, 1996, hal 13 5 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid VIII, Alih Bahasa Mohammad Thalib, Bandung: PT. Al- Ma arif, 1996, hal. 9 Peradilan Agama, Gelombang 1, Tahun Akademik 2015-2016

10 Ruslan Al Azami, et al. mengurangi pelepasan ikatannya dengan menggunakan kata tertentu 6 Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa talaq mempunyai arti putusnya ikatan perkawinan atau dengan kata lain perceraian antara suami isteri, baik itu timbulnya dari pihak suami ataupun dari pihak isteri, bahkan mungkin berdasarkan kesepakatan antara keduanya. Dalam perundang-undangan Indonesia mengenai perceraian ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 pada pasal 38-41. Pada pasal 38 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 disebutkan bahwa perkawinan dapat putus karena beberapa sebab yaitu karena kematian, perceraian dan atas putusan sidang. 7 Perceraian hanya dapat dilakukan di hadapan sidang Pengadilan Agama seperti dalam pasal 115 yang berbunyi: perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama, setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak, pada Pasal 113 ditetapkan bahwa perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian atau keputusan Pengadilan. Sedangkan dalam Pasal 114 diatur bahwa putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talaq atau berdasarkan gugatan perceraian. Kompilasi Hukum Islam telah menetapkan beberapa alasan-alasan untuk melakukan perceraian. Dalam kompilasi hukum Islam terdapat poin-poin alasan untuk dijukan untuk melakukan perceraian yaitu dalam pasal 116, diantaranya yaitu pada poin hurup e. Pasal 116 (hurup e) KHI ini merupakan pasal yang memperbolehkan pasangan suami isteri untuk memutuskan ikatan perkawinannya, bila salah satu pihak kedapatan mengalami cacat badan atau penyakit. C. Hasil Penelitian dan Pembahasan Dalam Pasal 116 (huruf e) KHI yang menyatakan salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri. Ini merupakan pasal yang dapat di jadikan dasar hukum bagi pasangan suami atau isteri yang hendak melakukan perceraian, dengan alasan salah satu pihak mengalami cacat badan atau penyakit. Keberadaan pasal tersebut dipandang sebagai suatu jalan bagi kemaslahatan kehidupan manusia. Meski demikian, pada kenyataannya pasal tersebut masih terdapat hal-hal yang belum jelas, karena pasal tersebut tidak di sertakan batasan-batasan juga tidak mencantumkan secara jelas dan terperinci mengenai kriteria cacat badan atau penyakit apa saja yang dapat diajukan sebagai alasan untuk bercerai. Oleh karena itu, dengan tidak disertakannya batasan-batasan (kriteria) cacat badan atau penyakit, dikawatirkan orang yang sudah memiliki pasangan dan ternyata salah satu pihak dari mereka mendapati pasangannya cacat badan atau penyakit mereka akan dengan mudahnya mengajukan perceraian, dengan alasan pasangan hidupnya itu mengidap cacat badan atau penyakit. Padahal pada kenyataannya cacat atau penyakit tersebut tidak begitu parah dan tidak menghalangi tercapainya maksud dari pernikahan. Pendapat imam Syafi i, dalam hal ini dipandang lebih maslahat, karena pendapat tersebut menjelaskan secara terperinci tentang cacat badan dan penyakit apa saja yang dikategorikan atau yang menjadi kriteria, sehingga dapat diajukan sebagai alasan perceraian. Karena, tidak semua cacat dan penyakit dapat dikategorikan sebagai IV, hal. 278 6 Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh ala al-madzahib al-arb ah, Kairo: Daarul Hadits, 2004, Juz 7 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Banjarmasin, 1992, hal 76 Volume 2, No.1, Tahun 2016

