BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah self-esteem yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan. harga diri, coba dijabarkan oleh beberapa tokoh kedalam suatu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA Kemandirian dalam pengambilan keputusan Pengertian kemandirian dalam pengambilan keputusan

BAB II TINJAUAN TEORI. Dalam kamus tthe world book encyclopedia (dalam Widowaty,2008)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Seluruh siswa di Madrasah Aliyah (MA) Almaarif Singosari-Malang,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. mengharapkan pengaruh orangtua dalam setiap pengambilan keputusan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Konsumtif adalah pemakaian atau pengonsumsian barang-barang yang

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. adanya suatu periode khusus dan periode sulit, dimana pada tahun-tahun awal. masa dewasa banyak merasakan kesulitan sehingga mereka

BAB I PENDAHULUAN. tahap-tahap perkembangan mulai dari periode pranatal sampai pada masa usia lanjut

Psikologi Sosial 2. PsikoDinamika Kelompok Norma Kelompok Bagaimana Terjadinya norma; Psikodinamika norma, perubahan sosial

BAB II LANDASAN TEORI

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN KONFORMITAS DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA PUTRI DI SMAN 2 NGAWI BAB I PENDAHULUAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki arti tersendiri di dalam hidupnya dan tidak mengalami kesepian.

KONFORMITAS. Konformitas dan Norma SoSial. Konformitas dan Penelitian Solomon Asch. Pengaruh Sosial dan Kontrol Pribadi (bag 1) Halaman 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang lain dan memahami orang lain. Konsep kecerdasan sosial ini berpangkal dari

BAB I PENDAHULUAN. Kecerdasan awalnya dianggap sebagai kemampuan general manusia untuk

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perubahan dalam gaya hidup. Kehidupan yang semakin modern menjadikan

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB I PENDAHULUAN HUBUNGAN KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP NEGERI 1 BANDUNG

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Secara psikologis masa remaja dikatakan sudah mencapai masa remaja

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Negeri 2 Tarik Sidoarjo. Jumlah dalam penelitian ini sebanyak 67 subjek.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

BAB II LANDASAN TEORITIS

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia

PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. bahkan sampai jam enam sore jika ada kegiatan ekstrakulikuler di sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

DASAR-DASAR PERILAKU KELOMPOK. Bab 9 PERILAKU ORGANISASI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Definisi Perilaku Organisasi. meningkatkan keefektifan suatu organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. budaya dalam negeri. Dunia musik telah mengalami perkembangan, genre musik

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Elsa Sylvia Rosa, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. sebuah evaluasi karakteristiknya. Rivai & Sagala (2009) menjelaskan

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 8 Tabel Subjek penelitian berdasarkan kelas

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan muncul generasi-generasi yang berkualitas. Sebagaimana dituangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (dalam Kompas, 2011) menyatakan bahwa didapatkan jumlah mahasiswa

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai masalah penelitian, variabel penelitian,

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan

BAB 4 ANALISIS DATA Hasil Penelitian Subjek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan

PSIKOLOGI SOSIAL. Diri sosial (social self)

BAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan gangguan yang disebut dengan enuresis (Nevid, 2005).

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola. Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu

BAB II LANDASAN TEORI. berkaitan dengan komitmen afektif dan budaya organisasi. karena mereka menginginkannya (Meyer dan Allen, 1997)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah seseorang yang berada pada rentang usia tahun dengan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kecemasan masing-masing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri Akademik

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga dan

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu tahapan yang harus dilalui seorang individu untuk bergerak ke

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif terhadap Produk Kosmetik. 1. Pengertian Perilaku Konsumtif terhadap Produk Kosmetik

BAB I PENDAHULUAN. informasi, ekonomi-industri, sosial budaya dan bidang lainnya. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif

BAB I PENDAHULUAN. perilaku membeli pada masyarakat termasuk remaja putri. Saat ini,

EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK

Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational

Modul ke: PSIKOLOGI SOSIAL 1. Sikap. Fakultas PSIKOLOGI. Filino Firmansyah M. Psi. Program Studi Psikologi

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Self-Esteem 2.1.1 Pengertian Self-Esteem Istilah self-esteem yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan harga diri, coba dijabarkan oleh beberapa tokoh kedalam suatu pengertian. Tokoh-tokoh tersebut diantaranya; Baron dan Byrne (dalam Geldard, 2010) menyebut harga diri sebagai penilaian terhadap diri sendiri yang dibuat individu dan dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki orang lain dalam menjadi pembanding. Sedangkan Harper (2002) memberikan pengertian tentang harga diri adalah penilaian diri yang dipengaruhi oleh sikap, interaksi, penghargaan, dan penerimaan orang lain terhadap individu. Shahizan (2003) mengungkapkan bahwa harga diri merupakan evaluasi positif dan negatif tentang diri sendiri yang dimiliki seseorang. Evaluasi ini memperlihatkan bagaimana individu menilai dirinya sendiri dan diakui atau tidaknya kemampuan dan keberhasilan yang diperolehnya. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap keberadaan dan keberartian dirinya. Gecas dan Rosenberg (dalam Hurlock, 2007) mendefinisikan harga diri sebagai evaluasi positif yang menyeluruh tentang dirinya. Berdasarkan uraian di atas, harga diri adalah penilaian individu terhadap dirinya sendiri secara positif atau negatif yang dipengaruhi oleh hasil interaksinya dengan orang-orang yang penting dilingkungannya 6

7 serta dari sikap, penerimaan, penghargaan, dan perlakuan orang lain terhadap dirinya. 2.1.2 Aspek-Aspek Self-Esteem Adapun aspek-aspek yang berhubungan dengan self-esteem, menurut Brown (dalam Santrock, 2003) terdapat 3 aspek, yakni : 1. Global self-esteem merupakan variabel keseluruhan dalam diri individu secara keseluruhan dan relatif menetap dalam berbagai waktu dan situasi 2. Self-evaluation merupakan bagaimana cara seseorang dalam mengevaluasi variabel dan atribusi yang terdapat pada diri mereka. Misalnya ada seseorang yang kurang yakin kemampuannya di sekolah, maka bisa dikatakan bahwa ia memiliki self-esteem yang rendah dalam bidang akademis, sedangkan seseorang yang berpikir bahwa dia terkenal dan cukup disukai oleh orang lain, maka bisa dikatakan memiliki self-esteem sosial yang tinggi. 3. Emotion adalah keadaan emosi sesaat terutama seseuatu yang muncul sebagai konsekuensi positif dan negatif. Hal ini terlihat ketika seseorang menyatakan bahwa pengalaman yang terjadi pada dirinya meningkatkan self-esteem atau menurunkan self-esteem mereka. Misalnya, seseorang memiliki self-esteem yang tinggi karena mendapat promosi jabatan, atau seseorang memiliki self-esteem yang rendah setelah mengalami perceraian.

8 2.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Self-Esteem Monks (2004) menyebutkan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi self-esteem seseorang. Keempat faktor tersebut yaitu: A. Lingkungan keluarga Lingkungan keluarga merupakan tempat sosialisasi pertama bagi anak. Perlakuan adil, pemberian kesempatan untuk aktif dan pendidikan yang demokratis di dapat pada anak yang memiliki harga diri yang tinggi. B. Lingkungan sosial Lingkungan sosial tempat individu mempengaruhi bagi pembentukan harga diri. Individu mulai menyadari bahwa dirinya berharga sebagai individu dengan lingkungannya. Kehilangan kasih sayang, penghinaan, dan dijauhi teman sebaya akan menurunkan harga diri. Sebaliknya pengalaman, keberhasilan, persahabatan, dan kemasyuran akan meningkatkan harga diri. C. Faktor psikologis Penerimaan diri akan mengarahkan individu mampu menentukan arah dirinya pada saat mulai memasuki hidup bermasyarakat sebagai anggota masyarakat yang sudah dewasa. D. Jenis kelamin Perbedaan jenis kelamin mengakibatkan terjadinya perbedaan dalam pola pikir, cara berpikir, dan bertindak antara laki-laki dan perempuan.

9 2.1.4 Kondisi Yang Mempengaruhi Self-Esteem Hurlock (2007) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa kondisi yang dapat mempengaruhi self-esteem seseorang, yaitu : 1. Teman sebaya, mereka mempengaruhi pola kepribadian seseorang dengan dua cara. Antara lain, konsep diri merupakan cerminan tentang lingkungan sosial terhadap diri. Kedua, terkadang seseorang memilih berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri kepribadian agar diakui oleh lingkungan sosial atau kelompok. 2. Cita-cita, bila seseorang memiliki keinginan yang tidak realistik akan rentan mengalami kegagalan. Dalam hal ini akan menimbulkan keadaan tidak mampu dan reaksi bertahan, dimana orang tersebut akan cenderung menyalahkan orang lain atas kegagalannya. 2.2 Konformitas 2.2.1 Pengertian Konformitas Terdapat beberapa definisi konformitas yang dikemukakan oleh para ahli, berikut diantaranya, menurut Muzafer (dalam Wade, 2001) menyebutkan conformity can be defined as adjusting one s behavior or think to match those of other people or a group standart. Sementara Middlebrook (dalam Sarwono, 2005) mendefinisikan konformitas dengan the pressure to modify what you say and do to make it correspond with