Pendapat Ulama Hanafiyah dan Ulama Syafi iyah Tentang Penarikan Analisis Pendapat Imam Syafi i 11 alasan perceraian. Imam Syafi I berpendapat, dalam kitab Al-Umm menyatakan: Al-Rabi' memberitakan kepada kami, Syafi'i berkata: "Perpisahan di antara dua orang suami istri itu ada beberapa macam, yang seluruhnya tercakup dengan nama firqah (perpecahan). Kata firqah menurut imam Syafi i, identik degan kata talaq. Talaq itu sendiri menurutnya dapat terjadi karena beberapa macam alasan. 8 Pernyataan Imam Syafi'i menunjukkan bahwa perceraian suami istri dapat terjadi karena beberapa macam alasan. Cacat badan dijadikan sebagai salah satu alasan untuk melakukan perceraian, Imam Syafii berpendapat bahwa terdapat rincian-rincian cacat badan dan jumlah cacat yang menyebabkan putusnya perkawinan. Imam Syafi i berpendapat bahwa apabila salah seorang suami isteri manemukan pada diri pasangannya cacat fisik atau mental yang menghalangi kelangsungan perkawinan, maka salah satu pihak tersebut boleh memilih (khiyar) untuk bercerai atau melanjutkan perkawinan. 9 Untuk melakukan perceraian hendaklah mempunyai alasan yang tepat, yaitu terdapatnya hal-hal yang mengganggu dan menghalangi terlaksananya hak dan kewajiban suami istri sehingga rumah tangga sakinah, mawaddah, dan rahmah tidak dapat tercapai Ulama Syafi i menyebutkan, masing-masing dari suami istri berhak meminta fasakh disebabkan karena adanya salah satu cacat dari cacat-cacat yang bisa terjadi pada suami istri atau pada salah satu dari keduanya 10. D. Kesimpulan Perceraian mempunyai arti putusnya ikatan perkawinan atau dengan kata lain memutuskan ikatan perkawinan dengan menggunakan lafaz talaq atau yang seumpama dengannya, baik itu timbulnya dari pihak suami ataupun dari pihak isteri. Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan penulis, maka dapat ditarik kesimpulan: 1. Imam Syafi i menyebutkan, masing-masing dari suami atau istri berhak meminta fasakh, disebabkan karena adanya cacat dari cacat-cacat yang dapat terjadi pada suami istri atau pada salah satu dari keduanya. Dalam keterangan lain, imam Syafi i berpendapat bahwa terdapat rincian-rincian cacat badan dan jumlah cacat yang dapat diajukan sebagai alasan perceraian. Imam Syafi i berpendapat, apabila salah seorang suami atau isteri manemukan pada diri pasangannya cacat fisik atau mental yang menghalangi kelanggengan kehidupan perkawinan, maka salah satu pihak tersebut boleh memilih (khiyar) untuk bercerai atau melanjutkan perkawinannya. 2. Dalam Kompilasi Hukum Islam, Perceraian hanya dapat dilakukan di hadapan sidang Pengadilan Agama seperti dalam pasal 115 yang berbunyi: perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama, setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak, pada Pasal 113 ditetapkan bahwa perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian atau keputusan Pengadilan. Sedangkan dalam Pasal 114 diatur bahwa 8 Imam Syafi î, Al-Umm, Juz. V, Beirut: Dâr al-kutub al-ilmiah, hlm. 129. 9 Ibnu Rusyd, Terjemah Bidayatul Mujtahid, As-Syifa, 1990 hlm. 454 10 Abdurrahman Al-Jaziri, Kitab Al-Fiqh ala Mazahib Al-Arba ah, Beirit: Darul Fikri, 1969, Juz IV, hlm. 19 Peradilan Agama, Gelombang 1, Tahun Akademik 2015-2016

12 Ruslan Al Azami, et al. putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talaq atau berdasarkan gugatan perceraian. Kompilasi Hukum Islam telah menetapkan beberapa alasan-alasan untuk melakukan perceraian. Salah satu faktor penyebab terjadinya perceraian ialah karena, di antara suami atau istri menemukan adanya cacat pada diri pasangannya. Sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam pasal 116 (huruf e) yaitu salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri. 3. Bahwa cacat badan atau penyakit dapat dijadikan sebagai alasan untuk melakukan perceraian, hal ini berdasarkan Kompilasi Hukum Islam pasal 116 (huruf e), namun pada pasal tersebut hanya membolehkan tanpa menjelaskan secara jelas mengenai kriteria cacat atau penyakit yang dapat dikategorikan sebagai alasan pengajuan perceraian. Mengenai hal ini, imam Syafi i menjelaskan bahwa terdapat beberapa cacat badan atau penyakit yang dapat diajukan sebagai alasan perceraian, yaitu: sebab aib yang mungkin terjadi antara keduanya yaitu gila, kusta, dan supak. Suami mempunyai hak fasakh, apabila ia mendapatkan istrinya mempunyai alat kelamin yang tidak berfungsi seperti Al- Ritq (tersumbatnya lubang vagina) dan Al-Qarn. Dan istri mempunyai hak fasakh jika mendapatkan suaminya majbub atau impoten. Imam Syafi i pun berpendapat, bahwa tidak semua cacat badan atau penyakit dapat dikategorikan sebagai alasan untuk diajukan perceraian, karena ada yang dikategorikan cacat badan atau penyakit berat dan adapun yang dianggap ringan. Misalnya faraj berbuih, istihadlah (keluar darah terus menerus), kencing bernanah, buta, idiot, tidak bisa dijadikan alasan untuk fasakh, karena cacat tersebut tidak menghalangi tercapainya maksud pernikahan. Daftar Pustaka Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Banjarmasin, 1992. Al-Jaziri Abdurrahman, Al-Fiqh ala al-madzahib al-arb ah, Kairo: Daarul Hadits, 2004, Juz IV. Direktorat Pembinaan Badan Pengadilan Agama, Departemen Agama RI, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Direktorat Pembinaan Kelembagaan Hukum Islam Departemen Agama Jakarta, 2000. Ibnu Rusyd, Terjemah Bidayatul Mujtahid, As-Syifa, 1990 hlm. 454 Ibnu majah, dalam Sunan Ibnu Majah, juz 1, Bab Thalaq Hadits ke. 2018. Imam Syafi î, Al-Umm, Juz. V, Beirut: Dâr al-kutub al-ilmiah, hlm. 129 Sabiq Sayyid, Fiqih Sunnah Jilid VIII, Alih Bahasa Mohammad Thalib, Bandung: PT. Al-Ma arif, 1996. Undang-undang Republik Indonesia No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Volume 2, No.1, Tahun 2016