10 the other say and do. Selanjutnya pengertian konformitas menurut Caldini, dkk (dalam Robbins, 2008) adalah conformity is the tendency to change one s belief or behaviors to match the behavior of others. Dari beberapa definisi di atas dapat dilihat bahwa konformitas merupakan penyesuaian atau perubahan perilaku dan pikiran yang dilakukan oleh seseorang individu agar sesuai dengan standar orang lain, sebagai hasil dari tekanan kelompok yang nyata atau yang dibayangkan. 2.2.2 Alasan Melakukan Konformitas Ada beberapa alasan mengapa seseorang melakukan konformitas, salah satunya adalah keinginan atau kebutuhan untuk mencocokan diri dengan orang lain agar dapat diterima dalam suatu lingkungan sosial (Sherif, dalam Robbins, 2008). Menurut Martin dan Hewstone (dalam Sarwono, 2005) ada dua alasan mengapa seseorang melakukan konformitas, yaitu untuk merasa benar dan untuk disukai. 2.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Konformitas Menurut Baron dan Byrne (2008) konformitas dipengaruhi oleh : A. Kohesivitas Kohesivitas didefinisikan sebagai derajat ketertarikan individu terhadap kelompok. Semakin besar kohesivitas, maka akan semakin tinggi keinginan individu untuk konform terhadap kelompok. B. Ukuran Kelompok Jumlah anggota kelompok yang semakin besar akan mempengaruhi tinggi rendahnya konformitas dalam kelompok tersebut.

11 C. Jenis norma sosial yang berlaku pada situasi tertentu Norma sosial yang berlaku dapat berupa norma deskriptif atau norma injungtif. Norma deskriptif yaitu norma yang hanya mengindikasikan apa yang sebagian besar orang lakukan pada situasi tertentu. Norma injungtif yaitu norma yang menetapkan tingkah laku apa yang diterima atau tidak diterima pada situasi tertentu. 2.3 Hubungan Self-Esteem Dengan Konformitas Penelitian terdahulu mengasumsikan bahwa terdapat hubungan sebab dan akibat antara self-esteem dengan konformitas. Menurut penelitian Harris, dkk (dalam Robins Goodwin, dkk. 2004) menyatakan bahwa peran seeorang dalam keanggotaan suatu kelompok memberikan pengaruh terhadap perkembangan self-esteem orang tersebut. Hal itu karena perilaku berkelompok yang terkait dengan sikap atau attitude yang diambil individu di dalam kelompok akan menentukan apa yang dilakukannya selama interaksi sosial berlangsung Robbins (2008). Perilaku individu didalam kelompok merupakan sesuatu yang lebih dari sekedar total jumlah dari setiap tindakan dengan cara mereka sendiri-sendiri. Sarwono (2005) mengatakan bahwa jika berada dalam kelompok, seseorang cenderung akan bertindak berbeda ketika saat berada seorang diri. Kelompok didefinisikan sebagai dua atau lebih individu yang saling berinteraksi dan bergantung satu dengan yang lain yang bersama-sama ingin mencapai tujuan tertentu Robbins (2008). Dalam hal ini kelompok dapat terbentuk secara formal atau informal. Kelompok

12 formal lebih ditekankan pada adanya suatu penugasan pekerjaan yang membentuk kelompok tugas, dan kelompok kerja. Robbins (2008) juga menambahkan bahwa dalam kelompok formal, perilaku yang harus ditunjukan seseorang harus ditentukan dan diarahkan untuk tujuan kelompok. 2.4 Alasan Bergabung Dalam Kelompok Alasan seseorang bergabung dalam suatu kelompok diungkapkan oleh Baron dan Byrne (2008) adalah sebagai berikut : 1. Keamanan Dengan bergabung dalam suatu kelompok, seseorang dapat mengurangi rasa ketidaknyamanan untuk berdiri sendiri. Orang tersebut akan merasa lebih kuat, memiliki lebih sedikit keragu-raguan pada diri sendiri, dan menjadi lebih resisten terhadap ancaman ketika mereka berada dalam suatu kelompok. 2. Status Masuknya kedalam suatu kelompok bagi sebagian orang dirasa sangat penting, karena kelompok memberikan pengakuan dan status bagi anggotanya. 3. Harga Diri Kelompok dapat memberikan perasaan akan berharganya seseorang, disamping memberikan status pada meraka yang berada didalam kelompok tersebut. Keanggotaan juga memberi tambahan perasaan berharga sebagai anggota dari kelompok itu sendiri.

13 4. Afiliasi interaksi regular yang berasal dari keanggotaannya dalam kelompok. Bagi banyak orang interaksi on the job merupakan sumber utama bagi mereka untuk memenuhi kebutuhannya akan keanggotaan (afiliasi) 2.5 Konsep Dasar Kelompok Terbentuknya kelompok tidak sekedar adanya gerombolan orang banyak, namun juga memiliki suatu struktur yang membentuk perilaku dari masing-masing anggotanya. Baron dan Byrne (2005) juga mengungkapkan adanya beberapa konsep yang membentuk suatu kelompok, yaitu : 1. Peran Menunjukan serangkaian pola perilaku yang diharapkan, sehubungan dengan posisi yang diberikan dalam suatu unit sosial. Pemahaman tentang perilaku peran dapat disederhanakan secara dramatis, jika masing-masing memilih suatu peran dan memainkannya secara regular dan konsisten. Sayangnya dalam suatu kelompok, kita diminta untuk memainkan beragam peran, baik didalam maupun diluar pekerjaan. 2. Norma Norma adalah standar perilaku yang diterima dalam suatu kelompok yang kemudian akan dirasa secara bersama-sama dengan anggota kelompok yang lain. Baron (2005) juga menambahkan bahwa hal yang perlu diingat dalam norma adalah kelompok cenderung menggunakan tekanan terhadap anggotanya untuk menuntun perilaku anggota tersebut agar

14 dapat sesuai dengan standar kelompok. Sarwono (2005) juga mengungkapkan bahwa analogi mengenai peran norma dalam kelompok sama seperti teori Asch, yang menjelaskan bahwa kelompok memberikan tekanan yang sangat kuat dalam merubah sikap dan perilaku anggota individu agar menyesuaikan diri dengan standar kelompok. 3. Kohesivitas atau Kekompakan Adalah sejauh mana anggota merasa tertarik satu sama lain dan termotivasi untuk tetap berada dalam kelompok tersebut. Baron dan Byrne (2005) mengungkapkan ada beberapa cara yang sering dilakukan oleh orang-orang didalam kelompok dalam mengaplikasikan kohesivitas, yaitu dengan menghabiskan banyak waktu bersama, menyediakan sarana interaksi intensif serta berpengalaman menghadapi ancaman dari luar. Dengan kata lain, kohesivitas dilakukan oleh kelompok, dilakukan dengan tujuan agar membuat anggotanya menjadi lebih dekat satu sama lain. 4. Ukuran Ukuran kelompok mempengaruhi perilaku kelompok secara keseluruhan, suatu stereotip yang umum mengenai kelompok adalah adanya rasa memiliki semangat tim (team spirit) yang memacu usaha individu dan meningkatkan produktivitas kelompok secara keseluruhan Baron dan Byrne (2005) 5. Komposisi Kebanyakan aktivitas kelompok memerlukan berbagai kemampuan dan pengetahuan. Dengan kata lain bahwa kelompok heterogen yang terdiri

15 dari individu tidak sama atau beragam, mungkin akan memiliki kemampuan dan informasi beragam dan akan efektif jika dibandingkan dengan kelompok homogen. Perbedaan individu heterogen adalah sebagai berikut, jenis kelamin, kepribadian, pendapatan, kemampuan, keterampilan dan perspektif. 6. Status Merupakan faktor penting dalam memahami perilaku. Karena status merupakan motivator yang berpengaruh dan memiliki konsekuensi. Status merupakan perbedaan peningkatan gengsi, posisi, atau peringkat dalam kelompok yang ditentukan secara formal dalam suatu kelompok. 2.6 Kerangka Berfikir dan Hipotesis Mahasiswa Self Esteem Konformitas Organisasi Gambar 2.1. Pola Kerangka Berfikir

16 2.6.1 Penjelasan Deskriptif Kerangka Berfikir Mahasiswa yang kemudian disebut sebagai sampel dalam penelitian akan menjadi fokus tujuan peneliti untuk mencaritahu mengenai kecenderungannya dalam berperilaku tampak (overt) saat memilih suatu kelompok organisasi kemahasiswaan. Dari pelaku yang tampak tersebut kemudian peneliti akan menghubungkannya dengan dua variabel bebas dan terikat yaitu (IV = konformitas) dengan (DV = self-esteem), dari hasil penelitian tersebut maka penelitian akan mencaritahu mengenai hubungan mana yang paling signifikan berpengaruh terhadap kecenderungan sampel (mahasiswa) saat bergabung ke dalam suatu organisasi. 2.6.2 Hipotesa Penelitian Dengan demikian hipotesis yang akan ditarik oleh peneliti adalah Ho : tidak ada hubungan antara self-esteem dengan konformitas dalam hal mengikuti suatu organisasi mahasiswa Ha : terdapat hubungan antara self-esteem dengan konformitas dalam mengikuti suatu organisasi mahasiswa